Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PROSES PRODUKSI
PEMBUATAN ASAP CAIR DENGAN PROSES
PIROLISIS
DISUSUN OLEH :
Nama / NIM
Kelas
: VII A / S1 Terapan
Kelompok
: IV ( Empat )
Dosen Pembimbing
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PRODUKSI
Judul Percobaan
Dosen Pembimbing
Kelas
: VII A / S1 Terapan
Kelompok
: IV ( Empat )
2016
Mengetahui
Dosen Pembimbing
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan
1. Dapat mengoperasikan alat pirolisis
2. Membuat asap cair grade 2
1.2 Dasar Teori
1.2.1 Asap Cair
Asap cair merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu dalam air yang dibuat
dengan mengkondensasikan asap cair hasil pirolisis. Asap cair hasil pirolisis ini tergantung
pada bahan dasar dan suhu pirolisis (Darmaji dkk, 1998). Asap memiliki kemampuan untuk
mengawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil. Seperti
yang dilaporkan Darmadji dkk (1996) yang menyatakan bahwa pirolisis tempurung
kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4,13 %, karbonil
11,3 % dan asam 10,2 %. Asap memiliki kemampuan untuk pengawetan bahan makanan
telah dilakukan di Sidoarjo untuk bandeng asap karena adanya senyawa fenolat, asam
dan karbonil (Tranggono dkk, 1997). Asap cair atau dikenal dengan nama lain
cuka
kayu adalah kondensat komponen asap yang dapat digunakan untuk menciptakan flavor
asap pada produk (Whittle dan Howgate, 2002).
Asap cair sudah dibuat pada akhir tahun 1800-an, tetapi baru sepuluh sampai lima
belas tahun belakangan digunakan secara komersial pada industri pengasapan ikan
(Moody dan Flick, 1990). Asap cair pertama kali diproduksi pada tahun 1980 oleh
sebuah pabrik farmasi di Kansas City, dikembangkan dengan metode distilasi asap kayu
(Pszczola, 1995). Asap cair dihasilkan dari proses pembakaran yang tidak sempurna.
Pembakaran adalah hasil sejumlah besar reaksi yang rumit. Salah satu macam reaksi
yang terjadi ialah pirolisis, yakni pemecahan termal molekul besar menjadi molekul kecil
tanpa kehadiran oksigen. Pembakaran campuran organik, seperti kayu, tidak selalu
berupa pengubahan sederhana menjadi CO2 dan H2O. Pirolisis molekul-molekul
besar
dalam kayu misalnya, menghasilkan molekul gas yang lebih kecil, yang kemudian
bereaksi dengan oksigen di atas permukaan kayu itu (Fessenden, 1982).
Pirolisis merupakan proses dekomposisi bahan yang mengandung karbon, baik yang
berasal dari tumbuhan, hewan maupun barang tambang menghasilkan arang (karbon) dan
asap yang dapat dikondensasi menjadi destilat (Paris et al., 2005 dalam Sutin 2007.
Umumnya proses pirolisis dapat berlangsung pada suhu di atas 300C dalam waktu 2-7 jam.
Proses pirolisis melibatkan berbagai proses reaksi
yaitu
dekomposisi,
oksidasi,
polimerisasi, dan kondensasi. Reaksi-reaksi yang terjadi selama pirolisa kayu adalah
penghilangan air dari kayu pada suhu 120-150 C, pirolisa hemiselulosa pada suhu 200250 C, pirolisa selulosa pada suhu 280-320 C dan pirolisa lignin pada suhu 400 C.
Pirolisa pada suhu 400 C ini menghasilkan senyawa yang mempunyai kualitas organoleptik
yang tinggi dan pada suhu lebih tinggi lagi akan terjadi reaksi kondensasi pembentukan
senyawa baru dan oksidasi produk kondensasi diikuti kenaikan linier senyawa tar dan
hidrokarbon polisiklis aromatis (Girrard, 1992; Maga, 1988).
Beberapa penelitian telah dilakukan sejak tahun 1990 baik berupa asap cair yang
berbahan baku non kayu maupun cuka kayu yang berbahan baku kayu, dimana pada
prinsipnya proses pembuatan produk-produk tersebut adalah sama. Asap cair diproduksi
dengan cara pembakaran yang tidak sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi
konstituen polimer menjadi senyawa organik dengan berat molekul rendah karena
pengaruh panas yang meliputi reaksi oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi (Girrard,
1992). Media pendingin yang digunakan pada kondensor adalah air yang dialirkan
melalui pipa inlet yangkeluar dari hasil pembakaran tidak sempurna kemudian
dialirkan melewati kondensor dan dikondensasikan menjadi distilat asap (Hanendoyo, 2005)
Di Jepang, asap cair dari bambu diaplikasikan sebagai anti alergi dan antioksidan. Asap
cair ini dibuat dengan suhu pembakaran 350 C sampai 450 C dan didistilasi pada suhu
rendah, yaitu 50 C sampai 60 C.
Asap cair ini untuk konsumsi sehingga umumnya 1 liter asap cair dicampur dengan
100 liter air atau jus jeruk. Komponen utama dari asap cair ini adalah asam asetat dan
tidak mengandung senyawa penyebab kanker seperti benzopyren, dibenzathracene, dan
methylcholanthrene (Imamura dan Watanabe, 2004). Yatagi, 2005. menyampaikan bahwa
cuka kayu memiliki banyak manfaat diantaranya
sebagai
inhibitor,
mempercepat
pertumbuhan tanaman, deodoran, farmasi, anti jamur dan mikroba, pengusir binatang kecil
dan minuman. Pada saat ini, informasi yang masih kurang khususnya untuk aplikasi
yang bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat, menyebabkan produk asap cair kurang
dikenal oleh masyarakat.
Asap cair mengandung berbagai senyawa yang terbentuk karena terjadinya pirolisis
tiga komponen kayu yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Lebih dari 400 senyawa
kimia
dalam
asap
telah
berhasil
diidentifikasi.
Komponen- komponen
tersebut
ditemukan dalam jumlah yang bervariasi tergantung jenis kayu, umur tanaman sumber
kayu, dan kondisi pertumbuhan kayu seperti iklim dan tanah. Komponen-komponen
tersebut meliputi asam yang dapat mempengaruhi citarasa, pH dan umur simpan
produk asapan; karbonil yang bereaksi dengan protein dan membentuk pewarnaan
coklat dan fenol yang merupakan pembentuk utama aroma dan menunjukkan aktivitas
antioksidan (Astuti, 2000). Selain itu Fatimah (1998) menyatakan golongan-golongan
senyawa penyusun asap cair adalah air (11-92 %), fenol (0,2-2,9 %), asam (2,8- 9,5 %),
karbonil (2,6-4,0 %) dan tar (1-7 %).
Kandungan senyawa-senyawa penyusun
asap
cair
sangat
menentukan
sifat
organoleptik asap cair serta menentukan kualitas produk pengasapan. Komposisi dan sifat
organoleptik asap cair sangat tergantung pada sifat kayu, temperatur pirolisis, jumlah
oksigen, kelembaban kayu, ukuran partikel kayu serta alat pembuatan asap cair
(Girard, 1992). Penelitian mengenai komposisi asap dilakukan pertama kali oleh Pettet
dan Lane tahun 1940 (Girrard, 1992), bahwa senyawa kimia yang terdapat dalam asap kayu
jumlahnya lebih dari 1000, 300 senyawa diantaranya dapat diisolasi dan yang
sudah
dideteksi antara lain : fenol 85 macam telah diidentifikasikan dalam kondensat dan 20
macam dalam asap, karbonil, keton dan aldehid 45 macam dalam kondensat, asam 35
macam, furan 11 macam. Alkohol dan ester 15 macam, lakton 13 macam, hidrokarbon
alifatik 1 macam dalam kondensat dan 20 macam dalam produk asap.
Asap dalam bentuk cair juga masih mempunyai berbagai sifat fungisidal. Rasa dan
aroma khas produk pengasapan terutama disebabkan oleh senyawa guaiakol, 4-metilguaiakol, dan 2,6-dimetoksi fenol. Girard (1992) mengatakan bahwa dari berbagai
penelitian terdahulu, diketahui bahwa senyawa-senyawa fenolat tertentu seperti guaiakol,
4-metil guaiakol, 2,6-dimetoksi fenil dan seringol menentukan flavor dari bahan pangan
yang diasap dimana guaiakol akan memberikan rasa asap dan seringol memberikan
aroma asap. Rasa dan aroma yang khas pada makanan yang diasap disebabkan oleh
senyawa fenol yang bereaksi dengan protein dan lemak yang terdapat pada makanan (Daun,
1979). Saat ini, asap cair yang beredar di pasaran adalah asap cair yang telah
dipisahkan dari komponen tar (Sutin, 2008). Di dalam tar terkandung senyawa
Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) yang karsinogenik terhadap manusia. Cara
pemisahan komponen tar dari asap cair dilakukan dengan cara mengekstrak kondensat hasil
pirolisis dengan menggunakan pelarut antara lain gugus CO, propana, metana, etilen,
amonia, metanol, air dan campuran dari satu atau lebih komponen tersebut. Untuk lebih
jelasnya komponen-komponen penyusun asap cair adalah sebagai berikut :
1. Senyawa-senyawa fenol
Senyawa
fenol
diduga
berperan
sebagai
antioksidan
sehingga
dapat
memperpanjang masa simpan produk asapan. Kandungan senyawa fenol dalam asap
sangat tergantung pada temperatur pirolisis kayu. Menurut Girard (1992), kuantitas fenol
pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mg/kg Beberapa jenis fenol yang
biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol, dan siringol. Senyawasenyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya hidrokarbon aromatik yang
tersusun dari cincin benzena dengan sejumlah gugus hidroksil yang terikat. Senyawasenyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus-gugus lain seperti aldehid, keton, asam
dan ester (Maga, 1987).
2. Senyawa-senyawa karbonil
Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan dan
citarasa produk asapan. Golongan senyawa ini mepunyai aroma seperti aroma karamel
yang unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain adalah
vanilin dan siringaldehida.
3. Senyawa-senyawa asam
Senyawa-senyawa
asam
mempunyai
peranan
sebagai
antibakteri
dan
membentuk citarasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah asam
asetat, propionat, butirat dan valerat.
4. Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis
Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) dapat terbentuk pada
pirolisis kayu. Senyawa hidrokarbon
aromatik
proses
senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen (Girard, 1992).
Girard
(1992) menyatakan
bahwa
pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur pirolisis, waktu dan
kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta kandungan udara dalam kayu.
Dikatakan juga bahwa semua proses yang menyebabkan terpisahnya partikel-partikel
besar dari asap akan menurunkan kadar benzo(a)pirena. Proses tersebut antara lain
adalah pengendapan dan penyaringan.
5. Senyawa benzo(a)pirena
Benzo(a)pirena mempunyai titik didih 310 0C dan dapat menyebabkan kanker
kulit jika dioleskan langsung pada permukaan kulit. Akan tetapi proses yang terjadi
memerlukan waktu yang lama (Winaprilani, 2003).
1.2.3 Pirolisis
Pirolisis adalah proses pemanasan suatu zat tanpa adanya oksigen sehingga terjadi
penguraian komponen-komponen penyusun kayu keras. Istilah lain dari pirolisis adalah
penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan organik yang disebabkan oleh adanya
pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar. Hal tersebut mengandung pengertian
bahwa apabila tempurung dan cangkang dipanaskan tanpa berhubungan dengan udara dan
diberi suhu yang cukup tinggi, maka akan terjadi reaksi penguraian dari senyawa-senyawa
kompleks yang menyusun kayu keras dan menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu padatan,
cairan dan gas (Widjaya, 1982).
Pembakaran tidak sempurna pada kayu pelawan, tempurung kelapa, sabut, serta
cangkang sawit menyebabkan senyawa karbon kompleks tidak teroksidasi menjadi karbon
dioksida dan peristiwa tersebut disebut sebagai pirolisis. Pada saat pirolisis, energi panas
mendorong terjadinya oksidasi sehingga molekul karbon yang kompleks terurai, sebagian
besar menjadi karbon atau arang. Istilah lain dari pirolisis adalah destructive distillation
atau destilasi kering, dimana merupakan proses penguraian yang tidak teratur dari bahanbahan organik yang disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa berhubungan dengan udara
luar. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa apabila tempurung dipanaskan tanpa
berhubungan dengan udara dan diberi suhu yang cukup tinggi maka akan terjadi rangkaian
reaksi penguraian dari senyawa-senyawa kompleks yang menyusun tempurung dan
menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu padatan, cairan dan gas (Anonim, 1983).
Tempurung kelapa dan kayu keras memiliki komponen-komponen yang hamper sama.
Kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam kayu berbeda-beda tergantung dari jenis
kayu. Pada umumnya kayu mengandung dua bagian selulosa, satu bagian hemiselulosa serta
satu bagian lignin. Girard (1992) menyatakan bahwa produk dekomposisi termal yang
dihasilkan melalui reaksi pirolisis komponen-komponen kayu adalah sebanding dengan
jumlah komponen-komponen tersebut dalam kayu. Menurut Maga (1987) asap cair
merupakan suatu campuran larutan dan disperse koloid dari asap kayu dalam air yang dapat
diperoleh dari hasil pirolisis kayu. Asap cair merupakan campuran larutan dari dispersi asap
kayu dengan mengkondensasikan asap cair hasil pirolisis kayu yang merupakan proses
dekomposisi dari komponen-komponen penyusun kayu seperti lignin, selulosa dan
hemiselulosa akibat panas tanpa adanya oksigen (Tahir, 1992). Menurut Tahir (1992), pada
proses pirolisis dihasilkan tiga macam penggolongan produk yaitu :
1. Gas-gas yang dikeluarkan pada proses karbonisasi ini sebagian besar berupa gas CO2
dan sebagian lagi berupa gas-gas yang mudah terbakar seperti CO, CH4, H2 dan
hidrokarbon tingkat rendah lain.
2. Destilat berupa asap cair dan tar : Komposisi utama dari produk yang tertampung
adalah metanol dan asam asetat. Bagian lainnya merupakan komponen minor yaitu
fenol, metil asetat, asam format, asam butirat dan lain-lain.
3. Residu (karbon) : kayu mempunyai komponen-komponen yang hampir sama.
Kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam kayu berbeda-beda tergantung
dari jenis kayu. Pada umumnya kayu mengandung dua bagian selulosa dan satu
bagian hemiselulosa, serta satu bagian lignin. Adapun pada proses pirolisis terjadi
dekomposisi senyawa-senyawa penyusunnya
(Akbar, 2013)
1.2.4 Tempurung Kelapa
Buah kelapa terdiri dari beberapa komponen yaitu kulit luar (epicarp), sabut
(mesocarp), tempurung kelapa (endocarp), daging buah (endosperm), dan air kelapa.
Komponen-komponen penyusun buah kelapa disajikan pada gambar 1.1 berikut ini:
sekitar enam sampai sembilan persen (dihitung berdasarkan berat kering) dan terutama
tersusun dari lignin, selulosa dan hemiselulosa. (Yunus, 2011)
Komposisi kimia tempurung kelapa berupa Sellulosa 26,60 %, Lignin 29,40 %,
Pentosan 27,70 %, Solvent ekstraktif 4,20 %, Uronat anhidrid 3,50 %, Abu 0,62 %, Nitrogen
0,11 %, dan Air 8,01 %. Tempurung Kelapa disamping dipergunakan untuk
pembuatan arang, juga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan arang aktif,
yang dapat berfungsi untuk mengadsorbsi gas dan uap. Arang aktif dapat
pula digunakan untuk menurunkan kadar kesadahan, kadar besi, dan
kadar NaCl dalam air sumur. (Suhartana, 2006)
1.2.5 Pemanfaatan Asap Cair
Asap cair memiliki banyak manfaat dan telah digunakan pada berbagai industri. Seperti
di industri pangan, dimana asap cair mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai
pemberi rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet karena sifat antimikroba dan
antioksidannya.
Asap cair juga dapat menggantikan proses pengasapan ikan secara tradisional yang
sebelumnya langsung diberi asap, sehingga dapat mengganggu lingkungan. Selain itu, asap
cair dapat digunakan pula pada food processing seperti tahu, mi basah dan bakso.
Di industri perkebunan, asap cair dapat digunakan sebagai koagulan lateks dengan sifat
fungsional asap cair seperti antijamur, antibakteri dan anti-oksidan, yang dapat memperbaiki
kualitas produk karet yang dihasilkan.
Sebenarnya, senyawa formaldehid yang terkandung di asap cair ini telah lama
dimanfaatkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia untuk mengobati sakit gigi, segala
macam sakit kulit yang disebabkan oleh jamur, virus, bakteri dengan cara mengoleskan pada
bagian yang sakit untuk mencegah penyakit kutu air akut, panu, kadas, kurap, herpes, dan
diabetes.
Asap cair sudah lazim dimanfaatkan saat ini. Di negeri Matahari Terbit, Jepang,
misalnya, asap cair alias wood vinegar sudah sejak lama dimanfaatkan sebagai obat
detoksifikasi. Asap cair itu dengan serbuk kayu oak, dicampur lantas dikemas memakai
kantong kertas saring. Campuran itu kemudian dan ditempelkan di telapak kaki seperti koyo
sebelum tidur. Biasanya keesokan hari kantong yang semula berwarna putih tersebut menjadi
kehitaman. Hal itu pertanda racun di tubuh telah terserap.
Asap cair memang dimanfaatkan oleh penduduk di Jepang sejak ratusan tahun silam.
Beberapa wilayah di Jepang seperti Shitara di Provinsi Aichi dan tempat di Kepulauan Togo,
menjadi sentra penghasil asap cair. Bukan hanya untuk kesehatan, di Togo asap cair itu
dipakai pula sebagai pupuk dan pestisida. Sebagai pupuk, asap cair tersebut disemprotkan di
atas permukaan daun dengan konsentrasi 1:1.000 (1 bagian asap cair dan 1.000 bagian air)
untuk tanaman muda.
Campuran asap cair dan air (1:300) dapat mempercepat penguraian pupuk kompos dan
mencegah terbentuknya gas amonia. Oleh sebab itu, asap cair juga berfaedah menghilangkan
bau tak sedap bila disemprotkan pada tumpukan sampah. Yang luarbiasa lagi asap cair yang
kaya senyawa hidrokarbon tersebut mampu mematikan beberapa hama tertentu pada
budidaya sayuran.
Di bidang pangan, masyarakat di negara Uni Eropa dan Amerika sudah terbiasa
menyantap daging panggang yang terlebih dahulu direndam dalam larutan asap cair. Asap
cair yang digunakan sudah dimurnikan melalui penyulingan bertingkat supaya minyak dan tar
yang berbahaya hilang. Daging yang telah dicelup di dalam asap cair memiliki tekstur daging
lebih empuk dan beraroma sedap ketika dipanggang dan tentunya daging bisa lebih lama
disimpan.
Sejatinya asap cair berfungsi sebagai pengawet berkat kehadiran senyawa asam, fenol,
dan karbonil. Fenol dianggap paling berperan, walaupun kemampuan asap cair untuk
mengawetkan merupakan interaksi berbagai senyawa tersebut. Fenol bersifat antibakteri dan
antifungi serta mampu menghambat oksidasi lemak. Senyawa lainnya juga bersifat sama
seperti fenol.
Sebagai insektisida / pembasmi rayap, nyamuk, semut. Cara penggunaan disemprotkan
pada tempat yang terserang rayap dengan dosis 15-20 cc/lb setiap tiga hari sehari.
Mempercepat pertumbuhan tanaman secara vegetatif. Cara penggunaan bisa
disemprotkan ke daun dengan dosis 20 cc/lt setiap 2 minggu sekali. Disemprotkan melalui
akar dengan dosis 20 cc/lt setiap 2 minggu sekali. (Fitriando, 2015)
1.2.6 Klasifikasi Asap Cair
Jenis Asap Cair dibedakan dari gradenya. Ada 3 grade asap cair dengan
peruntukan yang berbeda:
1. Asap Cair Grade 1
Grade 1: Warna bening; Rasa sedikit asam; Aroma Netral, Peruntukan Makanan
dan Ikan. Asap cair grade 1 memiliki warna kuning pucat. Asap cair ini
merupakan hasil dari proses destilasi dan penyaringan dengan zeolit yang
kemudian dilanjutkan dengan penyaringan dengan karbon aktif. Asap cair jenis ini
dapat digunakan untuk pengawetan bahan makanan siap saji seperti mie basah,
bakso, tahu dan sebagai penambah cita rasa pada makanan.
2. Asap Cair Grade 2
Grade 2: Warna Kecoklatan Transparan: Rasa Asam Sedang; Aroma Asap
Lemah, Peruntukan Makanan dengan taste Asap (daging Asap, bakso, Mie, tahu, ikan
kering, telur asap, bumbu-bumbu barbaque, Ikan Asap/bandeng Asap). Asap cair
grade 2 merupakan asap cair yang dihasilkan setelah melewati proses destilasi
kemudian
disaring
dengan
menggunakan zeolit.
Proses
penyaringan
ini
Karet
pengganti
asam
semut,
Penyamakan
Kulit,
pengganti
Antiseptik untuk kain, menghilangkan jamur dan mengurangi bakteri patogen yang
terdapat di kolam ikan. Asap cair grade 3 merupakan asap cair yang dihasilkan
dari pemurnian dengan metode destilasi. Destilasi merupakan proses pemisahan
campuran dalam fasa cair berdasarkan perbedaan titik didihnya. Dalam proses
ini, asap cair yang dihasilkan dari proses pirolisis yang diperkirakan masih
mengandung tar dimasukkan ke dalam tungku destilasi. Suhu pemanasan dijaga
agar tetap konstan sehingga diperoleh destilat yang terbebas dari tar. Suhu
prosesdestilasi ini adalah sekitar 150 oC. Asap cair yang dihasilkan dari proses ini
memiliki ciri berwarna coklat pekat dan berbau tajam. Asap cair grade 3 diorientasikan
untuk pengawetan karet.
BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat yang digunakan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7. Buret 50 ml
8. Corong
9. Statif
10. Pompa vakum
11. Bulp
12.
Tempurung kelapa
Kertas saring whatman No. 42
Indikator PP
NaOH 0,1 N
Zeolit
14.
fraksi tar
Proses Pemurnian
1. Mengendapkan produk cair selama 1 minggu untuk memisahkan fraksi berat (tar)
2. Menyaring produk cair hasil pengendapan dengan menggunakan kertas saring
whatman no. 42
3. Mengukur pH asap cair hasil pirolisis
4. Memasukkan produk cair hasil pengendapan kedalam erlenmeyer 500 ml yang telah
diisi dengan batu didih
5. Memasang Erlenmeyer pada pemanas serta menghubungkan erlenmeyer dan
kondensor dengan menggunakan konektor
6. Menjalankan air pendingin pada kondensor
7. Mengamati temperatur dan waktu pada saat terjadi tetesan pertama pada kondensor
8. Menjalankan operasi sampai tidak ada lagi cairan yang menetes dari kondensor
9. Mengukur pH destilat yang diperoleh
10. Memasukkan produk cair hasil destilasi kedalam Erlenmeyer 500 ml
11. Merendam dengan zeolite selama 1 jam
12. Mengukur pH destilat yang telah di rendam dengan zeolit
13. Menyaring produk asap cair grade 2
15.
2.2.3
1.
2.
3.
4.
5.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28. BAB III
29. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Data Pengamatan
30. Tabel 3.1 Pengamatan asap cair hasil pirolisis pada suhu 500oC
35. W
32. Sa
33.
34.
ar
mp
Ju
el
a
40. C
37. As
ok
ap
Cai
38.
34
Pir
lat
39.
ke
m
er
oli
ah
sis
42. As
43.
44.
ap
25
an
45. K
un
Cai
in
De
ke
stil
ru
at
47. As
ap
50. K
Cai
un
in
Per
48.
en
25
da
49.
2
g
ke
e
ma
as
Ze
an
olit
51.
52. Tabel 3.2 Pengamatan asap cair hasil pirolisis pada suhu 600oC
57. W
54. Sa
55.
56.
ar
mp
Ju
el
a
62. C
59. As
ok
ap
Cai
60.
40
Pir
lat
61.
ke
hi
ta
oli
sis
an
64. As
67. C
ap
Cai
65.
25
De
stil
at
ok
66.
lat
ke
ru
h
69. As
ap
Cai
72. C
r
Per
70.
en
25
ok
da
71.
lat
ke
ru
ma
n
Ze
olit
73.
74. Tabel 3.3 Analisa produk asap cair hasil pirolisis pada suhu 500oC
75. V
76. V
77. K
78. R
ol
ol
se
nt
Ti
ti
tr
tr
as
as
sa
sa
ai
0,
ol
e
h
N
a
O
H
79. 2
5
m
l
80. 1
3,
6
m
l
81. 3,
82. 3
%
%
83. Tabel 3.4 Analisa produk asap cair hasil pirolisis pada suhu 600oC
84. V
ol
u
m
85. V
ol
Ti
tr
as
ti
tr
sa
ai
ol
0,
86. K
o
n
se
nt
r
as
i
A
sa
87. R
e
n
d
e
m
e
n
a
O
H
88. 2
89. 2
90. 6,
91. 4
5,
m
l
7
m
l
%
%
92.
93.
94. 3.2 Pembahasan
95.
Tujuan utama dari percobaan ini adalah memperoleh asap cair grade 2 dari
hasil pirolisis tempurung kelapa. Pirolisis tempurung kelapa dilakukan pada suhu 500 oC
selama 3 jam menggunakan massa tempurung kelapa sebanyak 1 kg. Pada percobaan
sebelumnya telah dilakukan pirolisis dengan variabel berubah yaitu suhu pirolisis pada
600oC. Sehingga pada pembahasan kali ini akan dibahas mengenai pengaruh suhu pirolisis
terhadap asap cair yang dihasilkan.
96.
Berdasarkan tabel 3.1 dan 3.2 mengenai pengamatan visual asap cair yang
dihasilkan terjadi perbedaan warna yang signifikan antara asap cair hasil perendaman dengan
zeolite pada suhu pirolisis 500oC yang berwarna kuning keemasan dengan asap cair hasil
perendaman zeolite pada suhu pirolisis 600 oC yang berwarna cokelat keruh. Pada dasarnya
perbedaan warna ini terjadi karena penggunaan ukuran zeolite yang berbeda. Asap cair hasil
pirolisis pada 600oC direndam menggunakan zeolite bebentuk granul sedangkan asap cair
hasil pirolisis pada 500oC direndam menggunakan zeolite berbentuk serbuk. Semakin besar
luas permukaan zeolite yang digunakan maka semakin efektif zeolite dalam mengadsorpsi
senyawa-senyawa pengotor pada asap cair. Sehingga akan semakin jernih asap cair hasil
perendaman yang diperoleh.
97.
Asap cair yang diperoleh dari hasil pirolisis berwarna cokelat kehitaman
namun setelah proses destilasi, diperoleh asap cair berwarna kuning keruh. Sampel asap cair
hasil destilasi yang pada awalnya berwarna kuning keruh setelah dilewatkan melalui zeolit
aktif berubah menjadi berwarna kuning jernih dengan aroma asap yang berkurang. Proses
pemurnian ini menyebabkan senyawa berbahaya seperti benzopirene dan tar yang terdapat di
dalam asap cair teradsorpsi oleh zeolit aktif. (Rinaldi, 2015)
98.
Selain pengamatan secara visual, pada tabel 3.1 dan 3.2 juga di analisa
besarnya derajat keasaman (pH) asap cair. Harga pH tersebut menyimpulkan bahwa produk
asap cair tersebut bersifat asam. Harga pH akan semakin menurun dengan semakin
meningkatnya temperatur pirolisis. Hal ini di karenakan semakin banyaknya unsur-unsur
dalam tempurung kelapa yang terurai dan membentuk senyawa senyawa kimia yang
bersifat asam yaitu asam asetat.
99.
Berdasarkan tabel 3.3 dan 3.4 rendemen asap cair hasil pirolisis pada 500 oC
sebesar 34,8 % sedangkan rendemen asap cair hasil pirolisis pada 600 oC sebesar 40,6 %.
Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa semakin tinggi suhu pirolisis maka akan semakin
besar perolehan rendemen asap cair yang dihasilkan. Temperatur pirolisis sangat berpengaruh
terhadap pemutusan rantai hidrokarbon dari komponen penyusun tempurung kelapa sehingga
jumlah asap cair yang dihasilkan akan berbeda pada setiap kenaikan temperatur.
100.
Selain berpengaruh pada rendemen yang dihasilkan, variasi suhu pirolisis juga
berpengaruh pada konsentrasi asam pada asap cair. Asap cair hasil pirolisis pada suhu 500 oC
menghasilkan konsentarsi asam sebesar 3,264 % sedangkan asap cair hasil pirolisis pada suhu
600oC menghasilkan konsentarsi asam sebesar 6,168 %. Darmadji dkk (1996) menyatakan
bahwa pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa
fenol sebesar 4,13 %, karbonil 11,3 % dan asam 10,2 %. Hasil perolehan konsentrasi asam
pada kondisi pirolisis 600oC lebih besar dibandingkan dengan konsentarsi asam hasil pirolisis
pada suhu 500oC. Tingginya suhu pirolisis menyebabkan semakin tinggi panas pada
tempurung kelapa untuk menguraikan hemiselulosa dan selulosa menjadi komponenkomponen senyawa kimia yang bersifat asam terutama asam asetat. Sehingga semakin tinggi
suhu pirolisis maka semakin besar rendemen asap cair yang diperoleh dengan konsentrasi
asam yang lebih tinggi. Kandungan asam pada asap cair juga berhubungan dengan kualitas
asap cair terutama fungsinya sebagai pengawet makanan. Kandungan asam pada asap cair
berupa asam asetat berperan sebagai antibakteri dan membentuk citarasa produk asapan.
101.
merupakan faktor yang paling menentukan kualitas asap yang dihasilkan. Darmadji dkk
(1992) menyatakan bahwa kandungan maksimum senyawa-senyawa fenol, karbonil, dan
asam dicapai pada temperatur pirolisis 600oC. Tetapi produk yang diberikan asap cair yang
dihasilkan pada temperatur 400oC dinilai mempunyai kualitas organoleptik yang terbaik
dibandingkan dengan asap cair yang dihasilkan pada temperatur pirolisis yang lebih tinggi.
102.
103.
104.
105.
106.
107.
108.
109.
110.
111.
112.
113.
BAB IV
KESIMPULAN
114.
115.
diperoleh kesimpulan:
1. Semakin tinggi suhu pirolisis maka semakin besar perolehan rendemen asap cair.
2. Rendemen asap cair hasil pirolisis pada suhu 500oC sebesar 34,8 % sedangkan
rendemen asap cair hasil pirolisis pada 600oC sebesar 40,6 %.
3. Semakin tinggi suhu pirolisis maka semakin tinggi konsentrasi asam pada asap cair
yang dihasilkan.
4. Konsentrasi asap cair hasil pirolisis pada suhu 500oC sebesar 3,264 % sedangkan asap
cair hasil pirolisis pada suhu 600oC menghasilkan konsentarsi asam sebesar 6,168 %.
116.
117.
118.
119.
120.
121.
122.
123.
124.
125.
126.
127.
128.
129.
130.
131.
132.
133.
134.
DAFTAR PUSTAKA
135.
136.
137.
Basri, AB. (2010). Manfaat Asap Cair Untuk Tanaman. Serambi Pertanian Vol. IV/
No.
5/2010.
8
November
2016.
nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/.../01-Cabe-asapcair.pdf.
138.
139.
140.
141.
142.
Sunarsih, S, dkk. (2012). Pengaruh Suhu, Waktu Dan Kadar Air Pada Pembuatan
Asap Cair Dari Limbah Padat Pati Aren (Studi Kasus Pada Sentra Industri Sohun
Dukuh
Bendo,
Daleman,
Tulung,
Klaten).
8
November
2016.
http://repository.akprind
.ac.id/sites/files/conferenceproceedings/2012/sunarsih_14377.pdf
143.
146.
147.
148.
149.
150.
151.
152.
153.
154.
155.
156.
157.
158.
159.
160.
161.
162.
163.
164. LAMPIR
AN
165.
166.
167.
168.
169.
170.
171.
172.
173.
174.
175.
176. PERHITUNGAN
1. Randemen
178.
177.
produk asap cair
100
bahan baku
=
348 g
100
1000 g
179.
= 34,8 %
180.
2. Penentuan Konsentarsi Asam Pada Asap Cair sebagai Asam Asetat
181. Diketahui : N NaOH
= 0,1 N
182.
V NaOH
= 13,6 mL
183.
V Asap Cair
= 25 mL
184.
Penyelesaian :
185.
Kadar CH3COOH =
Fp x V NaOH x N NaOH BM CH 3 COOH
100
V asap cair x 1000
186.
10 13,6 0,1 60
100
25 1000
187.
188.
189.
= 3,264 %
190.