Anda di halaman 1dari 5

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Beakang
Lateks pekat sebagai bahan utama pada penelitian ini tetap berada dalam
bentuk emulsi sebelum diolah menjadi bahan baku pada industri. Biasanya lateks
pekat banyak digunakan untuk pembuatan bahan karet yang tipis seperti sarung
tangan, benang karet, alat-alat medis dan lain-lain yang bermutu tinggi (Termal, et
al, 2005). Cairan ini belum mengalami penggumpalan baik dengan penambahan
pengemulsi ataupun tanpa penambahan pengemulsi (Hani, 2009).
Bentuk utama dari karet alam, yang terdiri dari 97% cis-1,4-isoprena, dikenal
sebagai Hevea Rubber. Hampir semua karet alam diperoleh sebagai lateks yang
terdiri dari 32-35% karet dan sekitar 5% senyawa lain, termasuk asam lemak,
gula, protein, sterol ester dan garam. Lateks biasa dikonversikan ke karet busa
dengan aerasi mekanik yang diikuti oleh vulkanisasi (Anwar, 2006).
Perkebunan karet yang ada di Indonesia baik dari perkebunan rakyat maupun
perkebunan besar yang turut serta menyumbangkan devisa bagi negara. Karet
yang dihasilkan dari perkebunan rakyat umummnya memiliki mutu yang rendah
dikarenakan pengolahan yang diterapkan masih sederhana dan alat yang
digunakan belum memadai. Sifat yang dimiliki karet yaitu elastis yang
berhubungan dengan plastisitas atau viskositas karet. Di Indonesia untuk luas
lahan karet yang dimiliki kini mencapai 2,7-3 juta hektar.
Karet (termasuk karet alam) merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan
manusia sehari-hari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang
memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, conveyor
belt, sabuk transmisi, dock fender, sepatu dan sandal karet. Kebutuhan karet alam
maupun karet sintetik terus meningkat sejalan dengan meningkatnya standar
hidup manusia. Kebutuhan karet sintetik relatif lebih mudah dipenuhi karena
sumber bahan baku relatif tersedia walaupun harganya mahal, akan tetapi karet
alam dikonsumsi sebagai bahan baku industri tetapi diproduksi sebagai komoditi
perkebunan.
Lateks merupakan getah yang berupa cairan koloid berwarna putih
kekuningan yang keluar dari bagian pohon karet pada saat proses penyadapan.

Lateks dari pohon karet ini terdapat pada bagian kulit, daun dan integument biji
karet. Pada suatu tempat pengolahan atau pabrik terdapat beberapa tahapan dalam
proses pengolahan lateks. Tahapan dalam pengolahan lateks tersebut bertujuan
agar dapat dihasilkan olahan dari lateks yang berupa lembaran (sheet) yang
memiliki kualitas tinggi. Oleh karena itu, akan dilakukan pengolahaan lateks
untuk mengetahui pengolahan yang baik.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini antara lain :
1. Mengetahui cara menghitung KKK Lateks Segar.
2. Mengetahui cara pengenceran lateks pada pembuatan karet sheet.

BAB 2. RESUME TEKNOLOGI PENGOLAHAN LATEKS


Karet merupakan polimer yang bersifat elastis, sehingga dinamakan pula
sebagai elastomer. Saat ini karet tergolong atas karet sintetik dan karet alam. Karet
sintetik dibuat secara polimerisasi fraksi-fraksi minyak bumi. Contoh karet
sintetik yang kini banyak beredar adalah SBR (Strirene Butadiene Rubber), NBR
(Nitrile Butadiene Rubber), EPDM (Ethil Propil Di Monomer), karet silikon, dan
Urethane (Setyamidjaja, 1993).
Karet alam diperoleh dengan cara penyadapan pohon Hevea Braziliensis.
Karet alam memiliki berbagai keunggulan dibanding karet sintetik, terutama
dalam hal elastisitas, daya redam getaran, sifat lekuk lentur (flex-cracking) dan
umur kelelahan (fatigue). Berdasarkan keunggulan tersebut, maka saat ini karet
alam sangat dibutuhkan terutama oleh industri ban. Dewasa ini karet alam
diproduksi dalam berbagai jenis, yakni lateks pekat, karet sit asap, crumb rubber,
karet siap atau tyre rubber, dan karet reklim (Reclimed Rubber).
a) Lateks pekat diolah langsung dari lateks kebun melalui proses pemekatan yang
umumnya secara sentrifugasi sehingga kadar airnya turun dari sekitar 70%
menjadi 40-45%. Lateks pekat banyak dikonsumsi untuk bahan baku sarung
tangan, kondom, benang karet, balon, kateter, dan barang jadi lateks lainnya.
Mutu lateks pekat dibedakan berdasarkan analisis kimia antara lain kadar karet
kering, kadar NaOH, Nitrogen, MST dan analisis kimia lainnya.
b) Karet sit asap atau dikenal dengan nama RSS (Ribbed Smoked Sheet) dan karet
krep (crepe) digolongkan sebagai karet konvensional, juga dibuat langsung dari
lateks kebun, dengan terlebih dulu menggumpalkannya kemudian digiling
menjadi lembaran-lembaran tipis, dan dikeringkan dengan cara pengasapan untuk
karet sit asap, dan dengan cara pengeringan menggunakan udara panas untuk karet
krep. Mutu karet konvensional dinilai berdasarkan analisis visual permukaan
lembaran karet. Mutu karet akan makin tinggi bila permukaannya makin seragam,
tidak ada gelembung, tidak mulur, dan tidak ada kotoran serta teksturnya makin
kekar/kokoh.

c) Crumb rubber (karet remah) digolongkan sebagai karet spesifikasi teknis


(TSR=Technical Spesified Rubber), karena penilaian mutunya tidak dilakukan
secara visual, namun dengan cara menganalisis sifat-sifat fisika-kimianya seperti
kadar abu, kadar kotoran, kadar N, plastisitas Wallace dan viskositas Mooney.
Crumb rubber produksi Indonesia dikenal dengan nama SIR (Standard
Indonesian Rubber). Saat ini umumnya (SIR 10 dan 20) dibuat dari lump atau sleb
dari perkebunan rakyat. Dikarenakan bahan bakunya kotor, maka proses
pengolahan dipabrik crumb rubber melibatkan berbagai peralatan pengecilan
ukuran (size reduction) dan pencucian.
d) Karet siap atau Tyre Rubber
Tyre rubber merupakan barang setengah jadi dari karet alam sehingga dapat
langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang yang
menggunakan bahan baku karet alam lainnya. Tyre rubber memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan karet konvensional. Ban atau produk-produk karet lain
jika menggunakan tyre rubber sebagai bahan bakunya memiliki mutu yang lebih
baik dibandingkan jika menggunakan bahan baku karet konvensional. Selain itu
jenis karet ini memiliki daya campur yang baik sehingga mudah digabung dengan
karet sintetis.
e) Karet Reklim (Reclimed Rubber)
Karet reklim merupakan karet yang diolah kembali dari barang-barang karet
bekas, terutama ban-ban mobil bekas. Karet reklim biasanya digunakan sebagai
bahan campuran, karena mudah mengambil bentuk dalam acuan serta daya lekat
yang dimilikinya juga baik. Pemakaian karet reklim memungkinkan pengunyahan
(mastication) dan pencampuran yang lebih cepat. Produk yang dihasilkan juga
lebih kukuh dan lebih tahan lama dipakai. Kelemahan dari karet reklim adalah
kurang kenyal dan kurang tahan gesekan sesuai dengan sifatnya sebagai karet daur
ulang. Oleh karena itu karet reklim kurang baik digunakan untuk membuat ban
(Setiawan, dan Andoko, 2005).

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, C., 2006. Perkembangan Pasar dan Prospek Agribisnis Karet di Indonesia.
Pusat Penelitian Karet, Medan.
Hani, Ummi. 2019. Asuhan Karet Alam dan Sintesis Fisiologis. Jakarta : Salemba
Medika.
Setiawan, D. H dan A. Andoko, 2005. Petunjuk Lengkap Budi Daya Karet.
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Setyamidjaja, D., 1993. Karet Budidaya dan Pengolahan. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai