Anda di halaman 1dari 11

AUDIT INVESTIGATIF DENGAN MENGANALISIS UNSUR

PERBUATAN MELAWAN HUKUM

PENGANTAR
Akuntan forensik bekerja sama dengan praktisi hukum dalam menyelesaikan masalah
hukum. Karena itu akuntan forensik perlu memahami hukum pembuktian sesuai dengan
masalah hukum yang dihadapi, seperti pembuktian untuk tindak pidana umum (dimana
beberapa pelanggaran dan kejahatan mengenai fraud diatur), tindak pidana khusus (seperti
korupsi, pencucian uang, perpajakan, dan lain-lain), pembuktian dalam hukum perdata,
pembuktian dalam hukum administrasi dan sebagainya.
Bab ini membahas teknik analisis dengan menggunakan rumusan mengenai perbuatanperbuatan melawan hukum seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disingkat Undang-Undang
Tipikor).
Perbuatan melawan hukum dirumuskan dalam satu atau beberapa kalimat yang dapat
dianalisis atau dipilah-pilah ke dalam bagian yang lebih kecil. Unsur-unsur ini dikenal dengan
istilah Belanda, Bestanddeel (tunggal) atau bestanddeelen (jamak). Penyidik atau akuntan
forensik mengumpulkan bukti dan barang bukti untuk setiap unsur tersebut. Bukti dan barang
bukti yang dikumpulkan untuk setiap unsur akan mendukung atau membantah adanya
perbuatan melawan hukum.
TIGA PULUH JENIS TINDAK PIDANA KORUPSI
Undang-undang tipikor merumuskan 30 jenis atau bentuk tindak pidana korupsi yang
dibagi dalam tujuh kelompok yang diringkas dalam Tabel 1.

Tabel 1
Perincian 30 Jenis Tindak Pidana Korupsi
Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009
Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

No

Kelompok

Keterangan

Tipikor

Pidana
Penjara

Pidana

Pidana

Penjara

Denda

(tahun)

d/

( juta Rp )

Min Maks

da Min

Maks

Kerugian KeuanganNegara
1

Pasal 2

Memperkaya diri

20

20

da 50

1.000

Menyuap PN

da 50

250

Menyuap PN

da 50

250

da

150

da 50

250

Seumur hidup

200

1.000

Pidana mati
2

Pasal 3

Menyalahgunakan

Seumur hidup

Wewenang
Suap Menyuap
3

Psl 5 ayat
(1)a

Psl 5 ayat
(1)b

Pasal 13

Memberi hadiah ke PN

Psl 5 ayat(2)

PN menerimasuap

Pasal 12.a

PN menerima suap

Seumur hidup

20

200

1.000

Pasal 12.b.

PN menerima suap

Seumur hidup

20

200

1.000

Pasal 11

PN menerimasuap

da 50

250

Menyuap Hakim

15

150

750

Menyuap advokat

15

150

750

10 Psl

ayat(1).a
11 Psl

ayat(1).b

No

Kelompok

Keterangan

Pidana

Tipikor
12 Psl

ayat(2)
13 Pasal

Penjara
Hakim

&

Advokat

12.d

Pidana

Penjara

Denda

(tahun)

d/

( juta Rp )

Min Maks

da Min

Maks

15

150

750

20

200

1.000

20

200

1.000

15

150

750

50

250

terima suap
Hakim menerima suap Seumur

12.c
14 Pasal

Pidana

Hidup
Advokat

menerima Seumur

suap

Hidup

Penggelapan dalam Jabatan


15 Pasal 15

PN

menggelapkan

uang atau membiarkan


penggelapan
16 Pasal 9

PN.

memalsukan

buku
17 Pasal 10.a

PN. I merusakbukti

100

350

18 Pasal 10.b

PN membiarkan orang

100

350

100

350

20

200

1.000

20

200

1.000

20

200

1.000

da 100

lain merusakkan bukti


19 Pasal 10.c

PN

membantuorang

lain merusakkan bukti


Perbuatan Pemerasan
20 Pasal 12.e

PN memeras

Seumur
Hidup

21 Pasal 12.g

PN memeras

Seumur
Hidup

22 Pasal 12.h

PN memeras

Seumur
Hidup

Perbuatan Curang
23 Psl 7 ayat(1)
A

Pemborong
curang

berbuat

350

No

Kelompok

Keterangan

Pidana

Tipikor
24 Psl 7 ayat(1)
B
25 Psl 7 ayat(1)
C
26 Psl 7 ayat(1)
D
27 Psl 7 ayat (2)

Penjara
Pengawas

Pidana

Pidana

Penjara

Denda

(tahun)

d/

( juta Rp )

Min Maks

da Min

Maks

da 100

350

da 100

350

da 100

350

da 100

350

20

200

1.000

20

200

1.000

20

200

1.000

proyekmembiarkan
perbuatan curang
Rekanan

TNI/Polri

berbuat curang
Pengawas
TNI/Polri

rekanan
berbu

at

curang
Penerima

barang

TNI/Polri membiarkan
perbuatan curang
28 Psl 12.h

PN memeras

Benturan Kepentingan dalam


Pengadaan
29 Pasal 12.i

PN turut serta dlm Seumur


pengadaan

yang Hidup

diurusnya
Gratifikasi
30 Psl 12B
jo.12C

PN

menerima Seumur

gratifikasi dan tidak Hidup


melapor ke KPK

TINDAK PIDANA LAIN BERKAITAN DENGAN TIPIKOR


Selain ke-30 bentuk tindak pidana korupsi, Undang-Undang Tipikor Bab III mengatur
beberapa tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi.

1. Mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung


penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka,
terdakwa, atau saksi dalam perkara korupsi.
2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar.
3. Dalam perkara korupsi, melanggar KUHP Pasal 220 (mengadukan perbuatan pidana,
padahal ia tahu perbuatan itu tidak dilakukan), Pasal 231 (menarik barang yang
disita), Pasal 421 (pejabat menyalahgunakan kekuasaan, memaksa orang melakukan,
tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu), Pasal 422 (pejabat menggunakan
paksaan untuk memeras pengakuan atau mendapat keterangan), Pasal 429 (pejabat
melampaui kekuasaan ... memaksa masuk ke dalam rumah atau ruangan atau
pekarangan tertutup ... atau berada di situ secara melawan hukum) atau Pasal 430
(pejabat melampaui kekuasaan menyuruh memperlihatkan kepadanya atau merampas
surat, kartu pos, barang atau paket ... atau kabar lewat kawat)

BEBERAPA KONSEP UNDANG-UNDANG


Di bawah ini ada catatan mengenai beberapa konsep, baik yang secara umum dikenal
dalam KUHP dan KUHAP maupun yang khas untuk tindak pidana korupsi. Konsep-konsep
itu adalah:
1. Alat bukti yang sah
2. Beban pembuktian terbalik
3. Gugatan perdata atas harta yang disembunyikan
4. Pemidanaan secara in absentia
5. memperkaya versus menguntungkan
6. Pidana mati
7. Nullum delictum
8. Concursus idealis
9. Concursus realis
10. Perbuatan berlanjut
11. lepas dari tuntutan hukum versus bebas.
Konsep-konsep ini akan dibahas secara singkat dan dimaksudkan untuk membantu
akuntan forensik yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan hukum. Dalam analisis
kasus, pembaca dapat melihat penerapan sebagian konsep-konsep ini.
Alat Bukti yang Sah

Alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188
ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, khusus untuk
tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh dari :
a.alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan
secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan
b. dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan
atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik
yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam
secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf,
tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.

Beban Pembuktian Terbalik


Pembuktian terbalik ini diberlakukan pada tindak pidana baru tentang gratifikasi dan
terhadap tuntutan perampasan harta benda terdakwa yang diduga berasal dari salah satu
tindak pidana.
Gugatan Perdata atas Harta yang Disembunyikan
Apabila setelah putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
diketahui masih terdapat harta benda milik terpidana yang diduga atau patut diduga juga
berasal dari tindak pidana korupsi yang belum dikenakan perampasan untuk negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 B ayat (2), maka negara dapat melakukan gugatan
perdata terhadap terpidana dan atau ahli warisnya.
Perampasan Harta Benda yang Disita
Ketentuan ini dapat dilihat dalam Pasal 38 ayat 5 dari Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 yang berbunyi sebagai berikut:
Dalam hal terdakwa meninggal dunia sebelum putusan dijatuhkan dan terdapat bukti yang
cukup kuat bahwa yang bersangkutan telah melakukan tindakan pidana korupsi maka hakim
atas tuntutan penuntut umum menetapkan perampasan barang-barang yang telah disita.
dan penjelasannya yang berbunyi sebagai berikut: Ketentuan dalam ayat ini, dimaksudkan
pula untuk menyelamatkan kekayaan Negara.

Karena orang itu telah meninggal dunia, kesempatan baginya banding tidak ada. Setelah ia
meninggal, pertanggungjawabannya dibatasi sampai pada perampasan harta benda yang telah
disita.
Pemidanaan secara in Absentia
Pengalaman mengenai koruptor yang melarikan diri atau tidak hadir dalam
persidangan, diatasi dengan ketentuan mengenai pemidanaan secara in absentia. Hal ini
diatur dalam pasal 38 ayat 1, 2, 3, dan 4 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor yang
berbunyi sebagai berikut:
(1) Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan
tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa
kehadirannya.
(2) Dalam hal terdakwa hadir pada sidang berikutnya sebelum putusan dijatuhkan,
maka terdakwa wajib diperiksa, dan segala keterangan saksi dan surat-surat yang
dibacakan dalam sidang sebelumnya dianggap sebagai diucapkan dalam sidang
yang sekarang.
(3) Putusan yang dijatuhkan tanpa kehadiran terdakwa diumumkan oleh penuntut
umum pada papan pengumuman pengadilan, kantor Pemerintah Daerah, atau
diberitahukan kepada kuasanya.
(4) Terdakwa atau kuasanya dapat mengajukan banding atas putusan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).
Memperkaya versus Menguntungkan
Seorang pejabat menerima suap dari seorang pengusaha dan seluruh jumlah itu
diberikan kepada atasannya. Pejabat itu tidak memperkaya dirinya, tetapi tetap
menguntungkan dirinya. Dengan meneruskan seluruh suap itu kepada atasannya, ia
menguntungkan diri karena bisa mendapat keistimewaan (favor) dalam bentuk kenaikan
pangkat, jabatan, gaji dan seterusnya.
Perumusan TPK dalam Pasal 2 Undang-Undang Tipikor berbeda dari perumusan
dalam Pasal 3. Dalam Pasal 2, digunakan istilah memperkaya diri sendiri atau orang lain.
Sementara itu, dalam Pasal 3, digunakan istilah menguntungkan diri sendiri atau orang lain
Pidana Mati
Dalam Pasal 2 ayat 2 dari Undang-Undang Tipikor, dikatakan: Dalam hal tindak
pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan
tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Penjelasannya berbunyi sebagai berikut:

Yang dimaksud dengan keadaan tertentu dalam ketentuan ini dimaksudkan


sebagaipemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut
dilakukanpada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang
berlaku,pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana
korupsi,atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
Nullum Delictum
Maknanya dapat dilihat pada Pasal 1 ayat (1) KUHP yang berbunyi: Suatu
perbuatan

tidak

dapat

dipidana,

kecuali

berdasarkan

kekuatan

ketentuan

perundangundangan pidana yang telah ada


Dalam kaitan dengan TPK, asas ini dikemukakan dalam dua kasus. Pertama untuk
kasus-kasus TPK yang dilakukan sebelum keluarnya suatu undang-undang, tetapi diadili
setelah keluarnya undang-undang tersebut. Kedua, sewaktu KPK menangani kasus yang
terjadi sebelum keuarnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan TPK, ada orang yang mempertanyakan wewenang KPK dengan
menggunakan asas nullum delictum ini. Dalam kasus semacam ini, asas ini sebenarnya tidak
dilanggar karena substansi hukumnya sudah diatur dalam undang-undang yang mendahului
TPK itu. Yang terjadi kemudian adalah perluasan dari aparat yang menanganinya, yakni dari
polisi dan jaksa ke KPK.
Concursus Ideais
Konsep concursus idealis berkenaan dengan satu perbuatan yang tercakup dalam
lebih dari satu aturan pidana. Hal ini terlihat dalam Pasal 63 yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan
hanyasalah satu di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat
ancamanpidana pokok yang paling berat.
(2) Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam
aturanpidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.
Concursus Realis
Konsep concursus realis ini berkenaan dengan beberapa perbuatan yang dilakukan
berbarengan. Hal ini terdapat dalam KUHP Pasal 65 yang berbunyi sebagai berikut.
(1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang
berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana

pokokyang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana.


(2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancam
terhadap perbuatan itu, tetapi boleh lebih dari maksimum pidana yang trerberat ditambah
sepertiga.
Perbuatan Berlanjut
Perbuatan berlanjut ini diatur dalam Pasal 64 ayat 1 KUHP yang berbunyi sebagai
berikut.
(1) Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan
ataupelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai
satuperbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana; jika berbeda-beda,
yangditerapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.

Lepas dari Tuntutan Hukum versus Bebas


Putusan bebas (vrijspraak) atau bebas murni (zuivere vrijspraak) diatur dalam
KUHAP Pasal 191 ayat 1 yang berbunyi: Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil
pemeriksaan di sidang kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwaan kepadanya tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa diputus bebas.
Lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging) diatur dalam
KUHAP Pasal 191 ayat 2 yang berbunyi sebagai berikut: Jika pengadilan berpendapat
bahwa perbuatan yang didakwaan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak
merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.

ANALISIS KASUS KORUPSI


Para akuntan forensik dapat menarik pelajaran berharga dari pendapat dan komentar
para ahli hukum mengenai kasus-kasus yang sudah ada putusan hakim. Prof. Dr. Jur. Andi
Hamzah adalah salah satu seorang di antara para ahli hukum pidana dan hukum acara pidana
yang banyak menulis tentang kasus-kasus korupsi.
Analisis berikut disarikan dari tulisan beliau. Beliau memberikan pendapat dalam
kasus-kasus korupsi, seperti dalam kasus Akbar Tandjung di Pengadilan Tinggi. Selanjutnya
pendapat beliau digunakan oleh Mahkamah Agung meskipun tidak secara utuh.
Dalam bukunya, Profesor Andi Hamzah mencantumkan posisi dan analisis kasusnya
secara terperinci. Analisis di bawah merupakan ringkasan untuk menonjolkan hal-hal penting
bagi akuntan forensik. Para akuntan forensik sebaiknya mempelajari dokumentasi dari suatu
kasus secara utuh, yaitu sejak surat dakwaan yang diajukan penuntut umum, sampai kepada
Mahkamah Agung.

KASUS SAMADIKUN HARTONO


Penuntut Umum mendakwa Samadikun Hartono (Presiden Komisaris PT Bank Modern Tbk),
bersama-sama dengan Bambang Trianto (Presiden Direktur PT Bank Modern Tbk).
Dakwaan primair
Secara berlanjut (voortgezette handeling) melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu badan secara melawan hukum atau secara tidak patut menggunakan
uang atau menyalurkan dana BLBI atau bertentangan dengan peruntukannya yang secara
langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara sebesar Rp169.492.986.461,54.
Dakwaan subsidair
Perbuatan itu juga menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan dengan
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan
atau kedudukan, yang langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara.
Menarik sekali apa yang dikatakan Andi Hamzah mengenai putusan Pengadilan Negeri dan
Mahkamah Agung dalam kasus Samadikun Hartono, serta tragedi pada akhirnya.

Dalam pertimbangan Pengadilan Negeri, perbuatan terdakwa tidak dapat dikualifikasikan


sebagai perbuatan melangar hukum. Karena itu terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan
baik yang primair maupun yang subsidair.
Nyata sekali kekeliruan hakim karena pada dakwaan subsidair yang terdakwa juga
dibebaskan, tidak ada bagian inti (bestanddeel) melawan hukum sehingga tidak perlu
dibuktikan.
Adalah hak terdakwa dan penasihat hukumnya untuk membuktikan bahwa tidak ada unsur
melawan hukum, dan jika hakim menerima alasan tersebut, putusannya harus lepas dari
segala tuntutan hukum dan bukan bebas (vrispraak). Putusan macam inilah yang disebut oleh
doktrin sebagai bebas murni atau niet zuivere vrijspraak yang sama dengan lepas dari segala
tuntutan hukum terselubung (verkapte ontslag van alle rechtsvervolging).
Oleh karena itu, benar putusan mahkamah agung yang menerima permohonan kasasi jaksa
penuntut umum karena putusan tersebut seharusnya lepas dari segala tuntutan hukum yang
dapat diajukan dalam tingkat kasasi.
Mahkamah Agung memutuskan bahwa terdakwa Samadikun Hartono terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama
dan berlanjut. Terdakwa dipidana dengan pidna penjara empat tahun dan denda sebesar
Rp20.000.000,00 subsidair tiga bulan kurungan.

Anda mungkin juga menyukai