Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Rongga mulut merupakan salah satu tempat dalam tubuh yang mengandung
mikroorganisme dengan populasi dan keanekaragaman paling tinggi dibanding tempat
lain. Salah satu mikroorganisme yang ada di rongga mulut yaitu Streptococcus mutans.
Streptococcus mutans merupakan flora normal dalam rongga mulut namun bakteri ini
dapat menjadi pathogen apabila jumlahnya terus meningkat (Dhika, 2007). Dari berbagai
penelitian dilaporkan Streptococcus mutans merupakan agen penyebab karies yang paling
sering ditemukan (Calvin, 2008).
Karies gigi dan plak gigi adalah salah satu penyakit yang paling umum di seluruh
dunia, dan disebabkan oleh campuran mikroorganisme dan sisa-sisa makanan. Dan tipe
bakteri penghasil asam, terutama Streptococcus mutans, melekat dan berkoloni
permukaan gigi dan menyebabkan kerusakan pada struktur keras gigi dengan adanya
fermentasi karbohidrat misalnya, sukrosa dan fruktosa (Ozdemir, 2013). Interaksi
Streptococcus mutans pada permukaan gigi menyebabkan proses demineralisasi email.
Bila proses demineraslisasi ini terus terulang dengan cepat dan tidak seimbang dengan
terjadinya remineralisasi maka dapat terjadi karies (Dhika,2007).
Prevalensi karies di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (Depkes
RI, 2004) mencapai 90,05%. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Depkes RI, 2007),
prevalensi karies pada usia lebih dari 12 tahun di Indonesia mencapai 46,5%. Tingginya
prevalensi karies menunjukkan perlunya pencegahan sedini mungkin, yaitu dengan cara
mengurangi jumlah mikroorganisme Streptococcus mutans di dalam rongga mulut
dengan mengembangkan metode pencegahan yang sederhana dan tepat guna agar dapat
terjangkau oleh semua lapisan masyarakat untuk menurunkan prevalensi karies di
Indonesia (Dhika, 2007)
Dengan menjaga kebersihan mulut dengan cara menyikat gigi dan berkumur
dengan mouthwash merupakan cara yang efektif dalam mengontrol jumlah Streptococcus
mutans. Karena adanya zat antibakteri pada moutwash dan pasta gigi, yaitu alkohol pada
mouthwash dan triclosan pada pasta gigi. Tetapi dewasa ini penggunaan antibakteri
alkohol, diduga dapat menyebabkan efek karsinogenik yang berujung pada kanker mulut.
Hal ini didukung oleh penelitian Profesor. McCullough dan Farah dalam Australian of
Dental Journal (2008). Triclosan juga memiliki beberapa efek negative pada tubuh,
diantaranya mengganggu kerja hormone tiroid (Crofton et al, 2007), pada penelitian pada
tikus, triclosan menyebabkan gangguan fungsi dan perkembangan neurologic ( Newton et
al, 2005), Penelitian lain menyebutkan bahwa triclosan memiliki sifat androgenik dan
estrogenik dan paparan dengan triclosan berpotensi meningkatkan resiko breast cancer

(Gee et al,2008) Melihat dari permasalahan tersebut perlunya mencari alternatif antiseptik dan anti-bakteri yang alami serta aman dalam pemanfaatannya.
Saat ini dunia kefarmasian nasional juga tidak luput dari fenomena
ketergantungan terhadap bahan baku impor yang mencapai 95 %. Pemerintah senantiasa
membuka kesempatan inovasi di bidang obat tradisional dalam rangka pembangunan
kesehatan, termasuk perekonomian nasional. Indonesia akan keanekaragaman hayati,
namun belum banyak dimanfaatkan. Diperkirakan 40.000 spesies tumbuhan hidup, 30.00
diantaranya hidup di Indonesia. Dari jumlah itu baru sekitar 180 spesies yang
dimanfaatkan sebagai bahan oleh industry obat tradisional (Depkes RI, 2007).
Salah satu kenekaragaman hayati tersebut adalah Eceng Gondok. Eceng gondok
(Eichornia crassipes) merupakan tumbuhan air yang tumbuh di rawa-rawa, danau, waduk
dan sungai yang alirannya tenang. Menurut sejarahnya, eceng gondok di Indonesia
dibawa oleh seorang ahli botani dari Amerika ke kebun Raya Bogor. Akibat pertumbuhan
yang cepat (3% per hari), eceng gondok ini mampu menutupi seluruh permukaan suatu
kolam. Eceng gondok tersebut lalu dibuang melalui sungai disekitar Kebun Raya Bogor
sehingga menyebar ke sungai-sungai, rawa-rawa dan danau-danau di seluruh Indonesia.
Eceng gondok dewasa, terdiri dari akar, bakal tunas, tunas atau stolon, daun, petiole, dan
bunga. Daun-daun eceng gondok berwarna hijau terang berbentuk telur yang melebar
atau hamper bulat dengan garis tengah sampai 15 sentimeter (Hutabarat, 2010). Pada
penelitian yang dilakukan oleh Thamaraiselvi et al (2012), Eceng gondok menunjukkan
kemampuan antibakteria, yaitu dengan adanya kandungan tannin yang mengikat protein
sehingga menghambat sintesa protein bakteri. Pada penelitian Jayanthi (2012)
menunjukkan aktifitas yang signifikan pada Staphylococcus albus dan pada penelitina
Thamaraiselvi (2012) pada bakteri Micrococcus luteus yang juga merupakan bakteri
gram positif. Hal ini menunjukkan potensi eceng gondok sebagai antibakteri, yang mana
Streptococcus mutans juga merupakan bakteri gram positif. Bakteri gram positif memiliki
enzim autolysin, yang mana merupakan enzim yang berperan pada regulasi bakteri.
Enzim tersebut menghidrolis dinding sel dari bakteri gram positif, yang mana dimiliki
setiap bakteri yang memiliki dinding peptidoglikan, sebagai pencerna selektif dinding sel
bakteri. Autolysin dapat dirangsang oleh enzim, suatu zat atau obat melalui reaksi dengan
permukaan sel, yang mengakibatkan lisis. Dan mekanisme ini sama pada semua bakteri
gram positif (Salazar & Asenjo, 2007). Dari keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa
Streptococcus mutans memiliki karakteristik yang sama dengan bakteri gram positif yang
diteliti oleh Jayanthi & Thamaraiselvi, yaitu S. albus dan M. luteus. Dan eceng gondok
terbukti dalam menghambat/mematikan bakteri tersebut, akan tetapi belum dilakukan
penelitan ekstrak eceng gondok terhadap S. mutans

1.2.1 Apakah ekstrak Eichhornia Crassipies memiliki efek antibakteri terhadap Streptococcus
mutans ?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum Penelitian
Mengetahui adanya
Streptococcus mutans

efek

antibakteri

ekstrak

Eichhornia

Crassipies

terhadap

1.3.2 Tujuan Khusus Penelitian


Mengetahui konsentrasi minimum ekstrak Eichhornia Crassipies yang diperlukan untuk
menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Untuk Masyarakat
Meningkatkan nilai ekonomis eceng gondok karena dapat dimanfaatkan secara maksimal
menjadi bahan yang lebih bermanfaat di bidang kesehatan
1.4.2 Manfaat Pengembangan Ilmu
Sebagai sumber acuan yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Eceng Gondok


Eceng gondok merupakan tumbuhan yang hidup dalam perairan terbuka. Mengapung bila
berada di perairan yang dalam dan berakar didasar bila pada perairan dangkal.
Perkembangbiakan eceng gondok terjadi secara vegetative maupun secara generatif.
Perkembangan secara vegetatif terjadi bila tunas baru tumbuh dari ketiak daun, lalu membesar
dan akhirnya menjadi tumbuhan baru.
Setiap 10 tanaman eceng gondok mampu berkembangbiak menjadi 600.000 tanaman
baru dalam waktu 8 bulan. Eceng gondok dapat mencapai ketinggian antara 40 - 80 cm dengan
daun yang licin dan panjangnya 7 - 25 cm.
Tumbuhan eceng gondok terdiri atas helai daun, pengapung, leher daun, ligula, akar, akar
rambut, ujung akar, dan stolon yang dijadikan sebagai tempat perkembangbiakan vegetative
(Widyaningsih, 2012)
2.1.1 Klasifikasi Eceng Gondok

Gambar 2.1 : Eceng Gondok (Eichhornia crassipies) (Department of ariculture, fisheries and
foresty, 2013)
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Suku : Pontederiaceae
Marga : Eichhornia
Spesies : Eichornia crassipes Solms

2.1.2 Kandungan dan Manfaat Eceng Gondok


Uji fitokimia yang dilakukan olehThamaraiselvi & Jayanti (2012) menunjukkan zat yang
terkandung pada eceng gondok, Diantaranya alkaloid, flavonoid, fenol, sterol, terpenoid,
anthoquinon, quinine, saponin dan tannin.
Alkaloid memiliki sifat antibakteria yang cukup kuat, khususnya pada bakteri gram
positif (Ahmad, 1991)(Aniszewski, 2007). Flavonoid memiliki efek antioksidan, antiinflamasi,
dan antikarsinogen (Yuan et al, 2012). Terpenoid, saponin, tannin dan quinine dilaporkan
memiliki efek antibakteri yang cukup signifkan terhadap bakteri gram positif (Kharal, 2009)
(Soetan, 2006)(Mariajancyrani, 2013)(Khumar, 2009). Quinine juga memiliki kemampuan anti
malaria dan memiliki resiko resisten yang relatif kecil (Kharal, 2009)
2.2 Streptococcus mutans
Streptococcus mutans termasuk kelompok Streptococcus viridans yang merupakan
anggota floral normal rongga mulut yang memiliki sifat -hemolitik dan komensal oportunistik
(Samaranayake, 2002)
Streptococcus mutans merupakan bakteri yang paling penting dalam proses terjadinya
karies gigi (Sidarningsih,2000; Nomura dkk., 2004). Bakteri ini pertama kali diisolasi dari plak
gigi oleh Clark pada tahun 1924 yang memiliki kecenderungan berbentuk kokus dengan formasi
rantai panjang apabila ditanam pada medium yang diperkaya seperti pada Brain Heart Infusion
(BHI) Broth, sedangkan bila ditanam di media agar akan memperlihatkan rantai pendek dengan
bentuk sel tidak beraturan. Streptococcus mutans tumbuh dalam suasana fakultatif anaerob
(Gronroos, 2000).
2.2.1 Morfologi dan Klasifikasi
Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positf (+), bersifat non motil (tidak
bergerak), berdiameter 1-2 m, bakteri anaerob fakultatif. Memiliki bentuk bulat atau bulat telur,
tersusun seperti rantai dan tidak membentuk spora Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu
sekitar 180C 400C. Streptococcus mutans biasanya ditemukan pada rongga gigi manusia yang
luka dan menjadi bakteri yang paling kondusif menyebabkan karies untuk email gigi

Klasifikasi Streptococcuss mutans menurut Holt (2000) adalah :


Kingdom : Monera
Divisio : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Lactobacilalles
Family : Streptococcaceae
Genus : Streptococcus
Species : Streptococcus mutans
2.2.2 S. mutans dan Karies
Habitat utama S. mutans adalah rongga mulut faring dan saluran pencernaan. Bererapa
faktor, seperti perlekatan terhadap permukaan enamel, produksi asam, dan kemampuan untuk
membuat cadangan glikogen dan kemampuan untuk mensintesis ekstraseluler polisakarida (EPS)
ditemukan pada karies. S. mutans memiliki peran penting pada etiologi karies, karena bakteri
tersebut dapat melekat pada plak maupun permukaan enamel. S. mutans merupakan penghasil
asam kuat, yang mengakibatkan suasana asam pada rongga mulut sehingga meningkatkan resiko
terkena karies. Biasanya, ketika S.mutans terdeksi di rongga mulut, akan diikuti oleh karies
setelah 6-24 bulan. Bakteri S.mutans juga dapat membentuk EPS dengan adanya sukrosa,
fruktosa dan glukosa. Energi glikosidik antara gugus glukosa dan fruktosa memperikan pasokan
energy dalam sintesis EPS. Produksi EPS dari sukrosa merupakan faktor penting pada
kariogenitas bakteri S. mutans. (Forssten et al, 2010)

BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konseptual


Uji Fitokimia Kandungan Eceng gondok
(Eichhornia Crassipies) : alkaloid,
flavonoid, fenol, sterol, terpenoid,
anthoquinon, quinine, saponin dan tannin.

Tannin

Alkaloid, Terpenoid,
saponin quinine

Menghambat sintesa
protein

Efek antimikroba pada


gram positif

Inhibisi Streptococcus
mutans
Keterangan

Variabel yang
diteliti

Streptococcus
mutans

3.2 Penjelasan Kerangka Konseptual


Eceng gondok merupakan tumbuhan yang hidup dalam perairan terbuka. Tumbuhan ini
dianggap hama oleh seluruh dunia (Department of ariculture, fisheries and foresty, 2013).
Adanya penelitian oleh Thamaraiselvi dan Jayanti (2012) dalam uji fitokimianya, tumbuhan ini
mengandung beberapa zat seperti : alkaloid, flavonoid, fenol, sterol, terpenoid, anthoquinon,
quinine, saponin dan tannin menunjukkan bahwa tumbuhan yang dianggap merugikan ini
memiliki potensi yang bisa dimanfaatkan dalam bidang kesehatan. Flavonoid memiliki efek
antioksidan,antiinflamasi, dan antikarsinogen (Yuan et al, 2011). Quinine memiliki kemampuan
anti malaria dengan resiko resisten yang kecil dan memiliki efek anti bakteri yang cukup
signifikan (Kharal, 2009).
Tannin yang merupakan senyawa yang terkandung dalam eceng gondok, memiliki
kemampuan untuk menghambat sintesa protein bakteri, sehingga dapat menghambat
pertumbuhan bakteri(Thamaraiselvi, 2012)(Jayanti, 2012).
Alkaloid, terpenoid, saponin dan quinine dilaporkan memiliki efek antibakteri yang
cukup signifikan terhadap beberapa bakteri, khususnya bakteri gram positif. Tetapi mekanisme
antibakteri dari zat-zat tersebut belum diketahui secara pasti (Kharal, 2009)(Soetan, 2006)
(Mariajancyrani, 2013)(Khumar, 2009). Pada penelitian oleh Soetan (2006) menunjukkan bahwa
zat tersebut tidak dapat mempenetrasi membran bakteri gram negatif, dapat disimpulkan bahwa
zat-zat diatas hanya dapat mempenetrasi membran bakteri gram positif, atau dengan merangsang
enzim autolysin pada bakteri gram positif. Enzim tersebut akan mencerna dinding peptidoglikan
dari bakteri gram positif, sehingga bakteri lebih mudah dipenetrasi oleh obat atau zat anti bakteri
(Salazar dan Asenjo, 2007)

BAB IV

METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
4.1.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental yaitu uji difusi ekstrak Eceng
gondok terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans secara in vitro.
4.1.2 Rancangan Penelitian
Penelitian dirancang menggunakan metode randomized post test controlled design.
Secara skematis, dapat digambarkan sebagai berikut

C(+)

O1

C(-

O2

P1

O3

P2

O4

P3

O5

Keterangan :
S

= Sampling Streptococcus mutans;

= Randomisasi untuk melakukan inokulasi Streptococcus mutans;

C(-)

= Kelompok kontrol negatif;

C(+)

= Kelompok kontrol positif dengan pemberian Amoxicillin;

P1

= Kelompok perlakuan 1, kelompok dengan pemberian ekstrak eceng gondok dengan


konsentrasi 80 %;

P2

= Kelompok perlakuan 2, kelompok dengan pemberian ekstrak eceng gondok dengan


konsentrasi 90 %;

P3

= Kelompok perlakuan 3, kelompok dengan pemberian ekstrak eceng gondok dengan


konsentrasi 100 %;

O1

= Hasil observasi kontrol positif;

O2

= Hasil observasi kontrol negatif;

O3

= Hasil observasi pada kelompok P1 setelah perlakuan;

O4

= Hasil observasi pada kelompok P2 setelah perlakuan;

O5

= Hasil observasi pada kelompok P3 setelah perlakuan;

4.2 Populasi, Sampel Penelitian, dan Besar Sampel Penelitian


4.2.1 Sampel Penelitian
Sampel penelitian pada penelitian ini adalah Streptococcus mutans yang diperoleh dari
Laboratorium Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
4.2.2 Replikasi
Jumlah replikasi ditentukan dengan menggunakan rumus Freederer.
(t-1)(r-1) = 15

Keterangan :
t = Jumlah kelompok penelitian
r = Jumlah replikasi atau pengulangan

Terdapat 5 kelompok dalam penelitian ini (t=5)


(t-1)(r-1) = 15
(5-1)(r-1) = 15
4r = 19
r = 4,75 ~ 5
Dari perhitungan tersebut didapatkan besar sampel penelitian minimal lima. Jumlah
replikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25 perlakuan terhadap Streptococcus
mutans yang terdiri dari 25 sumuran yang dibagi dalam 5 kelomook yang diberikan perlakukan
sesuai rancangan penelitian.
4.2.3 Teknik Ambil Sampel Penelitian
Sampel penelitian diambil secara random sampling, pengambilan Streptococcus mutans
menggunakan jarum ose. Observasi hasil dilakukan satu kali, yaitu setelah perlakuan dilakukan.
4.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
4.3.1 Variabel Penelitian

1. Variabel bebas
- Konsentrasi larutan ekstrak Eceng Gondok (Eichhornia Crassipies)
2. Variabel tergantung
- Zona hambat pertumbuhan Streptococcus mutans
3. Variabel kendali
- Jenis bakteri
- media biakan (Trypticase-Yeast Extract-Cistine (TYC))
- faktor lingkungan laboratorium
4.3.2 Definisi Operasional Variabel
1. Konsentrasi larutan ekstrak Eceng gondok (Eichhornia Crassipies) adalah campuran ekstrak
konsentrasi tertentu dengan larutan etanol di sumuran yang dibuat pada media biakan TYC
dalam cawan petri
2. Zona hambat pertumbuhan Streptococcus mutans adalah selisih diameter zona hambat
pertumbuhan Streptococcus mutans dengan diameter sumuran pada media yang relah
diinokulasi dengan teknik streaking secara merata dan menyeluruh di permukaan media
biakan.
4.4 Bahan dan Alat
4.4.1 Bahan
4.4.1.1 Suspensi Bakteri
Spesies bakteri yang digunakan adalah Streptococcus mutans diperoleh dari
Laboratorium Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya.
4.4.1.2 Eceng gondok
Eceng gondok diambil dari sungai dekat jalan raya its. Bagian Eceng gondok yang
digunakan adalah daun dan tunasnya untuk dibuat ekstraknya. Konsentrasi yang digunakan
adalah 80%, 90% dan 100%. Konsentrasi ini digunakan karena suatu bahan baru dapat
dikatakan memiliki aktivitas antimikroba bila diameter hambatan yang terbentuk adalah lebih
dari 8 mm (Jayanthi, 2012). Berbagai perlakuan dengan konsentrasi tinggi ini diharapkan
dapat menghambat pertumbuhan jamur dan mengetahui zona hambat terbaik.
4.4.1.3 Antibiotik
Antibiotik yang digunakan untuk kontrol positif adalah Amoxicillin
4.4.1.4 Larutan Etanol
Larutan etanol digunakan dalam ekstraksi Eceng gondok (Eichhornia crassipies)

4.4.1.5 Media Biakan


Media yang digunakan adalah media Trypticase-Yeast Extract-Cistine (TYC) dalam
cawan petri
4.4.2 Alat
- Inkubator
- Cawan petri
- Ose
- Jangka sorong
- Bunsen
- Korek api
- Tabung reaksi
- Mikropipet
4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.5.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga
4.5.2 Waktu Penelitan

4.6 Prosedur Penelitian dan Pengumpulan Data


4.6.1 Pembuatan Ekstrak Eceng gondok (Eichhornia Crassipies)
Ektraksi kandungan dari Eceng gondok (Eichhornia Crassipies) dilakukan secara maserasi
dengan larutan etanol. Bagian yang akan diekstraksi adalah daun dan bagian tunas dari Eceng
gondok yang dikeringkan (tidak di bawah sinar matahari langsung). Bagian daun dan tunas yang
telah kering ditumbuk hingga menjadi halus, kemudian bubuk di timbang 100 g. perbandingan
serbuk dann etanol 1:10. Dengan demikian, serbuk direndam dengan larutan etanol 1000 ml
kemudian dikocok, disimpan selama 24 jam dalam wadah tertutup, setelah 24 jam disaring.
Ampas Eceng gondok direndam dengan larutan etanol sebanyak dua kali volume ampas. Ulangi
hal yang sama sebanyak empat kali. Ekstrak yang diperoleh diuapkan denan rotavapor sampai
larutan etanol tidak menetes kemudian disimpan dalam eksikator sampai didapatkan ekstrak
kental.
4.6.2 Bakteri Streptococcus mutans
Biakan Streptococcus mutans sudah tersedia di Laboratorium Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Airalngga dalam media TYC

4.6.3 Perlakuan
Streptococcus mutans yang telah dibuat suspense dengan standar kekeruhan Mc Farland
0,5 diinokulasikan pada lima kelompok secara acak yaitu kelompok kontrol negative C(-),
kelompok kontrol positif C(+), Kelompok perlakuan P1, P2, dan P3
1.

Kelompok kontrol negatif C(-):


Kelompok kontrol negative adalah kelompok tanpa diberi perlakuan. Terdiri dari lima kali
replikasi pada media biakan TYC

2.

Kelompok kontrol positif C(+):


Kelompok konrol positif adalah kelompok dengan pemberian amoxicillin. Terdiri dari
lima kali replikasi pada media biakan TYC

3. Kelompok perlakuan P1:


Kelompok dengan pemberian ekstrak Eceng gondok dengan konsentrasi 80 %. Terdiri dari
lima kali replikasi pada media biakan TYC
4.

Kelompok perlakuan P2:


Kelompok dengan pemberian ekstrak Eceng gondok dengan konsentrasi 90 %. Terdiri dari
lima kali replikasi pada media biakan TYC

5.

Kelompok perlakuan P3:


Kelompok dengan pemberian ekstrak Eceng gondok dengan konsentrasi 100 %. Terdiri
dari lima kali replikasi pada media biakan TYC.

4.6.3.1 Inkubasi
Setelah perlakuan selesai dilakukan, seluruh kelompok perlakuan diinkubasi dalam
incubator selama 2hari
4.6.4 Setelah Inkubasi
Setelah inkubasi, pada hari ke dua seluruh kelompok diambil dari incubator dan diukur
zona hambatnya menggunakan jangka sorong

4.7 Alur Penelitian


Suspensi bakteri Streptococcus mutans
diinokulasi pada permukaan media
Trypticase-Yeast Extract-Cistine (TYC)

Pembuatan 25 Sumuran

Kelompok
kontrol
negatif C(-)

Tanpa
Perlakuan

Kelompok
kontrol
positif C(+)

Pemberian
amoxicillin

Kelompok
Perlakuan
(P1)

Pemberian
ekstrak eceng
gondok
(Eichhornia
crassipies)
dengan
konsentrasi
80 %

Kelompok
Perlakuan
(P2)

Pemberian
ekstrak
eceng
gondok
(Eichhornia
crassipies)
dengan
konsentrasi
90 %

Kelompok
Perlakuan
(P3)

Pemberian
ekstrak eceng
gondok
(Eichhornia
crassipies)
dengan
konsentrasi
100 %

Inkubasi selama 2 hari


Pengukuran zona hambat pertumbuhan
Streptococcus mutans

Uji Statistik dengan one way anova


4.8 Metode Analisis Data
Untuk mengetahui apakah ada pengaruh diameter zona hambat terhadap pertumbuhan
bakteri Streptococcus mutans maka dilakukan uji statistic dengan menggunakan one way anova

Daftar Pustaka

Ahmad, V.U., Rasheed, T. and Iqbal, S. Phytochemistry, 30, 1350 (1991).


Aniszewski T. 2007. Alkaloid-Secretof Life 1st Edition Alkaloid Chemistry, Biological
Significance, Applications and Ecological Role. Amsterdam : Elsevier Science
Calvin, Joshua. 2008. Daya Antimikroba Infusum kismis terhadap Pertumbuhan Streptococcus
mutans, in vitro,(Online),
(http://www.google.co.id/#hl=id&biw=1280&bih=610&q=Joshua+Calvin+kismis&aq=f
&aqi=&aql=&oq=&fp=53ae062ccc0227ab , Diakses pada Desember 2013)
Crofton, KM, KB Paul MJ DeVito, and JM Hedge. 2007. Short-term in vivo exposure to the
water contaminant triclosan: Evidence for disruption of thyroxine. Environmental
Toxicology and Pharmacology 24:194-197. Veldhoen, N, RC Skirrow, H Osachoff, et al.
2006.The bactericidal agent triclosan modulates thyroid hormone-associated gene
expression and disrupts postembryonic anuran development. Aquatic Toxicology 80: 217227.
Depkes RI., 2004, Survei Kesehatan Rumah Tangga, Jakarta.
Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar. 2007
Depkes RI. 2007. Lembar Fakta Tanaman Obat & Obat Tradisional
(http://www.depkes.go.id/downloads/lembar_fakta_tanaman_obat.pdf), diakses pada
Desember 2013
Dhika T.S. 2007. Perbandingan Efek Antibakterial Berbagai Konsetrasi Daun Sirih (Piper betle
Linn) Terhadap Streptococcus Mutans. Semarang : Univerisitas Diponegoro
Forssten S.D, Marika B. & Ouwehand A.C. Streptococcus mutans, Caries and Simulation
Models Nutrients 2010, 2, 290-298; doi:10.3390/nu2030290
Gee, RH, A Charles, N Taylor, and PD Darbre. 2008. Oestrogenic and androgenic activity of
triclosan in breast cancer cells. Journal of Applied Toxicology 38: 78-91.
Gronroos L. 2000. Quantitative and Qualitative Characterization of Mutans Streptococci in
Saliva and in the Dentition. Helsinki: University of Helsinki
Holt J.G. 2000. Bergeys Manual of Determinative Bacteriology. Philadelpia : Lippincott
Williams & Wilkins
Hutabarat T.C. Emisi CO2 Nisbah C/N dan Temperatur pada Pengomposan Eceng Gondok
(Eichhornia Crassipies) dengan Menggunakan Trichoderma harzianum dan Eisenia
fetida. Medan : Universitas Sumatera Utara

Jayanthi P. & Lalitha P. 2012 Antimicrobial Activity of Solvent Extracts of Eichhornia crassipies.
Der Pharma Chemica, 2013, 5(3):135-140
Kharal S.A., Hussain Q., Ali S., & Fakhuruddin. Quinine is Bactericidal. JPMA 59:208; 2009

Khumar. S.K., Canusan.K and R.P.V. Subba., 2009. Antioxidant Potential of Solvent Extract of
Kappaphycus alvarezii (doty) Doty-an Edible Seaweed. Food Chemistry 107, 289-295.
Mariajancyrani J., Chandramohan G., Saravanan, & Elayaraja A. Isolation and Antibacterial
Activity of Terpenoid from Bougainvillea glabra choicy Leaves. Asian Journal of Plant
Science and Research, 2013, 3(3):70-73
McCullough MJ. & Farah CS. The Role of Alcohol in Oral Carcinogenesis with Particular
Reference to Alcohol-Containing Mouthwashes. Australian Dental Journal vol 53 Issue 4
p 302-305 December 2008
Newton, AP, SM Cadena, ME Rocha, et al. 2005. Effect of triclosan (TRN) on energy-linked
functions of rat liver mitochondria. Toxicology Letters 160: 49-59.
Nomura, Y., Takeuchi, H., Matin, K., Iguchi, R., Toyoshima, Y., Kono, Y., Ikemi, T., Imai, S.,
Nishizawa, T., Fukushima, K., and Hanada, N. 2004. Feasibility of Eradication of Mutans
streptococci from Oral Cavities, J of Oral Science, 46(3), page 179-183
Ozdemir D. Dental Caries L The Most Common Disease Worldwide and Preventive Strategies.
International Journal of Biology; Vol. 5, No. 4; 2013
Salazar O., Asenjo J.A. Enzymatic Lysis of Microbial Cells. Biotechnol Lett. 2007 Jul;29(7):98594.
Sidarningsih. 2000. Kadar Anti bodi IgA Sekretori terhadap Antigen I/II Streptococcus mutans
dalam Saliva Subyek Bebas Karies dan Karies Aktif, Dent J, 33(3), page 99-102.
Soetan K.O, Oyekunle M.A., Aiyelaagbe O.O. & Fafunso M.A. Evaluation of the antimicrobial
activity of saponins extract of Sorghum Bicolor L. Moench. African Journal of
Biotechnology Vol. 5 (23), pp. 2405-2407, 4 December 2006
Samaranayake, L. P. 2002. Essential Microbiology For Detistry, W.B. Saunders Company,
Philadelphia, page 175, 217-223, 425-426, 719-720.
Thamaraiselvi, Jayanthi P., Lalitha P. Preliminary Studies on Phytochemicals and Antimicrobial
Activity of Solvent Extracts of Eichhrnia Crassipes. Asian Journal of Plant Science and
Research, 2012, 2 (2):115-122
Yuan, L., Wang L., Han Z., Jiang Y., Zhao L., Liu H., Yang L., & Luo K. 2012 Molecular
Cloning and Characterization of PtrLAR3, a Gene Encoding Leucoanthocyanidin
Reductase From Populus trichocarpa, and its constitutive Expression Enhances Fungal
Resistance in Transgenic Plants. Journal of Experimental Biology, 63 (7): 2513-2524

Anda mungkin juga menyukai