Anda di halaman 1dari 16

CONROH SOAL PPH PASAL 21,22,23,24

NAMA: ANDARI ISNADIAH


KELAS: 2EA02
NPM: 10212735
1. CONTOH SOAL PPH PASAL 21
Tuan cho (K/1) bekerja pada PT. SMent dengan gaji per bulan sebesar Rp.
7.000.000, tunjangan makan Rp. 250.000, dan pajak penghasilan
ditanggung oleh pemberi kerja . iuran pensiun dan THT yang dibayarkan
tuan cho perbulannya masing-masing sebesar Rp. 150.000 dan Rp.
100.000 berapakah PPH pasal 21 yang ditanggung tuan cho?
Jawab:
Perhitungan PPH pasal 21 yang terhutang
Penghasilan gaji sebulan
: Rp. 7.000.000
Tunjangan makan
: Rp. 250.000 +
Total penghasilan bruto
Rp. 7.250.000
Pengurangan:
Biaya jabatan (5% x Rp. 7.250.000)
(maksimal di perkenakan)
: Rp. 362.500
Iuran pensiun
: Rp. 150.000
Iuran THT
: Rp. 100.000 +
Jumlah pengurangan
Rp. 612.500
Hasil netto sebulan
Rp. 6.637.500
Penghasilan netto setahun 12 x Rp. 6.637.500
Rp. 79.500.000
PTKP(K/1)
Rp. 28.350.000
PKP
Rp. 51.300.000
PPH pasal 21 selama setahun: 15% x Rp. 51. 300.000 = Rp. 769.500
PPH pasal 21 selama sebulan: Rp. 769.500/12
= Rp. 64.125
2. CONTOH SOAL PPH PASAL 22
Perusahaan JYPent memasukkan barang ke wilayah pabean Indonesia
dengan cost sebesar us $ 50.000. biaya angkut luar negeri ke pelabuhan
tujuan sebesar us $ 2.500 & premi asuransi perjalanan yang dibayar diluar
negeri ke pelabuhan tujuan sebesar us $ 250. Bea masuk yang
dibebankan sebesar Rp. 25.500.000 & pungutan pabean lain yang resmi
sebesar Rp. 15.600.000 dan kurs yang berlaku saat terjadi import adalah
us $ 1 = Rp. 13.000 hitunglah pajak penghasilan pasal 22 bea cukai,
dalam kondisi baik importir memiliki API/APIS/APIT & jika importir belum
memiliki API/APIS/APIT?

Jawab:
Kurs yang berlaku = Rp. 13.000
Harga us $ 50.000 x 13.000
Biaya angkut us $ 2.500 x 13.000
Biaya asuransi us $ 250 x 13.000
Bea masuk
Pungutan pabean dan lain-lain
Nilai import

2.5%

7.5%

: Rp. 650.000.000
: Rp. 32.500.000
: Rp. 3.250.000
: Rp. 25.500.000
: Rp. 15.600.000 +
Rp. 726.850.000

PPH pasal 22 bea cukai bila importir memiliki API/APIS/APIT


x Rp. 726.850.000 = Rp. 18.164.500
PPH pasal 22 bea cukai bila importir tidak memiliki API/APIS/APIT
x Rp. 726.850.000 = Rp. 54.513.750

3. CONTOH SOAL PPH PASAL 23


Tuan Kwon mendapatkan hadiah sebuah mobil senilai Rp. 250.000.000,atas undian tabungan yang diselenggarakan Bank Gdragon pada tanggal
20 Desember 2013
Hitunglah PPh pasal 23 yang harus dipotong Bank Gdragon:
Jawab :
15% x Rp. 150.000.000 = Rp. 22.500.000
Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31
desember 2013
Saat Penyetoran : paling lambat 10 januari 2014
Saat Pelaporan : paling lambat 20 januari 2014
4. CONTOH SOAL PPH PASAL 24
PT. YGent yang berlokasi di jakarta selama tahun 2014 memperoleh
penghasilan baik dari usahanya dari dalam negeri maupun beberapa
cabangnya yang berada di luar negeri. Penghasillan netto dari dalam
negeri Rp. 15.000.000.000 sedangkan usahanya diluar negeri, seperti
Korea selatan memperoleh penghasilan Rp. 30.000.000.000, Jepang
memperoleh penghasilan Rp. 50.000.000.000, sedangkan di China rugi
Rp. 20.000.000.000. pajak yang telah dibayar diluar negeri sebesar 40%
untuk Korea selatan, 25% untuk Jepang, dan 30% untuk China. Berapa PPh
pasal 24 yang diperkenankan untuk dikreditkan dengan pajak penghasilan
yang harus dibayar di dalam negeri?
Jawab:
1. Mencari penghasilan kena pajak (PKP):
Penghasilan netto dalam negeri
15.000.000.000
Penghasilan netto luar negeri
Korea selatan
Rp. 30.000.000.000

Rp.

Jepang
Rp. 50.000.000.000
Jumlah penghasilan netto luar negeri
Rp.
80.000.000.000 +
Penghasilan kena pajak (PKP)
Rp. 95.000.000.000
2. Mencari pajak penghasilan terutang dari jumlah PKP sebesar Rp.
95.000.000.000:
25% x Rp. 95.000.000.000 = Rp. 23.750.000.000
3. Mencari kredit pajak luar negeri (KPLN) :
Korean selatan: Rp. 30.000.000.000 / Rp. 95.000.000.000 x Rp.
23.750.000.000 =
Rp. 7.500.000.000
Jepang: Rp. 50.000.000.000 / Rp. 95.000.000.000 x Rp.
23.750.000.000 =
Rp. 12.500.000.000
4. Mencari pajak yang telah dibayar atas penghasilan luar negeri :
Korea selatan:
40% x Rp. 30.000.000.000 = Rp.
12.000.000.000
Jepang:
25% x Rp. 50.000.000.000 = Rp.
12.500.000.000
5. PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan
Korea selatan sebesar Rp. 7.500.000.000
PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan Jepang
sebesa
Rp. 12.500.000.000
6. Jumlah PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri :
Rp. 7.500.000.000 + Rp. 12.500.000.000 = Rp. 20.000.000.000

PT. Agung Trijaya mengimpor mesin tekstil dari jepang, CIF


sebesar
1,000,000 Kurs yang diberlakukan menteri keuangan per
adalah Rp. 112,78.
PT. Agung Trijaya menggunakan API. Bea Masuk sebesar 20 % dan
tidak
ada bea tambahan dan mesin tidak termasuk barang mewah.
Diminta :
Tentukan besarnya PPh pasal 22 terutang ?
Jawab :
CIF x Kurs Menkeu = 1,000,000 x Rp. 112,78
112.780.000
Bea Masuk
20 %
22.556.000

Rp.

-------------------------Nilai Impor
Rp.135.336.000
PPN 10 %
PPh Pasal 22 : 2,5 %
Total Nilai Mesin
152.253.000

13.533.600
3.383.400
------------------------Rp.

Ket :
Tanda ( - )
Rp. 22.556.000 = 20 % x Rp. 112.780.000
Rp. 13.533.600 = 10 % x Rp. 135.336.000
Rp. 3.383.400 = 2,5 % x Rp. 135.336.000
Karna perusahaan tersebut memiliki API ( Angka Pengenal
Impor ) maka tarif
Yang dikenakan ialah : 2,5 % tetapi jika entitas tersebut tidak
memiliki API
Maka tarif yang akan dikenakan sebesar 7,5 %.

Pertanyaan 1 :
PT Sido Muncul memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2007 sebagai
berikut :
Penghasilan dari luar negeri Rp 5.000.000.000,00 , dengan tarif pajak
sebesar 40%.
Penghasilan usaha di Indonesia Rp 1.000.000.000,00. Berapakah batas
maksimum kredit pajak?
Jawaban:
jumlah neto adalah :
Rp 5.000.000.000,00 + Rp 1.000.000.000,00= Rp 6.000.000.000,00
Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3 perhitungan
yaitu:
1.
PPh terutang atau dibayar di luar negeri adalah : 40 % x Rp
5.000.000.000,00= Rp 2.000.000.000,00
2.
(Rp 5.000.000.000,00 : Rp 6.000.000.000,00) x Rp
1.680.000.000,00 =Rp 1.400.000.000,00
3.
PPh terutang (menurut tarif pasal 17) = Rp 6.000.000.000 x 28%=
Rp 1.680.000.000
Dengan demikian kredit pajak yang diperkenankan adalah pada poin 2
sebesar Rp 1.400.000.000,00

Pertanyaan 2 :
PT Asma Barata memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai
berikut:
Di negara A, memperoleh penghasilan (laba) Rp 4.000.000.000,00
dengan tarif pajak 35%
Di negara B, memperoleh penghasilan (laba) Rp 2.000.000.000,00
dengan tarif pajak 20%
Penghasilan di Indonesia Rp 5.000.000.000
Hitunglah kredit pajak luar negeri dari perusahaan Asma Barata !
Jawaban:
1. Penghasilan luar negeri sebesar Rp 6.000.000.000,00 (dihitung dari
negara A dan B)
2. Penghasilan dalam negeri sebesar Rp 5.000.000.000,00
3. Jumlah penghasilan neto adalah:
Rp 6.000.000.000 + Rp 5.000.000.000 = Rp 11.000.000.000
4. PPh terutang (pasal 17)
= Rp 11.000.000.000 x 28% = Rp
3.080.000.000
5. Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing negara adalah :
a. Untuk negara A
(Rp 4.000.000.000 : Rp 11.000.000.000) x Rp 3.080.000.000 = Rp
1.120.000.000
Pajak terutang di negara A adalah Rp 1.400.000.000 maka maksimum
kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp 1.120.000.000
b. Untuk negara B
(Rp 2.000.000.000 : Rp 11.000.000.000) x Rp 3.080.000.000 = Rp
560.000.000
Pajak terutang di negara B adalah Rp 400.000.000 maka maksimum kredit
pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp 560.000.000
c. Jumlah kredit pajak luar negeri yan diperkenankan adalah:
Rp 1.120.000.000 + Rp 560.000.000 = Rp 1.680.000.000
Pertanyaan 3 :
PT Andira memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 adalah
sebagai berikut:
Di negara A, memperoleh laba Rp 2.000.000.000 dengan tarif
pajak sebesar 35% (Rp 700.000.000)
Di negara B, memperoleh laba Rp 3.000.000.000 dengan tarif
pajak 20% (Rp 600.000.000)
Di negara C, menderita kerugian sebesar Rp 4.000.000.000
Penghasilan usaha di Indonesia adalah sebesar Rp 4.000.000.000
Hitunglah kredit pajak luar negeri !
Jawaban:
1. Penghasilan luar negeri sebesar Rp 5.000.000.000 (dari jumlah

penghasilan negara A dan B)


2. Penghasilan dalam negeri Rp 4.000.000.000
3. Jumlah penghasilan neto adalah: Rp 5.000.000.000 + Rp
4.000.000.000 = Rp 9.000.000.000
4. PPh terutang (pasal 17)
= Rp 9.000.000.000 x 28% = Rp
2.520.000.000
5. Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing negara adalah:
a. Negara A (Rp 2.000.000.000 : Rp 9.000.000.000) x Rp 2.520.000.000=
Rp 560.000.000
Pajak terutang di negara A sebesar Rp 700.000.000, maka maksimum
kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp 560.000.000
b. Negara B (Rp 3.000.000.000 : Rp 9.000.000.000) x Rp 2.520.000.000=
Rp 840.000.000
pajak terutang di negar B adalah Rp 600.000.000, maka maksimum kredit
pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp 600.000.000
c. Di negara C dimana PT Andira menderita kerugian, maka kerugian ini
tidak dapat dimasukkan dalam pengitingan PKP dan tidak pula dapat
dikompensasik sebagai kredit pajak luar negeri.
6. Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah:
Rp 560.000.000 + Rp 600.000.000 = Rp 1.160.000.000
Pertanyaan 4 :
PT Wijaya Putra memperoleh penghasilan neto tahun 2009 sebagai
berikut:
1. Penghasilan luar negeri (tarif pajak 20 %) = Rp 1.000.000.000
2. Penghasilan dalam negeri
= Rp 3.000.000.000
3. Penghasilan luar negeri setelah dikoreksi = Rp 2.000.000.000
4. PPh pasal 25
= Rp 800.000.000
Hitunglah PPh yang masih harus dibayar !
Jawaban:
Penghasilan luar negeri
Rp 1.000.000.000
Penghasilan dalam negeri
Rp 3.000.000.000 +
Penghasilan kena pajak
= Rp 4.000.000.000
Penghasilan terutang (pasal 17)
Rp 1.120.000.000
Kredit pjk luar negeri yg diperkenankan Rp (200.000.000) Harus bayar di Indonesia
= Rp 920.000.000
PPh pasal 25
Rp (800.000.000) PPh pasal 29
= Rp 120.000.000
Pembetulan SPT
Penghasilan luar negeri
Penghasilan luar negeri

Rp 2.000.000.000
Rp 3.000.000.000 +

Penghasilan kena pajak

=Rp 5.000.000.000

PPh terutang (pasal 17)


Rp 1.400.000.000
Kredit pajak luar negeri yg diperkenankan Rp (400.000.000) Harus dibayar di Indonesia
= Rp 1.000.000.000
PPh Pasal 25
Rp (800.000.000)
PPh pasal 29 yang sudah disetor
Rp (120.000.000)Masih harus dibayar
= Rp 80.000.000
Trhdp PPh yg masih harus dibayar sebesar Rp 80.000.000 tidak ditagih
bunga
contoh soal pph pasal 21 dan 24
Retno bbekerja di Pt. Nasional global memperoleh jabatan sebagai kepala
pamasaran dengan gaji Rp. 15.000.000 perbulan, tunjangan yang di terima
sebagai berikut:
a. tunjangan pajak penghasilan Rp. 500.000
b. premi asuransi kecelakaan Rp. 100.000
c. premi asuransi kematian Rp. 120.000
perusahaan membayar iuran THT Rp. 75.000 perbulan, selama bekerja di
perusahaan tersebut Retno membayar iuran pensiun Rp. 250.000 perbulan. Pada
akhir tahun retno memenuhi target penjualannya dan mendapatkan bonus Rp.
200.000.000, Retno belum menikah dan belum mempunyai NPWP berapa apjak
yang di bayar atas bonus tersebut yang akan di bayar oleh Retno.
Jawab
PPH PASAL 21
15000
penghasilan
000
premi asuransi
10000
kecelakaan
0
premi asuransi
12000
kematian
0
tunjangan
50000
pajak
0
penghasilan bruto 1
15720
bulan
000
penghasilan bruto 1
188640
tahun
000
200000
bonus
000
pernghasilan bruto dan
388640
bonus
000
pengurang
biaya
jabatan(5%38864000

60000
00

0)
iuran THT (7500012)
iuran pensiun
(25000012)
jumlah
pengurang
penghasilan netto
setahun

90000
0
30000
00
(99000
00)
378740
000

PTKP
(15840
000)
362900
000

wajib pajak
penghasilan kena
pajak

PPH pasal 21 yang terutang atas gaji dan


bonus
5%5000000 25000
0
=
00
15%200000 30000
000 =
000
25%112900 28225
000 =
000
60725
000

penghasilan
premi asuransi
kecelakaan
premi asuransi
kematian
tunjangan
pajak
penghasilan bruto 1
bulan
penghasilan bruto 1
tahun
pengurang
biaya
jabatan(5%18864000
0)
iuran THT (7500012)
iuran pensiun
(25000012)
jumlah
pengurang

15000
000
10000
0
12000
0
50000
0
15720
000
188640
000

60000
00
90000
0
30000
00
(99000
00)

penghasilan netto
setahun

178740
000

PTKP
wajib pajak
penghasilan kena
pajak

(15840
000)
162900
000

PPH pasal 21 yang terutang


atas gaji
5%5000000 25000
0
=
00
15%112900 16935
000 =
000
19435
000
PPH pasal 21 atas bonus
PPH pasal 21 atas
bonus
PPH pasal 21 atas gaji dan
bonus
PPH pasal 21 atas gaji
tunjangan
pajak

a.
b.
c.
d.
e.

6072500
0
(194350
00)
(500000
)
1893500
0

Pt. dirgantara pada tahun 2005 memperoleh penghasilan sebagai berikut:


Penghasilan dari Negara Malaysia Rp. 2.000.000.000 dengan tarif pajak 30%
Penghasilan dari Negara Filifina Rp. 3.500.000.000 dengan tariff pajak 25%
Kerugian dari Negara singapura Rp. 2.000.000.000
Penghasilan dari Timur leste Rp. 5.000.000.000 dengan tariff pajak 30%
Kerugian dalam negeri Indonesia 500.000.000
Berapa pajak yang di bayar berdasarkan PPH pasal 24oleh perusahaan tersebut.
Hitunglah batas pajak maksimum kredit pajak luar negeri
Jawab.
PPH pasal 24
Malaysia
2.000.000.000 30% = 600.000.000
Filifina
3.500.000.000 25% = 875.000.000
Timur leste 5.000.000.000 30% = 1.500.000.000
10.500.000.000
Indonesia
500.000.00010.000.000.000 25% = 2.500.000.000

Malaysia

2.0000.000.000 2.500.000.000 = 500.000.000


10.000.000.000
Filifina
3.500.000.000 2.500.000.000 = 875.000.000
10.000.000.000
Timur leste 5.000.000.000 2.500.000.000 = 1.250.000.000
10.000.000.000
+
2.625.000.000
Transcript

1. PPh Pemotongan dan Pemungutan Psl 4 (2), 15, 22, 23, dan 26 Martini,
SE, M.Akt

2. PPh Pasal 4 (2) atau PPh FINAL atau Schedular Taxation Merupakan
pajak yang bersifat Final (rampung), jenis penghasilan yang dikenakan PPh
ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

3. Ringkasan Pengenaan PPh Final Pasal 4 (2) No 1 PP Objek PPh Final Psl 4
(2) Tarif dan DPP PP Penghasilan 131/2000 bunga berupa 20% x jml bunga
deposito dan tabungan lainnya 2 PP 16/2009 Penghasilan berupa bunga
obligasi Diatas tahun 2014 15% x jml bunga Tahun 2011-2013 5% x jml
bunga Tahun 2009-2010 0% x jml bunga

4. Ringkasan Pengenaan PPh Final Pasal 4 (2) No 3 PP Objek PPh Final Psl 4
(2) Tarif dan DPP PP 15/2009 Bunga simpanan yang 10% x jml bunga
dibayarkan oleh koperasi 0% x jml bunga kepada anggota koperasi orang
pribadi 4 PP Penghasilan 132/2000 hadiah undian berupa 25% x
penghasilan bruto 5 PP 41/1994 Penghasilan dari transaksi 0,1% x nilai
jual jo. 14/1997 PP saham lainnya dan sekuritas 0,5% x perdana harga

5. Ringkasan Pengenaan PPh Final Pasal 4 (2) No PP Objek PPh Final Pasal
4 Tarif dan DPP (2) 6 PP 17/2009 Transaksi derivatif yang 2,5% x margin
diperdagangkan di bursa 7 PP 4/1995 Transaksi saham atau penjualan
0,1% x nilai jual pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang awal diterima oleh perusahaan modal ventura

6. Ringkasan Pengenaan PPh Final Pasal 4 (2) No 8 PP PP Objek PPh Final


Psl 4 (2) Tarif dan DPP 48/1994 Penghasilan dari transaksi 5% x harga jual
stdtd. 71/2008 PP pengalihan harta berupa atau NJOP PBB, tanah dan/atau
bangunan mana yang lebih tinggi 9 PP 51/2008 Penghasilan jo. 40/2009 PP
jasa konstruksi dari usaha 2% x nilai kontrak 3% x nilai kontrak 4% x nilai
kontrak 6% x nilai kontrak

7. Ringkasan Pengenaan PPh Final Pasal 4 (2) No PP 10 PP 48/1994


Penghasilan dari usaha real 5% x harga jual stdtd. Objek PPh Final Psl 4 (2)
PP estate Tarif dan DPP atau NJOP PBB, 71/2008 mana yang lebih tinggi 11
PP 29/1996 Persewaan tanah dan/atau 10% x nilai sewa jo. PP 5/2002
bangunan 12 PP 19/2009 Deviden yang diterima oleh 10% x jumlah Wajib
Pajak orang pribadi deviden dalam negeri 13 PP 27/2008 Penghasilan dari
Surat 20% Perbendaharaan Negara bunga x jumlah

8. Pajak Penghasilan Pasal 15 Merupakan PPh yang dipotong atas


penghasilan yang diterima/diperoleh perusahaan pelayaran atau
penerbangan internasional, pengeboran minyak, gas dan panas bumi,
perusahaan dagang asing serta yang melakukan investasi dalam bentuk
Built Operate Transfer Subjek dan Cara Penghitungan PPh Pasal 15 1.
Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri Penghasilan neto WP perusahaan
pelayaran dalam negeri sebesar 4% dari peredaran bruto, sedangkan
besarnya tarif efektif yang berlaku adalah sebesar 1,2% dan bersifat final.
Norma penghasilan neto : 4% Tarif PPh (maksimal) : 30% Jumlah PPh Pasal
15 (4% x 30%) : 1,2%

9. Pajak Penghasilan Pasal 15 Subjek dan Cara Penghitungan PPh Pasal 15


2. Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri Penghasilan neto WP
perusahaan penerbangan dalam negeri adalah sebesar 6% dari peredaran
bruto, sedangkan tarif efektif yang berlaku adalah sebesar 1,8% bersifat
tidak final Norma penghasilan neto : 6% Tarif PPh (maksimal) : 30% Jumlah
PPh Pasal 15 (6% x 30%) : 1,8%

10. Pajak Penghasilan Pasal 15 Subjek dan Cara Penghitungan PPh Pasal
15 3. Perusahaan Pelayaran/Penerbangan Luar Negeri yang melakukan
Usaha melalui BUT di Indonesia Penghasilan neto perusahaan
pelayaran/penerbangan luar negeri adalah sebesar 6% dari peredaran
bruto, sedangkan tarif efektif yang berlaku adalah sebesar 2,64% dan
bersifat final. Norma penghasilan neto Tarif PPh (maksimal) Jumlah PPh
Pasal 15 (6% x 30% Laba setelah PPh Pasal 15 (6%-1,8%) Tarif PPh Pasal
26 ayat (4) Jumlah PPh Pasal 26 (4) ayat (4,2% x 20%) Tarif Efektif (0,84%
+ 1,8%) : 6% : 30% : 1,8% : 4,2% : 20% : 0,84% : 2,64%

11. Pajak Penghasilan Pasal 15 Subjek dan Cara Penghitungan PPh Pasal
15 4. Wajib Pajak Luar Negeri yang Mempunyai BUT Perwakilan Dagang
Asing di Indonesia Penghasilan neto WP perwakilan dagang asing di
Indonesia adalah 1% dari nilai ekspor bruto, sedangkan tarif efekif yang
berlaku adalah sebesar 0,44% dari nilai ekspor bruto dan bersifat final
Norma penghasilan neto Tarif PPh (maksimal) Jumlah PPh Pasal 15 (1% x
30% Laba setelah PPh Pasal 15 (1%-0,3% Tarif PPh Pasal 26 ayat (4)
Jumlah PPh Pasal 26 (4) ayat (0,7% x 20%) Tarif Efektif (0,14% + 0,3%) :
1% : 30% : 0,3% : 0,7% : 20% : 0,14% : 0,44%

12. Pajak Penghasilan Pasal 15 Penyetoran PPh terutang paling lambat


tanggal 15 bulan berikutnya dan pelaporannya paling lambat tanggal 20
bulan berikutnya.

13. Pajak Penghasilan Pasal 22 Merupakan PPh yang dipungut oleh


Bendaharawan Pemerintah terkait dengan pembelian barang dan
badanbadan tertentu terkait dengan kegiatan di bidang impor dan
kegiatan usaha di bidang lainnya dan Barang yang Tergolong Sangat
Mewah. Pemungutan pajak berdasarkan pasal 22 UU PPh dimaksudkan
untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengumpulan dana
melalui sistem pembayaran pajak dan untuk tujuan kesederhanaan,
kemudahan, dan pengenaan pajak yang tepat waktu. Dalam kaitannya
dengan impor barang, pengenaan PPh Pasal 22 impor didasarkan pada
Nilai Impor (Cost Insurance Freight/CIF) + Bea Masuk.

14. Pajak Penghasilan Pasal 22 Contoh : PT Nasional Impor Indonesia


(memiliki Angka Pengenal Impor atau API yang diterbitkan oleh
Departemen Perdagangan) mengimpor sebuah mesin dengan Harga Mesin
USD500.000. Bea Masuk (BM) 20%, Insurance sebesar USD10.000 dan
Feight sebesar USD40.000. Untuk menghitung pajak terutang dalam mata
uang rupiah, nilai kurs yang digunakan untuk mengkonversi mata uang
Dolar Amerika Serikat tersebut adalah kurs yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan setiap pekanya (selanjutnya disebut kurs KMK). Dalam kasus ini
dimisalkan kurs KMK-nya sebesar Rp8.000,00 per USD.

15. Uraian Mata Uang Nilai a. Cost USD 500.000 a. Insurance USD 10.000
a. Freight USD 40.000 a. CIF (a+b+b) USD 550.000 a. Bea Masuk 20% USD
110.000 a. Nilai Impor (d+e) USD 660.000 a. Kurs KMK Rp 8.000 a. Nilai
Impor (f x g) Rp 5.280.000.000 a. PPh Pasal 22 (2,5% x h) Rp 132.000.000
Berdasarkan contoh di atas, misalnya PT Nasional Indah tidak memiliki API
mengimpor mesin yang sama lagi, PPh Pasal yang terutang sebesar 7,5%
x Rp 5.280.000.000 = Rp396.000.000

16. Cara Menghitung PPh Pasal 22 1. PPh Pasal 22 ini merupakan PPh yang
wajib dipungut oleh : Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) baik ditingkat pusat ataupun tingkat Daerah Bendahara
Pengeluaran untuk pembayaran dengan mekanisme uang persediaan (UP)
KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi
KPA untuk mekanisme pembayaran langsung (LS) Pembayaran atas
pembelian barang yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut di atas, wajib
dipungut PPh Pasal 22 dari Wajib Pajak penjual dengan tarif 1,5% x harga
jual (belum termasuk PPN) Catatan : Sejak 1 Januari 2004, Bulog
dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian gula pasir dan
tepung terigu

17. Cara Menghitung PPh Pasal 22 2. PPh Pasal 22 Impor (PMK154/PMK.03/2010) Besarnya PPh Pasal 22 atas Impor adalah : Atas impor
yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API) sebesar 2,5% x Nilai
Impor Atas impor yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API)
sebesar 7,5% x Nilai Impor Atas impor yang tidak dikuasai (dilelang oleh
Ditjen Bea Cukai) sebesar 7,5% x Harga Jual Lelang Nilai impor = Harga
Patokan Impor (CIF) + Pungutan berdasarkan UU Pabean (Bea Masuk).
Untuk menghitung nilai impor, digunakan kurs berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan (kurs KMK, bukan kurs Bank Indonesia)

18. Cara Menghitung PPh Pasal 22 3. Produk Barang Bakar Minyak, Gas
dan Pelumas Produsen dan Importir BBM, Gas dan Pelumas wajib
menyetor PPh Pasal 22 Final melalui bank persepsi sebelum penebusan
DO (Delivery Order) ke Pertamina atau Importir tersebut PPh Pasal 22
yang terutang : Jenis Produk SPBU Pertamina SPBU Non Pertamina atau
Non SPBU Bahan Bakar 0,25% x Harga Jual 0,30% x Harga Jual Gas 0,30%
x Harga Jual 0,30% x Harga Jual Pelumas 0,30% x Harga Jual 0,30% x
Harga Jual Minyak PPh Pasal 22 yang terutang tersebut bersifat final bagi
penyalur/agen dan bersifat tidak final bagi selain penyalur atau agen

19. Cara Menghitung PPh Pasal 22 4. Produk Semen, Baja, Otomotif, dan
Kertas Pabrikan produk berupa semen, baja, dan kertas wajib memungut
PPh Pasal 22 dari distributor/penyalurnya pada saat transaksi penjualan

produk-produk tersebut PPh Pasal 22 yang terutang : Pemungut PPh


Dasar Hukum PPh Pasal 22 Terutang Tidak Final Pabrikan Kertas KEP69/PJ/1995 0,10% x Harga Jual Pabrikan Semen KEP-401/PJ/2001 0.25% x
Harga Jual Pabrikan Baja KEP-01/PJ/1996 0,30% x Harga Jual Pabrikan
Otomotif KEP-32/PJ/1995 0,45% x Harga Jual

20. Cara Menghitung PPh Pasal 22 5. PPh Pasal 22 atas Pedagang


Pengumpul (PMK154/PMK.03/2010 jo. PER-32/PJ/2010) Mekanisme
Pemungutan Pasal 22 Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 22 yang wajib
dipungut atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau
ekspor oleh pemungut sebesar 0,5% x harga pembelian. Sejak 12 Maret
2009, tarif tersebut turun menjadi 0,25% x Harga pembelian PPh Pasal
22 tersebut terutang dan dipungut pada saat pembelian dan disetor ke
kas negara paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya

21. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Dalam melaksanakan Pemungutan


Pajak Pasal 22, badan usaha industri dan eksportir selaku Pemungut Pajak
wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 Final dalam rangkap 3,
yaitu : Lembar pertama, untuk penjual Lembar kedua, untuk
disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak (dilampirkan pada SPT Masa
PPh Pasal 22) Lembar ketiga, sebagai arsip Pemungut Pajak yang
bersangkutan

22. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Besarnya pungutan Pajak Penghasilan


Pasal 22 yang ditetapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) lebih tinggi 100% dari pada tarif yang dikenakan
terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP (SE-02/PJ.03/2009)

23. Pajak Penghasilan Pasal 23 Merupakan PPh yang dipotong atas


penghasilan sehubungan dengan penggunaan Harta/Modal (sewa, royalti,
bunga dan deviden) serta jasa atau kegiatan (jasa teknik, manajemen,
konsultasi dll) kepada Subjek Pajak dalam negeri dan BUT. PPh pasal 23
adalah pajak penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima
oleh WP dalam negeri dan BUT yang berasal dari modal, penyerahan jasa,
atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

24. Pajak Penghasilan Pasal 23 Pemotong PPh Pasal 23 Badan


Pemerintah Subjek Pajak Badan Dalam Negeri Penyelenggara Kegiatan
Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau perwakilan perusahaan luar negeri
Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri yang ditunjuk Ditjen
Pajak, yaitu : Akuntan, arsitek, dokter, notaris/PPAT (kecuali Camat),
penilai, aktuaris, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan
bebas Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan atas pembayaran berupa sewa

25. Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23 1. Dikenakan PPh Pasal 23


sebesar 15% dari jumlah bruto (tidak final) atas : Deviden Bunga
Royalti Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah
dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat
(1) huruf.

26. Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23 2. Dikenakan PPh Pasal 23


sebesar 2% dari jumlah bruto (tidak final) atas : Sewa dan penghasilan

lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan


lain sehubungan dengan persewaan tanah atau bangunan yang telah
dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 yang bersifat final Imbalan sehubungan
dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan
jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21

27. Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23 2. Dikenakan PPh Pasal 23


sebesar 2% dari jumlah bruto (tidak final) atas : Sewa dan penghasilan
lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan
lain sehubungan dengan persewaan tanah atau bangunan yang telah
dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 yang bersifat final Imbalan sehubungan
dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan
jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21

28. Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23 PPh atas Jasa Konstruksi 2%
untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang
memiliki kualifikasi usaha kecil 4% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang
dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha 3%
untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain
Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 4%
untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan
oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha 6% untuk
Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha

29. Tabel Perbandingan Tarif Pajak Jenis Jasa Kualifikasi Menengah Tidak
Konstruksi Kecil dan Besar berkualifikasi 2% 3% 4% 4% 4% 6% 4% 4% 6%
Jasa Pelaksanaan Jasa Pengawasan Jasa Perencanaan Jenis PPh PPh Final

30. Cara Menghitung PPh Pasal 23 Terhadap penghasilan yang dikenakan


PPh Pasal 23 dari jumlah bruto, besarnya pajak dihitung dengan
mengalikan jumlah Penghasilan Bruto (tidak termasuk PPN) dengan tarif
PPh Pasal 23 (15% atau 2%) Contoh Penghitungan PPh Pasal 23 PT
Adinda adalah pemilik saham di PT Kita sebanyak 10.000 lembar saham.
Jika pada akhir tahun 2009 PT Kita membagikan deviden sebesar 1.000
per lembar saham, atas pembagian deviden kepada PT Adinda, PT Kita
harus memotong PPh Pasal 23 sebesar 15% x 10.000 x Rp1.000 =
Rp1.500.000. Dengan demikian, nilai yang diterima PT Adinda atas
pembayaran deviden tersebut adalah Rp10.000.000 Rp1.500.000 =
Rp8.500.000

31. Contoh Penghitungan PPh Pasal 23 PT Ingin Maju mempunyai


pinjaman kepada PT X (bukan Bank) sebesar Rp1.000.000.000 dengan
bunga 20%. Jika pada akhir tahun 2009 PT Ingin Maju
membayar/mengakui/membiayakan bunga sebesar Rp200.000.000, PT
Ingin Maju harus memotong PPh Pasal 23 sebesar 15% x Rp200.000.000 =
Rp30.000.000. Dengan demikian, uang yang diserahkan ke PT X atas
pembayaran bunga tersebut adalah Rp170.000.000. PT Utama dalam
melaksanakan pembukuannya menggunakan jasa dari KAP Cermat &
Rekan dengan nilai imbalan Rp100.000.000 pertahun. Atas

pembayaran/pengakuan biaya jasa pembukuan tersebut PT Utama harus


memotong PPh Pasal 23 sebesar 2% x Rp100.000.000 = Rp2.000.000

32. Pajak Penghasilan Pasal 23 Saat Pemotongan PPh Pasal 23


Berdasarkan UU PPh yang baru, Pasal 23 ayat (1) pemotongan dilakukan
pada saat : Dibayarkan Disediakan untuk dibayar, atau Telah jatuh
tempo Pemotongan terhadap WP yang Tidak Mempunyai NPWP Dalam
hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan yang
menjadi objek PPh Pasal 23, tidak memiliki NPWP, besarnya tarif
pemotongan menjadi lebih tinggi 100% daripada tarif normal.

33. Pajak Penghasilan Pasal 26 Merupakan PPh yang dipotong atas


penghasilan yang diterima/diperoleh Subjek Pajak Luar Negeri selain
Bentuk Usaha Tetap dari Indonesia. Pemotong PPh Pasal 26 Pihak yang
ditunjuk sebagai Pemotong PPh Pasal 26 adalah pihak yang membayarkan
penghasilan ke luar negeri atas : Badan Pemerintah Subjek pajak
badan pemerintah yang dimaksud disini adalah setiap unit tertentu dari
Pemerintah baik Pusat maupun Daerah termasuk BUMN/D Subjek Pajak
Dalam Negeri (Badan DN maupon Orang Pribadi DN) Penyelenggara
kegiatan Bentuk Usaha Tetap atau Perwakilan Perusahaan Luar Negeri
Lainnya

34. Pajak Penghasilan Pasal 26 Subjek PPh Pasal 26 Pihak yang


dikenakan pemotongan PPh Pasal 26 adalah WP luar negeri selain bentuk
usaha tetap di Indonesia. WP luar negeri tersebut berupa WP badan LN
maupun WP orang pribadi LN. Objek PPh Pasal 26 Yang menjadi Objek
PPh Pasal 26 adalah semua penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh
WP luar negeri selain BUT dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
bersumber dari Indonesia

35. Pajak Penghasilan Pasal 26 Untuk memudahkan memahami PPh Pasal


26, maka mekanisme pemotongannya dapat diklasifikasikan berdasarkan
tarif dan dasar pengenaan pajaknya, yaitu : 1.PPh Pasal 26 dengan tarif
20% dari Penghasilan Bruto 2.Untuk deviden, bunga, royalti, sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, imbalan, hadiah
dan penghargaan, pensiun dan pembayaran berkala lainnya PPh Pasal 26
dengan tarif 20% dari Perkiraan Penghasilan Neto b. Atas penghasilan dari
penjualan saham = 20% x 25% x harga jual a.

36. Pajak Penghasilan Pasal 26 c. Penghasilan berupa premi asuransi =


20% x perkiraan penghasilan neto Premi asuransi dibayar tertanggung
kepada perusahaan asuransi di luar negeri = 20% x 50% x jumlah premi
Premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di
Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri = 20% x 10% x
jumlah premi Premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang
berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi yang
berkedudukan di luar negeri = 20% x 5% x jumlah premi

37. Pajak Penghasilan Pasal 26 3. PPh Pasal 26 dengan tarif 20% dari
Penghasilan Kena Pajak Setelah Dikurangi PPh Terutang Atas penghasilan
kena pajak setelah dikurangi PPh dari suatu BUT di Indonesia dikenakan

PPh Pasal 26 sebesar 20% 4. PPh Pasal 26 dengan tarif sesuai P3B
(Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda)

Anda mungkin juga menyukai