Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kista Ovari


1. Definisi Kista Ovari
Kista ovarium adalah suatu benjolan yang berada di ovarium yang dapat
mengakibatkan pembesaran pada abdomen bagian bawah dimana pada
kehamilan yang disertai kista ovarium seolah-olah terjadi perlekatan ruang bila
kehamilan mulai membesar (Prawirohardjo, 2009: 664).
Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun besar, kistik maupun
solid, jinak maupun ganas (Wiknjosastro, 2007: 346).
Kista ovarium merupakan salah satu tumor jinak ginekologi yang paling sering
dijumpai pada wanita di masa reproduksinya (Depkes RI, 2011).
Kista ovarium (kista indung telur) berarti kantung berisi cairan, normalnya
berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium) (Nugroho, 2010: 101).
2. Etiologi
Menurut Nugroho (2010: 101), kista ovarium disebabkan oleh gangguan
(pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium.
Beberapa teori menyebutkan bahwa penyebab tumor adalah bahan karsinogen
seperti rokok, bahan kimia, sisa-sisa pembakaran zat arang, bahan-bahan
tambang. Beberapa faktor resiko berkembangnya kista ovarium, adalah wanita
yang biasanya memiliki :
a. Riwayat kista terdahulu
b. Siklus haid tidak teratur
Gangguan siklus haid yang sangat pendek atau lebih panjang harus
diwaspadai. Menstuasi di usia dini yaitu 11 tahun atau lebih muda
merupakan faktor resiko berkembangnya kista ovarium, wanita dengan
siklus haid tidak teratur juga merupakan faktor resiko kista ovarium.
(Manuaba, 2010).
c. Perut buncit
d. Menstruasi di usia dini (11 tahun atau lebih muda)
e. Sulit hamil
f. Penderita hipotiroid
3. Manifestasi Klinis

Menurut Nugroho (2010: 104), kebanyakan wanita yang memiliki kista


ovarium tidak memiliki gejala sampai periode tertentu. Namun beberapa orang
dapat mengalami gejala ini:
a. Nyeri saat menstruasi.
b. Nyeri di perut bagian bawah.
c. Nyeri saat berhubungan seksual.
d. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki.
e. Terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB.
f. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar
banyak.
4. Patofisiologi
a. Patofisiologi
Fungsi ovarium yang normal tergantung kepada sejumlah hormon dan
kegagalan pembentukan salah satu harmon tersebut bisa mempengaruhi
fungsi ovarium. Ovarium tidak akan berfungsi secara normal jika tubuh
wanita tidak menghasilkan hormon hipofisa dalam jumlah yang tepat.
Fungsi ovarium yang abnormal kadang menyebabkan penimbunan folikel
yang terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium. Folikel tersebut
gagal mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk
secara tidak sempurna di dalam ovarium karena itu terbentuk kista di
dalam ovarium (Corvin, E.J 2008: 649).
5. Klasifikasi
a. Kista non fungsional
Suatu kista inklusi serosa terbentuk dari invaginasi pada epitel permukaan
ovarium, yang dilapisi epitel dan berdiameter <1 cm (Sinclair, 2003:
603).
b. Kista fungsional
1) Kista unilokular atau kista sederhana
Kista ini biasanya terbentuk dari folikel praovulasi yang mengandung
oosit. Kista ini bisa memiliki ukuran 4 cm dan menetap ke siklus
selanjutnya. Kista dapat kembali kambuh dan sering terjadi pada awal
maupun akhir masa reproduksi. Lima puluh persen kista sembuh
dalam 60 hari. Nyeri dapat timbul akibat ruptur, torsi, atau hemoragi
(Sinclair, 2003: 603).
2) Kista folikel
Menurut Benson dan Pernoll (2008: 574) kista folikel adalah struktur
normal, fisiologis, sementara dan sering kali multiple, yang berasal

dari kegagalan resorbsi cairan folikel dari yang tidak berkembang


sempurna. Paling sering terjadi pada wanita muda yang masih
menstruasi dan merupakan kista yang paling lazim dijumpai dalam
ovarium normal. Kista folikel biasanya tidak bergejala dan
menghilang dengan spontan dalam waktu <60 hari. Jika muncul
gejala, biasanya menyebabkan interval antar menstruasi yang sangat
pendek atau sangat panjang. Perdarahan intraperitoneal dan torsi
merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Kista yang terus membesar
dan menetap >60 hari memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
3) Kista korpus luteum
Menurut Wiknjosastro (2007: 353), dalam keadaan normal korpus
luteum lambat laun mengecil dan menjadi korpus albikans. Kadangkadang korpus luteum mempertahankan diri (korpus luteum
persistens). Perdarahan yang sering terjadi di dalamnya menyebabkan
terjadinya kista, berisi cairan yang berwarna merah coklat karena
darah tua. Frekuensi kista korpus luteum lebih jarang daripada kista
folikel, dan yang pertama bisa menjadi lebih besar daripada yang
kedua. Pada pembelahan ovarium kista korpus luteum memberi
gambaran yang khas. Dinding kista terdiri atas lapisan berwarna
kuning, terdiri atas sel-sel luteum yang berasal dari sel-sel teka. Kista
korpus luteum dapat menimbulkan gangguan haid, berupa amenorea
diikuti oleh perdarahan tidak teratur. Adanya kista dapat pula
menyebabkan rasa berat dibagian bawah. Perdarahan yang berulang
dalam kista dapat menyebabkan ruptur. Rasa nyeri di dalam perut
yang mendadak dengan adanya amenorea sering menimbulkan
kesulitan dalam diagnosis diferensial dengan kehamilan ektopik yang
terganggu. Jika dilakukan operasi, gambaran yang khas kista korpus
luteum memudahkan pembuatan diagnosis. Penanganan kista korpus
luteum ialah menunggu sampai kista hilang sendiri. Dalam hal
dilakukan operasi atas dugaan kehamilan ektopik terganggu, kista
korpus luteum diangkat tanpa mengorbankan ovarium.
4) Kista theka-lutein

Kista theka lutein merupakan kista yang berisi cairan bening dan
berwana hitam seperti jerami. Timbulnya kista ini berkitan dengan
tumor ovarium dan terapi hormon (Nugroho, 2010: 103).
Kista theka lutein biasanya bilateral, kecil dan lebih jarang
dibandingkan kista folikel atau kista korpus luteum. Kista teka lutein
diisi oleh cairan berwana kekuning-kuningan. Berhubungan dengan
penyakit trofoblastik kehamilan (misalnya mola hidatidosa dan
koriokarsinoma), kehamilan ganda atau kehamilan dengan penyulit
diabetes mellitus atau sensitisasi Rh, penyakit ovarium polikistik
(sindrom Stein-Laventhel) dan pemberian zat perangsang ovulasi
(misalnya klomifen atau terapi hCG). Komplikasi jarang terjadi
meliputi ruptur (dengan perdarahan intraperitoneal) serta torsi
ovarium (Benson dan Pernoll, 2008: 576).
5) Sindrom polikistik ovari (Policystic Ovarian Syndrom-PCOS)
Menurut Yatim (2005: 21-22), polikistik ovarium ditemukan pada 510% perempun usia dewasa tua sampai usia menopause, yang timbul
karena gangguan perkembangan folikel ovarium hingga tidak timbul
ovulasi. Penderita polikistik ini juga sering terlihat bulimia, androgen
meningkat dan prolaktin darah juga meningkat (hiperprolaktinemia).
Polikistik ovarium sering dijumpai pada pemeriksaan USG perempuan
usia pertengahan, tetapi bukan berarti tidak normal, mungkin ini ada
kaitannya dengan prevalensi siklus tidak terjadi ovulasi tinggi pada
kelompok usia ini. Publikasi lain mengemukaan bahwa sindrom
polikistik terdapat pada 5-10% perempuan menjelang umur
menopause. Kejadian ini berkaitan dengan gangguan hormone yang
mulai terjadi pada kelompok umur tersebut. Perempuan yang
mengandung polikistik dapat diketahui, antara lain:
a) Darah menstruasi yang keluar sedikit (oligomenorrhea).
b) Tidak keluar darah menstruasi (amenorrhea).
c) Tidak terjadi ovulasi.
d) Mandul.
e) Berjerawat.
6. Komplikasi Kista Ovari

Menurut Wiknjosastro (2007: 347-349), komplikasi yang dapat terjadi pada


kista ovarium diantaranya :
a. Akibat pertumbuhan kista ovarium
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan
pembesaran perut. Tekanan terhadap alat-alat disekitarnya disebabkan oleh
besarnya tumor atau posisinya dalam perut. Apabila tumor mendesak
kandung kemih dan dapat menimbulkan gangguan miksi, sedangkan kista
yang lebih besar tetapi terletak bebas di rongga perut kadang-kadang
hanya menimbulkan rasa berat dalam perut serta dapat juga
mengakibatkan edema pada tungkai.
b. Akibat aktivitas hormonal kista ovarium
Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu sendiri
mengeluarkan hormon.
c. Akibat komplikasi kista ovarium
1) Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur-angsur
menyebabkan kista membesar, pembesaran luka dan hanya
menimbulkan gejala-gejala klinik yang minimal. Akan tetapi jika
perdarahan terjadi dalam jumah yang banyak akan terjadi distensi
yang cepat dari kista yang menimbukan nyeri di perut.
2) Torsio atau putaran tangkai
Torsio atau putaran tangkai terjadi pada tumor bertangkai dengan
diameter 5 cm atau lebih. Torsi meliputi ovarium, tuba fallopi atau
ligamentum rotundum pada uterus. Jika dipertahankan torsi ini dapat
berkembang menjadi infark, peritonitis dan kematian. Torsi biasanya
unilateral dan dikaitkan dengan kista, karsinoma, TOA, massa yang
tidak melekat atau yang dapat muncul pada ovarium normal. Torsi ini
paling sering muncul pada wanita usia reproduksi. Gejalanya meliputi
nyeri mendadak dan hebat di kuadran abdomen bawah, mual dan
muntah. Dapat terjadi demam dan leukositosis. Laparoskopi adalah
terapi pilihan, adneksa dilepaskan (detorsi), viabilitasnya dikaji,
adneksa gangren dibuang, setiap kista dibuang dan dievaluasi secara
histologis.
3) Infeksi pada tumor
Jika terjadi di dekat tumor ada sumber kuman patogen.

4) Robek dinding kista


Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat
trauma, seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering pada
saat bersetubuh. Jika robekan kista disertai hemoragi yang timbul
secara akut, maka perdarahan bebas berlangsung ke uterus ke dalam
rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus menerus disertai
tanda-tanda abdomen akut.
5) Perubahan keganasan
Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis
yang seksama terhadap kemungkinan perubahan keganasannya.
Adanya asites dalam hal ini mencurigakan. Massa kista ovarium
berkembang setelah masa menopause sehingga besar kemungkinan
untuk berubah menjadi kanker (maligna). Faktor inilah yang
menyebabkan pemeriksaan pelvik menjadi penting.
7. Pemeriksaan penunjang
a. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonik adalah gelombang suara dengan frekuensi lebih tinggi daripada
kemampuan pendengaran telinga manusia, sehingga kita tidak bisa
mendengarnya sama sekali. Suara yang didengar manusia mempunyai
frekuensi 20-20.000 Cpd (Cicles per detik=Hz). Masing-masing jaringan
tubuh mempunyai impedence acustic tertentu. Dalam jaringan yang
heterogen akan ditimbulkan bermacam-macam echo, disebut acho free
atau bebas echo. Suatu rongga berisi cairan bersifat anechoic, misalnya
kista, asites, pembuluh darah besar, pericardial atau pleural effusion. USG
pada kista ovarium akan terlihat sebagai struktur kistik yang bulat
(kadang-kadang oval) dan terlihat sangat echolucent dengan dindingdinding yang tipis/tegas/licin dan di tepi belakang kista nampak bayangan
echo yang lebih putih dari dinding depannya. Kista ini dapat bersifat
unilokuler (tidak bersepta) atau multilokuler (bersepta-septa). Kadangkadang terlihat bintik-bintik echo yang halus-halus (internal echoes) di
dalam kista yang berasal dari elemen-elemen darah di dalam kista.
1) Transabdominal sonogram
Pemeriksaan cara sonogram menggunakan gelombang bunyi untuk
melihat gambaran organ tubuh. Pemeriksaan jenis ini bisa dilakukan

melalui dinding perut atau bisa juga dimasukkan melalui vagina dan
memerlukan waktu sekitar 30 menit, bisa diketahui ukuran dan bentuk
kistanya. Syarat pemeriksaan transabdominal sonogram dilakukan
dalam keadaan vesica urinaria terisi atau penuh.
2) Endovaginal sonogram
Pemeriksaan ini dapat menggambarkan atau memperlihatkan secara
detail struktur pelvis. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara
endovaginal. Pemeriksaan dilakukan dalam keadaan vesica urinaria
kosong.
3) Kista endometriosis
Menunjukkan karakteristik yang difuse, low level/echoes pada
endometrium, yang memberikan gambaran yang padat.
4) Polikistik ovarium
Menunjukkan jumlah folikel perifer dan hiperechoid stroma.
b. CT-Scan
Akan didapat massa kistik berdinding tipis yang memberikan penyangatan
kontras pada dindingnya.
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Gambaran MRI lebih jelas memperlihatkan jaringan halus dibandingkan
dengan CT-scan, serta ketelitian dalam mengidentifikasi lemak dan produk
darah. CT-scan dapat memberikan petunjuk tentang organ asal dari massa
yang ada. MRI tidak terlalu dibutuhkan dalam beberapa/banyak kasus.
USG dan MRI jauh lebih baik dalam mengidentifikasi kista ovarium dan
massa/tumor pelvis dibandingkan dengan CT-scan.
d. CA-125
Dokter juga memeriksa kadar protein di dalam darah yang disebut CA125. Kadar CA-125 juga meningkat pada perempuan subur, meskipun
tidak ada proses keganasan. Tahap pemeriksaan CA-125 biasanya
dilakukan pada perempuan yang berisiko terjadi proses keganasan.
8. Penatalaksanaan Kista Ovarium
a. Observasi
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor (dipantau)
selama 1-2 bulan, karena kista fungsional akan menghilang dengan
sendirinya setelah satu atau dua siklus haid. Tindakan ini diambil jika tidak
curiga ganas (kanker) (Nugroho, 2010: 105).
b. Terapi bedah atau operasi

Bila tumor ovarium disertai gejala akut misalnya torsi, maka tindakan
operasi harus dilakukan pada waktu itu juga, bila tidak ada gejala akut,
tindakan operasi harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan seksama. Kista
berukuran besar dan menetap setelah berbulan-bulan biasanya memerlukan
operasi pengangkatan. Selain itu, wanita menopause yang memiliki kista
ovarium juga disarankan operasi pengangkatan untuk meminimalisir
resiko terjadinya kanker ovarium. Wanita usia 50-70 tahun memiliki resiko
cukup besar terkena kenker jenis ini. Bila hanya kistanya yang diangkat,
maka operasi ini disebut ovarian cystectomy. Bila pembedahan
mengangkat seluruh ovarium termasuk tuba fallopi, maka disebut
salpingo-oophorectomy.
Faktor-faktor yang menentukan tipe pembedahan, antara lain tergantung
pada usia pasien, keinginan pasien untuk memiliki anak, kondisi ovarium
dan jenis kista. Kista ovarium yang menyebabkan posisi batang ovarium
terlilit (twisted) dan menghentikan pasokan darah ke ovarium,
memerlukan tindakan darurat pembedahan (emergency surgery) untuk
mengembalikan posisi ovarium.
Prinsip pengobatan kista dengan pembedahan (operasi) menurut Yatim,
(2005: 23) yaitu:
1) Apabila kistanya kecil (misalnya, sebesar permen) dan pada
pemeriksaan sonogram tidak terlihat tanda-tanda proses keganasan,
biasanya dokter melakukan operasi dengan laparoskopi. Dengan cara
ini, alat laparoskopi dimasukkan ke dalam rongga panggul dengan
melakukan sayatan kecil pada dinding perut, yaitu sayatan searah
dengan garis rambut kemaluan.
2) Apabila kistanya besar, biasanya pengangkatan kista dilakukan dengan
laparatomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total. Dengan cara
laparotomi, kista bisa diperiksa apakah sudah mengalami proses
keganasan (kanker) atau tidak. Bila sudah dalam proses keganasan,
operasi sekalian mengangkat ovarium dan saluran tuba, jaringan
lemak sekitar serta kelenjar limfe.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Kista Ovari


1. Pengkajian
a. Identitas
Kista ovarium merupakan salah satu tumor jinak ginekologi yang paling
sering dijumpai pada wanita di masa reproduksinya (Depkes RI, 2011).
Menstuasi di usia dini yaitu 11 tahun atau lebih muda merupakan faktor
resiko berkembangnya kista ovarium (Manuaba, 2010).
b. Riwayat kesehatan
1)
Keluhan utama : biasanya kista ovari nyeri di perut bagian bawah
(Nugroho, 2010)
2) Alasan MRS : biasanya kista ovari nyeri saat menstruasi, nyeri di
perut bagian bawah, nyeri saat berhubungan seksual, nyeri pada
punggung terkadang menjalar sampai ke kaki (Nugroho, 2010)
3) Riwayat kesehatan sekarang
Nyeri saat menstruasi, nyeri di perut bagian bawah, nyeri saat
berhubungan seksual, nyeri pada punggung terkadang menjalar
sampai ke kaki, terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB,
siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang
keluar banyak (Nugroho, 2010).
4) Riwayat kesehatan Dahulu
Biasanya terjadi Riwayat kista terdahulu, siklus haid tidak teratur,
menstruasi di usia dini (11 tahun atau lebih muda), sulit hamil,
penderita hipotiroid (Nugroho, 2010).
5) Riwayat kesehatan Keluarga
Kista ovarium bukan penyakit menular/keturunan (Nugroho, 2010).
6) Riwayat Menstruasi
Menstuasi di usia dini yaitu 11 tahun atau lebih muda merupakan
faktor resiko berkembangnya kista ovarium, wanita dengan siklus haid

tidak teratur juga merupakan faktor resiko kista ovarium, dapat juga
terjadi oligomenorrhea atau amenorrhea (Manuaba, 2010).
c. Keadaaan bio-psiko-sosial
1) Data Sosial Ekonomi
Kista ovarium dapat terjadi pada semua golongan masyarakat dan
berbagai tingkat umur, baik sebelum masa pubertas maupun sebelum
menopause
2) Data Spritual
Klien menjalankan kegiatan keagamaannya sesuai dengan
kepercayaannya.
3) Data Psikologis
Ovarium merupakan bagian dari organ reproduksi wanita, dimana
ovarium sebagai penghasil ovum, mengingat fungsi dari ovarium
tersebut sementara pada klien dengan kista ovarium yang ovariumnya
diangkat maka hal ini akan mempengaruhi mental klien yang ingin
hamil atau punya keturunan (Nugroho, 2010).
4) Pola kebiasaan Sehari-hari
Biasanya klien dengan kista ovarium mengalami gangguan dalam
aktivitas, dan tidur karena merasa nyeri pada perut bagisn bawah
(Nugroho, 2010).
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
2) Suhu

: Lemah, letih, cemas,


: pada kista ovari biasanya terjadi peningkatan

suhu tubuh dan juga dapat terjadi penurunan suhu tubuh


3) Nadi
: terjadi peningkatan denyut nadi
4) Pernafasan : pernafasan meningkat
5) Pemeriksaan Fisik Head to toe
a) Kulit
I : biasanya tidak adanya lesi dan edema.

P : biasanya turgor kulit menurun, tekstur : kasar


b) Rambut
I : biasanya disribusi rambut merata, bersih dan tidak ada
gangguan.
P : mudah rontok, tekstur: halus
c) Kuku
I : biasanya kuku normal tidak terjadi sianosis
P : biasanya tidak adanya nyeri tekan.
d) Kepala
I : biasanya wajah simetris
P: biasanya tidak adanya luka, tonjolan patologik, dan tidak
adanya nyeri tekan
e) Mata
I : biasanya kelopak mata tidak ada radang, simetris kanan dan
kiri, reflek kedip baik, konjungtiva tampak anemis, icterus pada
sklera.
f) Hidung
I : biasanya hidung simetris, tidak ada inflamasi
P : tidak ada nyeri tekan, massa
g) Mulut
I : biasanya bibir tidak ada kelainan kongenital (bibir sumbing),
warna, kesimetrisan, kelembaban, pembengkakkan, lesi.
P : biasanya tidak ada pembengkakkan dan nyeri.
h) Telinga
I : daun telinga simetris, warna, ukuran, bentuk, kebresihan, tidak
adanya lesi.
P : tidak ada nyeri tekan
i) Leher
I : biasanya bentuk leher tidak simetris, tampak adanya
pembesaran kelenjar limfe dan bendungan vena jugularis.
Palpasi : biasanya terdapat ada nyeri tekan, pembesaran kelenjar
limfe dan kelenjar submandibularis.
j) Dada
I : Bentuk dada simetris
P : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri
P : Suara resonan pada seluruh lapang paru
A : Suara sonor
k) Jantung & paru

I : biasanya denyut apek jantung pada area midsternu lebih kurang


2 cm disamping bawah xifoideus.
P : spasium interkostalis ke-2 kanan area aorta dan spasium
interkosta ke-2 kiri letak pulmonal kiri. spasium interkostalis ke-5
kiri area trikuspidalis/ventikuler amati adanya pulsasi interkosta
ke-5 pindah tangan secara lateral 5-7 cm ke garis midklavicula
kiri dimana akan ditemukkan daerah apical jantung
P : suara redup
A : Bunyi S1 suara LUB yaitu bunyi dari menutupnya katub
mitral (bikuspidalis) dan tikuspidalis pada waktu sistolik.
Bunyi S2: suara DUB yaitu bunyi menutupnya katub
semilunaris (aorta dan pulmonalis) pada saat diastolic.
l) Abdomen
I : adanya massa pada abdomen
P : Nyeri tekan pada abdomen.
P : timpani
A : biasanya bising usus normal 5- 30 x/menit
m) Genetalia
I : Terdapat sekret, keputihan, peradangan, perdarahan dan lesi.
e. Hasil pemeriksaan diagnostic
1) Data laboratorium
2) Ultrasonografi (USG)
3) CT-Scan
4) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
5) CA-125
f. Penatalaksanaan (Terapi pengobatan)
1) Observasi
2) Terapi bedah atau operasi
2. Diagnosa
Pre Op
a. Nyeri berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kompresi) jaringan
pada organ ruang abdomen.
b. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman terhadap konsep diri,
respon patofisiologis
c. Resiko gangguan harga diri berhubungan dengan infertilitas
Post Op
a. Nyeri (akut) : nyeri abdomen berhubungan dengan insisi pada abdomen.

b. Kurang perawatan diri : personal hygiene berhubungan dengan kelemahan.


c. Resiko infeksi berhubungan dengan invasi kuman sekunder terhadap
pembedahan.
d. Resiko konstipasi berhubungan dengan pembedahan abdominal.
e. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual muntah,intake nutrisi
f. Kurang pengetahuan tentang penyakit yang diderita berhubungan dengan
kurang informasi.
3. Intervensi Keperawatan
Pre Op
a. Nyeri b.d proses penyakit (penekanan/kompresi) jaringan pada organ ruang
abdomen.
1) Tujuan : nyeri klien terkontrol
2) Kriteria hasil :
a) Melaporkan penghilangan nyeri maksimal
b) Mengikuti aturan farmakologis yang ditentukan
3) Intervensi
a) Tentukan riwayat nyeri ( lokasi, frekuensi, durasi dan intensitas)
R/ Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi
kebutuhan atau keefektifan intervensi
b) Berikan tindakan kenyamanan dasar dan aktivitas hiburan
R/ Meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali
perhatian
c) Dorong penggunaan keterampilan menajemen nyeri ( teknik
relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi)
R/ Memungkinkan klien untuk berpartisipasi secara aktif dan
meningkatkan rasa control
d) Evaluasi penghilangan nyeri
R/ Tujuannya adalah kontrol nyeri maksimum dengan pengaruh
minimum pada AKS
e) Kembangkan rencana manajemen nyeri dengan pasien dan dokter
R/ Rencana terorganisasi mengembangkan kesempatan untuk
kontrol nyeri.
b. Ansietas b.d krisis situasi, ancaman terhadap konsep diri, respon
patofisiologis
1) Tujuan : ansietas berkurang/hulang
2) Kriteria Hasil
a) Memahami dan mendiskusikan rasa takut
b) Menunjukkan relaksasi dan melaporkan berkurangnya ansietas ke
tingkat yang dapat diatasi

3) Intervensi
a) Catat palpitasi, peningkatan denyut/frekuensi pernapasan
R/ Perubahan TTV mungkin menunjukkan tingkat ansietas yang
dialami pasien atau merefleksikan gangguan-gangguan faktor
psikologis
b) Pahami rasa takut
R/ Perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk terbuka
sehingga dapat mendiskusikan dan menghadapinya
c) Kaji tingkatan/realita bahaya bagi pasien dan tingkat ansietas
R/ Respon individu dapat bervariasi tergantung pola kultural yng
dipelajari
d) Catat pembatasan fokus perhatian
R/ Penyempitan fokus umumnya merefleksikan rasa takut
e) Nyatakan realita dari situasi seperti apa yang dilihat pasien
R/ Pasien mungkin perlu menolak realitas sampai siap untuk
menghadapinya
f) Evaluasi mekanisme koping
R/ Mungkin dapat menghadapi situasi dengan baik pada waktuitu
g) Identifikasi cara-cara dimana klien mendapat bantuan jika
dibutuhkan
R/ Memberikan jaminan bahwa staf bersedia untuk mendukung
c. Resiko gangguan harga diri berhubungan dengan infertilitas
1) Tujuan : Meningkatkan kepercayaan diri
2) Kriteria Hasil
a) Percaya diri meningkat
b) Menunjukkan keterbukaan kepada perawat
3) Intervensi
a) Berikan motivasi kepada pasien
R/ Meningkatkan harga diri klien dan merasa di perhatikan.
b) Bina hubungan saling percaya
R/ Hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada
perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
c) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
R/ Mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien.
Post Op
g. Nyeri (akut) : nyeri abdomen berhubungan dengan insisi pada abdomen.
1) Tujuan : nyeri berkurang atau hilang.
2) Kriteria Hasil
a) klien rileks
b) mampu tidur atau istirahat dengan tepat.
3) Intervensi
a) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik nyeri, beratnya (0-10).

R/ Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan adanya


masalah, memerlukan evaluasi medik dan intervensi.
b) Pertahankan istirahat dengan posisi supinasi
R/ Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan
posisi telentang.
c) Anjurkan klien untuk mobilisasi dini.
R/ Meningkatkan normalisasi fungsi organ, menurunkan
ketidaknyamanan.
d) Ajarkan penggunaan manajemen nyeri (teknik relaksasi, distraksi).
Misal dengan latihan tarik napas dalam.
R/ Meningkatkan kontrol terhadap nyeri dan meningkatkan
partisipasi pasien secara aktif.
e) Berikan analgetik sesuai indikasi.
R/ Menghilangkan nyeri, mempermudah kerja sama dengan terapi
lain.
h. Kurang perawatan diri : personal hygiene berhubungan dengan kelemahan.
1) Tujuan : klien dapat memenuhi kebutuhan personal hygiene secara
mandiri.
2) Kriteria Hasil
a) ungkapkan rasa nyaman dan puas
b) melakukan kegiatan perawatan diri sesuai kemampuan.
3) Intervensi
a) Kaji derajat ketidakmampuan klien dalam melakukan kegiatan.
R/ Mempengaruhi pemilihan intervensi yang tepat.
b) Motivasi klien untuk melakukan kegiatan kebersihan diri sesuai
kemampuan seperti gosok gigi.
R/ Mempertahankan pemenuhan kebutuhan dasar klien, klien dapat
ikut berpartisipasi dalam kegiatan perawatan diri sesuai
kemampuan.
c) Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan seperti : makan, mandi,
personal hygiene.
R/ Mempertahankan pemenuhan kebutuhan dasar klien.
i. Resiko infeksi berhubungan dengan invasi kuman sekunder terhadap
pembedahan.
1) Tujuan : tidak terjadi infeksi
2) Kriteria hasil
a) meningkatnya penyembuhan luka dengan benar
b) bebas tanda infeksi atau inflamasi, drainase purulen, eritema, dan
demam.
3) Intervensi

a) Awasi tanda tanda vital


R/ Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses.
b) Lakukan pencucian tangan dengan baik dan perawatan luka
aseptik.
R/ Menurunkan resiko penyebaran bakteri.
c) Lihat insisi dan balutan.
R/ Memberikan deteksi dini terjadi proses infeksi, dan atau
pengawasan penyembuhan.
d) Berikan informasi yang tepat,jujur pada pasien dan orang
terdekatnya.
R/ Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan
emosi ,membantu menurunkan ansietas.
e) Berikan antibiotik sesuai indikasi.
R/ Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah
organisme (pada infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk
menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya.
f) Bantu irigasi dan drainase bila diperlukan.
R/ Dapat diperlukan untuk mengalirkan abses terlokalisir.
j. Resiko konstipasi berhubungan dengan pembedahan abdominal.
1) Tujuan : tidak terjadi konstipasi.
2) Kriteria hasil
a) menunjukan bunyi bising usus atau aktivitas peristaltik usus aktif
b) mempertahankan pola eliminasi biasanya
3) Intervensi
a) Auskultasi bising usus
R/ Indikator adanya perbaikan ileus, mempengaruhi pilihan
intervensi.
b) Bantu pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan berjalan.
R/ Ambulasi dini membantu merangsang fungsi intestinal dan
mengembalikan peristaltik.
c) Dorong pemasukan cairan adekuat,termasuk sari buah, bila
pemasukan peroral dimulai.
R/ Meningkatkan asupan cairan
d) Berikan rendam duduk.
R/ Meningkatkan relaksasi otot, minimalkan ketidaknyamanan.
e) Batasi pemasukan oral sesuai indikasi.
R/ Mencegah mual /muntah sampai peristaltic kembali ( 1-2 hari)
f) Berikan obat, contoh pelunak feses,minyak mineral, laksatif sesuai
indikasi.
R/ Meningkatkan pembentukan / pasase pembentuk feses.

k. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan mual muntah,intake nutrisi
1) Tujuan : nutrisi dapat terpenuhi
2) Kriteria hasil
a) mendemonstrasikan pemeliharaan atau kemajuan penambahan
berat badan yang diinginkan dengan normalisasi nilai laboratorium
b) tak ada tanda tanda malnutrisi.
3) Intervensi
a) Tinjau faktor faktor individual yang mempengaruhi kemampuan
untuk mencerna atau makan makanan, missal : status puasa, mual,
ileus paralitik setelah selang dilepaskan.
R/ Mempengaruhi pilihan intervensi
b) Timbang berat badan sesuai indikasi. Catat masukan dan
pengeluaran.
R/ Mengidentifikasikan status cairan serta memastikan kebutuhan
metabolik.
c) Auskultasi bising usus
R/ Menentukan kembalinya peristaltik.
d) Berikan cairan 1V, misalnya : albumin, lipid, elektrolit. Suplemen
vitamin dengan perhatian tertentu terhadap vitamin K, secara
parental.
R/ Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit. Menggunakan
katartik praoperasi ( persiapan usus) dapat mengurangi suplemen
vitamin dan atau masalah usus dapat menghambat absorbs vitamin.
e) Berikan obat-obatan sesuai indikasi antiematik, missal
proklorpromazin.
R/ Mencegah muntah.
l. Kurang pengetahuan tentang penyakit yang diderita berhubungan dengan
kurang informasi.
1) Tujuan : klien dapat mendapat informasi yang benar.
2) Kriteria hasil
a) klien dapat berpratisipasi dalam program pengobatan
b) mengungkapkan pemahaman informasi.
3) Intervensi
a) Kaji pengetahuan klien tentang penyakit yang diderita
R/ Memvalidasi tingkat pemahaman saat ini, mengidentifikasi
kebutuhan belajar.
b) Berikan informasi tentang penyakit yang diderita dengan bahasa
yang jelas dan mudah dimengerti.

R/ Memberikan pengetahuan dimana klien dapat kooperatif dan


memudahkan untuk mengingat informasi yang diberikan.
c) Dorong partisipasi keluarga dalam perawatan
R/ Membantu penanganan dan perawatan pasien.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kista ovarium (kista indung telur) berarti kantung berisi cairan, normalnya
berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium) (Nugroho, 2010: 101).
Beberapa faktor resiko berkembangnya kista ovarium, adalah wanita yang biasanya
memiliki riwayat kista terdahulu, siklus haid tidak teratur, perut buncit, menstruasi
di usia dini (11 tahun atau lebih muda), sulit hamil, penderita hipotiroid.

Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor (dipantau) selama 1-2
bulan, karena kista fungsional akan menghilang dengan sendirinya setelah satu atau
dua siklus haid dan bila tumor ovarium disertai gejala akut misalnya torsi, maka
tindakan operasi harus dilakukan pada waktu itu juga, bila tidak ada gejala akut,
tindakan operasi harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan seksama.
B. Saran
Diharapkan perawat mampu lebih aktif dalam memberikan penyuluhan kesehatan
tentang kista ovarium dan mahasiswa/i dapat lebih memahami dan mengerti dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan kista ovarium.

DAFTAR PUSTAKA

Asrinah, dkk. 2010.Konsep Kebidanan. Yogyakarta : Graha Ilmu.


Joseph, H.K dan Nugroho, M. 2010.Catatan Kuliah Ginekologi dan Obstetri(Obsgyn).
Yogyakarta : Nuha Medika.
Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta.
Suryani, Evi S. 2011.Buku Ajar Konsep Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika.
Wiknjosastro, Hanifa. 2007.Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai