Anda di halaman 1dari 2

Untuk Kamu yang Selalu Berujung Sendirian

Kamu datang dari sebuah kota bernama kesedihan, dijemput oleh keberuntungan dan
kini hidup dalam kepastian masa depan.
Namun kamu datang ketika kami semua sudah menetap dalam fasenya masing-masing.
Ayah dan ibumu yang baru sudah lama tidak mengulang masa perkembangan. Kakakkakakmu sudah lepas dari keterombang-ambingan dan masing-masing kini sedang
berjuang dengan dirinya sendiri.
Kamu tertinggal. Maka kami melambatkan langkah dan menuntunmu bersama kami.
Bukan perjalanan yang mudah, sebab kami sudah tua, sebab kami kira kami sudah
merasa pernah, sudah merasa cukup, maka kini saatnya maju.
Maka maafkan kami karena kami sering lupa kau masih butuh banyak perjalanan,
sedangkan kami lelah dan ingin lebih banyak di rumah.
Lebih dari itu, maafkan saya. Saya saudara yang tidak menyaudaraimu. Saat kamu
butuh teman, saya sedang sibuk-sibuknya pula mempertahankan teman. Maka saya
mengurung diri di kamar dan membiarkanmu sendirian di luar, dalam keterbatasanmu,
berpikir bahwa kamu seharusnya bisa tanpa saya. Tentu saja saya bodoh, tentu saja
kamu tidak bisa.
Maafkan saya. Saya kakak yang buruk untukmu. Saat kamu butuh bimbingan seorang
kakak, saya sedang sibuk-sibuknya ingin sendiri. Maka saya memilih untuk mengusirmu
dan menyuruhmu sendiri. Dan nyatanya seiring dengan bahumu yang layu dan
punggungmu yang menjauh, satu bagian kecil di dalam hati saya hancur diinjak
keegoisan dan ketidakpedulian.
Saya benci, selalu benci saat saya berkaca lantas sedih mendapati diri yang begitu
buruk rupa dan lakunya, namun tak melakukan apa-apa untuk memperbaikinya.
Kebencian ini menjadi racun tanpa penawar dan saya sibuk sekarat, sementara obatnya
adalah kamu dan saya memilih untuk menyimpanmu dalam lemari yang pengap.
Tapi ketahuilah, Saat kamu diam, telinga saya bising akan lirih tangis sendiri.
saat kamu sedih, hati saya hancur dan serpihannya bertumpuk memenuhi langit-langit.
Saat kamu terluka, saya sudah tenggelam dalam darah yang mengalir dari tiap sudutsudut rasa bersalah.
Saya seharusnya ada untukmu, sebelum semesta tertawa dan berkata waktu kita telah
habis.

Saya seharusnya menemanimu, sebab saya sungguh tak mau kamu pergi ke tempat
yang salah sendirian, dan kembali dalam rupa kesalahan dan penyesalan.
Saya seharusnya memberitahumu bahwa saya sayang padamu, agar kamu tahu
seburuk apa pun masa lalumu, mereka sudah jauh tertinggal di belakang dan kamu
sekarang berbahagia bersama kami. Saya seharusnya baik padamu, dik, semata-mata
karena setiap tatapan sedihmu adalah racun yang mengalir dan setiap detiknya adalah
siksa.
Namun pada akhirnya pemandangan yang kita lihat selalu sama. Kamu di sana tanpa
teman, dan saya sibuk menangis sendirian.
Mengabaikanmu adalah sesal yang tidak akan pernah selesai.
Tapi percayalah,
Aku menyayangimu dan menginginkan kita lebih baik dari ini.

Anda mungkin juga menyukai