Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE

A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Stroke atau Cerebral Vaskuler Accident (CVA) adalah gangguan dalam
sirkulasi intraserebral yang berkaitan vascular insufficiency, thrombosis, emboli,
atau perdarahan (Widagdo, 2008).
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya
suplai darah ke bagian otak. Sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskular
selama beberapa tahun (Smeltzert & Bare, 2002).
Stroke merupakan suatu ganguan neurologik fokal yang dapat timbul
sekunder dari suatu proses patologi pada pembuluh darah serebral, misalnya
trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vaskuler dasar,
misalnya aterosklerosis, arteritis, trauma, aneurisme dan kelainan perkembangan
(Price & Wilson, 1995).
Definisi WHO: stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi serebral, baik lokal maupun menyeluruh (global),
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain gangguan vaskuler (Hendro Susilo, 2000).
Dari beberapa pendapat tentang stroke diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa pengertian stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang
disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah karena emboli,
thrombosis, atau perdarahan serebral sehinga terjadi penurunan aliran darah ke
otak yang timbulnya secara mendadak.
2. Klasifikasi
Klasifikasi stroke dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Berdasarkan keadaan patologis
1) Stroke iskemia (Non Haemorhagic Stroke)
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya terjadi
saat setelah lama beristrahat, baru bangun tidur atau dipagi hari. Tidak
terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia
1

dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.


Iskemia terjadi akibat suplay darah ke jaringan otak berkurang, hal ini
disebabkan karena obstruksi total atau sebagian pembuluh darah otak.
2) Stroke haemorhagic
Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subarakhnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak
tertentu. Biasanya terjadi pada saat pasien melakukan aktivitas atau saat
aktif, namun juga pada kondisi istirahat.
Stroke haemorhagic adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara
spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena
pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler (Djoenaidi Widjaja et.al,
1994). Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a) Perdarahan intraserebri (PIS)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan
edema

otak.

Peningkatan

TIK

yang

terjadi

cepat,

dapat

mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan


intraserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai didaerah
putamen, talamus, posn, dan serebellum.
b) Perdarahan subarakhnoid (PSA)
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi
willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.
Pecahnya arteri dan keluarhya keruang subarakhnoid menyebabkan
TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan
vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak
global

(nyeri

kepala,

penurunan

kesadaran)

maupun

fokal

(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya).


Perbedaaan antara stroke nonhemoragik dengan stroke hemoragik
Gejala (anamnesis)
Awitan (onset)

Stroke Nonhemoragik
Sub-akut kurang

Stroke Hemoragik
Sangat akut/mendadak

Waktu (saat terjadi awitan)


Peringatan
Nyeri kepala
Kejang
Muntah
Kesadaran menurun

Pemeriksaan darah pada LP


Rontgen

Mendadak
Bangun pagi/istrahat
+ 50% TIA
+/Kadang sedikit
+/Hari ke-4
Tanda adanya aterosklerosis
diretina, koroner, perifer.
Emboli pada kelainan katub,
fibrasi, bising karotis
+

Angiografi

Oklusi, stenosis

CT scan

Densitas berkurang (lesi


hipodensi)

Oftalmoskop

Fenomena silang
Silver wire art

+
Kemungkinan pergeseran
glandula pineal
Aneurisma, AVM, massa
intrahemisfer/vasospasme
Massa intrakranial
densitas bertambah
(massa hiperdensi)
Perdarahan retina atau
korpus vitreum

Normal
Jernih
< 250/mm3

Meningkat
Merah
>1000 mm3

Oklusi
Di tengah

Ada pergeseran
Bergeser dari bagian
tengah

Koma/kesadaran menurun
Kaku kuduk
Tanda kernig
Edema pupil
Perdarahan retina
Bradikardi
Penyakit lain

Lumbal pungsi
Tekanan
Warna
Eritrosit
Arteriografi
EEG

Saat aktivitas
+++
+
+
+++
+++
++
+
+
+
Sejak awal
Hampir selalu hipertensi,
aterosklerosis, penyakit
jantung hemolisis

b. Berdasarkan perjalanan penyakit


1) Transient Iskemik Attack (TIA)
Merupakan gangguan neurologi fokal yang timbul secara tiba-tiba dan
menghilang dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Gejala yang
muncul akan hilang secara spontan dalam waktu kurang dari 24 jam.
2) Progresif (Stroke in Evolution)
Perkembangan stroke terjadi perlahan lahan sampai akut munculnya
gejala makin memburuk. Proses progresif beberapa jam sampai beberapa
hari.
3) Stroke lengkap (Stroke Complete)
3

Gangguan neurologik yang timbul sudah menetap atau permanen,


maksimal sejak awal serangan dan sedikit memperlihatkan perbaikan.

3. Etiologi
Kondisi penyebab stroke adalah: (Smeltzert & Bare, 2002)
a. Thrombus
Arteriosklerosis serebral dan pelambatan sirkulasi serebral adalah penyebab
utama trombosis serebral yang penyebab paling umum dari stroke. Tandatanda thrombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang tidak
umum. Secara umum thrombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba dan
kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parasthesia pada setengah
tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.
b. Emboli
Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis inefektif.
Penyakit jantung rheumatic dan infark miokard, serta infeksi pulmonal adalah
tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral
tengah atau cabangcabangnya, yang merusak sirkulasi serebral. Awitan
hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan atau tanpa afasia atau
kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal
adalah karakteristik dari embolisme.
c. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi
ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak. Manifestasi yang paling
umum adalah SIS (serangan iskemik sementara)
d. Perdarahan

Hemoragi dapat terjadi diluar duramater (hemoragi ekstradural) atau epidural


di bawah duramater (hemoragi subdural), di ruang sub arakhnoid (hemoragi
sub arachnoid) atau di dalam substansi otak (hemoragi intraserebral)
1) Hemoragi ekstradural
Hemoragi ekstradural biasanya diikuti fraktur tengkorak dengan robekan
arteri tengah atau arteri meninges lain. Pasien harus diatasi dalam
beberapa jam cedera untuk mempertahankan hidup.
2) Hemoragi subdural
Hemoragi subdural (termasuk hemoragi subdural akut) pada dasarnya
sama dngan hemoragi epidural, kecuali bahwa hematom subdural
biasanya jembatan vena robek. Karenya, periode pembentukan hematoma
lebih lama (interval jelas lebih lama) dan menyebabkan tekanan pada
otak.
3) Hemoragi subarachnoid
Hemoragi subarachnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme
pada area sirkulus willisi dan malformasi arteri-vena kongenital pada
otak.
4) Hemoragi intraserebral
Hemoragi atau perdarahan di substansi dalam otak paling umum pada
pasien dengan hipertensi dan atherosclerosis serebral, karena perubahan
degeneratif, karena penyakit ini biasanya pada usia 40 s/d 70 tahun. Pada
orang yang lebih muda dari 40 tahun, hemoragi intraserebral biasanya
disebabkan oleh malformasi arterivena , hemongioblastoma dan trauma,
juga disebabkan oleh type patologi arteri tertentu, adanya tumor otak dan
penggunaan medikasi (anti koagulan oral, amfetamin dan berbagai obat
adiktif).

4. Faktor Risiko pada Stroke


Faktor risiko tarjadinya stroke yaitu: (Smeltzert & Bare, 2002)
a. Hipertensi merupakan faktor resiko utama
b. Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung:
5

Penyakit arteri koronaria


Gagal jantung kongestif
Hipertropi ventrikel kiri
Abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium)
Penyakit jantung kongestif
c. Kolesterol tinggi
d. Obesitas
e. Peningkatan hematokrit meningkatkan risiko infark serebri.
Polisitemia (peningkatan kadar Hb) menyebabkan darah menjadi lebih kental
dengan demikian aliran darah ke otak lebih lambat
f. Diabetesdiakaitkan dengan aterogenesis terakselerasi
g. Kontraseosi oral (khususnya disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen
tinggi).
h. Merokok (rokok menimbulkan plaque pada pembuluh darah oleh nikotin
sehingga terjadi aterosklerosis).
i. Penyalahgunaan obat
j. Konsumsi alkohol
5. Patofisiologi
Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai persediaan
suplai oksigen. Pada saat terjadi anoksia sebagaimana pada cva, metabolism
serebral akan segera mengalami perubahan dan kematian sel dan kerusakan
permanen dapat terjadi dalam 310 menit. Banyak kondisi yang merubah perfusi
serebral yang akan menyebabkan hipoksia atau anoksia. Hipoksia pertama kali
menimbulkan iskemia. Iskemia dalam waktu singkat (kurang dari 1015 menit)
menyebabkan deficit sementara. Iskemia dalam waktu yang lama menyebabkan
kematian sel permanen dan infark serebral dengan disertai edema serebral.
Tipe deficit fokal permanen akan tergantung pada daerah otak yang
dipengaruhi. Daerah otak yang dipengaruhi tergantung pada pembuluh darah
serebral yang dipengaruhi. Paling umum pembuluh darah yang dipengaruhi adalah
middle cerebral arteri, yang kedua adalah arteri karotis interna.
Strok trombotik, adalah tipe stroke yang paling umum, dimana sering
dikaitkan dengan aterosklerotik dan menyebabkan peyempitan lumen arteri,
sehingga menyebabkan gangguan suplai darah yang menuju ke otak. Fase awal
dari thrombus tidak selalu menyumpat komplit lumen. Penyumbatan komplit
dapat terjadi beberapa jam. Gejala-gejala dari cva akibat thrombus terjadi selama
tidur atau segera setelah bangun tidur. Hal ini berkaitan pada orang tua aktifitas
6

simpatisnya menurun dan sikap berbaring menyebabkan menurunnya tekanan


darah, yang akan menimbulkan iskemia otak. Pada orang ini biasanya mempunyai
hipotensi postural atau buruknya reflex terhadap perubahan posisi. Tanda dan
gejala sering memperlihatkan keadaan yang lebih buruk pada 48 jam pertama
setelah thrombosis.
Stroke embolik, yang disebabkan embolus adalah penyebab umum kedua
dari stroke. Klien yang mengalami stroke akibat embolus biasanya usianya lebih
mudah dan paling umum embolus berasal daritrombus jantung. Miokardial
thrombus paling umum disebabkan oleh penyakit jantung rheumatic dengan mitral
stenosis atau atrial fibrilasi. Penyebab yang lain stroke emboli adalah lemak,
tumor sel embolik, septic embolik, eksudat dari subakut bacterial endokarditis,
emboli akibat pembedahan jantung atau vaskuler.
Transient Ischemic Attack (TIA) berkaitan dengan iskemik serebral
dengan disfungsi neurologi sementara. Disfungsi neurologi dapat berupa hilang
kesadaran dan hilangnya seluruh fungsi sensorik dan motorik, atau hanya ada
deficit fokal. Deficit paling umum adalah kelemahan kontralateral wajah, tangan,
lengan, dan tungkai, disfasia sementara dan beberapa gangguan sensorik.
Serangan iskemik berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam.
6. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala stroke tergantung pada luas dan lokasi yang dipengaruhinya.
Arteri serebral yang tersumbat oleh thrombus atau embolus dapat memperlihatkan
tanda dan gejala sebagai berikut:
a. Sindrom arteri serebral media
1) Hemiplegia (placid pada muka, lengan dan tungkai pada sisi kontra
lateral)
2) Gangguan sensorik (pada daerah yang sama sebagai hemiplegic)
3) Afasia (afasia global jika hemisfer dominan yang dipengaruhi)
4) Homonymous hemianoksia
5) Bingung sampai dengan koma (makin buruk tingkat kesadaran)
6) Ketidakmampuan menggerakan mata terhadap sisi yang paralisis)
7) Denial paralisis
8) Kemungkinan pernapasan cheyenstokes
9) Sakit kepala
10) Parese vasomotor
b. Sindrom arteri serebral anterior
7

1)
2)
3)
4)
5)

Paralisis dari telapak kaki dan tungkai


Gangguan dalam berjalan
Parese kontralateral dari lengan
Kontralateral grasp reflex dan sucking reflex
Hilang fungsi sensorik secara berlebihan pada ibu jari kaki, telapak kaki

dan tungkai.
6) Abulia (ketidakmampuan

melakukan

kegiatan,

pergerakan

yang

terkontrol atau membuat keputusan)


7) Gangguan mental
8) Serebral paraplegi (bila keduanya dipengaruhi) sering dikombinasi
dengan ataksia dan akinetik mutism
9) Inkontinen urin (biasanya berlangsung beberapa minggu)
c. Sindrom arteri serebral posterior
1) Daerah perifer:
Homonymous hemianopsia
Beberapa kelainan penglihatan seperti: buta warna, kurang dalam
persepsi, kegagalan dalm melihat objek pada lokasi yang tidak sentral,
halusinasi penglihatan.
Berkurangnya daya ingat
Berkeringat
2) Daerah pusat
Jika thalamus yang dipengaruhi, aka nada sensorik yang hilang dari
seluruh modalitas, nyeri spontan, intensional tremor dan hemiparisis
ringan.
Jika serebral penduncle yang dipengaruhi aka nada sindrom webers
(kelumpuhan saraf okulamotorik) dengan kontralateral hemiplegia).
Jika batang otak dipengaruhi akan mempengaruhi conjunggate gaze
nistagmus dan ketidaknormalan pupil dengan gejala-gejala yang lain
berupa tremor postural, ataksia.
d. Sindrom arteri carotis internal
1) Berulangnya serangan kebutaan atau penglihatan kabur pada ipsilateral
mata
2) Parastesia dan kelemahan lengan kontralateral wajah dan tungkai.
3) Hemiplegia dengan hilangnya sensorik secra komplik dan hemianopsia.
4) Kemungkinan atropi saraf optic pada mata ipsilateral
5) Dispasia intrmitten.
e. Sindrom arteri serebral inferior posterior
1) Disfagia dan disarthria.
2) Hilangnya rasa nyeri dan tempertau pada bagian sisi ipsilateral dari wajah
3) Hilangnya rasa nyeri dan temperature pada sisi tubuh dan tungkai
8

4) Nistagmus horisotal
5) Sindroma horners ipsilateral
6) Tanda-tanda serebellar (ataksia dan vertigo)
f. Sindrom arteri serebral inferior anterior
1) tuli dan tinnitus
2) Paralisis wajah
3) Hilangnya sensasi pada wajah
4) Syndrome horners
5) Tanda-tanda serebellar (ataksia dan nistagmus) sisi kontralateral
6) Gangguan sensasi nyeri dan temperature pada tubuh dan tungkai
7) Nistagmus horizontal.
7. Komplikasi
a. Hipoksia serebral
b. Penurunan aliran darah serebral
c. Embolisme serebral.
8. Perbandingan Stroke Hemisferik Kiri dan Kanan
Stroke Hemisferik Kiri
Paralisis tubuh kanan

Stroke Hemisferik Kanan


Paralisis sisi kiri tubuh

Defek lapang pandang kanan

Defek lapang pandang kiri

Afasia (ekspresif, reseptif, atau global)

Defisit persepsi-khusus

Perubahan kemampuan intelektual

Peningkatan distraktibilitas

Perilaku lambat dan kewaspadaan

Perilaku impulsif dan penilaian buruk


Kurang kesadaran terhadap defisit

9. Pemeriksaan Penunjang
a. Angiografi serebral

membantu menentukan penyebab stroke secara

spesifik, seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau
rupture
9

b. Scan CT : memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya


infark
c. Pungsi lumbal : menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada
thrombosis, emboli serebral dan tia. Tekanan meningkat dan cairan yang
mengadung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid dan
perdartahan intra cranial
d. MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoraghik, malformasi
arteriovena (mva)
e. Ultrasonografi doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah
system arteri karotis, arteriosklerotik)
f. EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan
mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
g. Sinar X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
darah yang berlawanan dari massa yang meluas; kalsifikasi karotis interna
terdapat pada trombosis serebral ; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada
perdarahan subarachnoid.

10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis pada klien dengan stroke meliputi:
a. Non pembedahan
1) Terapi antikoagulan. Kontraindikasi pemberian terapi antikoagulan pada
koagulan pada klien dengan riwayat ulkus, uremia dan kegagalan hepar.
Sodium heparin diberikan secara subkutan atau melalui iv drips.
2) Phenytonin (dilantin) dapat digunakan untuk mencegah kejang.
3) Enteris-coated, misanya aspirin dapat digunakan lebih dulu untuk
menghancurkan trombotik dan embolik.
4) Epsilon-aminocaproic (amicar) dapat digunakan untuk stabilkan bekuan
diatas anurisme yang rupture.

10

5) Kalsium channel blocker (nimodipine) dapat diberikan untuk mengantasi


vasospasme pembuluh darah.
b. Pembedahan
1) Karotik endarterektomi untuk mengangkat plaque aterosklerosis.
2) Superior temporal arteri-middle serebral arteri anastomisis dengan
melalui daerah yang tersumbat dan menetapkan kembali aliran darah
pada daerah yang dipengaruhi.

B. KONSEP KEPERAWATAN
Data yang dikumpulkan akan bergantung pada letak, keparahan, dan durasi patologi:
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralysis (hemiplegia).
Merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/kejang otot)
Tanda : Gangguan tonus otot (flaksid, spastis); paralitik (hemiplegia), dan
terjadi kelemahan umum.
Gangguan penglihatan.
Gangguan tingkat kesadaran.
2. Sirkulasi
Gejala:

Adanya penyakit jantung (MI, rheumatic/penyakit jantung vaskuler,


GJK, endokarditis bacterial), polisitemia, riwayat hipertensi postural

Tanda:

Hipertensi arterial (dapat ditemukan/ terjadi pada stroke) sehubungan


dengan adanya embolisme/ malformasi vaskuler
Nadi : Frekuensi dapat bervariasi (karena ketidakstabilan fungsi
jantung/kondisi jantung, obat-obatan, efek stroke pada pusat
vasomotor).
Disritmia, perubahan EKG.
11

Desiran pada karotis, femoralis dan arteri iliaka/aorta yang abnormal.


3. Integritas Ego
Gejala:

Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.

Tanda:

Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira.

4. Eliminasi
Gejala:

Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urine, anuria


Distensi abdomen (distensi kandung kemih berlebihan), bising usus
negatif
(ileus paralitik)

5. Makanan/Cairan
Gejala:

Nafsu makan hilang.


Mual muntah selama fase akut (peningkatan TIK).
Kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi dan tenggorok,
disfagia.
Adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.

Tanda :

Kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan faringeal).


Obesitas (faktor resiko).

6. Neurosensori
Gejala :

Sinkope/pusing (sebelum serangan CSV/selama TIA).


Sakit kepala; akan sangat berat dengan adanya perdarahan
intraserebral.
atau subarachnoid.
Kelemahan/kesemutan kebas .
Penglihatan menurun, seperti buta total, diplopia, kehilangan daya
lihat sebagian.

12

Sentuhan : hilangnya rangsang sensorik kontralateral (pada sisi tubuh


yang berlawanan) pada ekstremitas dan kadang-kadang ipsilateral
(yang satu sisi) pada wajah.
Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Tanda:

Status mental / tingkat kesadaran : biasanya terjadi koma pada tahap


awal hemoragis; gangguan tingkah laku (letargi, apatis, menyerang);
gangguan fungsi kognitif (penurunan memori, pemecahan masalah).
Ekstremitas: kelemahan, paralysis, genggaman tidak sama, refleks
tendon melemah secara kontralateral pada wajah terjadi paralysis ata
parese (ipsilateral).
Afasia : gangguan atau kehilangan fungsi bahasa mungkin afasia
motorik, reseptif (afasia sensorik).
Kehilangan kemampuan untuk mengenali/menghayati masuknya
rangsang visual, pendengaran, taktil, gannguan persepsi.
Ukuran/reaksi pupil tidak sama, dilatasi atau miosis pupil ipsilateral
Kekakuan nukal (karena perdarahan), kejang (karena adanya
pencetus perdarahan).

7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala:

Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena arteri


karotis terkena).

Tanda : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot / fasia
8. Pernapasan
Gejala :

Merokok (faktor resiko)

Tanda :

Ketidakmampuan menelan/batuk/hambatan jalan napas


Timbulnya pernapasan sulit/tak teratur
Suara napas terdengar/ronkhi (aspirasi sekresi)

9. Keamanan

13

Tanda :

Motorik/sensorik: masalah dengan penglihatan


Perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh (stroke kanan).
Kesulitan untuk melihat obyek dari sisi kiri (pada stroke kanan).
Hilang kewaspadaan terhadapa bagian tubuh yang sakit
Tidak mampu mengenali obyek, warna, kata dan wajah yang pernah
dikenalnya dengan baik.
Gangguan berespons terhadap panas dan dingin / gangguan regulasi
suhu tubuh (mandiri).
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap
keamanan, tidak sabar / kurang kesadaran diri (stroke kanan)

10. Interaksi Sosial


Tanda :

Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi

11. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian
kontrasepsi oral, kecanduan alcohol.
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 7,3 hari

PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Meningkatkan perfusi dan oksigenasi serebral yang adekuat.
2. Meminimalkan komplikasi dan ketidakmampuan yang bersifat permanen.
3. Membantu pasien untuk menemukan kemandiriannya dalam melakukan aktifitas
sehari-hari.
4. Memberikan

informasi

tentang

proses

tindakan/rehabilitasi.

14

penyakit/prognosis

dan kebutuhan

TUJUAN PEMULANGAN
1. Fungsi

serebral

membaik/meningkat,

penurunan

fungsi

neurologis

dapat

diminimalkan
2. Komplikasi dapat dicegah atau diminimalkan
3. Proses dan prognosis penyakit serta pengobatannya dapat dipahami.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang mungkin timbul :
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah;
gangguan oklusif, hemoragi; vasospasme serebral, edema serebral.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuscular:
kelemahan, parastesia; flaksid/paralysis hipotonik (awal) ; paralysis spastis
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi
serebral; kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus/kontrol otot fasial/oral;
kelemahan/kelelahan umum
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi sensori,
transmisi, integrasi (trauma neurologist atau deficit), stress psikologis
(penyempitan lapang perceptual yang disebabkan oleh ansietas).
5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuscular,
penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control/koordinasi otot.
Kerusakan perceptual/kognitif. Nyeri/ketidaknyamanan. depresi

15

6. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial,


perceptual kognitif
7. Resiko

terhadap

kerusakan

menelan

berhubungan

dengan

kerusakan

neuromuscular/perceptual
8. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan dengan
kurang pemajanan, keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi informasi,
kurang mengingat, tidak mengenal sumber-sumber informasi.

INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan serebral
Tujuan : Klien akan memperlihatkan perfusi jaringan yang adekuat
Intervensi:
a. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan/penyebab khusus
selama koma/penurunana perfusi serebral dan potensial terjadinya
peningkatan TIK
R/ : Mempengaruhi penetapan intervensi
b. Pantau/catat status neurologist sesering mungkin dan bandingkan dengan
keadaan normalnya/standar
R/ : Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas dan kemajuan/resolusi
peningkatan kerusakan SSP
c. Pantau tanda-tanda vital

16

R/ ; Variasi mungkin terjadi karena tekanan/trauma serebral pada daerah


vasomotor otak
d. Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksinya terhadap
cahaya
R/ : Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) dan berguna
dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih baik
e. Pertahankan keadaan tirah baring; ciptakan lingkungan yang tenang; batasi
pengunjung / aktivitas pasien sesuai indikasi
R/ : Aktivitas / stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan TIK
f. Letakkan kepala dengan posisi gak ditinggikan dan dalam posisi anatomis
(netral)
R/ : Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan
meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral.
g. Berikan oksigen sesuai indikasi
R/ : Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi serebral
dan tekanan meningkat / terbentuknya edema
2. Gangguan mobilitas fisik
Tujuan : mempertahankan / meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh
yang terkena atau kompensasi
Intervensi :
a. Kaji kemampuan secara fungsional / luasnya kerusakan awal dan dengan
cara yang teratur.

17

R/ : Mengidentifikasi kekuatan / kelemahan dan dapat memberikan


informasi mengenai pemulihan
b. Ubah posisi minimal setiap 2 jam
R/ : Menurunkan resiko terjadinya trauma / iskemia jaringan
c. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas saat masuk
R/ : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontraktur
d. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan
ambulasi pasien
R/ : Program yang khusus dapat dikembangkan untuk menemukan
kebutuhan yang berarti / menjaga kekurangan tersebut dalam
keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan
e. Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki
(footboard) selama periode paralisis flaksid.
R/: Mencegah kontraktur/foot drop dan memfasilitasi kegunaannya jika
berfungsi kembali.
f. Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema atau tanda lain dari
gangguan sirkulasi
R/: Jaringan yang mengalami edema lebih mudah mengalami trauma dan
penyembuhannya lambat.
g. Inspeksi kulit terutama di daerah menonjol secara teratur.
R/: Tekanan pada daerah yang menonjol paling berisiko untuk terjadinya
penurunan perfusi atau iskemia. Stimulasi sirkulasi dan memberikan
18

bantalan membantu mencegah kerusakan kulit dan berkembangnya


dekubitus.
3. Kerusakan Komunikasi verbal
Tujuan: Klien akan bekomunikasi secara efektif.
Intervensi:
a. Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata atau
mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri
R/ : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang
terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses
komunikasi
b. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti buka mata,
tunjuk ke pintu) ulangi dengan kata/kalimat sederhana.
R/ : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik (afasia
sensorik)
c. Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis,
gambar
R/ : Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan /
deficit yang mendasarinya
d. Konsultasikan dengan / rujuk kepada ahli terapi wicara
R/ : Pengkajian secara individual kemampuan bicara dan sensori, motorik
dan kognitif berfungsi untuk mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan
terapi
e. Minta pasien untuk menulis nama atau kalimat yang pendek. Jika tidak
dapat menulis untuk membaca kalimat yang pendek.
19

R/: Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam membaca


yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian dari afasia sensorik
dan afasia motorik.
f. Anjurkan pengunjung/orang terdekat mempertahankan usahanya untuk
berkomunikasi dengan pasien.
R/: Mengurangi isolasi social pasien dan meningkatkan pencitaan
komunikasi yang efektif.
4. Perubahan persepsi sensori
Tujuan: klien akan beradptasi dengan menurunnya penglihatan, kompensasi
terhadap perubahan sensorik dan terhindari dari cedera.
Intervensi:
a. Lihat kembali prosedur patologis kondisi individual
R/ : Kesadaran akan tipe/daerah yang terkena membantu dalam mengkaji
deficit spesifik dan perawatan
b. Evaluasi adanya gangguan penglihatan
R/: Munculnya gangguan penglihatan dapat berdampak negative terhadap
kemampuan pasien untuk menerima lingkungan dan mempelajari
kembali keterampilan motorik dan meningkatkan resiko terjadinya
cedera
c. Ciptakan

lingkungan

yang

sederhana,

pindahkan

perabot

yang

membahayakan
R/ : membatasi jumlah stimulasi penglihatan yang mungkin dapat
menimbulkan

kebingungan

terhadap

munurunkan resiko terjadinya kecelakaan


20

interpretasi

lingkungan,

d. Kaji kesadaran sensorik, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul.


R/: penurunan kesadaran terhadap sensori dan kerusakan perasaan kinetic
berpengaruh buruk terhadap keseimbangan/posisi tubuh dan kesesuaian
dari gerakan yang menganggu ambulasi, meningkatkan risiko
tarjadinya trauma.
e. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan
R/: membantu melati kembali jaras sensorik untuk mngintegrasikan persepsi
dan interpretasi stimulasi.
f. Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan sesuai kebutuhan
R/: menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan
yang berhubungan dengan sensori berlebihan
g. Bicara dengan tenang, perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek.
Pertahankan kontak mata
R/: pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian atau
masalah pemahaman.tindakan ini dapat membantu pasien untuk
berkomunikasi
5. Kurang perawatan diri
Tujuan: klien akan mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup untuk
memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan
sehari-hari

21

R/ : membantu dalam mengantisipasi pemenuhan kebutuhan secara


individual
b. Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat melakukan sendiri, tetap
berikan bantuan sesuai kebutuhan
R/: adalah penting bagi pasien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk
diri sendiri untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan.
c.

Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan
R/: meningkatkan perasaan makna diri

d. Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan kembalikan pada kebiasaan


pola normal tersebut
R/: mengkaji perkembangan program latihan dan membantu dalam
pencegahan konstipasi dan sembelit
e. Kolaborasi pemberian obat suppositoria dan pelunak feses
R/: Mungkin dibutuhkan pada awal untuk membantu menciptakan /
merangsang fungsi defekasi teratur
6. Gangguan harga diri
Tujuan: klien mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi.
Intervensi:
a. Kaji

luasnya

gangguan

persepsi

dan

hubungkan

dengan

derajat

membantu

dalam

ketidakmampuannya
R/:

penentuan

factor

faktor

secara

individu

mengembangkan perencanaan asuhan/pilihan intervensi


22

b. Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya termasuk rasa


bermusuhan dan peasaan marah
R/: mendemonstrasikan penerimaan / menbantu pasien untuk mengenal dan
mulai memahami perasaan
c. Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik
R/: Membantu peningkatan harga diri dan control atas salah satu bagian
kehidupan
d. Dorong orang terdekat agar memberi kesempatan pada klien untuk
melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.
R/: membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggaan diri
dan meningkatkan proses rehabilitasi.
e. Berikan

dukungan

terhadap

perilaku/usaha

seperti

meningkatkan

minat/partisipasi pasien dalam kegiatan rehabilitasi


R/: mengisyaratkan kemungkinan adaptasi untuk mengubah dan memahami
tentang peran diri sendiri dalam kehidupan selanjutnya.
f. Berikan penguatan terhadap penggunaan alat-alat adaptif.
R/: meningkatkan kemandirian, menurunkan ketergantungan terhadap orang
lain untuk memenuhi kebutuhan fisik dan pasien dapat bersosialisasi lebih
aktif lagi.
7. Risiko kerusakan menelan
Tujuan: klien mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi individual
dengan aspirasi tercegah
Intervensi :
23

a. Tinjau ulang kemampuan menelan pasien secara individual


R/ : Intervensi nutrisi / pilihan rute makan ditentukan oleh factor-faktor
tersebut
b. Letakkan pasien pada posisi duduk/tegak selama dan setelah makan
R/: menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan dan
menurunkan risiko terjadinya aspirasi
c. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
R/: memberikan stimulasi sensori yang dapat mencetuskan usaha untuk
menelan dan meningkatkan pemasukan.
d. Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang
R/: pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanay
distraksi/gangguan dari luar.
e. Mulai untuk memberikan makanan per oral setengah cair, makanan lunak
ketika pasien dapat menelan air
R/: Makanan lunak / cairan kental lebih mudah untuk mengendalikan ke
dalam mulut, menurunkan resiko terjadinya aspirasi
f. Anjurkan pasien untuk menggunakan sedotan untuk meminum cairan
R/: menguatkan otot pasial dan otot menelan dan menurunkan terjadinya
tersedak.
g. Anjurkan orang terdekat untuk membawa makanan kesukaan pasien
R/: menstimulasi upaya makan dan meningkatkan upaya menelan/masukan

24

h. Pertahankan masukan dan haluaran dengan akurat, catat jumlah kalori yang
masuk
R/: jika usaha menelan tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan cairan
dan makanan harus dicarikan metode alternative untuk makan
i. Kolaborasi pemberian cairan melalui IV atau makanan melalui selang
R/: mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga
makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu dalam
mulut
8. Kurang pengetahuan
Tujuan: klien mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/prognosis dan
aturan teaupetik.
Intervensi:
a. Evaluasi tipe / derajat dari gangguan persepsi sensori
R/: Defisit mempengaruhi pilihan metode pengajaran dan isi / kompleksitas
instruksi
b. Diakusiakan keadaan patologis yang khusus dan kekuatan pada individu
R/: membantu dalam membangun harapan yag relistis dan meningkatkan
pemahman terhadap keadaan dan kebutuhan saat ini.
c. Tinjau ulang ketrbatasan saat ini dan diskusikan rencana/kemungkinan
melakukan aktivitas
R/: Meningkatkan pemahaman, memberikan harapan pada masa dating dan
menimbulkan harapan dar keterbatasa hidup secara normal

25

d. Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri


R/: Berbagai tingkat bantuan mungkin diperlukan / perlu direncanakan
berdasarkan pada kebutuhan secara individual.
e. Identifikasi faktor-faktor resiko secara individual
R/: meningkatkan kesehatan secara umum dan mungkin menurunkan resiko
kambuh
f. Tinjau ulang/pertegas kembali pengobatan yang diberikan
R/: aktivitas yang dianjurkan , pembatasan dan kebutuhan obat/ terapi dibuat
pada dasar pendekatan interdisiplin terkoordinasi.

26

DAFTAR PUSTAKA

Bickley. 2008. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates. EGC: Jakarta.

Doenges, Moorhouse & Geissler. 1999. Rencana asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. EGC: Jakarta.

Guyton & Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi kedokteran. Edisi 11. EGC: Jakarta.
Harsono. 2007. Kapita Selekta Neurologi. Edisi 6. Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta.

Lumbantobing. 2008. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental. FKUI: Jakarta.
Mardjono & Sidarta. 2006. Neurologi Klinik Dasar. Dian Rakyat: Jakarta.
27

Muttaqin, Arif. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
persarafan. Salemba Medika. Jakarta.

Price & Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Buku 2. Edisi
4. EGC: Jakarta.

Sutedjo. 2009. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Edisi Revisi. Amara Books Puri Arsita A6: Yogyakarta.

Silbernagl & Lang. 2007. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta.
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3. Edisi 8. EGC:
Jakarta.

28

Anda mungkin juga menyukai