YULITA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ABSTRACT
YULITA. Landuse Change Assessment in Tin Mining Area in Bangka Tengah
Regency. Under direction of DARMAWAN and KOMARSA GANDASASMITA
This research has been performed in order to evaluate the landuse change in
Bangka Tengah Regency and it association with tin mining activities and to
access the pattern and driving forces of the landuse change. Multitemporal remote
sensing data were used to analyze the dynamics of land use changes. Landsat
satellite images of 2000, 2004 and 2010 were used to interprete ten classes of land
use using the Geographical Information System (GIS) and Multiple Regression
Analysis were used to access the driving force of the landuse change. The results
show many changes among the land use in the year between 2000 and 2010. The
highest rate of changes is observed in estate area which increased by 6 612.50 ha
per year. The lowest rate of changes is observed in shrub area which decreased by
7 062.50 ha per year. Tin mining area increased by 8.1% per year (1 315 ha per
year) and on the other hand forest decreased by 4.9% per year (601 ha per year) in
the year between 2000 and 2010. In this case, index of regional growth and tin
reserves is the significant factor that caused changes in land uses.
Keywords :
RINGKASAN
YULITA. Perubahan Penggunaan Lahan dalam Hubungannya dengan Aktivitas
Pertambangan di Kabupaten Bangka Tengah. Dibimbing oleh DARMAWAN dan
KOMARSA GANDASASMITA.
Aktivitas penambangan timah di Pulau Bangka sudah dimulai sejak awal
abad XVIII, bahkan tahun 1826 timah dari Bangka telah menjadi bagian dari
perdagangan dunia (Budimanta 2007). Setelah kemerdekaan Republik Indonesia
pengelolaan tambang timah yang sebelumnya dikuasai oleh penjajah Belanda
diambil alih Pemerintah Indonesia yang kemudian membentuk suatu badan usaha
milik Negara, saat ini dikenal dengan PT Timah, untuk mengelola lahan tambang
yang yang tersebar di beberapa kepulauan di Indonesia termasuk Pulau Bangka.
Aktivitas pertambangan skala besar di Kabupaten Bangka Tengah tidak
hanya dilakukan oleh badan usaha bentukan pemerintah tersebut namun juga oleh
perusahaan swasta joint venture antara Pemerintah Indonesia dengan Australia
yaitu PT Kobatin. Krisis moneter di Indonesia yang terjadi pada akhir tahun 1990
menyebabkan terjadinya peningkatan nilai tukar dolar terhadap rupiah, namun
untuk ekspor timah hal tersebut justru menguntungkan sehingga mendorong
penambangan tidak hanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar namun
juga oleh masyarakat umum. Disisi lain, pemberlakuan undang-undang otonomi
daerah juga menjadi salah satu faktor meluasnya aktivitas pertambangan di
kalangan masyarakat umum.
Daya tarik finansial yang diperoleh dari aktivitas pertambangan ini menjadi
sebab bagi penduduk di luar Pulau Bangka untuk datang dengan maksud
menambang timah di wilayah ini, tetapi meningkatnya harga beberapa komoditas
perkebunan seperti lada, sawit dan karet menyebabkan masyarakat tidak hanya
menambang timah tetapi juga mengembangkan perkebunan. Meningkatnya
aktivitas masyarakat di bidang pertambangan menyebabkan meluasnya lahan
tambang, disisi lain juga berdampak terhadap meningkatnya permintaan akan
lahan pemukiman, lahan perkebunan dan lahan penunjang kebutuhan hidup
lainnya. Permintaan akan lahan tersebut dipenuhi dari lahan yang nilai land rentnya lebih rendah seperti lahan tambang yang dibuka di lahan terbuka atau semak
belukar atau dari lahan yang biaya pengelolaannya lebih tinggi misalnya lahan
tambang yang dibuka di perkebunan.
Maraknya aktivitas penambangan ini diduga menjadi salah satu faktor
utama yang menyebabkan berubahnya penggunaan lahan di Kabupaten Bangka
Tengah. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dinamika,
pemusatan dan faktor penyebab utama perubahan penggunaan lahan periode tahun
2000-2010, serta hubungan aktivitas pertambangan dengan perubahan
penggunaan lahan di Kabupaten Bangka Tengah.
Klasifikasi penggunaan lahan Kabupaten Bangka Tengah diperoleh dari
interpretasi citra landsat tahun 2000, 2004 dan 2010 pada kombinasi band 5, 4,
dan 2 (RGB). Analisis perubahan penggunaan lahan setiap tahun dilakukan
dengan cara membuat matriks transformasi yang dapat mendeteksi perubahan
penggunaan lahan tertentu ke penggunaan lahan lainnya. Pemusatan perubahan
penggunaan lahan di tingkat desa diamati secara spasial dan dilengkapi dengan
YULITA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Baba Barus, MSc
Judul Tesis
Nama
NRP
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat
dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2010 ini adalah
Perubahan Penggunaan Lahan dalam hubungannya dengan Aktivitas
Pertambangan di Kabupaten Bangka Tengah.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada Bapak Dr. Ir. Darmawan, M.Sc selaku
ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc selaku
anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan dan bimbingan yang
diberikan mulai dari tahap awal hinga penyelesaian tesis ini, serta kepada penguji
luar komisi sekaligus Sekretaris Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB
Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc yang telah memberikan koreksi dan masukan bagi
penyempurnaan tesis ini. Penghargaan dan terima kasih juga penulis haturkan
kepada Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku Ketua Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah IPB beserta segenap staf pengajar dan staf manajemen
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB, Pemerintah Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung yang telah memberikan izin dan bantuan kepada penulis untuk
mengikuti program tugas belajar ini, Kepala Pusbindklatren BAPPENAS beserta
jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis. Untuk
sahabat-sahabat terbaik: Novita Salim atas semua support tak ternilai; Ardhy
Firdian untuk semua waktu terbaik dan dukungan; Mira Sofia, Hadijah Siregar,
Ivong Verawaty juga Susanto untuk support dan kebersamaan yang indah; serta
rekan-rekan PWL kelas Bappenas angkatan 2009: Dina Martha SS, Anna Buana,
Hafid Zulrizal, Gunadi, Edy Santoso, Erva Noorrahmah, Sri Jamiatul K, Diana
Fitriah dan Dwi Ratnawati Christina atas segala doa, dukungan dan
kebersamaannya selama proses belajar hingga selesai, dan pihak-pihak lain yang
tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyelesaian tesis
ini.
Akhirnya ucapan terima kasih yang setinggi-tinginya juga disampaikan
kepada orang tercinta dan seluruh keluarga di Pangkalpinang, atas segala doa,
dukungan, pengertian dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Yulita
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pangkalpinang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
pada tanggal 29 Juli 1975 dari pasangan Rusman Qori dan Rusmi sebagai anak
kedua dari enam bersaudara.
Pendidikan SD hingga SMA diselesaikan di Pangkalpinang. Tahun 2000
penulis diterima sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pertiba
jurusan Manajemen dan tahun 2003 penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri
Sipil pada Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2009 dan diterima pada Program
Studi Ilmu Perencanaan Wilayah melalui beasiswa pendidikan dari Pusat
Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana (Pusbindiklatren) Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
vii
I.
PENDAHULUAN .............................................................................
1.1 Latar Belakang .........................................................................
1.2 Perumusan Masalah...................................................................
1.3 Tujuan........................................................................
1.4 Manfaat......................................................................................
1
1
3
3
3
II.
5
5
6
7
8
III.
8
9
14
17
17
18
18
18
IV.
25
25
25
26
26
27
27
28
V.
31
31
21
21
24
ii
5.2
39
51
54
59
59
59
61
LAMPIRAN ..................................................................................................
65
5.3
5.4
VI.
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
1
26
26
28
29
32
Luas dan Persentase Penggunaan Lahan tahun 2000, 2004 dan 2010 ..
35
40
49
50
51
51
2
3
4
5
8
9
10
11
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Kerangka Pemikiran ..
18
20
25
27
31
31
32
36
37
38
11 Luas dan Persentase Luas setiap Penggunaan Lahan pada 3 (Tiga) Titik
TahunPengamatan .
39
42
45
46
51
52
53
53
54
vi
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
viii
81
82
83
84
85
86
87
88
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Aktivitas penambangan timah di Pulau Bangka sudah dimulai sejak awal
abad XVIII dengan jumlah cadangan yang cukup besar. Menurut catatan sejarah,
tahun 1826 timah dari Bangka telah menjadi bagian dari perdagangan dunia.
Ketika itu timah diekspor langsung dari Bangka memasuki pasar Amsterdam
(Budimanta 2007). Besarnya cadangan timah di Pulau Bangka ini karena secara
geologis, Pulau Bangka termasuk dalam bentangan wilayah yang disebut The
Indonesian Tin Belt (Sabuk Timah Indonesia) yang merupakan bagian dari The
Southeast Asia Tin Belt (Sabuk Timah Asia Tenggara), membujur dari daratan
Asia ke arah Thailand (Sukandarrumidi 2009).
Awalnya penambangan timah di Pulau Bangka dilakukan oleh VOC dengan
mendatangkan etnis Cina sebagai buruh karena penduduk Pulau Bangka saat itu
relatif masih sedikit (Heidhues 2008). Setelah kemerdekaan Republik Indonesia,
pengelolaan tambang timah yang sebelumnya dikuasai oleh penjajah Belanda
diambil alih Pemerintah Indonesia yang kemudian membentuk suatu badan usaha
milik negara yang saat ini dikenal sebagai PT Timah, untuk mengelola lahan
tambang yang ada di Pulau Bangka termasuk di Kabupaten Bangka Tengah.
PT Timah diberikan hak istimewa berupa hak kuasa penambangan untuk
mengelola sekaligus menguasai wilayah-wilayah yang secara de facto menjadi
wilayah penduduk setempat. Penguasaan terhadap wilayah kelola ini terwujud
melalui penerapan-penerapan aturan yang memberikan larangan kepada penduduk
setempat untuk memasuki wilayah pertambangan dan memanfaatkan lahan-lahan
pertambangan tersebut (Budimanta 2007).
Selain PT Timah, sejak awal tahun 1970 di Kabupaten Bangka Tengah juga
terdapat perusahaan joint venture antara pemerintah Indonesia dan Australia, yaitu
PT Kobatin. PT Kobatin juga diberikan hak istimewa dalam mengelola
pertambangan timah di Kabupaten Bangka Tengah (Sukandarrumidi 2009).
Awal tahun 1990, jatuhnya harga timah di pasaran dunia, ditemukannya
cadangan timah yang kaya di Brazil serta adanya substitusi komponen-komponen
yang awalnya memakai bahan baku timah merupakan faktor-faktor yang
menyebabkan PT Timah menetapkan beberapa kebijakan penting terkait
penghematan biaya produksi pada masa itu. Salah satu kebijakan tersebut adalah
dilakukannya reorganisasi dalam bentuk perampingan organisasi dan pengurangan
karyawan mejadi hanya sekitar 20% dari total karyawan sebelumnya. Selain itu
PT Timah juga menjalin hubungan kemitraan dengan pihak swasta yang disebut
Tambang Karya, dimana para mitra tersebut yang melakukan penambangan
sementara PT Timah bertindak sebagai penampung hasil tambangnya (Budimanta
2007).
Pengurangan
besar-besaran
terhadap
jumlah
karyawan
tersebut
menambang akan tetapi juga membuka lahan perkebunan, berdagang dan lain-lain
(Budimanta 2007).
Kegiatan penambangan timah skala kecil yang dilakukan di Kabupaten
Bangka Tengah semakin meningkat bahkan cenderung tidak terkendali sehingga
lahan tambang semakin meluas. Selain itu, bertambahnya penduduk di kabupaten
ini menyebabkan bertambahnya permintaan akan lahan pemukiman dan
selanjutnya juga menyebabkan bertambahnya permintaan akan lahan untuk
kebutuhan lainnya.
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut diatas dapat dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut:
1. Seberapa besar pengaruh aktivitas pertambangan terhadap perubahan
penggunaan lahan di Kabupaten Bangka Tengah?
2. Dimana terjadinya pusat perubahan penggunaan lahan tersebut?
3. Apa saja faktor utama yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan
lahan di Kabupaten Bangka Tengah?
1.3
Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas maka tujuan dari
2.
3.
4.
Menganalisis
hubungan
aktivitas
pertambangan
dengan
perubahan
penggunaan lahan.
1.4
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
lahan untuk saat ini dan masa depan, sehingga dapat terarahnya penggunaan lahan
bagi setiap orang, badan hukum dan pemerintah.
Lahan
Lahan adalah bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup
akan memberikan dampak tertentu terhadap lahan sebagai suatu bentang alam
(Gandasasmita 2001).
2.2
Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan merupakan setiap bentuk campur tangan manusia
terhadap sumber daya lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik
materil maupun spiritual (Vink 1975 dalam Gandasasmita 2001). Campur tangan
manusia ini sangat jelas terutama dalam memanipulasi kondisi ataupun prosesproses ekologi yang berlangsung pada suatu areal. Dalam penggunaan lahan ini
manusia berperan sebagai pengatur ekosistem, yaitu dengan menyingkirkan
komponen-komponen
yang
dianggap
tidak
berguna
ataupun
dengan
2.3
2.4
bahwa semakin tinggi pemukiman maka semakin tinggi proses deforestasi yang
berada di sekitarnya.
Deforestasi tersebut terjadi pada kelas lereng 12o dimana terlihat
peningkatan kawasan terbangun dan hutan terbuka rata-rata terjadi. pada kelas
lereng tersebut. Selain itu penambahan kawasan terbangun dan hutan terbuka
terjadi pada semua jenis tanah yakni Luvisol, Rendzina dan Acrisol. Sebaliknya
pengurangan kerapatan hutan terjadi pada jenis tanah Rendzina dan Luvisol.
Carolita (2005) menganalisis faktor-faktor perubahan penggunaan lahan di
Jabotabek berdasarkan faktor fisik lahan seperti ketinggian, kemiringan lahan,
jenis tanah, dan jenis penggunaan lahan sebelumnya; faktor sosial ekonomi seperti
jarak dari pusat CBD ke pusat desa dan kepadatan penduduk; dan faktor arahan
penggunaan lahan (RTRW). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor
kepadatan penduduk berpengaruh nyata terhadap perubahan penggunaan lahan
menjadi urban, dimana perubahan tersebut umumnya terjadi pada lahan dengan
tingkat kelerengan 0 3% dan ketinggian 250 400m , sedangkan faktor jenis
tanah, jarak dari pusat CBD ke pusat desa, penggunaan lahan sebelumnya dan
arahan penggunaan lahan secara statistik tidak signifikan sebagai faktor penyebab
perubahan penggunaan lahan menjadi urban.
Sedangkan Niin (2010) menyimpulkan bahwa faktor fisik lahan merupakan
variabel yang paling konsisten mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan
menjadi penggunaan lainnya diikuti faktor kebijakan penggunaan lahan dan faktor
sosial ekonomi.
2.6
mengkaji citra yang menunjukkan gambaran muka bumi yang tergambar di dalam
citra tersebut untuk tujuan identifikasi obyek dan menilai maknanya (Ali &
Tesgaya 2010). Penafsiran citra merupakan kegiatan yang didasarkan pada deteksi
dan identifikasi obyek dipermukaan bumi pada citra satelit Landsat dengan
mengenali obyek-obyek tersebut melalui unsur-unsur utama spektral dan spasial
serta kondisi temporalnya.
Teknik penafsiran citra penginderaan jauh diciptakan agar penafsir dapat
melakukan pekerjaan penafsiran citra secara mudah dengan mendapatkan hasil
10
penafsiran pada tingkat keakuratan dan kelengkapan yang baik. Menurut Sutanto
(1986), teknik penafsiran citra penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan
komponen penafsiran yang meliputi (1) data acuan, (2) kunci interpretasi citra
atau unsur diagnostik citra, (3) metode pengkajian, dan (4) penerapan konsep
multispektral.
1. Data acuan
Data acuan diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dan kecermatan
seorang penafsir, data ini bisa berupa laporan penelitian, monografi daerah, peta,
dan yang terpenting disini data di atas dapat meningkatkan local knowledge
pemahaman mengenai lokasi penelitian.
2. Kunci interpretasi citra atau unsur diagnostik citra
Pengenalan obyek merupakan bagian vital dalam interpretasi citra. Untuk
itu identitas dan jenis obyek pada citra sangat diperlukan dalam analisis
memecahkan masalah yang dihadapi. Karakteristik obyek pada citra dapat
digunakan untuk mengenali obyek yang dimaksud dengan unsur interpretasi.
Unsur interpretasi yang dimaksud disini adalah (a) rona/warna, (b) bentuk, (c)
ukuran, (d) tekstur, (e) pola, (f) bayangan, (g) situs, (h) asosiasi dan (i)
konvergensi bukti.
a. Rona/warna
Rona dan warna merupakan unsur pengenal utama atau primer terhadap suatu
obyek pada citra penginderaan jauh. Fungsi utama adalah untuk identifikasi
batas obyek pada citra. Penafsiran citra secara visual menuntut tingkatan rona
bagian tepi yang jelas, hal ini dapat dibantu dengan teknik penajaman citra
(enhancement). Rona merupakan tingkat/gradasi keabuan yang teramati pada
citra penginderaan jauh yang dipresentasikan secara hitam-putih. Permukaan
obyek yang basah akan cenderung menyerap cahaya elektromagnetik sehingga
akan nampak lebih hitam dibanding obyek yang relatif lebih kering.
Warna merupakan wujud yang yang tampak mata dengan menggunakan
spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum elektromagnetik tampak (Sutanto
1986). Contoh obyek yang menyerap sinar biru dan memantulkan sinar hijau
dan merah maka obyek tersebut akan tampak kuning. Dibandingkan dengan
rona, perbedaaan warna lebih mudah dikenali oleh penafsir dalam mengenali
11
obyek secara visual. Hal inilah yang dijadikan dasar untuk menciptakan citra
multispektral.
b. Bentuk
Bentuk dan ukuran merupakan asosiasi sangat erat. Bentuk menunjukkan
konfigurasi umum suatu obyek sebagaimana terekam pada citra penginderaan
jauh. Bentuk mempunyai dua makna yakni bentuk luar/umum dan bentuk rinci
atau susunan bentuk yang lebih rinci dan spesifik.
c. Ukuran
Ukuran merupakan bagian informasi konstektual selain bentuk dan letak.
Ukuran merupakan atribut obyek yang berupa jarak, luas, tinggi, lereng dan
volume (Sutanto 1996). Ukuran merupakan cerminan penyajian penyajian luas
daerah yang ditempati oleh kelompok individu.
d. Tekstur
Tekstur merupakan frekuensi perubahan rona dalam citra. Tekstur dihasilkan
oleh kelompok unit kenampkan yang kecil, tekstur sering dinyatakan kasar,
halus, ataupu belang-belang (Sutanto 1996). Contoh hutan primer bertekstur
kasar, hutan tanaman bertekstur sedang, dan tanaman padi bertekstur halus.
e. Pola
Pola merupakan karakteristik makro yang digunakan untuk mendeskripsikan
tata ruang pada kenampakan di citra. Pola atau susunan keruangan merupakan
ciri yang yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan beberapa
obyek alamiah. Hal ini membuat pola unsur penting untuk membedakan pola
alami dan hasil budidaya manusia. Sebagai contoh perkebunan karet dan
kelapa sawit sangat mudah dibedakan dari hutan dengan polanya dan jarak
tanam yang seragam.
f. Bayangan
Bayangan merupakan unsur sekunder yang sering membantu untuk
identifikasi obyek secara visual, misalnya untuk mengidentifikasi hutan
jarang, gugur daun, tajuk (hal ini lebih berguna pada citra resolusi tinggi
ataupun foto udara).
12
g. Situs
Situs merupakan konotasi suatu obyek terhadap faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi pertumbuhan atau keberadaan suatu obyek. Situs bukan ciri
suatu obyek secara langsung, tetapi kaitannya dengan faktor lingkungan.
Contohnya hutan mangrove selalu bersitus pada pantai tropik, ataupun muara
sungai yang berhubungan langsung dengan laut (estuaria).
h. Asosiasi (korelasi)
Asosiasi menunjukkan komposisi sifat fisiogonomi seragam dan tumbuh pada
kondisi habitat yang sama. Asosiasi juga berarti kedekatan erat suatu obyek
dengan obyek lainnya. Contoh permukiman kota identik dengan adanya
jaringan transportasi jalan yang lebih kompleks dibanding permukiman
pedesaan.
i. Konvergensi bukti
Dalam proses penafsiran citra penginderaan jauh sebaiknya digunakan unsur
diagnostik citra sebanyak mungkin. Hal ini perlu dilakukan karena semakin
banyak unsur diagnostik citra yang digunakan semakin menciut lingkupnya
untuk sampai pada suatu kesimpulan suatu obyek tertentu. Konsep ini yang
sering disebut konvergensi bukti.
3. Metode pengkajian
Penafsiran citra lebih mudah apabila dimulai dari pengkajian dengan
pertimbangan umum ke pertimbangan khusus/lebih spesifik dengan metode
konvergensi bukti.
4. Penerapan konsep multispektral
Konsep ini menganjurkan untuk menggunakan beberapa alternatif
penggunaan beberapa band secara bersamaan. Kegunaannya adalah untuk
meningkatkan kemampuan interpretasi dengan mempertimbangkan kelebihan
masing masing penerapan komposit band tersebut.
Pada citra dengan komposit band 543 (RGB), dapat dengan mudah
dibedakan antara obyek vegetasi dengan non vegetasi. Obyek bervegetasi
dipresentasikan dengan warna hijau, dan tanah kering dengan warna merah.
13
14
2.
3.
2.7
pertambangan
merupakan
kegiatan
untuk
mengoptimalkan
15
c. eksploitasi
d. pengolahan dan pemurnian
e. pengangkutan
f. penjualan
Kegiatan tersebut dibedakan atas kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha
hilir. Kegiatan usaha hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu
pada kegiatan usaha eksplorasi dan usaha ekploitasi. Kegiatan usaha hilir adalah
kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha pengolahan,
pengangkutan, penyimpanan, dan niaga.
Saat ini penambangan timah di Kabupaten Bangka Tengah dilakukan oleh
PT Timah, perusahaan joint venture Indonesia-Malaysia (dulu joint venture
Indonesia-Australia) yaitu PT Kobatin dan masyarakat umum yang membuka
tambang timah inkonvensional (TI). Disebut dengan tambang inkonvensional (TI)
karena metode penambangannya hanya menggunakan mesin penyedot tanah dan
air dengan kebutuhan modal yang relatif kecil, luas areal tambang yang juga
relatif kecil dibandingkan dengan areal tambang perusahaan (Sukandarrumidi
2009).
Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan penambangan dimulai sejak awal
tahun 1990 ketika penambangan timah di daratan dinilai tidak lagi ekonomis
sehingga PT Timah yang ada di Kabupaten Bangka Tengah mengajak kontraktor
lokal untuk ikut menambang sebagai mitra kerja yang disebut Tambang Karya.
Ketika harga timah turun pada tahun 1991-1995 dan banyak Tambang Karya yang
menghentikan kegiatannya, untuk memenuhi kuota produksi, selain melakukan
penambangan sendiri, perusahaan besar tersebut mengeluarkan kebijakan yang
memungkinkan mitra kerjanya untuk bertindak sebagai koordinator pembeli bijih
timah hasil pendulangan masyarakat. Penambangan timah oleh masyarakat inilah
yang disebut Tambang Inkonvensional (TI).
Pada perkembangan selanjutnya, TI tumbuh tidak terkendali dan
penambangan tidak hanya dilakukan pada wilayah kuasa penambangan yang
sudah ditetapkan sebelumnya, namun mulai merambah ke areal lain termasuk
hutan. Semakin maraknya TI ini juga sejalan dengan bergulirnya era reformasi
dan dikeluarkannya Keputusan Meperindag No. 146/MPP/Kep/4/1999 tanggal 22
16
April 1999 yang menyatakan bahwa timah merupakan barang bebas dan tidak
diawasi serta kebijakan otonomi daerah yang memungkinkan pemerintah daerah
mengeluarkan berbagai kebijakan terkait pengelolaan tambang di wilayahnya
(Budimanta 2007).
Kerangka Pemikiran
Tingginya potensi sumberdaya alam khususnya tambang timah di
permukiman dan lahan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
lainnya juga ikut meningkat. Misalnya kebutuhan akan lahan perkebunan yang
juga ikut meningkat karena datangnya penduduk dari luar Kabupaten Bangka
Tengah adalah untuk mencari penghidupan dengan menambang namun
kenyataannya ketika keuntungan ekonomi yang mereka harapkan dengan
menambang sulit untuk didapatkan, maka mereka mulai ikut mengembangkan
tanaman perkebunan seperti yang dilakukan oleh masyarakat setempat.
Perkebunan ini dikembangkan sebagai cadangan dan untuk keuntungan ekonomi
jangka panjang, sementara menambang timah dilakukan untuk membiayai
kebutuhan sehari-hari. Meningkatnya penggunaan lahan tertentu menyebabkan
menurunnya pengggunaan lahan yang lain sehingga terjadi perubahan penggunaan
lahan yang cukup dinamis.
Pemikiran secara skematis digambarkan sebagai sebuah bagan alir
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.
18
Harga timah
meningkat
Perubahan penggunaan
lahan
ETM Tahun 2010 path 123 row 062 tanggal penyiaman 31 Juli 2010, Landsat 5
TM Tahun 2004 path 123 row 062 tanggal penyiaman 7 Agustus 2004, Landsat
7+ ETM Tahun 2000 path 123 row 062 tanggal penyiaman 14 April 2000 serta
Alos Avnir Tahun 2010. Data lain yang digunakan adalah Peta Geologi Pulau
Bangka dan Peta Batas Administrasi Kabupaten Bangka Tengah.
Alat yang digunakan antara lain komputer yang dilengkapi dengan
perangkat lunak Sistem Informasi Geografis dan pengolahan citra satelit,
Statistica 8, Global Positioning System serta kamera digital.
3.4
sebagai berikut :
19
a. Tahap pertama
1.
awal,
penajaman
gambar,
pemotongan
citra
dengan
3.
4.
b.
Tahap kedua
Analisis spasial dan pendekatan Location Quotient Analysis dilakukan untuk
mengidentifikasi pusat-pusat perubahan penggunaan lahan. Faktor-faktor
yang diduga sebagai penyebab utama perubahan penggunaan lahan didekati
dengan melakukan identifikasi terhadap variabel-variabel yang diduga
berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan dengan menggunakan
Multiple Regression Analysis. Variabel-variabel yang digunakan dalam
analisis regresi berganda digunakan dalam scatterplot untuk memperkuat
hasil analisis tersebut.
c. Tahap ketiga
Analisis deskriptif berdasarkan hasil analisis tahap-tahap sebelumnya
digunakan dalam menganalisis hubungan perubahan penggunaan lahan
dengan aktivitas pertambangan di Kabupaten Bangka Tengah.
20
Citra Landsat
Tahun 2000
Citra Landsat
Tahun 2010
Citra Landsat
Tahun 2004
Koreksi Geometri
Survey
Lapang
Pra-klasifikasi
Klasifikasi
Post-klasifikasi
Peta Penggunaan
Lahan Tahun 2004
Peta Penggunaan
Lahan Tahun 2000
Peta Penggunaan
Lahan Tahun 2010
Peta Perubahan
Penggunaan Lahan
Peta Perubahan
Penggunaan Lahan
Data Atribut
Data Atribut
Peta jaringan
sungai
Peta jaringan
jalan
Identifikasi pusat
perubahan
penggunaan lahan
Identifikasi faktor
utama perubahan
penggunaan lahan
LQ Analysis
Pusat perubahan
penggunaan lahan
Faktor utama
perubahan penggunaan
lahan
Hubungan perubahan
penggunaan lahan dengan
aktivitas pertambangan
Data Podes
21
3.5
Dimana: Xij :
Xi. :
X.j :
X.. :
22
Jika nilai LQij > 1, maka hal ini menunjukkan terjadinya konsentrasi suatu
aktifitas di sub wilayah ke-i secara relatif dibandingkan dengan total wilayah
atau terjadi pemusatan aktifitas di sub wilayah ke-i, sehingga dapat diketahui
bahwa suatu wilayah administrasi terkecil yang dianalisis merupakan wilayah
yang menjadi pusat perubahan penggunaan lahan jenis pemanfaatan tertentu.
Jika nilai LQij = 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai konsentrasai
aktifitas di wilayah ke-i sama dengan rata-rata total wilayah.
Jika nilai LQij < 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai aktifitas lebih
kecil dibandingkan dengan aktifitas yang secara umum ditemukan di seluruh
wilayah.
Sedangkan analisis regresi berganda (multiple regression analysis)
intercept
Xr
variabel bebas
error.
23
dimana :
n = ukuran populasi
xi = nilai peubah x untuk anggota populasi ke-i
yi = nilai peubah y untuk anggota populasi ke-i
Selanjutnya dilakukan analisis regresi berganda (multiple regression) untuk
mengetahui faktor-faktor utama yang berpengaruh nyata terhadap penggunaan
lahan tertentu. Persamaan model regresi berganda mencerminkan hubungan
fungsional antara peubah tidak bebas (Y) dengan peubah bebas (X), dengan
mengikuti model sebagai berikut:
Yr = + Xr + r
dimana :
Yr
24
intercept
Xr
variabel bebas
error.
Administrasi
Kabupaten Bangka Tengah secara administratif terdiri atas Kecamatan
Kependudukan
Pada tahun 2000 jumlah penduduk di Kabupaten Bangka Tengah sebesar
117 636 jiwa, tahun 2005 menjadi sebesar 132 123 dan tahun 2009 jumlah
penduduk mencapai 139 621 jiwa (Tabel 1). Rata-rata pertumbuhan penduduk di
Kabupaten Bangka Tengah setiap tahunnya meningkat dengan kisaran 2,2% per
tahun. Tabel 2 menunjukkan bahwa secara umum kepadatan penduduk tertinggi
terjadi di Kecamatan Simpang Katis yaitu pada tahun 2000 sekitar 171 jiwa/km,
tahun 2005 sekitar 185 jiwa/km dan tahun 2009 sekitar 197 jiwa/km.
26
Sumber
: BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Keterangan : *) Bersatu dengan Kecamatan Pangkalan Baru
**) Bersatu dengan Kecamatan Koba
Sumber
: BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Keterangan : *) Bersatu dengan Kecamatan Pangkalan Baru
**) Bersatu dengan Kecamatan Koba
4.3
Iklim
Kabupaten Bangka Tengah beriklim tropis tipe A dengan besar curah hujan
antara 82.1 hingga 372.7 mm tiap bulan untuk tahun 2008. Curah hujan terendah
pada bulan Agustus. Rata-rata curah hujan pada tahu 2008 adalah 177.1. Suhu
rata-rata daerah Kabupaten Bangka Tengah berdasarkan data dari Stasiun
Meteorologi Pangkalpinang antara 25.9oC hingga 27.5oC. Sedangkan kelembaban
udara bervariasi antara 77 hingga 86.3 persen pada tahun 2008. Sementara
intensitas penyinaran matahari pada tahun 2008 rata-rata bervariasi antara 17.3
27
hingga 72.5% dan tekanan udara antara 1 008.3 1 010 mb. Rata-rata kecepatan
angin pada tahun 2008 sebesar 3.6 knots, dengan rata-rata kecepatan maksimal
sebesar 9.4 knots. Sedangkan rata-rata penyinaran matahari sepanjang tahun 2008
adalah 49.3%.
4.5
Tanah
Tanah di daerah Kabupaten Bangka Tengah mempunyai PH rata-rata
dibawah 5, didalamnya mengandung mineral biji timah dan bahan galian lainnya
seperti pasir kwarsa, kaolin, batu gunung dan lain-lain. Jenis tanah di Kabupaten
Bangka Tengah adalah komplek podsolik coklat kekuning-kuningan dan litosol
yang berasal dari batu plutonik masam, asosiasi podsolik berasal dari komplek
batu pasir dan kwarsit, asosiasi alluvial hedromotif dan glei humus serta regosol
kelabu muda berasal dari endapan pasir dan tanah liat.
4.6
Geologi
Sukandarrumidi (2009) menjelaskan bahwa di Pulau Bangka terdapat dua
generasi granit. Granit yang tua tidak mengandung kasiterit dan umumnya
terdapat di daerah rendah, seperti granit Klabat. Granit generasi muda sebagai
pembawa timah umumnya telah tererosi lanjut seperti Granit Mangkol dan Granit
Pading-Koba terdapat di Kabupaten Bangka Tengah. Endapan yang mengandung
bijih timah terdapat di Bangka Tengah yaitu lapisan alluvium muda, terdapat di
lembah, di atas batuan Pra Tersier dan dialasi lapisan lempung liat (Gambar 4).
28
4.7
Aktivitas Perekonomian
Menurut Parr dalam Nugroho dan Dahuri (2004), pertumbuhan dan
2005*)
2006**)
2007***)
2008***)
2009***)
198,633
224,952
255,561
317,281
335,581
54,710
70,268
84,982
108,360
116,305
b. Tanaman Perkebunan
72,896
78,313
87,659
110,009
108,833
15,422
15,370
16,852
18,505
19,504
7,862
8,000
8,410
9,774
9,895
47,743
53,001
57,657
70,632
81,044
623,839
654,778
678,152
748,667
774,511
60,588
59,132
50,059
54,755
53,638
491,414
515,846
539,807
587,906
611,410
d. Kehutanan
e. Perikanan
2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN
a. Minyak dan Gas Bumi
b. Pertambangan tanpa Migas
c. Penggalian
71,837
79,801
88,286
106,006
109,462
480,613
527,634
593,467
735,930
746,528
480,613
527,634
593,467
735,930
746,528
9,778
18,338
21,054
22,029
23,710
13,251
13,599
14,622
15,512
16,145
72
81
94
99
105
4,669
5,910
6,816
7,312
7,892
451,067
487,850
548,910
688,597
696,255
1,775
1,857
1,971
2,382
2,421
2,511
3,117
3,396
3,975
4,114
2,480
3,079
3,352
3,929
4,065
31
38
44
46
49
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
a. Industri Migas
92,753
105,922
135,159
175,363
183,111
299,205
340,500
395,776
490,074
526,408
279,475
316,481
368,351
458,926
491,051
19,730
24,019
27,425
31,148
35,357
b. Hotel
c. Restoran
69,472
83,636
90,964
113,493
133,869
a. Pengangkutan
66,350
79,280
85,671
107,866
127,721
1. Angkutan Rel
5,452
6,341
7,046
8,467
8,409
3. Angkutan Laut
78
88
101
119
124
45
49
56
68
72
60,119
72,050
77,626
98,207
118,020
5. Angkutan Udara
6. Jasa Penunjang Angkutan
656
753
842
1,006
1,097
3,122
4,356
5,293
5,627
6,148
2,943
4,117
5,008
5,310
5,787
179
239
285
317
361
38,275
42,293
44,413
47,421
b. Komunikasi
1. Pos dan Telekomunikasi
2. Jasa Penunjang Komunikasi
a. Bank
2,303
2,682
3,012
3,231
3,362
1,050
1,156
1,268
1,302
1,354
28,397
32,311
35,690
37,248
39,953
1,880
2,126
2,323
2,633
2,751
52,932
69,870
90,633
111,296
123,132
40,301
55,623
74,846
94,740
105,628
29,712
42,510
56,631
73,012
81,104
10,589
13,113
18,215
21,729
24,524
12,631
14,247
15,786
16,556
17,503
2,170
2,482
2,844
2,942
3,245
42
47
53
55
59
10,419
11,717
12,889
13,558
14,200
1,853,587
2,048,684
2,285,401
2,740,493
2,874,674
1,792,999
1,989,553
2,235,342
2,685,738
2,821,036
b. Swasta
1. Sosial Kemasyarakatan
2. Hiburan & Rekreasi
3. Perorangan & Rumahtangga
29
2005*)
1. PERTANIAN
a. Tanaman Bahan Makanan
b. Tanaman Perkebunan
2006**)
2007***)
2008***)
2009***)
7.68
7.67
7.65
8.02
7.80
11.40
11.62
11.37
11.87
11.31
7.08
6.77
6.97
8.34
8.05
17.61
17.86
18.19
18.15
16.71
d. Kehutanan
12.55
12.43
12.24
12.43
12.19
5.15
5.20
4.91
4.57
4.70
19.14
18.66
18.58
18.75
18.53
e. Perikanan
2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN
a. Minyak dan Gas Bumi
9.52
9.52
9.52
9.52
9.52
21.47
20.66
20.09
20.21
19.93
c. Penggalian
21.45
20.38
20.20
20.83
19.93
15.16
14.88
14.73
15.32
15.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
15.16
14.88
14.73
15.32
15.01
2.33
3.86
3.79
3.73
3.39
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
11.40
11.37
10.86
10.79
11.10
6.46
6.47
6.37
6.33
6.32
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
1.28
1.46
1.42
1.41
1.48
20.28
19.54
19.58
19.79
19.75
7.44
7.44
7.28
5.76
5.62
9. Barang lainnya
0.00
0.00
0.00
2.46
2.91
2.93
3.02
2.83
a. Listrik
2.47
2.92
2.93
3.03
2.83
b. Gas
0.00
0.00
0.00
0.00
c. Air Bersih
2.14
2.47
2.74
2.73
2.85
5. BANGUNAN
12.65
12.29
12.86
12.64
11.69
12.08
12.51
12.75
12.42
12.52
12.14
12.56
12.78
12.44
12.56
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
11.87
12.57
13.01
12.83
12.68
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
a. Industri Migas
b. Hotel
c. Restoran
7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI
14.89
16.14
15.12
15.81
17.94
a. Pengangkutan
17.79
19.39
18.15
18.61
21.48
1. Angkutan Rel
0.00
0.00
0.00
0.00
2.47
2.69
2.55
2.50
2.54
3. Angkutan Laut
0.16
0.16
0.16
0.16
0.17
0.43
0.45
0.42
0.47
0.51
78.50
79.55
77.65
76.09
78.22
4.30
4.17
4.10
4.02
4.32
3.34
3.99
4.09
4.07
4.06
3.27
3.92
4.02
4.00
3.98
4.97
5.60
5.83
5.77
5.94
8.24
8.74
9.12
9.02
8.70
a. Bank
5.72
5.99
6.21
5.90
5.46
6.52
7.03
7.24
7.21
6.76
0.00
0.00
0.00
0.00
d. Sewa Bangunan
8.61
9.14
9.57
9.53
9.21
e. Jasa Perusahaan
8.61
9.10
9.30
9.18
9.21
5.47
5.43
5.89
5.59
5.31
5.55
5.42
6.05
5.66
5.36
5.31
5.15
5.72
5.40
5.09
6.38
6.51
7.41
6.74
6.50
5.21
5.49
5.23
5.21
5.01
1. Sosial Kemasyarakatan
3.30
3.51
3.19
3.17
3.23
2.86
2.94
2.90
2.89
2.93
5.95
6.26
6.12
6.08
5.76
13.08
12.87
12.77
12.79
12.51
3.56
3.34
3.25
3.27
2.98
5. Angkutan Udara
6. Jasa Penunjang Angkutan
b. Komunikasi
9. JASA-JASA
a. Pemerintahan Umum
b. Swasta
30
diketahui melalui teori sektor (sector theory). Dalam teori tersebut dikatakan
bahwa berkembangnya wilayah dihubungkan dengan transformasi struktur
ekonomi dalam tiga sektor utama, yakni primer (pertanian, pertambangan dan
penggalian), sektor sekunder (industri pengolahan, listrik, gas, air bersih dan
bangunan) dan sektor tersier (perdagangan, hotel, restoran, pengangkutan dan
komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan jasa-jasa).
Perkembangan ditandai oleh penggunaan sumber daya dan manfaatnya yang
menurun di sektor primer meningkat di sektor tersier dan meningkat hingga pada
suatu tingkat tertentu di sektor sekunder. Peranan sektor pertambangan di
Kabupaten Bangka Tengah seperti tampak pada Tabel 3 dan 4. Pertambangan
menjadi sektor yang memberikan kontribusi terbesar pada sektor perekonomian di
Kabupaten Bangka Tengah. Hal ini terlihat sejak tahun 2005-2009 sektor
pertambangan masih menjadi sumber pendapatan utama daerah tersebut walaupun
persentase dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan seiring dengan
perkembangan sektor lain terutama sektor tersier namun persentasenya masih
relatif dominan sebagai sumber pendapatan daerah.
31
Tengah diinterpretasi dari citra Landsat tahun 2000, tahun 2004 dan tahun 2010
(Gambar 5, 6, dan 7). Selain menggunakan citra Landsat tahun 2010 yang sudah
diolah, peta penggunaan lahan tahun 2010 juga berdasarkan informasi yang
diperoleh dari Alos Avnir tahun 2010. Hal ini dikarenakan kondisi citra Landsat
tahun 2010 yang kurang baik dengan banyaknya awan dan stripping sehingga
diperlukan informasi tambahan untuk memperjelas hasil interpretasi yang
dilakukan.
32
Penggunaan
/penutupan
lahan
Hutan
Lahan
Tambang
Kenampakan
pada citra
landsat
Keadaan di
Lapangan
Keterangan
Merupakan hutan
hujan tropis dengan
didominasi oleh
jenis tanaman
meranti atau
dipterocarpacaeae
dan nyatoh.
Menggunakan
sistem
penambangan
timah terbuka
berupa tanah yang
digali di dataran
yang relatif rendah
33
Tabel 5 Lanjutan
membentuk
cekungan yang
cukup dalam, terisi
air yang berasal
dari dalam tanah
atau air hujan.
3
Lahan
Terbuka
Merupakan
hamparan lahan
yang ditutupi oleh
sedikit ilalang atau
sama sekali tidak
ada vegetasi yang
tumbuh di atasnya.
Perkebunan
Perkebunan di
Kabupaten Bangka
Tengah mayoritas
ditanami sawit,
karet dan lada yang
sudah diusahakan
secara turun
temurun.
Pemukiman
Berkembang di
sekitar jalan utama
dan pusat aktivitas
pasar dengan pola
menyebar dan
saling berdekatan
antara satu dengan
yang lain.
Mangrove
Ditemukan
bergerombol di
sekitar daerah
pantai dan muara
sungai dengan jenis
tanaman yang
beragam.
34
Tabel 5 Lanjutan
7
Rawa
Ditemukan
mengikuti aliran
sungai yang
ditumbuhi berbagai
macam tumbuhan
rawa dan hampir
sepanjang tahun
digenangi air.
Sawah
Ditemukan dalam
luasan yang relatif
kecil, hanya
terkonsentrasi dan
dikembangkan di
kecamatan
Namang.
Semak
Belukar
Semak belukar
yang ditumbuhi
ilalang serta jenis
tumbuhan semak
lainnya dengan
kerapatan tinggi,
dan diselingi tanah
terbuka.
10
di Kabupaten Bangka Tengah tahun 2000, 2004, dan 2010 dapat dilihat pada
gambar peta penggunaan lahan tahun 2000, 2004, dan 2010 (Gambar 9, 10, dan
11). Peta penggunaan lahan tersebut memperlihatkan beberapa penggunaan lahan
yang mendominasi penggunaan/penutupan lahan berdasarkan luasan di Kabupaten
Bangka Tengah. Tampak bahwa perkebunan yang ditunjukkan dengan warna
hijau tua mendominasi pada peta penggunaan lahan tahun 2000, 2004 dan 2010
35
yang kemudian diikuti oleh semak belukar, mangrove dan hutan. Warna kuning
yang melambangkan lahan tambang juga terlihat memiliki luasan yang cukup
signifikan di wilayah Kabupaten Bangka Tengah pada tahun 2000, 2004 dan
2010. Luas dan persentase masing-masing penggunaan lahan tersebut disajikan
pada Tabel 6.
Tabel 6 Luas dan Persentase Penggunaan Lahan tahun 2000, 2004 dan 2010
Penggunaan Lahan
Hutan (Htn)
Lahan Tambang (LhnTbg)
Lahan Terbuka (LhnTbka)
Mangrove (Mgrv)
Pemukiman (Pmkm)
Perkebunan (Pkbn)
Rawa (Raw)
Sawah (Swh)
Semak Belukar (SmkBlkr)
Tubuh Air (TbhAir)
Jumlah
Tahun 2000
Luas (Ha)
13100
13490
1140
29570
970
93590
9510
130
64010
380
225890
Tahun 2004
% Luas (Ha)
5.8
11930
6.0
18350
0.5
930
13.1
27950
0.4
1330
41.4
120040
4.2
9140
0.1
80
28.3
35760
0.2
380
100
225890
Tahun 2010
%
Luas (Ha)
5.3
7090
8.1
26640
0.4
690
12.4
20430
0.6
2400
53.1
132040
4.0
5810
0.0
80
15.8
30330
0.2
380
100
225890
%
3.1
11.8
0.3
9.0
1.1
58.4
2.6
0.0
13.4
0.2
100
34
36
37
35
36
38
39
5.2
tahun analisis dapat dilihat pada Gambar 11. Secara umum, berdasarkan informasi
yang terdapat pada Gambar 11, terdapat 3 (tiga) jenis penggunaan lahan yang
mengalami kenaikan secara stabil, yaitu : perkebunan, lahan tambang dan
permukiman. Sedangkan penggunaan lahan lainnya menunjukan kecenderungan
penurunan persentase luas terhadap keseluruhan wilayah Kabupaten Bangka
Tengah.
Nilai kecenderungan ini dapat juga diamati dari analisis terhadap laju
pertumbuhan dan penurunan penggunaan lahan selama periode Tahun 2000
2004 (Tabel 7). Laju pertumbuhan tertinggi selama periode Tahun 2000 2004
terdapat pada penggunaan lahan permukiman, lahan tambang dan perkebunan
dengan nilai pertumbuhan masing-masing sebesar 37.4%, 36.1% dan 28.3%.
Sedangkan laju penurunan terbesar pada periode ini terdapat pada penggunaan
lahan semak belukar yaitu sebesar 44.2%, sawah sebesar 37.6% dan tanah terbuka
sebesar 18.7%.
140000
Luasan (ha)
120000
2000
100000
80000
60000
2004
2010
40000
80,45
20000
45,18
36,03
-8,93
-40,57
37,11
-18,42
-25,81
-5,48
-26,91
28,26
10,00
-3,89
-36,43
0,00
-38,46
-15,18
-44,13
0,00
2000-2004 (%)
2004-2010(%)
Gambar 11 Luas dan Persentase Luas setiap Penggunaan Lahan pada 3 (Tiga)
Titik TahunPengamatan
40
41
penurunan luasan rata-rata setiap tahunnya sebesar 3 368 ha per tahun, hutan
mengalami konversi sekitar 601 ha per tahun dan luas mangrove mengalami
penurunan dengan laju sekitar 914 ha per tahun.
Dinamika perubahan penggunaan lahan tahun 2000-2010 dalam unit yang
lebih kecil yaitu desa terlihat pada Gambar 12, 13, 14 dan 15. Gambar 12
menunjukkan bahwa jumlah desa pada Kuadran I yang menunjukkan bertambah
luasnya lahan tambang seiring dengan bertambahnya luas perkebunan pada tahun
2000-2004 adalah 12 desa sedangkan pada tahun 2004-2010 berjumlah 10 desa.
Beberapa desa terlihat mengalami pergeseran yang cukup signifikan seperti
yang terjadi pada Desa Persiapan Kulur, dimana desa tersebut pada tahun 20002004 terdapat di Kuadran IV yang menunjukkan bahwa pada desa tersebut relatif
tidak terjadi peningkatan lahan tambang dan lahan perkebunan. Tahun 2004-2010
Desa Persiapan Kulur bergeser ke Kuadran I, yang berarti pada periode 20042010 pada desa ini terjadi peningkatan luas lahan tambang diiringi oleh
meningkatnya perkebunan.
Sementara itu, Desa Kayu Besi dan Desa Koba pada tahun 2000-2004
berada pada Kuadran III yang menunjukkan bahwa pada desa tersebut tidak
terjadi peningkatan luas lahan tambang maupun perkebunan, namun pada tahun
2004-2010 kedua desa tersebut bergeser ke Kuadran I, yang berarti terjadi
pergeseran penggunaan lahan tambang dan perkebunan yang signifikan.
Gambar 13 memperlihatkan bahwa bertambah luasnya lahan tambang
diikuti oleh berkurangnya luasan semak belukar, dimana pada tahun 2000-2004
jumlah desa pada kuadran I yang menggambarkan desa dengan peningkatan lahan
tambang relatif tinggi diikuti oleh berkurangnya luas semak belukar yaitu
sebanyak 6 desa, pada tahun 2004 menjadi 8 desa.
Gambar 13 juga memperlihatkan bahwa tahun 2004-2010 ada 5 desa
bergeser ke kuadran I dari kuadran II, III dan IV yaitu Desa Koba, Desa Paku,
Desa Persiapan Kulur, Desa Tanjung Gunung dan Desa Sungkap. Hal ini
menunjukkan bahwa bertambah luasnya lahan tambang yang berpengaruh
terhadap berkurangnya semak belukar pada tahun 2004-2010 mulai bergeser ke
desa lainnya, tidak hanya terjadi pada desa yang sama seperti yang terjadi di tahun
2000-2004.
42
a)
4
Guntung
Perubahan Perkebunan
Kerantai
Batu Beriga
Perlang
Sungkap
T erak
Sungai Selan
T erentang T iga
Sarang Mandi
Pers Jelutung
Mangkol
Pers Kulur
Air Mesu
Pers Belilik
Kampung Dul
Beruas
Puput
Pers Benteng
0
Kayu Besi
-1
Nibung
Arung Dalam
-2
Paku
Celuak
Namang
Lampur
Penyak
Keretak
T anjung Gunung
-3
Koba
-4
-4
-3
Kurau
-2
Simpang Katis
T eru
-1
b)
4
Kampung Dul
Sungai Selan
Perubahan Perkebunan
Terentang Tiga
Lampur
2
Penyak
Pers Kulur
Koba
Kayu Besi
Perlang
Guntung
Nibung
Pers Jelutung
Air Mesu
Kurau
Mangkol
Sarang Mandi
Namang
0
Batu Beriga
-1
Beruas
-2
-3
Sungkap
Pers Belilik
Tanjung Gunung
Puput
Keretak
Teru
Paku
Celuak
Arung Dalam
Kerantai
Simpang Katis
Pers Pasir Garam
Pers Benteng
Cambai
-4
-4.0 -3.5 -3.0 -2.5 -2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0
Terak
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
43
a)
2.0
1.8
1.6
1.4
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
-1.2
-1.4
-1.6
-1.8
-2.0
Penyak
Batu Beriga
Paku
Kampung Dul
Terentang Tiga
Pers Lubuk Besar
Nibung
Kerantai
Perlang
Tanjung Gunung
Koba
Guntung
Pers Kulur
Lampur
Puput
Kurau
Namang
Arung Dalam
Sungai Selan
Teru
Mangkol
Air Mesu
Beruas
Pers Benteng
Cambai
Kayu Besi
Pers Belilik
Keretak
Pers Jelutung
Celuak
Terak
Sarang Mandi
-4
-3
-2
-1
Sungkap
Simpang Katis
b)
2.5
Keretak
2.0
1.5
Batu Beriga
Koba
Lampur
1.0
Kerantai
Paku
Pers Kulur
Nibung
0.5
Tanjung Gunung
Sungkap
Arung Dalam
Guntung
0.0
Terentang Tiga
-0.5
Teru
Kurau
-1.0
Kayu Besi
Beruas
Namang
Cambai
-1.5
Penyak
Kampung Dul
Puput
Pers Belilik
-2.5
-1.5
-1.0
-0.5
Celuak
Pers Jelutung
-2.0
Air Mesu
Mangkol
-2.0
-3.0
-2.5
Perlang
Pers Benteng
Simpang Katis
0.0
0.5
Sarang Mandi
Sungai Selan
1.0
1.5
Terak
2.0
2.5
3.0
44
45
a)
3.0
Pers Benteng
2.5
Simpang Katis
Paku
2.0
Kerantai
Keretak
Perubahan Hutan
1.5
Perlang
1.0
0.5
Lampur
0.0
Koba
Guntung
Arung Dalam
-0.5
-1.0
-1.5
Cambai
-2.0
Kurau
Terentang Tiga
Pers Belilik
-3.0
-4
-3
Penyak
Tanjung Gunung
-2
-1
Air Mesu
Kayu Besi
Sungai Selan
Beruas
-2.5
Sarang Mandi
Mangkol
Puput
Namang
Sungkap
Pers Jelutung
Kampung Dul
Pers Kulur
Terak
Celuak
Batu Beriga
Nibung
Teru
b)
1.2
1.0
Namang
Pers Benteng
0.8
Air Mesu
0.6
Perubahan Hutan
Kayu Besi
Paku
Keretak
Pers Jelutung
Lampur
0.4
Sarang Mandi
Sungkap
0.2
Kampung Dul
0.0
Teru
Celuak
Terak
Tanjung Gunung
-0.2
Terentang Tiga
Arung Dalam
-0.4
-0.6
-0.8
Penyak
Perlang
Nibung
Pers Belilik
Kurau
-2.0
Mangkol
-1.5
-1.0
Koba
Pers Kulur
Simpang Katis
Guntung
Cambai
Batu Beriga
-1.0
-1.2
-2.5
Kerantai
Puput
Sungai Selan
Beruas
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
46
a)
Perubahan Pemukiman
Kayu Besi
Kampung Dul
Mangkol
Cambai
Beruas
Nibung
Pers Kulur
Sungkap
Celuak
Keretak
Perlang
Koba
Namang
Lampur
Terak
0
Batu Beriga
Puput
Sarang Mandi
-1
Pers Jelutung
Pers Benteng
Arung Dalam
-2
Guntung
Paku
Kurau
Pers Belilik
Simpang Katis
Air Mesu
Teru
Penyak
-3
Terentang Tiga
Sungai Selan
Kerantai
-4
-4
-3
-2
-1
b)
3.0
Air Mesu
2.5
Kampung Dul
Perubahan Pemukiman
2.0
Mangkol
1.5
1.0
0.5
Koba
Terak
Guntung
Perlang
Terentang Tiga
Pers Kulur
Sungkap
Cambai
Kurau
Batu Beriga
Tanjung Gunung
0.0
Pers Lubuk Besar
Arung Dalam
-0.5
Nibung
Kayu Besi
-1.0
Pers Benteng
Teru
-1.5
-2.0
-2.5
-3.0
-3.0
Keretak
Puput
Namang
Celuak
Lampur
Penyak
-2.5
Pers Belilik
-2.0
-1.5
Paku
Beruas
-1.0
-0.5
0.0
Simpang Katis
Sungai Selan
Kerantai
0.5
1.5
1.0
Sarang Mandi
Pers Jelutung
2.0
2.5
3.0
47
menjadi perkebunan (750 ha), lahan tambang (250 ha) dan semak
48
46
49
41
Tabel 8 Matriks Perubahan Pengguanan Lahan Tahun 2000-2004 Kabupaten Bangka Tengah
Hutan (Htn)
Lahan Tambang (LhnTbg)
Lahan Terbuka (LhnTbka)
Mangrove (Mgrv)
Pemukiman (Pmkm)
Perkebunan (Pkbn)
Rawa (Raw)
Sawah (Swh)
Semak Belukar (SmkBlkr)
Tubuh Air (TbhAir)
11930
11930
LhnTmbg LhnTbka
360
12910
250
240
2820
260
1510
18350
Mgrv
10
Pmkm
40
27950
970
170
70
850
930
150
27950
1330
Pkbn
Raw
Swh
Jumlah
Tahun
SmkBlkr TbhAir 2000 (Ha)
390
390
750
1380
420
140
140
89970
110
50
27000
560
120040
380
13100
13490
1140
29570
970
93590
9510
130
64010
380
380
225890
9140
80
34500
9140
80
35760
49
46
42
Tabel 9 Matriks Perubahan Pengguanan Lahan Tahun 2004-2010 Kabupaten Bangka Tengah
Htn
Hutan (Htn)
Lahan Tambang (LhnTbg)
Lahan Terbuka (LhnTbka)
Mangrove (Mgrv)
Pemukiman (Pmkm)
Perkebunan (Pkbn)
Rawa (Raw)
Sawah (Swh)
Semak Belukar (SmkBlkr)
Tubuh Air (TbhAir)
7090
7090
50
Mgrv
160
350
Pmkm
10
130
20430
1330
400
180
Pkbn
Raw
Jumlah
Tahun
Swh SmkBlkr TbhAir 2004 (Ha)
4490
1580
770
6230
30
530
60
110330
2930
2110
380
11930
18350
930
27950
1330
120040
9140
80
35760
380
380
225890
5810
80
1920
26640
530
690
20430
2400
5710
132040
27600
5810
80
30330
51
5.3
KECAMATAN
Koba
Lubuk Besar
Namang
Pangkalan Baru
Simpang Katis
Sungai Selan
Tabel 11
KECAMATAN
Koba
Lubuk Besar
Namang
Pangkalan Baru
Simpang Katis
Sungai Selan
PENGGUNAAN LAHAN
Hutan Lahan Tambang Lahan Terbuka Mangrove Pemukiman Perkebunan Rawa Sawah Semak Belukar Tubuh Air
1.00
0.13
0.13
3.89
0.08
0.85
1.00
0.40
0.50
5.06
5.21
4.79
1.00
16.40
5.82
25.21
0.00
0.00
1.00
0.01
0.13
4.45
0.00
0.00
1.00
0.57
0.11
4.73
18.30
3.65
1.00
1.12
1.06
0.38
1.04
1.16
1.00
0.32
1.05
9.60
0.00
0.00
1.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
1.00
1.00
1.11
0.01
0.15
0.26
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.78
1.43
0.79
1.49
2.33
0.25
0.00
11.34
2.37
0.00
2.24
9.78
1.78
0.29
1.12
0.00
0.16
1.41
1.51
0.20
0.69
4.47
1.24
0.01
1.11
0.77
1.18
0.34
0.13
1.38
1.01
0.09
3.45
0.00
0.00
1.26
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.83
2.81
0.00
0.19
0.03
0.07
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
52
langsung
dengan
ibukota
provinsi
(Kota
Pangkalpinang)
53
Hasil analisis pada Gambar 16, 17 dan 18 juga menunjukkan bahwa pada
tahun 2004-2010 penambangan tidak hanya dilakukan pada formasi aluvial dan
ranggam, namun terlihat dilakukan pada formasi granit klabat dan tanjung
genting. Hal ini menunjukkan bahwa endapan kasiterit aluvial tersebut tidak
hanya terdapat pada formasi aluvial dan formasi ranggam namun juga terdapat
pada formasi batuan granit klabat dan tanjung genting namun dalam jumlah yang
relatif sedikit.
Gambar 16 Peta Lahan Tambang Tahun 2000 dan Formasi Batuan Kabupaten
Bangka Tengah
Gambar 17 Peta Lahan Tambang Tahun 2004 dan Formasi Batuan Kabupaten
Bangka Tengah
54
Gambar 18 Peta Lahan Tambang Tahun 2010 dan Formasi Batuan Kabupaten
Bangka Tengah
Sedangkan luas hutan yang juga cenderung menurun setiap tahunnya, pada
tahun 2000-2004 secara spasial tampak terpusat di bagian utara Kabupaten
Bangka Tengah tepatnya di Kecamatan Pangkalan Baru. Tahun 2004-2010 pusat
perubahan hutan ini juga terjadi pada Kecamatan Simpang Katis dan Sungai Selan
yang terletak di bagian Selatan Kabupaten Bangka Tengah. Hal ini karena
memang hutan Kabupaten Bangka Tengah yang masih cukup luas sebagian besar
terdapat di wilayah-wilayah tersebut.
5.4
55
80.9% pada tahun 2004-2010) dipengaruhi oleh beberapa variabel. Tahun 20002004 variabel yang berpengaruh nyata positif terhadap bertambah luasnya
pemukiman adalah proporsi pemukiman sedangkan pada tahun 2004-2010
proporsi perkebunan dan Indeks Perkembangan Desa (IPD) berpengaruh nyata
negatif terhadap perubahan pemukiman. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada
tahun 2000-2004, perubahan pemukiman cenderung terjadi pada wilayah relatif
berkembang dan memiliki jumlah penduduk cukup tinggi yang tercermin dari
proporsi pemukiman yang cukup luas.
Tahun 2004-2010, proporsi perkebunan berpengaruh nyata negatif terhadap
perubahan pemukiman yang menunjukkan bahwa untuk wilayah yang
penggunaan lahan perkebunannya cukup tinggi dimana hal tersebut merupakan
karakteristik wilayah pedesaan, maka pemukiman di wilayah tersebut tidak
bertambah. Sebelumnya secara spasial dan hasil analisis LQ juga menunjukkan
bahwa pusat terjadinya peningkatan pemukiman terjadi pada wilayah yang relatif
mendekati kota, baik ibukota provinsi maupun ibukota kabupaten dan kecamatan
pemekaran.
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa walaupun relatif kecil Indeks
Perkembangan Desa (IPD) berpengaruh terhadap peningkatan pemukiman yang
menunjukkan bahwa untuk wilayah yang tingkat perkembangan wilayahnya
cukup tinggi yang ditandai dengan tingginya nilai Indeks Perkembangan Desanya, maka peningkatan pemukiman yang terjadi tidak terlalu besar karena lahan
yang masih memungkinkan dialihfungsikan jadi pemukiman juga sudah terbatas.
Proporsi pemukiman tahun sebelumnya berpengaruh nyata negatif terhadap
peningkatan lahan tambang. Peningkatan lahan tambang terjadi pada wilayah
dengan tingkat pemukiman yang relatif rendah yang menunjukkan bahwa
perluasan areal tambang tersebut terjadi pada wilayah yang penduduknya relatif
sedikit. Peningkatan lahan tambang juga terjadi pada wilayah yang proporsi
pemukiman tahun sebelumnya relatif tinggi. Hal ini terjadi karena wilayah
tersebut memiliki potensi tambang yang cukup tinggi sehingga pada wilayah
tersebut tetap dilakukan penambangan dengan mengkonversi lahan yang masih
memungkinkan.
56
57
dapat
menjadi
faktor
terkonversinya
hutan
menjadi
penggunaan
lain.
memiliki
nilai
yang
relatif
rendah
menjadi
prioritas
untuk
SIMPULAN
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
SARAN
Perubahan penggunaan lahan yang cukup dinamis terjadi di Kabupaten
Bangka Tengah dalam kurun waktu sepuluh Tahun yaitu Tahun 2000-2010.
Perubahan ini terutama terlihat cukup tinggi pada Tahun 2004-2010 sebagai
60
konsekuensi logis dari pengembangan wilayah yang baru berdiri pada Tahun
2003. Agar penggunaan lahan yang terjadi tidak menimbulkan dampak-dampak
yang merugikan maka disarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Lokasi tambang cenderung muncul pada daerah alluvium yang terdapat
endapan kasiterit pembawa bijih timah, karenanya wilayah tersebut sebaiknya
tidak direncanakan untuk penggunaan lahan yang memerlukan investasi tinggi
selain tambang.
2. Hasil analisis yang menunjukkan semakin sedikitnya hutan di Kabupaten
Bangka Tengah akibat terjadinya konversi menjadi penggunaan lahan lain,
megindikasikan perlunya pengendalian konversi hutan mengingat fungsi
pentingnya kawasan tersebut sebagai kawasan lindung disuatu wilayah.
DAFTAR PUSTAKA
Agresti, A. 1990. Categorical Data Analysis. Canada: John Wiley & Sons, Inc.
Ali SA, Tesgaya D. 2010. Landuse and Landcover Change Detection between 19852005 in Parts of Highland of Eastern Ethiopia using Remote Sensing and GIS
Techniques. International Journal of Geoinformatics. 6 (2010) 2010
Elsevier Science Ltd.
Andriyani. 2007. Dinamika Spasial Perubahan penggunaan Lahan dan Faktor-faktor
Penyebabnya di Kabupaten Serang Provinsi Banten. [Tesis] Sekolah Pasca
Sarjana. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor
Barlowe,R. 1986. Land Resource Economics. The Economics of Real Estate.PrenticeHall Inc. New York, 653 p
Barus B. dan Wiradisastra US. 2000. Sistem Informasi Geografi. Sarana Manajemen
Sumberdaya. Bogor: Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan
Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Budimanta A. 2007. Kekuasaan dan Penguasaan Sumber Daya Alam : Studi Kasus
Penambangan Timah di Bangka. Jakarta: Indonesia Center for Sustainable
Development.
[BAPPEDA BPS] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat
Statistik Kabupaten Bangka Tengah. 2006. Bangka Tengah Dalam Angka,
2005. Koba: Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, Badan Pusat
Statistik Kabupaten Bangka
Carolita I. 2005. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan di Jabotabek. [Tesis]
Sekolah Pasca Sarjana. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Celikoyan M. 2007. Accuracy Assessment of Landuse Mapping by Manual
Digitizing. Environmental Engineering Science. 24 (2007).
Chang, Kang-tsung. 2004. Introduction to Geographic Information System. New
York : The McGraw-Hill Companies.
Dahuri R dan Nugroho I. 2004. Pembangunan Wilayah : Perspektif Ekonomi Sosial
dan Lingkungan. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.
62
Dewan AM, Yamaguchi Y. 2007. Land Use and Land Cover Change in Greater
Dhaka, Bangladesh: Using Remote Sensing to Promote Sustainable
Urbanization. Applied Geography. 29 (2009) 390-401.
Gandasasmita K, 2001. Analisis Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Daerah
Aliran Sungai Cimanuk Hulu Jawa Barat. [Disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana.
Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Gaona-Ochoa S, Gonzales-Espinosa M. 2000. Land Use and Deforestation in The
Highlands of Chiapas, Mexico. Applied Geography 20 (2000) 17-42. 01436228/00/$-see front matter 2000 Elsevier Science Ltd.
Heidhues MS. 2008. Timah Bangka dan Lada Mentok : Peran Masyarakat Tionghoa
Dalam Pembangunan pulau Bangka Abad XVIII s/d XX. Jakarta: Yayasan
Nabil.
Lains A. 2003. Ekonometrika : Teori dan Aplikasi. Jakarta: Pustaka LP3ES
Indonesia.
Lillesand MT dan Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Lo, C.P,1996. Penginderaan Jauh Terapan. Terjemahan: Purbowaseso, B. UI Press.
Jakarta. 475 Halaman
Mather, A.S. 1986. Land Use. Longman Group U.K. Limited. New York. 286 p
Muis A. 2009. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Sukabumi.
[Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Niin. 2010. Dinamika Spasial Penggunaan Lahan di Kabupaten Katingan dan Kota
Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana.
Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Noor D. 2011. Geologi untuk Perencanaan. Yogyakarta. Graha Ilmu.
Pelorosso R, Leone A, and Boccia L. 2009. Land Cover and Land Use Change in The
Italian Central Apennines : A Comparison of Assessment Methods. Applied
Geography. 36 (2009) 3548.
Prahasta E. 2005. Tutorial ArcView Sistem Informasi Geografis, Informatika
Bandung
63
LAMPIRAN
50
Lampiran 1 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000-2004 di Kecamatan Lubuk Besar
66
66
Lampiran 2 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2004-2010 di Kecamatan Lubuk Besar
67
68
Lampiran 3 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000-2004 di Kecamatan Pangkalan Baru
Lampiran 4 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2004-2010 di Kecamatan Pangkalan Baru
69
70
Lampiran 5 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000-2004 di Kecamatan Sungai Selan
Lampiran 6 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2004-2010 di Kecamatan Sungai selan
71
72
73
74
75
76
Lampiran 11 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000-2004 di Kecamatan Simpang Katis
Lampiran 12 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2004-2010 di Kecamatan Simpang Katis
77
50
Lampiran 13 Matriks Koefisien Korelasi antar Variabel Perubahan Pemukiman Tahun 2000-2004
PrbhnPmkm KrptnPddk KrptnJln KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg LhnTbk
KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg
LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr
0.159
0.362
0.350
-0.228
-0.477
-0.276
-0.306
-0.323
-0.241
0.063
-0.486
0.300
0.268
-0.430
-0.057
-0.210
-0.366
0.013
-0.003
-0.313
0.094
0.375
-0.153
0.079
-0.380
-0.455
-0.125
-0.150
-0.135
0.113
-0.291
-0.211
-0.222
-0.192
-0.118
-0.214
-0.098
-0.107
0.286
-0.087
-0.071
0.021
0.162
-0.049
0.210
-0.041
-0.060
0.243
0.103
0.069
0.478
LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr
0.463
0.014
-0.426
0.040
0.200
Pmkm
0.050
-0.130
0.420
0.297
-0.003
0.002
0.305
Pkbn
-0.156
-0.038
Raw
0.003
78
71
66
67
71
Keterangan
KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg
0.356
0.207
0.293
0.006
-0.117
-0.058
-0.129
-0.285
-0.578
0.079
-0.209
-0.244
Mgrv
50
Lampiran 14 Matriks Koefisien Korelasi antar Variabel Perubahan Pemukiman Tahun 2004-2010
PrbhnPmkm KrptnPddk
KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg
LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr
Keterangan
KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg
0.192
0.138
0.202
-0.222
0.061
-0.016
-0.014
-0.168
0.359
-0.360
-0.151
0.041
0.391
0.418
-0.001
-0.391
-0.395
-0.495
-0.362
-0.180
-0.621
-0.037
-0.434
KrptnJln
0.300
0.015
-0.430
-0.019
0.026
-0.350
0.258
-0.108
-0.314
-0.223
KrptnSgi
IPD
Htn
-0.073
0.098
0.021
0.165
-0.076
-0.261
-0.116
0.223
0.322
0.184
-0.107
-0.039
0.253
-0.056
0.470
-0.059
-0.135
0.122
0.026
-0.466
-0.002
-0.302
-0.137
-0.084
LhnTbg
0.466
-0.152
0.310
0.349
0.077
0.190
LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr
LhnTbk
0.248
0.077
0.430
0.155
0.305
Mgrv
-0.185
0.073
0.444
0.357
Pmkm
-0.082
-0.078
0.078
Pkbn
-0.097
-0.070
Raw
0.126
79
50
Lampiran 15 Matriks Koefisien Korelasi antar Variabel Perubahan Lahan Tambang Tahun 2000-2004
80
Keterangan
KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg
0.078
0.023
0.067
0.046
0.140
-0.234
0.027
-0.057
-0.280
0.078
-0.223
-0.168
0.054
-0.179
0.080
-0.189
-0.208
-0.174
-0.202
-0.084
-0.289
-0.206
-0.218
-0.182
0.179
-0.356
-0.077
-0.200
-0.335
0.090
-0.028
-0.275
-0.233
KrptnSgi
-0.225
-0.102
-0.128
0.754
0.290
0.015
-0.021
0.150
-0.023
IPD
Htn
-0.276
-0.060
-0.177
-0.230
-0.137
-0.302
-0.147
-0.107
0.167
-0.161
-0.032
0.125
0.399
-0.009
0.559
LhnTbg
0.005
0.001
0.334
0.133
0.151
0.571
LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr
LhnTbk
0.347
-0.096
-0.178
-0.068
0.056
Mgrv
-0.109
0.095
-0.033
0.086
Pmkm
0.419
-0.051
0.164
Pkbn
0.013
-0.169
Raw
-0.021
50
Lampiran 16 Matriks Koefisien Korelasi antar Variabel Perubahan Lahan Tambang Tahun 2004-2010
0.150
0.196
0.078
-0.053
0.002
-0.159
-0.015
0.022
-0.077
-0.110
-0.365
-0.039
0.248
-0.166
0.131
-0.280
-0.250
-0.240
-0.291
-0.085
-0.435
-0.230
-0.273
-0.182
0.019
-0.360
-0.076
-0.057
-0.328
0.116
-0.142
-0.277
-0.208
KrptnSgi
0.169
-0.115
-0.116
-0.086
0.300
-0.038
-0.018
0.160
0.013
IPD
Htn
-0.216
0.129
0.037
0.126
-0.186
-0.169
-0.101
0.052
0.172
0.306
-0.059
0.054
0.523
0.001
0.498
LhnTbg
0.810
0.008
0.249
0.458
0.081
0.252
LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr
LhnTbk
0.063
0.038
0.427
0.136
0.175
Mgrv
-0.150
0.132
-0.032
0.107
Pmkm
0.350
-0.125
0.208
Pkbn
0.010
0.055
Raw
-0.086
81
50
Lampiran 17 Matriks Koefisien Korelasi antara Variabel Perubahan Perkebunan Tahun 2000-2010
82
Keterangan
KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg
IPD
Htn
-0.276
-0.060
-0.177
-0.230
-0.137
-0.302
-0.147
-0.107
0.167
-0.161
-0.032
0.125
0.399
-0.009
0.559
LhnTbg LhnTbk
0.005
0.001
0.334
0.133
0.151
0.571
LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr
0.347
-0.096
-0.178
-0.068
0.056
Mgrv
-0.109
0.095
-0.033
0.086
Pmkm
0.419
-0.051
0.164
Pkbn
0.013
-0.169
Raw
-0.021
50
Lampiran 18 Matriks Koefisien Korelasi antara Variabel Perubahan Hutan Tahun 2000-2004
KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg
LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr
Keterangan
KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg
IPD
Htn
-0.276
-0.060
-0.177
-0.230
-0.137
-0.302
-0.147
-0.107
0.167
-0.161
-0.032
0.125
0.399
-0.009
0.559
LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr
LhnTbg
0.005
0.001
0.334
0.133
0.151
0.571
LhnTbk
Mgrv
0.347
-0.096
-0.178
-0.068
0.056
-0.109
0.095
-0.033
0.086
Pmkm
0.419
-0.051
0.164
Pkbn
0.013
-0.169
83
Lampiran 19 Matriks Koefisien Korelasi antara Variabel Perubahan Hutan Tahun 2004-2010
KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg
LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr
84
Keterangan
KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg
IPD
Htn
-0.216
0.129
0.037
0.126
-0.186
-0.169
-0.101
0.052
0.172
0.306
-0.059
0.054
0.523
0.001
0.498
LhnTbg LhnTbk
LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr
0.810
0.008
0.249
0.458
0.081
0.252
0.063
0.038
0.427
0.136
0.175
Mgrv
-0.150
0.132
-0.032
0.107
Pmkm
0.350
-0.125
0.208
Pkbn
0.010
0.055
Raw
-0.086
50
Lampiran 20 Matriks Koefisien Korelasi antara Variabel Perubahan Semak Belukar Tahun 2000-2004
KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg
LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr
Keterangan
KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg
IPD
Htn
-0.276
-0.060
-0.177
-0.230
-0.137
-0.302
-0.147
-0.107
0.167
-0.161
-0.032
0.125
0.399
-0.009
0.559
LhnTbg LhnTbk
LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr
0.005
0.001
0.334
0.133
0.151
0.571
0.347
-0.096
-0.178
-0.068
0.056
Mgrv
-0.109
0.095
-0.033
0.086
Pmkm
0.419
-0.051
0.164
Pkbn
0.013
-0.169
Raw
-0.021
85
50
Lampiran 21 Matriks Koefisien Korelasi antara Variabel Perubahan Semak Belukar Tahun 2004-2010
KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg
LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr
86
Keterangan
KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg
IPD
Htn
-0.216
0.129
0.037
0.126
-0.186
-0.169
-0.101
0.052
0.172
0.306
-0.059
0.054
0.523
0.001
0.498
LhnTbg LhnTbk
LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr
0.810
0.008
0.249
0.458
0.081
0.252
0.063
0.038
0.427
0.136
0.175
Mgrv
-0.150
0.132
-0.032
0.107
Pmkm
0.350
-0.125
0.208
Pkbn
0.010
0.055
Raw
-0.086
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
87
Lampiran 23 Jenis data yang digunakan dalam menentukan Indeks Perkembangan Desa (IPD)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
88
23
Lampiran 24 Lanjutan
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
89
64