Anda di halaman 1dari 110

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DALAM

HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS PERTAMBANGAN


DI KABUPATEN BANGKA TENGAH

YULITA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN


SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Perubahan Penggunaan Lahan


dalam Hubungannya dengan Aktivitas Pertambangan di Kabupaten Bangka
Tengah adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, April 2011


Yulita
NRP A 156090234

ABSTRACT
YULITA. Landuse Change Assessment in Tin Mining Area in Bangka Tengah
Regency. Under direction of DARMAWAN and KOMARSA GANDASASMITA

This research has been performed in order to evaluate the landuse change in
Bangka Tengah Regency and it association with tin mining activities and to
access the pattern and driving forces of the landuse change. Multitemporal remote
sensing data were used to analyze the dynamics of land use changes. Landsat
satellite images of 2000, 2004 and 2010 were used to interprete ten classes of land
use using the Geographical Information System (GIS) and Multiple Regression
Analysis were used to access the driving force of the landuse change. The results
show many changes among the land use in the year between 2000 and 2010. The
highest rate of changes is observed in estate area which increased by 6 612.50 ha
per year. The lowest rate of changes is observed in shrub area which decreased by
7 062.50 ha per year. Tin mining area increased by 8.1% per year (1 315 ha per
year) and on the other hand forest decreased by 4.9% per year (601 ha per year) in
the year between 2000 and 2010. In this case, index of regional growth and tin
reserves is the significant factor that caused changes in land uses.
Keywords :

landuse change, remote sensing, tin mining, Bangka Tengah


Regency.

RINGKASAN
YULITA. Perubahan Penggunaan Lahan dalam Hubungannya dengan Aktivitas
Pertambangan di Kabupaten Bangka Tengah. Dibimbing oleh DARMAWAN dan
KOMARSA GANDASASMITA.
Aktivitas penambangan timah di Pulau Bangka sudah dimulai sejak awal
abad XVIII, bahkan tahun 1826 timah dari Bangka telah menjadi bagian dari
perdagangan dunia (Budimanta 2007). Setelah kemerdekaan Republik Indonesia
pengelolaan tambang timah yang sebelumnya dikuasai oleh penjajah Belanda
diambil alih Pemerintah Indonesia yang kemudian membentuk suatu badan usaha
milik Negara, saat ini dikenal dengan PT Timah, untuk mengelola lahan tambang
yang yang tersebar di beberapa kepulauan di Indonesia termasuk Pulau Bangka.
Aktivitas pertambangan skala besar di Kabupaten Bangka Tengah tidak
hanya dilakukan oleh badan usaha bentukan pemerintah tersebut namun juga oleh
perusahaan swasta joint venture antara Pemerintah Indonesia dengan Australia
yaitu PT Kobatin. Krisis moneter di Indonesia yang terjadi pada akhir tahun 1990
menyebabkan terjadinya peningkatan nilai tukar dolar terhadap rupiah, namun
untuk ekspor timah hal tersebut justru menguntungkan sehingga mendorong
penambangan tidak hanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar namun
juga oleh masyarakat umum. Disisi lain, pemberlakuan undang-undang otonomi
daerah juga menjadi salah satu faktor meluasnya aktivitas pertambangan di
kalangan masyarakat umum.
Daya tarik finansial yang diperoleh dari aktivitas pertambangan ini menjadi
sebab bagi penduduk di luar Pulau Bangka untuk datang dengan maksud
menambang timah di wilayah ini, tetapi meningkatnya harga beberapa komoditas
perkebunan seperti lada, sawit dan karet menyebabkan masyarakat tidak hanya
menambang timah tetapi juga mengembangkan perkebunan. Meningkatnya
aktivitas masyarakat di bidang pertambangan menyebabkan meluasnya lahan
tambang, disisi lain juga berdampak terhadap meningkatnya permintaan akan
lahan pemukiman, lahan perkebunan dan lahan penunjang kebutuhan hidup
lainnya. Permintaan akan lahan tersebut dipenuhi dari lahan yang nilai land rentnya lebih rendah seperti lahan tambang yang dibuka di lahan terbuka atau semak
belukar atau dari lahan yang biaya pengelolaannya lebih tinggi misalnya lahan
tambang yang dibuka di perkebunan.
Maraknya aktivitas penambangan ini diduga menjadi salah satu faktor
utama yang menyebabkan berubahnya penggunaan lahan di Kabupaten Bangka
Tengah. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dinamika,
pemusatan dan faktor penyebab utama perubahan penggunaan lahan periode tahun
2000-2010, serta hubungan aktivitas pertambangan dengan perubahan
penggunaan lahan di Kabupaten Bangka Tengah.
Klasifikasi penggunaan lahan Kabupaten Bangka Tengah diperoleh dari
interpretasi citra landsat tahun 2000, 2004 dan 2010 pada kombinasi band 5, 4,
dan 2 (RGB). Analisis perubahan penggunaan lahan setiap tahun dilakukan
dengan cara membuat matriks transformasi yang dapat mendeteksi perubahan
penggunaan lahan tertentu ke penggunaan lahan lainnya. Pemusatan perubahan
penggunaan lahan di tingkat desa diamati secara spasial dan dilengkapi dengan

teknik analisis Location Quotient (LQ) menggunakan data atribut peta


penggunaan lahan Kabupaten Bangka Tengah.
Multiple Regression Analysis adalah teknik analisis data yang digunakan
untuk mengetahui faktor-faktor yang diduga mempengaruhi variabel tujuan dalam
suatu wilayah sendiri tanpa melihat pengaruh daerah lain. Dari teknik analisis ini
diharapkan dapat melihat faktor-faktor utama yang berpengaruh signifikan
terhadap perubahan penggunaan lahan. Sedangkan analisis spasial dan deskriptif
digunakan untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan terkait dengan semakin
maraknya aktivitas pertambangan di Kabupaten Bangka Tengah.
Luas penggunaan lahan perkebunan tahun 2000, 2004 dan 2010 berturutturut adalah sebesar 93 590 ha, 120 040 ha dan 132 040 ha atau masing-masing
mencapai 41.4%, 53.1% dan 58.4% dari luas wilayah Kabupaten Bangka Tengah.
Luas lahan perkebunan di kabupaten ini cenderung mengalami kenaikan dalam
rentang waktu sepuluh tahun dengan konversi sekitar 6 612.50 ha per tahun
periode tahun 2000-2004 dan pada periode 2004-2010 rata-rata meningkat sekitar
2 000 ha per tahun. Rata-rata konversi penggunaan lahan perkebunan tahun 20002010 di Kabupaten Bangka Tengah adalah sekitar 3 850 ha per tahun dengan
pusat terjadinya peningkatan luasan perkebunan tersebut terlihat pada hampir
semua kecamatan kecuali Kecamatan Pangkalan Baru.
Luas pemukiman juga cenderung mengalami kenaikan. Pada tahun 2000
lahan pemukiman sebesar 970 ha (0.4%), tahun 2004 menjadi 1 330 ha atau
sekitar 0.6% sedangkan tahun 2010 menjadi sebesar 2 400 ha (1.1%). Rata-rata
peningkatan luas pemukiman setiap tahunnya adalah sebesar 143 ha atau sekitar
11.8%. Pusat terjadinya peningkatan luas pemukiman tampak pada wilayah yang
berbatasan langsung dengan ibukota provinsi yaitu Kecamatan Pangkalan Baru,
wilayah yang menjadi ibukota kabupaten yaitu Kecamatan Koba dan Kecamatan
Simpang Katis serta Kecamatan Sungai Selan.
Penggunaan lahan lain yang cenderung mengalami kenaikan adalah lahan
tambang. Luas lahan tambang pada tahun 2000 adalah sebesar 13 490 ha (6.0%),
tahun 2004 sebesar 18 350 ha (8.1%) dan tahun 2010 luasannya sebesar 26 640 ha
(11.8%). Lahan tambang meningkat setiap tahunnya dengan laju rata-rata sekitar
1 315 ha per tahun dimana antara tahun 2000-2004 laju peningkatan luas lahan
tambang sebesar 1 215 ha per tahun dan tahun 2004-2010 peningkatan tersebut
mencapai 1 381.67 ha per tahun dengan pusat terjadinya perubahan terletak pada
hampir semua kecamatan yang ada di Kabupaten Bangka Tengah seperti
Kecamatan Air Mesu, Kecamatan Lubuk Besar, Kecamatan Simpang Katis dan
Kecamatan Sungai Selan.
Penggunaan lahan yang secara spasial juga terlihat dominan di kabupaten
ini adalah semak belukar. Luas semak belukar cenderung menurun setiap
tahunnya yaitu pada tahun 2000 sebesar 64 010 ha, tahun 2004 sebesar 35
760 ha dan tahun 2010 sebesar 30 330 ha atau masing-masing sekitar 28.3%,
15.8% dan 13.4% dari luas wilayah kabupaten dengan rata-rata laju penurunan
sekitar 5.9% per tahun atau 3 368 ha per tahun. Selain penggunaan-penggunaan
lahan tersebut penggunaan lahan lain memiliki luasan yang relatif kecil yaitu
kurang dari 5.0% luas wilayah. Berkurangnya semak belukar ini secara spasial
terpusat di wilayah bagian timur Kabupaten Bangka Tengah yaitu Kecamatan
Lubuk Besar.

Variabel yang berpengaruh nyata terhadap bertambah luasnya pemukiman


adalah proporsi pemukiman, proporsi perkebunan dan Indeks Perkembangan Desa
(IPD). Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan luas pemukiman cenderung
terjadi pada wilayah relatif berkembang yang ditunjukkan dengan tingginya
Indeks Perkembangan Desa (IPD) wilayah tersebut dan memiliki jumlah
penduduk cukup tinggi yang tercermin dari proporsi pemukiman yang cukup luas.
Proporsi perkebunan berpengaruh nyata negatif terhadap perubahan pemukiman
menunjukkan bahwa pusat terjadinya peningkatan pemukiman terjadi pada
wilayah yang relatif mendekati kota, baik ibukota provinsi maupun ibukota
kabupaten dan kecamatan pemekaran.
Peningkatan lahan tambang terjadi pada wilayah dengan tingkat
pemukiman yang relatif rendah yang menunjukkan bahwa perluasan areal
tambang tersebut terjadi pada wilayah yang penduduknya relatif sedikit. Namun
ketika potensi tambang di wilayah tersebut cukup tinggi maka peningkatan lahan
tambang tetap terjadi pada wilayah yang proporsi pemukiman tahun sebelumnya
relatif tinggi. Selanjutnya proporsi rawa juga berpengaruh nyata terhadap
peningkatan luas lahan tambang, hal ini karena di Kabupaten Bangka Tengah
umumnya lahan tambang terdapat pada lahan yang terletak relatif rendah seperti
rawa. Pembukaan lahan tambang mengikuti potensinya sehingga pembukaan
lahan tambang tersebut tidak hanya terjadi pada rawa namun juga pada lahan
terbuka, perkebunan dan semak belukar yang memiliki nilai land rent relatif lebih
rendah. Adanya potensi timah ini secara langsung maupun tidak langsung
menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan di kabupaten Bangka
Tengah.
Kata Kunci : perubahan penggunaan lahan, penginderaan jauh, tambang timah,
Kabupaten Bangka Barat

Hak Cipta milik IPB, tahun 2011


Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DALAM


HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS PERTAMBANGAN
DI KABUPATEN BANGKA TENGAH

YULITA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Baba Barus, MSc

Judul Tesis
Nama
NRP

: Perubahan Penggunaan Lahan dalam Hubungannya dengan


Aktivitas Pertambangan di Kabupaten Bangka Tengah
: Yulita
: A156090234

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Darmawan, M.Sc


Ketua

Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc


Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi


Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : 8 April 2011

Tanggal Lulus :

Kupersembahkan Karya ini


Kepada:
Ayahanda Rusman (Alm) dan Ibunda Rusmi.
Ali Jaenal Mutakin
Nurusshofi Khoirunnisa tersayang
serta Zahrah, Faiza, Rahmah, Hana, Dhiyya, Fikri, & Nova
Kakak dan Adik-adikku yang telah mendukung selama ini :
Meliya, Parlina, Rafika, dan Renno Petra Pratama

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat
dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2010 ini adalah
Perubahan Penggunaan Lahan dalam hubungannya dengan Aktivitas
Pertambangan di Kabupaten Bangka Tengah.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada Bapak Dr. Ir. Darmawan, M.Sc selaku
ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc selaku
anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan dan bimbingan yang
diberikan mulai dari tahap awal hinga penyelesaian tesis ini, serta kepada penguji
luar komisi sekaligus Sekretaris Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB
Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc yang telah memberikan koreksi dan masukan bagi
penyempurnaan tesis ini. Penghargaan dan terima kasih juga penulis haturkan
kepada Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku Ketua Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah IPB beserta segenap staf pengajar dan staf manajemen
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB, Pemerintah Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung yang telah memberikan izin dan bantuan kepada penulis untuk
mengikuti program tugas belajar ini, Kepala Pusbindklatren BAPPENAS beserta
jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis. Untuk
sahabat-sahabat terbaik: Novita Salim atas semua support tak ternilai; Ardhy
Firdian untuk semua waktu terbaik dan dukungan; Mira Sofia, Hadijah Siregar,
Ivong Verawaty juga Susanto untuk support dan kebersamaan yang indah; serta
rekan-rekan PWL kelas Bappenas angkatan 2009: Dina Martha SS, Anna Buana,
Hafid Zulrizal, Gunadi, Edy Santoso, Erva Noorrahmah, Sri Jamiatul K, Diana
Fitriah dan Dwi Ratnawati Christina atas segala doa, dukungan dan
kebersamaannya selama proses belajar hingga selesai, dan pihak-pihak lain yang
tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyelesaian tesis
ini.
Akhirnya ucapan terima kasih yang setinggi-tinginya juga disampaikan
kepada orang tercinta dan seluruh keluarga di Pangkalpinang, atas segala doa,
dukungan, pengertian dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2011

Yulita

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pangkalpinang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
pada tanggal 29 Juli 1975 dari pasangan Rusman Qori dan Rusmi sebagai anak
kedua dari enam bersaudara.
Pendidikan SD hingga SMA diselesaikan di Pangkalpinang. Tahun 2000
penulis diterima sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pertiba
jurusan Manajemen dan tahun 2003 penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri
Sipil pada Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2009 dan diterima pada Program
Studi Ilmu Perencanaan Wilayah melalui beasiswa pendidikan dari Pusat
Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana (Pusbindiklatren) Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

vii

I.

PENDAHULUAN .............................................................................
1.1 Latar Belakang .........................................................................
1.2 Perumusan Masalah...................................................................
1.3 Tujuan........................................................................
1.4 Manfaat......................................................................................

1
1
3
3
3

II.

TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................


2.1 Lahan .................................................
2.2 Penggunaan Lahan ................
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Lahan
2.4 Perubahan Penggunaan Lahan ..
2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi Perubahan Penggunaan
Lahan .
2.6 Pemetaan Penggunaan Lahan ....................................................
2.7 Kegiatan Pertambangan di Kabupaten Bangka Tengah

5
5
6
7
8

III.

8
9
14

METODE PENELITIAN ..................................................................


3.1 Kerangka Pemikiran .................................................................
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian................................................
3.3 Bahan dan Alat ..
3.4 Analisis dan Pengolahan Data ...................................................
3.5 Teknik Analisis Data ................................................................
3.5.1 Klasifikasi Penggunaan Lahan dan Deteksi Perubahan.
3.5.2 Identifikasi Pusat-pusat dan Faktor Utama Perubahan
Penggunaan Lahan
3.5.3 Identifikasi Hubungan Aktivitas Pertambangan dengan
Perubahan Penggunaan Lahan ..

17
17
18
18
18

IV.

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ..........................


4.1 Administrasi ..............................
4.2 Kependudukan ..................................................................
4.3 Morfologi dan Topografi ..
4.4 Iklim ..
4.5 Tanah ....
4.6 Geologi ..
4.7 Aktivitas Perekonomian..

25
25
25
26
26
27
27
28

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN ..


5.1 Penggunaan Lahan di Kabupaten Bangka Tengah ...

31
31

21
21
24

ii

5.2

Dinamika Penggunaan Lahan di Kabupaten Bangka Tengah


Tahun 2000, 2004 dan 2010 .
Pusat-pusat Perubahan Penggunaan Lahan .
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Lahan

39
51
54

SIMPULAN DAN SARAN ...............................................................


7.1 Simpulan ..............................................................................
7.2 Saran .........................................................................................

59
59
59

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

61

LAMPIRAN ..................................................................................................

65

5.3
5.4
VI.

iii

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Penduduk per kecamatan di Kabupaten Bangka Tengah


tahun 2000-2010 ..

26

Penduduk per kecamatan di Kabupaten Bangka Tengah


tahun 2000-2010

26

Peranan sektor dalam perekonomian Kabupaten Bangka Tengah


2005 2009 menurut harga berlaku (juta rupiah)

28

Peranan sektor dalam perekonomian Kabupaten Bangka Tengah


2005 2009 menurut harga berlaku (persen)

29

Penggunaan/penutupan lahan, kenampakan pada citra landsat dan


keadaan di lapangan .

32

Luas dan Persentase Penggunaan Lahan tahun 2000, 2004 dan 2010 ..

35

Laju Perubahan penggunaan Lahan Kabupaten Bangka Tengah


Tahun 2000-2004 dan 2004-2010 .

40

Matriks Perubahan Penggunan Lahan Tahun 2000-2004


Kabupaten Bangka Tengah ..

49

Matriks Perubahan Penggunan Lahan Tahun 2004-2010


Kabupaten Bangka Tengah ..

50

LQ Perubahan Penggunaan Lahan tingkat Kecamatan di Kabupaten


Bangka Tengah tahun 2000-2004..

51

LQ Perubahan Penggunaan Lahan tingkat Kecamatan di Kabupaten


Bangka Tengah tahun 2004-2010..

51

2
3
4
5

8
9
10
11

iv

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Kerangka Pemikiran ..

18

Bagan Alir Penelitian .

20

Peta Administrasi Kabupaten Bangka Tengah

25

Peta Geologi Kabupaten Bangka Tengah ..

27

Citra Landsat Tahun 2000 ..

31

Citra Landsat Tahun 2004 .

31

Citra Landsat Tahun 2010 ..

32

Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Bangka Tengah Tahun 2010 .

36

Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Bangka Tengah Tahun 2010 .

37

10 Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Bangka Tengah Tahun 2010 .

38

11 Luas dan Persentase Luas setiap Penggunaan Lahan pada 3 (Tiga) Titik
TahunPengamatan .

39

12 Hubungan Perubahan Perkebunan dengan Perubahan Lahan Tambang


a) Tahun 2000-2004 dan b) Tahun 2004-2010.

42

13 Hubungan Perubahan Semak Belukar dengan Perubahan Lahan Tambang


a) Tahun 2000-2004 dan b) Tahun 2004-2010. 43
14 Hubungan Perubahan Hutan dengan Perubahan Lahan Tambang
a) Tahun 2000-2004 dan b) Tahun 2004-2010.

45

15 Hubungan Perubahan Pemukiman dengan Perubahan Lahan Tambang


a) Tahun 2000-2004 dan b) Tahun 2004-2010.

46

16 Pusat perubahan perkebunan dan semak belukar

51

17 Pusat perubahan pemukiman

52

18 Peta Lahan Tambang Tahun 2000 dan Formasi Batuan


Kabupaten Bangka Tengah .

53

19 Peta Lahan Tambang Tahun 2004 dan Formasi Batuan


Kabupaten Bangka Tengah .

53

20 Peta Lahan Tambang Tahun 2010 dan Formasi Batuan


Kabupaten Bangka Tengah

54

vi

vii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000-2004


di Kecamatan Lubuk Besar

66

Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2004-2010


di Kecamatan Lubuk Besar

67

Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000-2004


di Kecamatan Pangkalan Baru..

68

Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2004-2010


di Kecamatan Pangkalan Baru..

69

Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000-2004


di Kecamatan Sungai Selan..

70

Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2004-2010


di Kecamatan Sungai Selan..

71

Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000-2004


di Kecamatan Koba ..

72

Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2004-2010


di Kecamatan Koba ..

73

Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000-2004


di Kecamatan Namang ..

74

10 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2004-2010


di Kecamatan Namang ..

75

11 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000-2004


di Kecamatan Simpang Katis ....

76

12 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2004-2010


di Kecamatan Simpang Katis ....

77

13 Matriks Koefisien Korelasi antar Variabel Perubahan Pemukiman


Tahun 2000-2004

78

14 Matriks Koefisien Korelasi antar Variabel Perubahan Pemukiman


Tahun 2004-2010

79

15 Matriks Koefisien Korelasi antar Variabel Perubahan Lahan Tambang


Tahun 2000-2004

80

viii

16 Matriks Koefisien Korelasi antar Variabel Perubahan Lahan Tambang


Tahun 2004-2010

81

17 Matriks Koefisien Korelasi antara Variabel Perubahan Perkebunan


Tahun 2000-2010

82

18 Matriks Koefisien Korelasi antara Variabel Perubahan Hutan


Tahun 2000-2004

83

19 Matriks Koefisien Korelasi antara Variabel Perubahan Hutan


Tahun 2004-2010

84

20 Matriks Koefisien Korelasi antara Variabel Perubahan Semak Belukar


Tahun 2000-2004 .

85

21 Matriks Koefisien Korelasi antara Variabel Perubahan Semak Belukar


Tahun 2004-2010 ..

86

22 Jenis data yang digunakan dalam analisis regresi berganda ..

87

23 Jenis data yang digunakan dalam menentukan Indeks Perkembangan


Desa (IPD).

88

I. PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Aktivitas penambangan timah di Pulau Bangka sudah dimulai sejak awal

abad XVIII dengan jumlah cadangan yang cukup besar. Menurut catatan sejarah,
tahun 1826 timah dari Bangka telah menjadi bagian dari perdagangan dunia.
Ketika itu timah diekspor langsung dari Bangka memasuki pasar Amsterdam
(Budimanta 2007). Besarnya cadangan timah di Pulau Bangka ini karena secara
geologis, Pulau Bangka termasuk dalam bentangan wilayah yang disebut The
Indonesian Tin Belt (Sabuk Timah Indonesia) yang merupakan bagian dari The
Southeast Asia Tin Belt (Sabuk Timah Asia Tenggara), membujur dari daratan
Asia ke arah Thailand (Sukandarrumidi 2009).
Awalnya penambangan timah di Pulau Bangka dilakukan oleh VOC dengan
mendatangkan etnis Cina sebagai buruh karena penduduk Pulau Bangka saat itu
relatif masih sedikit (Heidhues 2008). Setelah kemerdekaan Republik Indonesia,
pengelolaan tambang timah yang sebelumnya dikuasai oleh penjajah Belanda
diambil alih Pemerintah Indonesia yang kemudian membentuk suatu badan usaha
milik negara yang saat ini dikenal sebagai PT Timah, untuk mengelola lahan
tambang yang ada di Pulau Bangka termasuk di Kabupaten Bangka Tengah.
PT Timah diberikan hak istimewa berupa hak kuasa penambangan untuk
mengelola sekaligus menguasai wilayah-wilayah yang secara de facto menjadi
wilayah penduduk setempat. Penguasaan terhadap wilayah kelola ini terwujud
melalui penerapan-penerapan aturan yang memberikan larangan kepada penduduk
setempat untuk memasuki wilayah pertambangan dan memanfaatkan lahan-lahan
pertambangan tersebut (Budimanta 2007).
Selain PT Timah, sejak awal tahun 1970 di Kabupaten Bangka Tengah juga
terdapat perusahaan joint venture antara pemerintah Indonesia dan Australia, yaitu
PT Kobatin. PT Kobatin juga diberikan hak istimewa dalam mengelola
pertambangan timah di Kabupaten Bangka Tengah (Sukandarrumidi 2009).
Awal tahun 1990, jatuhnya harga timah di pasaran dunia, ditemukannya
cadangan timah yang kaya di Brazil serta adanya substitusi komponen-komponen
yang awalnya memakai bahan baku timah merupakan faktor-faktor yang
menyebabkan PT Timah menetapkan beberapa kebijakan penting terkait

penghematan biaya produksi pada masa itu. Salah satu kebijakan tersebut adalah
dilakukannya reorganisasi dalam bentuk perampingan organisasi dan pengurangan
karyawan mejadi hanya sekitar 20% dari total karyawan sebelumnya. Selain itu
PT Timah juga menjalin hubungan kemitraan dengan pihak swasta yang disebut
Tambang Karya, dimana para mitra tersebut yang melakukan penambangan
sementara PT Timah bertindak sebagai penampung hasil tambangnya (Budimanta
2007).
Pengurangan

besar-besaran

terhadap

jumlah

karyawan

tersebut

menyebabkan sebagian besar mantan karyawan timah beralih profesi menjadi


petani lada dan karet sebagaimana yang sudah dilakukan sejak turun temurun oleh
masyarakat Bangka. Sebagian lagi menjadi penambang skala kecil yang dikenal
dengan tambang rakyat, dan menjadi pemasok bijih timah kepada mitra PT
Timah, karena pada prakteknya mitra PT Timah tersebut tidak menambang
langsung namun hanya sebagai kolektor dari tambang rakyat (Budimanta 2007).
Hal ini menjadi awal berkembangnya tambang rakyat di Kabupaten Bangka
Tengah saat itu namun dalam jumlah yang masih sedikit.
Krisis moneter yang terjadi pada akhir tahun 1990 yang ditandai dengan
meningkatnya nilai tukar dolar terhadap mata uang rupiah berdampak terhadap
meningkatnya harga jual timah di pasaran. Hal tersebut menyebabkan masyarakat
di Pulau Bangka termasuk Kabupaten Bangka Tengah yang sebelumnya
mayoritas memiliki mata pencaharian sebagai petani lada dan karet mulai beralih
menjadi penambang skala kecil pada lahan-lahan tambang yang sudah
ditinggalkan PT Timah (Heidhues 2008). Sementara itu berlakunya UndangUndang Nomor 22/1999 tentang Pemerintah Daerah sebagai awal dimulainya era
otonomi daerah, kebijakan pemerintah pusat dan peraturan-peraturan pemerintah
daerah terkait penambangan timah yang dikeluarkan kemudian juga menjadikan
pengelolaan tambang timah yang sebelumnya hanya dimonopoli oleh dua
perusahaan besar tersebut menjadi dapat dilakukan oleh banyak pihak yang
memiliki modal.
Keuntungan finansial yang diperoleh dari aktivitas penambangan menjadi
daya tarik bagi masyarakat luar untuk datang ke Kabupaten Bangka Tengah
dengan tujuan menambang. Namun dalam perjalanannya mereka tidak hanya

menambang akan tetapi juga membuka lahan perkebunan, berdagang dan lain-lain
(Budimanta 2007).
Kegiatan penambangan timah skala kecil yang dilakukan di Kabupaten
Bangka Tengah semakin meningkat bahkan cenderung tidak terkendali sehingga
lahan tambang semakin meluas. Selain itu, bertambahnya penduduk di kabupaten
ini menyebabkan bertambahnya permintaan akan lahan pemukiman dan
selanjutnya juga menyebabkan bertambahnya permintaan akan lahan untuk
kebutuhan lainnya.
1.2

Perumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut diatas dapat dirumuskan beberapa permasalahan

sebagai berikut:
1. Seberapa besar pengaruh aktivitas pertambangan terhadap perubahan
penggunaan lahan di Kabupaten Bangka Tengah?
2. Dimana terjadinya pusat perubahan penggunaan lahan tersebut?
3. Apa saja faktor utama yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan
lahan di Kabupaten Bangka Tengah?
1.3

Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas maka tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:


1.

Menganalisis perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bangka Tengah


periode tahun 2000-2010.

2.

Mengidentifikasi pusat-pusat terjadinya perubahan penggunaan lahan.

3.

Menganalisis faktor-faktor utama yang berpengaruh terhadap perubahan


penggunaan lahan.

4.

Menganalisis

hubungan

aktivitas

pertambangan

dengan

perubahan

penggunaan lahan.
1.4

Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam

penentuan kebijakan-kebijakan terkait pemanfaatan dan pengendalian penggunaan

lahan untuk saat ini dan masa depan, sehingga dapat terarahnya penggunaan lahan
bagi setiap orang, badan hukum dan pemerintah.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1

Lahan
Lahan adalah bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup

pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan


bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara
potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO 1976 dalam Niin
2010). Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi
oleh berbagai aktivitas fauna dan manusia baik di masa lalu maupun saat
sekarang, seperti tindakan konservasi tanah dan reklamasi pada suatu lahan
tertentu. Setiap aktivitas manusia baik langsung maupun tidak langsung selalu
terkait dengan lahan, seperti untuk pertanian, pemukiman, transportasi, industri
atau untuk rekreasi, sehingga dapat dikatakan bahwa lahan merupakan
sumberdaya alam yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Sitorus
(2001) mendefinisikan sumberdaya lahan (landresources) sebagai lingkungan
fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada di
atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan.
Vink dalam Gandasasmita (2001) mengemukakan bahwa lahan adalah suatu
konsep yang dinamis. Lahan bukan hanya merupakan tempat dari berbagai
ekosistem tetapi juga merupakan bagian dari ekosistem-ekosistem tersebut. Lahan
juga merupakan konsep geografis karena dalam pemanfaatannya selalu terkait
dengan ruang atau lokasi tertentu, sehingga karakteristiknya juga akan sangat
berbeda tergantung dari lokasinya. Dengan demikian kemampuan atau daya
dukung lahan untuk suatu penggunaan tertentu juga akan berbeda dari suatu
tempat ke tempat lainnya.
Sumberdaya lahan mungkin dinilai dalam aspek atau atribut yang berbeda
dalam pemanfaatannya. Perbedaan dalam cara penilaian lahan ini akan
menyebabkan perbedaan dalam penggunaannya. Seorang petani yang akan
memanfaatkan lahan akan lebih memperhatikan aspek ekosistem seperti
ketersediaan air atau kemudahan untuk diolah, sebaliknya seorang pengembang
perumahan akan lebih memperhatikan aspek ruang atau lokasi dari lahan yang
bersangkutan. Selanjutnya, penggunaan yang lebih menekankan lahan sebagai
aspek ekosistem ataupun yang lebih menekankan lahan sebagai ruang, keduanya

akan memberikan dampak tertentu terhadap lahan sebagai suatu bentang alam
(Gandasasmita 2001).
2.2

Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan merupakan setiap bentuk campur tangan manusia

terhadap sumber daya lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik
materil maupun spiritual (Vink 1975 dalam Gandasasmita 2001). Campur tangan
manusia ini sangat jelas terutama dalam memanipulasi kondisi ataupun prosesproses ekologi yang berlangsung pada suatu areal. Dalam penggunaan lahan ini
manusia berperan sebagai pengatur ekosistem, yaitu dengan menyingkirkan
komponen-komponen

yang

dianggap

tidak

berguna

ataupun

dengan

mengembangkan komponen yang diperkirakan akan menunjang penggunaan


lahannya (Mather 1986 dalam Rosnila 2004). Misalnya diubahnya areal hutan
yang heterogen menjadi lahan perkebunan yang homogen karena budidaya
perkebunan lebih menguntungkan daripada hutan. Demikian juga dengan
pengalihfungsian lahan rawa menjadi lahan tambang, lahan terbuka menjadi
perkebunan dan sebagainya.
Menurut Lillesand dan Kiefer (1990), penutupan lahan merupakan
perwujudan fisik objek-objek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan
manusia terhadap objek-objek tersebut. Sedangkan penggunaan lahan secara
umum didefinisikan sebagai penggolongan penggunaan lahan yang dilakukan
secara umum seperti pertanian tadah hujan, pertanian beririgasi, padang rumput,
kehutanan, atau daerah rekreasi.
Arsyad (2010) mengelompokkan penggunaan lahan ke dalam dua bentuk
yaitu: (1) penggunaan lahan pertanian yang dibedakan berdasarkan atas
penyediaan air dan komoditas yang diusahakan, dimanfaatkan atau atas jenis
tumbuhan atau tanaman yang terdapat di atas lahan tersebut, seperti tegalan,
sawah, kebun, padang rumput, hutan dan sebagainya; (2) penggunaan lahan non
pertanian seperti penggunaan lahan pemukiman kota atau desa, industri, rekreasi,
pertambangan dan sebagainya. Sebagai wujud kegiatan manusia, maka di
lapangan sering dijumpai penggunaan lahan baik bersifat tunggal (satu
penggunaan) maupun kombinasi dari dua atau lebih penggunaan lahan.

2.3

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Lahan


Pola penggunaan lahan bersifat sangat dinamis, bervariasi menurut waktu

dan tempat. Barlowe (1986) menyatakan bahwa dalam menentukan penggunaan


lahan, terdapat tiga faktor penting yang perlu dipertimbangkan yaitu faktor fisik
lahan, faktor ekonomi, serta faktor kelembagaan. Selain itu faktor kondisi sosial
dan budaya masyarakat setempat juga akan mempengaruhi pola penggunaan lahan
(Gandasasmita 2001).
Faktor fisik yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor-faktor
yang terkait dengan kesesuaian lahannya, meliputi faktor-faktor lingkungan yang
secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan dan
budidaya tanaman, kemudahan teknik budidaya ataupun pengolahan lahan dan
kelestarian lingkungan. Faktor fisik ini meliputi kondisi iklim, sumberdaya air dan
kemungkinan pengairan, bentuk lahan dan topografi, serta karakteristik tanah,
yang secara bersama akan membatasi apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan
pada sebidang lahan.
Faktor kelayakan ekonomi adalah seluruh persyaratan yang diperlukan
untuk pengelolaan suatu penggunaan lahan. Pengelola lahan tidak akan
memanfaatkan lahannya kecuali bila penggunaan tersebut, termasuk dalam hal ini
teknologi yang diterapkan, telah diperhitungkan akan memberikan suatu
keuntungan atau hasil yang lebih besar dari biaya modalnya (Barlowe 1986).
Kelayakan ekonomi ini bersifat dinamis, tergantung dari harga dan permintaan
terhadap penggunaan lahan tersebut atau hasilnya. Penerapan teknologi baru
ataupun meningkatnya permintaan mungkin menyebabkan suatu penggunaan
lahan yang tadinya tidak memiliki nilai ekonomis berubah menjadi layak secara
ekonomis (Saefulhakim 1999).
Faktor-faktor kelembagaan yang mempengaruhi pola penggunaan lahan
adalah faktor-faktor yang terkait dengan sosial budaya dan aturan-aturan dari
masyarakat, termasuk dalam hal ini aturan atau perundangan dari pemerintah
setempat (Barlowe 1986). Penggunaan lahan yang dijumpai di suatu wilayah
adalah penggunaan lahan yang tidak bertentangan dengan kebijaksanaan
pemerintah, sosial budaya, kebiasaan, tradisi, ataupun kepercayaan yang dianut
oleh masyarakat setempat.

2.4

Perubahan Penggunaan Lahan


Winoto et al. (1996) mendefinisikan perubahan penggunaan lahan sebagai

suatu proses perubahan dari penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lahan


lainnya yang dapat bersifat permanen maupun sementara, dan merupakan bentuk
konsekuensi logis adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial
ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Apabila penggunaan lahan untuk
sawah berubah menjadi pemukiman atau industri maka perubahan penggunaan
lahan ini bersifat permanen dan tidak dapat kembali (irreversible) tetapi jika
beralih guna menjadi perkebunan biasanya bersifat sementara. Perubahan
penggunaan lahan pertanian berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi,
sosial, budaya dan politik masyarakat. Perubahan penggunaan lahan pertanian ke
non pertanian bukanlah semata-mata fenomena fisik berkurangnya luasan lahan,
melainkan merupakan fenomena dinamis yang menyangkut aspek-aspek
kehidupan manusia, karena secara agregat berkaitan erat dengan perubahan
orientasi ekonomi, sosial budaya dan politik masyarakat.
Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat
dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena adanya keperluan untuk memenuhi
kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan berkaitan dengan
meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Sebagai contoh
meningkatnya kebutuhan akan ruang tempat hidup, transportasi dan tempat
rekreasi akan mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan (Rosnila 2004).
2.5

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan


Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah juga faktor-

faktor yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan, sehingga ketika


faktor penggunaan lahan berubah maka faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan penggunaan lahan juga berubah, dimana faktor fisik bersifat tetap
(Gandasasmita 2001). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan. Gaona et al.
(2000) memfokuskan pada penggunaan lahan dan deforestasi di Dataran Tinggi
Ciapas, Mexico dengan hasil faktor kepadatan penduduk menunjukkan fenonena

bahwa semakin tinggi pemukiman maka semakin tinggi proses deforestasi yang
berada di sekitarnya.
Deforestasi tersebut terjadi pada kelas lereng 12o dimana terlihat
peningkatan kawasan terbangun dan hutan terbuka rata-rata terjadi. pada kelas
lereng tersebut. Selain itu penambahan kawasan terbangun dan hutan terbuka
terjadi pada semua jenis tanah yakni Luvisol, Rendzina dan Acrisol. Sebaliknya
pengurangan kerapatan hutan terjadi pada jenis tanah Rendzina dan Luvisol.
Carolita (2005) menganalisis faktor-faktor perubahan penggunaan lahan di
Jabotabek berdasarkan faktor fisik lahan seperti ketinggian, kemiringan lahan,
jenis tanah, dan jenis penggunaan lahan sebelumnya; faktor sosial ekonomi seperti
jarak dari pusat CBD ke pusat desa dan kepadatan penduduk; dan faktor arahan
penggunaan lahan (RTRW). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor
kepadatan penduduk berpengaruh nyata terhadap perubahan penggunaan lahan
menjadi urban, dimana perubahan tersebut umumnya terjadi pada lahan dengan
tingkat kelerengan 0 3% dan ketinggian 250 400m , sedangkan faktor jenis
tanah, jarak dari pusat CBD ke pusat desa, penggunaan lahan sebelumnya dan
arahan penggunaan lahan secara statistik tidak signifikan sebagai faktor penyebab
perubahan penggunaan lahan menjadi urban.
Sedangkan Niin (2010) menyimpulkan bahwa faktor fisik lahan merupakan
variabel yang paling konsisten mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan
menjadi penggunaan lainnya diikuti faktor kebijakan penggunaan lahan dan faktor
sosial ekonomi.
2.6

Pemetaan Penggunaan Lahan


Penafsiran citra visual dapat didefiniskan sebagai aktivitas visual untuk

mengkaji citra yang menunjukkan gambaran muka bumi yang tergambar di dalam
citra tersebut untuk tujuan identifikasi obyek dan menilai maknanya (Ali &
Tesgaya 2010). Penafsiran citra merupakan kegiatan yang didasarkan pada deteksi
dan identifikasi obyek dipermukaan bumi pada citra satelit Landsat dengan
mengenali obyek-obyek tersebut melalui unsur-unsur utama spektral dan spasial
serta kondisi temporalnya.
Teknik penafsiran citra penginderaan jauh diciptakan agar penafsir dapat
melakukan pekerjaan penafsiran citra secara mudah dengan mendapatkan hasil

10

penafsiran pada tingkat keakuratan dan kelengkapan yang baik. Menurut Sutanto
(1986), teknik penafsiran citra penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan
komponen penafsiran yang meliputi (1) data acuan, (2) kunci interpretasi citra
atau unsur diagnostik citra, (3) metode pengkajian, dan (4) penerapan konsep
multispektral.
1. Data acuan
Data acuan diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dan kecermatan
seorang penafsir, data ini bisa berupa laporan penelitian, monografi daerah, peta,
dan yang terpenting disini data di atas dapat meningkatkan local knowledge
pemahaman mengenai lokasi penelitian.
2. Kunci interpretasi citra atau unsur diagnostik citra
Pengenalan obyek merupakan bagian vital dalam interpretasi citra. Untuk
itu identitas dan jenis obyek pada citra sangat diperlukan dalam analisis
memecahkan masalah yang dihadapi. Karakteristik obyek pada citra dapat
digunakan untuk mengenali obyek yang dimaksud dengan unsur interpretasi.
Unsur interpretasi yang dimaksud disini adalah (a) rona/warna, (b) bentuk, (c)
ukuran, (d) tekstur, (e) pola, (f) bayangan, (g) situs, (h) asosiasi dan (i)
konvergensi bukti.
a. Rona/warna
Rona dan warna merupakan unsur pengenal utama atau primer terhadap suatu
obyek pada citra penginderaan jauh. Fungsi utama adalah untuk identifikasi
batas obyek pada citra. Penafsiran citra secara visual menuntut tingkatan rona
bagian tepi yang jelas, hal ini dapat dibantu dengan teknik penajaman citra
(enhancement). Rona merupakan tingkat/gradasi keabuan yang teramati pada
citra penginderaan jauh yang dipresentasikan secara hitam-putih. Permukaan
obyek yang basah akan cenderung menyerap cahaya elektromagnetik sehingga
akan nampak lebih hitam dibanding obyek yang relatif lebih kering.
Warna merupakan wujud yang yang tampak mata dengan menggunakan
spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum elektromagnetik tampak (Sutanto
1986). Contoh obyek yang menyerap sinar biru dan memantulkan sinar hijau
dan merah maka obyek tersebut akan tampak kuning. Dibandingkan dengan
rona, perbedaaan warna lebih mudah dikenali oleh penafsir dalam mengenali

11

obyek secara visual. Hal inilah yang dijadikan dasar untuk menciptakan citra
multispektral.
b. Bentuk
Bentuk dan ukuran merupakan asosiasi sangat erat. Bentuk menunjukkan
konfigurasi umum suatu obyek sebagaimana terekam pada citra penginderaan
jauh. Bentuk mempunyai dua makna yakni bentuk luar/umum dan bentuk rinci
atau susunan bentuk yang lebih rinci dan spesifik.
c. Ukuran
Ukuran merupakan bagian informasi konstektual selain bentuk dan letak.
Ukuran merupakan atribut obyek yang berupa jarak, luas, tinggi, lereng dan
volume (Sutanto 1996). Ukuran merupakan cerminan penyajian penyajian luas
daerah yang ditempati oleh kelompok individu.
d. Tekstur
Tekstur merupakan frekuensi perubahan rona dalam citra. Tekstur dihasilkan
oleh kelompok unit kenampkan yang kecil, tekstur sering dinyatakan kasar,
halus, ataupu belang-belang (Sutanto 1996). Contoh hutan primer bertekstur
kasar, hutan tanaman bertekstur sedang, dan tanaman padi bertekstur halus.
e. Pola
Pola merupakan karakteristik makro yang digunakan untuk mendeskripsikan
tata ruang pada kenampakan di citra. Pola atau susunan keruangan merupakan
ciri yang yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan beberapa
obyek alamiah. Hal ini membuat pola unsur penting untuk membedakan pola
alami dan hasil budidaya manusia. Sebagai contoh perkebunan karet dan
kelapa sawit sangat mudah dibedakan dari hutan dengan polanya dan jarak
tanam yang seragam.
f. Bayangan
Bayangan merupakan unsur sekunder yang sering membantu untuk
identifikasi obyek secara visual, misalnya untuk mengidentifikasi hutan
jarang, gugur daun, tajuk (hal ini lebih berguna pada citra resolusi tinggi
ataupun foto udara).

12

g. Situs
Situs merupakan konotasi suatu obyek terhadap faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi pertumbuhan atau keberadaan suatu obyek. Situs bukan ciri
suatu obyek secara langsung, tetapi kaitannya dengan faktor lingkungan.
Contohnya hutan mangrove selalu bersitus pada pantai tropik, ataupun muara
sungai yang berhubungan langsung dengan laut (estuaria).
h. Asosiasi (korelasi)
Asosiasi menunjukkan komposisi sifat fisiogonomi seragam dan tumbuh pada
kondisi habitat yang sama. Asosiasi juga berarti kedekatan erat suatu obyek
dengan obyek lainnya. Contoh permukiman kota identik dengan adanya
jaringan transportasi jalan yang lebih kompleks dibanding permukiman
pedesaan.
i. Konvergensi bukti
Dalam proses penafsiran citra penginderaan jauh sebaiknya digunakan unsur
diagnostik citra sebanyak mungkin. Hal ini perlu dilakukan karena semakin
banyak unsur diagnostik citra yang digunakan semakin menciut lingkupnya
untuk sampai pada suatu kesimpulan suatu obyek tertentu. Konsep ini yang
sering disebut konvergensi bukti.
3. Metode pengkajian
Penafsiran citra lebih mudah apabila dimulai dari pengkajian dengan
pertimbangan umum ke pertimbangan khusus/lebih spesifik dengan metode
konvergensi bukti.
4. Penerapan konsep multispektral
Konsep ini menganjurkan untuk menggunakan beberapa alternatif
penggunaan beberapa band secara bersamaan. Kegunaannya adalah untuk
meningkatkan kemampuan interpretasi dengan mempertimbangkan kelebihan
masing masing penerapan komposit band tersebut.
Pada citra dengan komposit band 543 (RGB), dapat dengan mudah
dibedakan antara obyek vegetasi dengan non vegetasi. Obyek bervegetasi
dipresentasikan dengan warna hijau, dan tanah kering dengan warna merah.

13

Citra dengan komposit band 432 (RGB), mempunyai kelebihan untuk


membedakan obyek kelurusan seperti jalan dan kawasan perkotaan. Jaringan jalan
dipresentasikan dengan warna putih.
Citra dengan komposit band 543 (RGB), mempunyai kelebihan mudah
untuk membedakan obyek yang mempunyai kandungan air atau kelembapan
tinggi. Obyek dengan tingkat kelembapan atau kandungan air tinggi akan
dipresentasikan dengan rona yang lebih gelap secara kontras. Contohnya obyek
tambak akan tampak berwarna biru kehitaman dengan bentuk kotak teratur.
Komposit ini membantu dalam pembedaan hutan rawa dengan hutan lahan kering,
sawah dengan padi tua ataupun sawah dengan awal penanaman.
Penafsiran citra secara visual merupakan hubungan interaktif (langsung)
antara penafsir dengan citra, artinya ada proses perunutan dari penafsir untuk
mengenali obyek hingga proses pendeliniasian batas obyek untuk medefinisikan
obyek tersebut. Penafsiran citra secara manual pada awalnya dengan cara deliniasi
obyek pada citra cetak kertas (hardcopy) yang telah dilakukan preprocessing lebih
dulu. Perkembangan tehnologi hardware dan software memungkinkan penafsiran
langsung dikomputer dengan metode on screen digitize. Meskipun memanfaatkan
komputer, metode ini masih termasuk interpretasi secara manual. Hasil dari
metode ini adalah data klasifikasi tematik dalam format vektor. Kodifikasi data
(encoding) dapat secara langsung dilakukan. Sehingga metode ini sering dikenal
juga sebagai metode penafsiran interaktif.
Kelebihan dari metode ini adalah penafsir dapat memperhitungkan konteks
spasial wilayah pada saat penafsiran dengan melibatkan lebih dari satu elemen
(unit lahan, bentuk lahan, local knowledge dan lain-lain) yang tidak mungkin
dapat dilakukan dengan metode klasifikasi digital secara langsung. Keuntungan
kedua adalah metode ini cocok untuk daerah ekuator yang banyak tertutup awan.
Sutanto (1996) menyebutkan ada dua faktor yang harus diperhatikan pada
metode ini yaitu :
1. Kaidah perbesaran ( Zooming)
Tingkat ketelitian pemetaan disesuaikan dengan tingkat skala yang
digunakan. Semakin besar skala pemetaannya semakin rinci informasi yang harus
disajikan dan sebaliknya. Penafsiran manual sangat tergantung dari visualisasi

14

citra. Berbeda dengan penafsiran digital yang tidak memperhitungkan skala.


Satu hal yang menjadi kelemahan metode ini adalah luas visualisasi monitor
komputer, dimana semakin besar skala visualisasi semakin kecil luas citra yang
tergambarkan begitu pula sebaliknya. Konsekuensi dari hal ini adalah kegiatan
melakukan penggeseran visual citra setiap kali berpindah lokasi interpretasi.
2. Kartografi pemetaan dalam penafsiran citra.
Akurasi geometrik pemetaan melaui penafsiran citra ditentukan oleh dua hal
yaitu akurasi geometrik citra dan akurasi deliniasi antar obyek yang dipetakan.
Akurasi geometrik ditentukan oleh koreksi geometris yang dilakukan pada citra.
Akurasi deliniasi ditentukan oleh penafsir, apabila kedua hal ini telah dilakukan
kaidah kartografis yang harus diperhatikan adalah ukuran luas polygon yang yang
harus dideliniasi. Luasan sangat tergantung pada tujuan skala pemetaan yang
direncanakan. Proses ini dikenal dengan nama generalisasi pemetaan. Aturannya
menentukan luas poligon terkecil adalah 0,5 x 0,5 x skala pemetaan.
Berikut adalah skala generalisasi pemetaan pada tiap skala peta :
1.

Skala pemetaan 1 : 50.000 luas poligon terkecil 1,25 ha

2.

Skala pemetaan 1 : 100.000 luas poligon terkecil 2,5 ha

3.

Skala pemetaan 1 : 250.000 luas poligon terkecil 6,25 ha

2.7

Kegiatan Pertambangan di Kabupaten Bangka Tengah


Usaha

pertambangan

merupakan

kegiatan

untuk

mengoptimalkan

pemanfaatan sumberdaya alam tambang (bahan galian) yang terdapat di dalam


bumi Indonesia. Kegiatan penambangan timah di Kabupaten Bangka Tengah
diatur dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pertambangan yang menyatakan bahwa segala bahan galian yang terdapat
dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia yang merupakan endapanendapan alam sebagai karunia Tuhan yang Maha Esa, adalah kekayaan Nasional
bangsa Indonesia dan oleh karenanya dikuasai dan dipergunakan oleh Negara
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Usaha pertambangan bahan-bahan
galian tersebut dapat meliputi :
a. penyelidikan umum
b. eksplorasi

15

c. eksploitasi
d. pengolahan dan pemurnian
e. pengangkutan
f. penjualan
Kegiatan tersebut dibedakan atas kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha
hilir. Kegiatan usaha hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu
pada kegiatan usaha eksplorasi dan usaha ekploitasi. Kegiatan usaha hilir adalah
kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha pengolahan,
pengangkutan, penyimpanan, dan niaga.
Saat ini penambangan timah di Kabupaten Bangka Tengah dilakukan oleh
PT Timah, perusahaan joint venture Indonesia-Malaysia (dulu joint venture
Indonesia-Australia) yaitu PT Kobatin dan masyarakat umum yang membuka
tambang timah inkonvensional (TI). Disebut dengan tambang inkonvensional (TI)
karena metode penambangannya hanya menggunakan mesin penyedot tanah dan
air dengan kebutuhan modal yang relatif kecil, luas areal tambang yang juga
relatif kecil dibandingkan dengan areal tambang perusahaan (Sukandarrumidi
2009).
Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan penambangan dimulai sejak awal
tahun 1990 ketika penambangan timah di daratan dinilai tidak lagi ekonomis
sehingga PT Timah yang ada di Kabupaten Bangka Tengah mengajak kontraktor
lokal untuk ikut menambang sebagai mitra kerja yang disebut Tambang Karya.
Ketika harga timah turun pada tahun 1991-1995 dan banyak Tambang Karya yang
menghentikan kegiatannya, untuk memenuhi kuota produksi, selain melakukan
penambangan sendiri, perusahaan besar tersebut mengeluarkan kebijakan yang
memungkinkan mitra kerjanya untuk bertindak sebagai koordinator pembeli bijih
timah hasil pendulangan masyarakat. Penambangan timah oleh masyarakat inilah
yang disebut Tambang Inkonvensional (TI).
Pada perkembangan selanjutnya, TI tumbuh tidak terkendali dan
penambangan tidak hanya dilakukan pada wilayah kuasa penambangan yang
sudah ditetapkan sebelumnya, namun mulai merambah ke areal lain termasuk
hutan. Semakin maraknya TI ini juga sejalan dengan bergulirnya era reformasi
dan dikeluarkannya Keputusan Meperindag No. 146/MPP/Kep/4/1999 tanggal 22

16

April 1999 yang menyatakan bahwa timah merupakan barang bebas dan tidak
diawasi serta kebijakan otonomi daerah yang memungkinkan pemerintah daerah
mengeluarkan berbagai kebijakan terkait pengelolaan tambang di wilayahnya
(Budimanta 2007).

III. METODOLOGI PENELITIAN


3.1

Kerangka Pemikiran
Tingginya potensi sumberdaya alam khususnya tambang timah di

Kabupaten Bangka Tengah menyebabkan aktivitas penambangan dilakukan sejak


dulu. Meningkatnya nilai tukar dolar terhadap rupiah pada akhir tahun 1990 yang
berdampak terhadap kenaikan harga timah di pasar dunia menjadi faktor penyebab
meningkatnya aktivitas pertambangan baik oleh perusahaan besar maupun yang
dilakukan oleh masyarakat umum. Seiring dengan itu, dimulainya era otonomi
daerah pada saat yang hampir bersamaan dengan melonjaknya harga timah dunia
berdampak terhadap peluang masyarakat umum untuk ikut menambang timah
terbuka lebar.
Meningkatnya aktivitas penambangan ini secara ekonomi berdampak
terhadap meningkatnya kesejahteraan masyarakat Bangka Tengah (Budimanta
2007). Hal ini menjadi salah satu faktor datangnya penduduk dari luar wilayah
Kabupaten Bangka Tengah. Selain kebutuhan akan lahan tambang yang semakin
meningkat, bertambahnya penduduk ini

menyebabkan kebutuhan akan lahan

permukiman dan lahan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
lainnya juga ikut meningkat. Misalnya kebutuhan akan lahan perkebunan yang
juga ikut meningkat karena datangnya penduduk dari luar Kabupaten Bangka
Tengah adalah untuk mencari penghidupan dengan menambang namun
kenyataannya ketika keuntungan ekonomi yang mereka harapkan dengan
menambang sulit untuk didapatkan, maka mereka mulai ikut mengembangkan
tanaman perkebunan seperti yang dilakukan oleh masyarakat setempat.
Perkebunan ini dikembangkan sebagai cadangan dan untuk keuntungan ekonomi
jangka panjang, sementara menambang timah dilakukan untuk membiayai
kebutuhan sehari-hari. Meningkatnya penggunaan lahan tertentu menyebabkan
menurunnya pengggunaan lahan yang lain sehingga terjadi perubahan penggunaan
lahan yang cukup dinamis.
Pemikiran secara skematis digambarkan sebagai sebuah bagan alir
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.

18

Harga timah
meningkat

Potensi tambang timah di


Kabupaten Bangka Tengah
UU Otoda dan
Kepmenperindag
Aktivitas Penambangan Timah
meningkat
Pertumbuhan
penduduk
Kebutuhan lahan meningkat

Perubahan penggunaan
lahan

Gambar 1 Kerangka Pemikiran.


3.2

Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bangka Tengah yang

secara geografis terletak pada posisi 020826- 024323Lintang Selatan dan


1054458 - 1065057 Bujur Timur. Penelitian dilakukan selama 7 (tujuh)
bulan yaitu dari Agustus 2010 sampai Februari 2011.
3.3

Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara Citra Satelit Landsat 7+

ETM Tahun 2010 path 123 row 062 tanggal penyiaman 31 Juli 2010, Landsat 5
TM Tahun 2004 path 123 row 062 tanggal penyiaman 7 Agustus 2004, Landsat
7+ ETM Tahun 2000 path 123 row 062 tanggal penyiaman 14 April 2000 serta
Alos Avnir Tahun 2010. Data lain yang digunakan adalah Peta Geologi Pulau
Bangka dan Peta Batas Administrasi Kabupaten Bangka Tengah.
Alat yang digunakan antara lain komputer yang dilengkapi dengan
perangkat lunak Sistem Informasi Geografis dan pengolahan citra satelit,
Statistica 8, Global Positioning System serta kamera digital.
3.4

Analisis dan Pengolahan Data


Pada Gambar 2, analisis dilakukan dalam tiga tahapan dengan tahapan

sebagai berikut :

19

a. Tahap pertama
1.

Interpretasi penutupan/penggunaan lahan berasal dari data penginderaan


jauh tiga titik tahun yaitu citra satelit Landsat 7+ ETM Tahun 2010,
Landsat 5 TM Tahun 2004, dan Landsat 7+ ETM Tahun 2000 serta Alos
Avnir 2010. Proses interpretasi yang dilakukan dimulai dari tahap
pengolahan

awal,

penajaman

gambar,

pemotongan

citra

dengan

menggunakan data vektor berupa peta administrasi, dan klasifikasi


penggunaan lahan yang hasil akhirnya adalah peta penggunaan lahan tahun
2000, 2004 dan 2010.
2.

Pengolahan data untuk mendapatkan informasi digital yang berasal dari


peta-peta tematik dilakukan melalui proses digitasi peta sehingga
diperoleh basis data digital yang dipersiapkan untuk proses selanjutnya.

3.

Pengolahan data untuk mendeteksi perubahan penggunaan lahan dengan


melakukan proses overlay (tumpang tindih) antara peta penggunaan lahan
dua titik tahun.

4.

Analisis dinamika spasial perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan


analisis deskriptif perubahan penggunaan lahan dari data tabulasi yang
diperoleh dari proses sebelumnya.

b.

Tahap kedua
Analisis spasial dan pendekatan Location Quotient Analysis dilakukan untuk
mengidentifikasi pusat-pusat perubahan penggunaan lahan. Faktor-faktor
yang diduga sebagai penyebab utama perubahan penggunaan lahan didekati
dengan melakukan identifikasi terhadap variabel-variabel yang diduga
berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan dengan menggunakan
Multiple Regression Analysis. Variabel-variabel yang digunakan dalam
analisis regresi berganda digunakan dalam scatterplot untuk memperkuat
hasil analisis tersebut.

c. Tahap ketiga
Analisis deskriptif berdasarkan hasil analisis tahap-tahap sebelumnya
digunakan dalam menganalisis hubungan perubahan penggunaan lahan
dengan aktivitas pertambangan di Kabupaten Bangka Tengah.

20

Citra Landsat
Tahun 2000

Citra Landsat
Tahun 2010

Citra Landsat
Tahun 2004

Koreksi Geometri
Survey
Lapang

Pra-klasifikasi
Klasifikasi
Post-klasifikasi

Peta Penggunaan
Lahan Tahun 2004

Peta Penggunaan
Lahan Tahun 2000

Peta Penggunaan
Lahan Tahun 2010

Peta Perubahan
Penggunaan Lahan

Peta Perubahan
Penggunaan Lahan

Data Atribut

Data Atribut

Peta jaringan
sungai
Peta jaringan
jalan
Identifikasi pusat
perubahan
penggunaan lahan

Identifikasi faktor
utama perubahan
penggunaan lahan

LQ Analysis

Multiple Regression Analysis

Pusat perubahan
penggunaan lahan

Faktor utama
perubahan penggunaan
lahan

Hubungan perubahan
penggunaan lahan dengan
aktivitas pertambangan

Gambar 2 Bagan Alir Penelitian.

Data Podes

21

3.5

Teknik Analisis Data

3.5.1 Klasifikasi Penggunaan Lahan dan Deteksi Perubahan


Proses klasifikasi adalah pengkelasan objek hasil interpretasi ke dalam
tipe/jenis penggunaan lahan tertentu. Dalam hal ini diklasifikasikan 10 (sepuluh)
tipe/jenis penutupan/penggunaan lahan berdasarkan kenampakan pada citra
Landsat dan pengecekan lapang yaitu : hutan, lahan tambang, perkebunan,
pemukiman, lahan terbuka, rawa, sawah, mangrove, semak belukar dan tubuh air.
Hasil klasifikasi ini kemudian diuji kebenarannya dengan melakukan
pengecekan ke lapang secara langsung pada daerah penelitian. Pengambilan
beberapa titik pengecekan di lapang yang kemudian digunakan untuk menganalisa
dan memperbaiki hasil klasifikasi.
3.5.2 Identifikasi Pusat-pusat dan Faktor Utama Perubahan Penggunaan
Lahan
Analisis spasial yang dilengkapi dengan analisis Location Quotient (LQ)
adalah pendekatan yang digunakan untuk mengidentifikasi pusat-pusat perubahan
penggunaan lahan pada unit administrasi tingkat kecamatan. Hal ini dilakukan
dengan melihat perubahan penggunaan lahan secara spasial dan dilakukan analisis
LQ dengan menggunakan data atribut peta penggunaan lahan Kabupaten Bangka
Tengah pada 3 (tiga) titik tahun. LQ merupakan alat analisis yang dapat
menjelaskan lokasi atau daerah mana yang dapat dijadikan sebagai pemusatan
aktivitas penggunaan lahan dan lokasi atau daerah mana yang menjadi konsentrasi
aktivitas perubahan penggunaan lahan tertentu. Analisis LQ ini dilakukan dari
unit administrasi terkecil (kecamatan) untuk setiap wilayah kabupaten (Rustiadi et
al, 2009).
Persamaan analisis LQ dalam penelitian ini adalah :

Dimana: Xij :

penggunaan lahan ke-j di kecamatan ke-i

Xi. :

total luas perubahan penggunaan lahan di kecamatan ke-i

X.j :

total luas perubahan penggunaan lahan ke-j di Kabupaten


Bangka Tengah

X.. :

total luas perubahan penggunaan lahan di kabupaten

22

Interpretasi hasil analisis LQ, adalah sebagai berikut :


-

Jika nilai LQij > 1, maka hal ini menunjukkan terjadinya konsentrasi suatu
aktifitas di sub wilayah ke-i secara relatif dibandingkan dengan total wilayah
atau terjadi pemusatan aktifitas di sub wilayah ke-i, sehingga dapat diketahui
bahwa suatu wilayah administrasi terkecil yang dianalisis merupakan wilayah
yang menjadi pusat perubahan penggunaan lahan jenis pemanfaatan tertentu.

Jika nilai LQij = 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai konsentrasai
aktifitas di wilayah ke-i sama dengan rata-rata total wilayah.

Jika nilai LQij < 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai aktifitas lebih
kecil dibandingkan dengan aktifitas yang secara umum ditemukan di seluruh
wilayah.
Sedangkan analisis regresi berganda (multiple regression analysis)

digunakan untuk menduga faktor utama penyebab terjadinya perubahan


penggunaan lahan. Sebelum dilakukan analisis regresi berganda, terlebih dahulu
dilakukan analisis korelasi untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua
peubah yang diasumsikan berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan,
sebagai salah satu pertimbangan dalam melihat ada atau tidaknya hubungan sebab
akibat antar peubah tersebut.
Analisis regresi berganda yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor
utama yang berpengaruh nyata terhadap penggunaan lahan tertentu dengan
persamaan yang mencerminkan hubungan fungsional antara peubah tidak bebas
(Y) dengan peubah bebas (X), dengan mengikuti model sebagai berikut:
Yr = + Xr + r
dimana :
Yr

Perubahan penggunaan lahan

intercept

koefisien fungsi regresi

Xr

variabel bebas

error.

Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya bahwa variabel X yang


digunakan adalah kerapatan penduduk, kerapatan jalan, kerapatan sungai, Indeks
Perkembangan Desa (IPD) dan proporsi luas masing-masing penggunaan lahan

23

tahun sebelumnya. Selanjutnya hasil analisis regresi berganda tersebut juga


disajikan dalam bentuk scatterplot.
Analisis korelasi dilakukan sebelum analisis regresi berganda. Dalam
analisis korelasi sederhana, keeratan hubungan antara dua peubah akan
ditunjukkan apakah berkorelasi positif, negatif atau tidak berkorelasi. Dua peubah
dinyatakan berkorelasi positif bila memiliki kecenderungan yang searah.
Sebaliknya, jika kedua peubah tersebut berkorelasi negatif dinyatakan memiliki
kecenderungan tidak searah (berbanding terbalik). Dua peubah disebut tidak
berkorelasi atau tidak memiliki hubungan sama sekali jika nilai koefisien korelasi
mendekati nol. Hal ini berarti perubahan nilai pada salah satu peubah tidak diikuti
oleh perubahan pada peubah lainnya.
Analisis korelasi dibuat dalam bentuk matriks korelasi dengan peubah yang
digunakan adalah kerapatan penduduk, kerapatan jalan, kerapatan sungai, Indeks
Perkembangan Desa (IPD), dan proporsi luas masing-masing penggunaan lahan
tahun sebelumnya. Variabel ini juga akan digunakan dalam analisis regresi
berganda untuk menduga faktor utama perubahan penggunaan lahan. Koefisien
korelasi yang menyatakan besarnya hubungan antara dua peubah tersebut dapat
dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

dimana :
n = ukuran populasi
xi = nilai peubah x untuk anggota populasi ke-i
yi = nilai peubah y untuk anggota populasi ke-i
Selanjutnya dilakukan analisis regresi berganda (multiple regression) untuk
mengetahui faktor-faktor utama yang berpengaruh nyata terhadap penggunaan
lahan tertentu. Persamaan model regresi berganda mencerminkan hubungan
fungsional antara peubah tidak bebas (Y) dengan peubah bebas (X), dengan
mengikuti model sebagai berikut:
Yr = + Xr + r
dimana :
Yr

Perubahan penggunaan lahan

24

intercept

koefisien fungsi regresi

Xr

variabel bebas

error.

Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya bahwa variabel X yang


digunakan adalah kerapatan penduduk, kerapatan jalan, kerapatan sungai, Indeks
Perkembangan Desa (IPD) dan proporsi luas masing-masing penggunaan lahan
tahun sebelumnya.
3.5.3 Identifikasi Hubungan Aktivitas Pertambangan dengan Perubahan
Penggunaan Lahan
Selanjutnya pendekatan secara spasial dan deskriptif digunakan untuk
menjelaskan hubungan perubahan penggunaan lahan dengan semakin maraknya
aktivitas pertambangan di Kabupaten Bangka Tengah. Pendekatan ini dilakukan
terhadap hasil analisis kuantitatif yang meliputi hasil analisis spasial, hasil analisis
LQ, hasil analisis regresi berganda dan korelasi.

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN


4.1

Administrasi
Kabupaten Bangka Tengah secara administratif terdiri atas Kecamatan

Koba, Kecamatan Lubuk Besar, Kecamatan Namang, Kecamatan Pangkalan Baru,


Kecamatan Simpang Katis dan Kecamatan Sungai Selan. Wilayah Kabupaten
Bangka Tengah di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bangka dan Kota
Pangkalpinang, di sebelah Timur dengan Laut Cina Selatan, di sebelah Selatan
berbatasan dengan Bangka Selatan dan di sebelah Barat berbatasan dengan Selat
Bangka (Gambar 3).

Gambar 3 Peta Administrasi Kabupaten Bangka Tengah.


4.2

Kependudukan
Pada tahun 2000 jumlah penduduk di Kabupaten Bangka Tengah sebesar

117 636 jiwa, tahun 2005 menjadi sebesar 132 123 dan tahun 2009 jumlah
penduduk mencapai 139 621 jiwa (Tabel 1). Rata-rata pertumbuhan penduduk di
Kabupaten Bangka Tengah setiap tahunnya meningkat dengan kisaran 2,2% per
tahun. Tabel 2 menunjukkan bahwa secara umum kepadatan penduduk tertinggi
terjadi di Kecamatan Simpang Katis yaitu pada tahun 2000 sekitar 171 jiwa/km,
tahun 2005 sekitar 185 jiwa/km dan tahun 2009 sekitar 197 jiwa/km.

26

Tabel 1 Penduduk per kecamatan di Kabupaten Bangka Tengah tahun 2000-2010


Jumlah Penduduk (jiwa)
Tahun 2000 Tahun 2005 Tahun 2009
Koba
43.279
45.936
27.647
Pangkalan Baru
34.828
42.703
30.121
Sungai Selan
22.001
24.563
27.581
Simpang Katis
17.528
18.921
20.212
Namang *)
14.277
Lubuk Besar **)
19.783
Jumlah
117.636
132.123
139.621
Kecamatan

Sumber
: BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Keterangan : *) Bersatu dengan Kecamatan Pangkalan Baru
**) Bersatu dengan Kecamatan Koba

Tabel 2 Penduduk per kecamatan di Kabupaten Bangka Tengah tahun 2000-2010


Kecamatan
Koba
Pangkalan Baru
Sungai Selan
Simpang Katis
Namang *)
Lubuk Besar **)

Kepadatan Penduduk (jiwa/km)


Tahun 2000 Tahun 2005 Tahun 2009
141
149
90
61
74
52
108
121
136
171
185
197
56
24

Sumber
: BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Keterangan : *) Bersatu dengan Kecamatan Pangkalan Baru
**) Bersatu dengan Kecamatan Koba

4.3

Morfologi dan Topografi


Dilihat dari sudut morfologi dan topografi, wilayah Kabupaten Bangka

Tengah tersusun dari dataran bergelombang, berombak, berbukit dan rawa-rawa,


dengan ketinggian di bawah 500 m dpi.
4.4

Iklim
Kabupaten Bangka Tengah beriklim tropis tipe A dengan besar curah hujan

antara 82.1 hingga 372.7 mm tiap bulan untuk tahun 2008. Curah hujan terendah
pada bulan Agustus. Rata-rata curah hujan pada tahu 2008 adalah 177.1. Suhu
rata-rata daerah Kabupaten Bangka Tengah berdasarkan data dari Stasiun
Meteorologi Pangkalpinang antara 25.9oC hingga 27.5oC. Sedangkan kelembaban
udara bervariasi antara 77 hingga 86.3 persen pada tahun 2008. Sementara
intensitas penyinaran matahari pada tahun 2008 rata-rata bervariasi antara 17.3

27

hingga 72.5% dan tekanan udara antara 1 008.3 1 010 mb. Rata-rata kecepatan
angin pada tahun 2008 sebesar 3.6 knots, dengan rata-rata kecepatan maksimal
sebesar 9.4 knots. Sedangkan rata-rata penyinaran matahari sepanjang tahun 2008
adalah 49.3%.
4.5

Tanah
Tanah di daerah Kabupaten Bangka Tengah mempunyai PH rata-rata

dibawah 5, didalamnya mengandung mineral biji timah dan bahan galian lainnya
seperti pasir kwarsa, kaolin, batu gunung dan lain-lain. Jenis tanah di Kabupaten
Bangka Tengah adalah komplek podsolik coklat kekuning-kuningan dan litosol
yang berasal dari batu plutonik masam, asosiasi podsolik berasal dari komplek
batu pasir dan kwarsit, asosiasi alluvial hedromotif dan glei humus serta regosol
kelabu muda berasal dari endapan pasir dan tanah liat.
4.6

Geologi
Sukandarrumidi (2009) menjelaskan bahwa di Pulau Bangka terdapat dua

generasi granit. Granit yang tua tidak mengandung kasiterit dan umumnya
terdapat di daerah rendah, seperti granit Klabat. Granit generasi muda sebagai
pembawa timah umumnya telah tererosi lanjut seperti Granit Mangkol dan Granit
Pading-Koba terdapat di Kabupaten Bangka Tengah. Endapan yang mengandung
bijih timah terdapat di Bangka Tengah yaitu lapisan alluvium muda, terdapat di
lembah, di atas batuan Pra Tersier dan dialasi lapisan lempung liat (Gambar 4).

Gambar 4 Peta Geologi Kabupaten Bangka Tengah.

28

4.7

Aktivitas Perekonomian
Menurut Parr dalam Nugroho dan Dahuri (2004), pertumbuhan dan

perkembangan wilayah senantiasa disertai dengan perubahan struktural dan dapat


Tabel 3 Peranan sektor dalam perekonomian Kabupaten Bangka Tengah 2005
2009 menurut harga berlaku (juta rupiah)
LAPANGAN USAHA
1. PERTANIAN

2005*)

2006**)

2007***)

2008***)

2009***)

198,633

224,952

255,561

317,281

335,581

a. Tanaman Bahan Makanan

54,710

70,268

84,982

108,360

116,305

b. Tanaman Perkebunan

72,896

78,313

87,659

110,009

108,833

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya

15,422

15,370

16,852

18,505

19,504

7,862

8,000

8,410

9,774

9,895

47,743

53,001

57,657

70,632

81,044

623,839

654,778

678,152

748,667

774,511

60,588

59,132

50,059

54,755

53,638

491,414

515,846

539,807

587,906

611,410

d. Kehutanan
e. Perikanan
2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN
a. Minyak dan Gas Bumi
b. Pertambangan tanpa Migas
c. Penggalian

71,837

79,801

88,286

106,006

109,462

480,613

527,634

593,467

735,930

746,528

1. Pengilangan Minyak Bumi

2. Gas Alam Cair

480,613

527,634

593,467

735,930

746,528

9,778

18,338

21,054

22,029

23,710

13,251

13,599

14,622

15,512

16,145

72

81

94

99

105

4,669

5,910

6,816

7,312

7,892

451,067

487,850

548,910

688,597

696,255

1,775

1,857

1,971

2,382

2,421

2,511

3,117

3,396

3,975

4,114

2,480

3,079

3,352

3,929

4,065

31

38

44

46

49

3. INDUSTRI PENGOLAHAN
a. Industri Migas

b. Industri Tanpa Migas


1. Makanan, Minuman dan Tembakau
2. Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki
3. Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya
4. Kertas dan Barang Cetakan
5. Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet
6. Semen & Brg. Galian bukan logam
7. Logam Dasar Besi & Baja
8. Alat Angk., Mesin & Peralatannya
9. Barang lainnya
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH
a. Listrik
b. Gas
c. Air Bersih
5. BANGUNAN

92,753

105,922

135,159

175,363

183,111

6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN

299,205

340,500

395,776

490,074

526,408

a. Perdagangan Besar & Eceran

279,475

316,481

368,351

458,926

491,051

19,730

24,019

27,425

31,148

35,357

b. Hotel
c. Restoran

69,472

83,636

90,964

113,493

133,869

a. Pengangkutan

66,350

79,280

85,671

107,866

127,721

1. Angkutan Rel

5,452

6,341

7,046

8,467

8,409

3. Angkutan Laut

78

88

101

119

124

4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr.

45

49

56

68

72

60,119

72,050

77,626

98,207

118,020

7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI

2. Angkutan Jalan Raya

5. Angkutan Udara
6. Jasa Penunjang Angkutan

656

753

842

1,006

1,097

3,122

4,356

5,293

5,627

6,148

2,943

4,117

5,008

5,310

5,787

179

239

285

317

361

8. KEU. PERSEWAAN, & JASA PERUSAHAAN 33,630

38,275

42,293

44,413

47,421

b. Komunikasi
1. Pos dan Telekomunikasi
2. Jasa Penunjang Komunikasi
a. Bank

2,303

2,682

3,012

3,231

3,362

b. Lembaga Keuangan tanpa Bank

1,050

1,156

1,268

1,302

1,354

28,397

32,311

35,690

37,248

39,953

c. Jasa Penunjang Keuangan


d. Sewa Bangunan
e. Jasa Perusahaan
9. JASA-JASA
a. Pemerintahan Umum

1,880

2,126

2,323

2,633

2,751

52,932

69,870

90,633

111,296

123,132

40,301

55,623

74,846

94,740

105,628

1. Adm. Pemerintah & Pertahanan

29,712

42,510

56,631

73,012

81,104

2. Jasa Pemerintah lainnya

10,589

13,113

18,215

21,729

24,524

12,631

14,247

15,786

16,556

17,503

2,170

2,482

2,844

2,942

3,245

42

47

53

55

59

10,419

11,717

12,889

13,558

14,200

PDRB DENGAN MIGAS

1,853,587

2,048,684

2,285,401

2,740,493

2,874,674

PDRB TANPA MIGAS

1,792,999

1,989,553

2,235,342

2,685,738

2,821,036

b. Swasta
1. Sosial Kemasyarakatan
2. Hiburan & Rekreasi
3. Perorangan & Rumahtangga

29

Tabel 4 Peranan sektor dalam perekonomian Kabupaten Bangka Tengah 2005


2009 menurut harga berlaku (persen)
LAPANGAN USAHA

2005*)

1. PERTANIAN
a. Tanaman Bahan Makanan
b. Tanaman Perkebunan

2006**)

2007***)

2008***)

2009***)

7.68

7.67

7.65

8.02

7.80

11.40

11.62

11.37

11.87

11.31

7.08

6.77

6.97

8.34

8.05

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya

17.61

17.86

18.19

18.15

16.71

d. Kehutanan

12.55

12.43

12.24

12.43

12.19

5.15

5.20

4.91

4.57

4.70

19.14

18.66

18.58

18.75

18.53

e. Perikanan
2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN
a. Minyak dan Gas Bumi

9.52

9.52

9.52

9.52

9.52

b. Pertambangan tanpa Migas

21.47

20.66

20.09

20.21

19.93

c. Penggalian

21.45

20.38

20.20

20.83

19.93

15.16

14.88

14.73

15.32

15.01

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

1. Pengilangan Minyak Bumi

0.00

0.00

0.00

2. Gas Alam Cair

0.00

0.00

0.00

15.16

14.88

14.73

15.32

15.01

1. Makanan, Minuman dan Tembakau

2.33

3.86

3.79

3.73

3.39

2. Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

11.40

11.37

10.86

10.79

11.10

4. Kertas dan Barang Cetakan

6.46

6.47

6.37

6.33

6.32

5. Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

6. Semen & Brg. Galian bukan logam

1.28

1.46

1.42

1.41

1.48

20.28

19.54

19.58

19.79

19.75

8. Alat Angk., Mesin & Peralatannya

7.44

7.44

7.28

5.76

5.62

9. Barang lainnya

0.00

0.00

0.00

2.46

2.91

2.93

3.02

2.83

a. Listrik

2.47

2.92

2.93

3.03

2.83

b. Gas

0.00

0.00

0.00

0.00

c. Air Bersih

2.14

2.47

2.74

2.73

2.85

5. BANGUNAN

12.65

12.29

12.86

12.64

11.69

6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN

12.08

12.51

12.75

12.42

12.52

a. Perdagangan Besar & Eceran

12.14

12.56

12.78

12.44

12.56

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

11.87

12.57

13.01

12.83

12.68

3. INDUSTRI PENGOLAHAN
a. Industri Migas

b. Industri Tanpa Migas

3. Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya

7. Logam Dasar Besi & Baja

4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH

b. Hotel
c. Restoran
7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI

14.89

16.14

15.12

15.81

17.94

a. Pengangkutan

17.79

19.39

18.15

18.61

21.48

1. Angkutan Rel

0.00

0.00

0.00

0.00

2. Angkutan Jalan Raya

2.47

2.69

2.55

2.50

2.54

3. Angkutan Laut

0.16

0.16

0.16

0.16

0.17

4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr.

0.43

0.45

0.42

0.47

0.51

78.50

79.55

77.65

76.09

78.22

4.30

4.17

4.10

4.02

4.32

3.34

3.99

4.09

4.07

4.06

1. Pos dan Telekomunikasi

3.27

3.92

4.02

4.00

3.98

2. Jasa Penunjang Komunikasi

4.97

5.60

5.83

5.77

5.94

8.24

8.74

9.12

9.02

8.70

a. Bank

5.72

5.99

6.21

5.90

5.46

b. Lembaga Keuangan tanpa Bank

6.52

7.03

7.24

7.21

6.76

c. Jasa Penunjang Keuangan

0.00

0.00

0.00

0.00

d. Sewa Bangunan

8.61

9.14

9.57

9.53

9.21

e. Jasa Perusahaan

8.61

9.10

9.30

9.18

9.21

5.47

5.43

5.89

5.59

5.31

5.55

5.42

6.05

5.66

5.36

1. Adm. Pemerintah & Pertahanan

5.31

5.15

5.72

5.40

5.09

2. Jasa Pemerintah lainnya

6.38

6.51

7.41

6.74

6.50

5.21

5.49

5.23

5.21

5.01

1. Sosial Kemasyarakatan

3.30

3.51

3.19

3.17

3.23

2. Hiburan & Rekreasi

2.86

2.94

2.90

2.89

2.93

3. Perorangan & Rumahtangga

5.95

6.26

6.12

6.08

5.76

13.08

12.87

12.77

12.79

12.51

3.56

3.34

3.25

3.27

2.98

5. Angkutan Udara
6. Jasa Penunjang Angkutan
b. Komunikasi

8. KEU. PERSEWAAN, & JASA PERUSAHAAN

9. JASA-JASA
a. Pemerintahan Umum

b. Swasta

PDRB DENGAN MIGAS


PDRB TANPA MIGAS

30

diketahui melalui teori sektor (sector theory). Dalam teori tersebut dikatakan
bahwa berkembangnya wilayah dihubungkan dengan transformasi struktur
ekonomi dalam tiga sektor utama, yakni primer (pertanian, pertambangan dan
penggalian), sektor sekunder (industri pengolahan, listrik, gas, air bersih dan
bangunan) dan sektor tersier (perdagangan, hotel, restoran, pengangkutan dan
komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan jasa-jasa).
Perkembangan ditandai oleh penggunaan sumber daya dan manfaatnya yang
menurun di sektor primer meningkat di sektor tersier dan meningkat hingga pada
suatu tingkat tertentu di sektor sekunder. Peranan sektor pertambangan di
Kabupaten Bangka Tengah seperti tampak pada Tabel 3 dan 4. Pertambangan
menjadi sektor yang memberikan kontribusi terbesar pada sektor perekonomian di
Kabupaten Bangka Tengah. Hal ini terlihat sejak tahun 2005-2009 sektor
pertambangan masih menjadi sumber pendapatan utama daerah tersebut walaupun
persentase dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan seiring dengan
perkembangan sektor lain terutama sektor tersier namun persentasenya masih
relatif dominan sebagai sumber pendapatan daerah.

31

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1

Penggunaan Lahan di Kabupaten Bangka Tengah


Peta penggunaan lahan tahun 2000, 2004 dan 2010 Kabupaten Bangka

Tengah diinterpretasi dari citra Landsat tahun 2000, tahun 2004 dan tahun 2010
(Gambar 5, 6, dan 7). Selain menggunakan citra Landsat tahun 2010 yang sudah
diolah, peta penggunaan lahan tahun 2010 juga berdasarkan informasi yang
diperoleh dari Alos Avnir tahun 2010. Hal ini dikarenakan kondisi citra Landsat
tahun 2010 yang kurang baik dengan banyaknya awan dan stripping sehingga
diperlukan informasi tambahan untuk memperjelas hasil interpretasi yang
dilakukan.

Gambar 5 Citra Landsat Tahun 2000.

Gambar 6 Citra Landsat Tahun 2004.

32

Gambar 7 Citra Landsat Tahun 2010.


Hasil interpretasi diperoleh 10 (sepuluh) kelas penutupan/penggunaan
lahan di Kabupaten Bangka Tengah yaitu: (1) hutan (Htn), (2) lahan tambang
(LhnTbg), (3) lahan terbuka (LhnTbk), (4) perkebunan (Pkbn), (5) pemukiman
(Pmk), (6) mangrove (Mgrv), (7) rawa (Raw), (8) sawah (Swh), (9) semak belukar
(SmkBlkr) dan (10) tubuh air (TbhAir). Adapun kenampakan masing-masing
penggunaan/penutupan lahan tersebut pada citra landsat dan keadaan di lapangan
disajikan pada Tabel 5
Tabel 5 Penggunaan/penutupan lahan, kenampakan pada citra landsat dan keadaan
di lapangan
No.
1

Penggunaan
/penutupan
lahan
Hutan

Lahan
Tambang

Kenampakan
pada citra
landsat

Keadaan di
Lapangan

Keterangan
Merupakan hutan
hujan tropis dengan
didominasi oleh
jenis tanaman
meranti atau
dipterocarpacaeae
dan nyatoh.
Menggunakan
sistem
penambangan
timah terbuka
berupa tanah yang
digali di dataran
yang relatif rendah

33
Tabel 5 Lanjutan

membentuk
cekungan yang
cukup dalam, terisi
air yang berasal
dari dalam tanah
atau air hujan.
3

Lahan
Terbuka

Merupakan
hamparan lahan
yang ditutupi oleh
sedikit ilalang atau
sama sekali tidak
ada vegetasi yang
tumbuh di atasnya.

Perkebunan

Perkebunan di
Kabupaten Bangka
Tengah mayoritas
ditanami sawit,
karet dan lada yang
sudah diusahakan
secara turun
temurun.

Pemukiman

Berkembang di
sekitar jalan utama
dan pusat aktivitas
pasar dengan pola
menyebar dan
saling berdekatan
antara satu dengan
yang lain.

Mangrove

Ditemukan
bergerombol di
sekitar daerah
pantai dan muara
sungai dengan jenis
tanaman yang
beragam.

34
Tabel 5 Lanjutan
7

Rawa

Ditemukan
mengikuti aliran
sungai yang
ditumbuhi berbagai
macam tumbuhan
rawa dan hampir
sepanjang tahun
digenangi air.

Sawah

Ditemukan dalam
luasan yang relatif
kecil, hanya
terkonsentrasi dan
dikembangkan di
kecamatan
Namang.

Semak
Belukar

Semak belukar
yang ditumbuhi
ilalang serta jenis
tumbuhan semak
lainnya dengan
kerapatan tinggi,
dan diselingi tanah
terbuka.

10

Berupa sungai yang


cukup lebar dan
berkelok-kelok
memanjang dari
pinggir pantai
menuju daratan.
Secara spasial, distribusi masing-masing penggunaan lahan yang terdapat

di Kabupaten Bangka Tengah tahun 2000, 2004, dan 2010 dapat dilihat pada
gambar peta penggunaan lahan tahun 2000, 2004, dan 2010 (Gambar 9, 10, dan
11). Peta penggunaan lahan tersebut memperlihatkan beberapa penggunaan lahan
yang mendominasi penggunaan/penutupan lahan berdasarkan luasan di Kabupaten
Bangka Tengah. Tampak bahwa perkebunan yang ditunjukkan dengan warna
hijau tua mendominasi pada peta penggunaan lahan tahun 2000, 2004 dan 2010

35

yang kemudian diikuti oleh semak belukar, mangrove dan hutan. Warna kuning
yang melambangkan lahan tambang juga terlihat memiliki luasan yang cukup
signifikan di wilayah Kabupaten Bangka Tengah pada tahun 2000, 2004 dan
2010. Luas dan persentase masing-masing penggunaan lahan tersebut disajikan
pada Tabel 6.
Tabel 6 Luas dan Persentase Penggunaan Lahan tahun 2000, 2004 dan 2010
Penggunaan Lahan
Hutan (Htn)
Lahan Tambang (LhnTbg)
Lahan Terbuka (LhnTbka)
Mangrove (Mgrv)
Pemukiman (Pmkm)
Perkebunan (Pkbn)
Rawa (Raw)
Sawah (Swh)
Semak Belukar (SmkBlkr)
Tubuh Air (TbhAir)
Jumlah

Tahun 2000
Luas (Ha)
13100
13490
1140
29570
970
93590
9510
130
64010
380
225890

Tahun 2004

% Luas (Ha)
5.8
11930
6.0
18350
0.5
930
13.1
27950
0.4
1330
41.4
120040
4.2
9140
0.1
80
28.3
35760
0.2
380
100
225890

Tahun 2010

%
Luas (Ha)
5.3
7090
8.1
26640
0.4
690
12.4
20430
0.6
2400
53.1
132040
4.0
5810
0.0
80
15.8
30330
0.2
380
100
225890

%
3.1
11.8
0.3
9.0
1.1
58.4
2.6
0.0
13.4
0.2
100

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa perkebunan merupakan


penggunaan lahan yang paling mendominasi secara luasan di Kabupaten Bangka
Tengah. Luas lahan perkebunan mencapai 93 590 ha dengan persentase mencapai
41.4% pada tahun 2000, 53.1% pada tahun 2004 dan 58,4% pada tahun 2010.
Penggunaan lahan lain yang cukup dominan di Kabupaten Bangka Tengah adalah
semak belukar. Semak belukar memiliki luasan 64 010 ha (28.3%) pada tahun
2000, 35 760 ha (15.8%) pada tahun 2004 dan 30 330 ha (13.4%) pada tahun
2010.
Selanjutnya adalah luas mangrove, lahan tambang, hutan dan rawa yang
persentase penggunaannya lebih dari satu persen. Sedangkan penggunaan lahan
terbuka, permukiman, tubuh air dan sawah hanya memiliki persentase luas
masing-masing di bawah satu persen dari keseluruhan wilayah, kecuali
permukiman yang pada Tahun 2010 persentase penggunaannya mencapai 1,1%
dari keseluruhan wilayah.

34

36

Gambar 8 Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Bangka Tengah Tahun 2000.

37

35

Gambar 9 Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Bangka Tengah Tahun 2004.

36

38

Gambar 10 Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Bangka Tengah Tahun 2010.

39

5.2

Dinamika Penggunaan Lahan di Kabupaten Bangka Tengah Tahun


2000, 2004 dan 2010
Gambaran perubahan masing-masing penggunaan lahan pada 3 (tiga) titik

tahun analisis dapat dilihat pada Gambar 11. Secara umum, berdasarkan informasi
yang terdapat pada Gambar 11, terdapat 3 (tiga) jenis penggunaan lahan yang
mengalami kenaikan secara stabil, yaitu : perkebunan, lahan tambang dan
permukiman. Sedangkan penggunaan lahan lainnya menunjukan kecenderungan
penurunan persentase luas terhadap keseluruhan wilayah Kabupaten Bangka
Tengah.
Nilai kecenderungan ini dapat juga diamati dari analisis terhadap laju
pertumbuhan dan penurunan penggunaan lahan selama periode Tahun 2000
2004 (Tabel 7). Laju pertumbuhan tertinggi selama periode Tahun 2000 2004
terdapat pada penggunaan lahan permukiman, lahan tambang dan perkebunan
dengan nilai pertumbuhan masing-masing sebesar 37.4%, 36.1% dan 28.3%.
Sedangkan laju penurunan terbesar pada periode ini terdapat pada penggunaan
lahan semak belukar yaitu sebesar 44.2%, sawah sebesar 37.6% dan tanah terbuka
sebesar 18.7%.
140000

Luasan (ha)

120000

2000

100000

80000

60000

2004
2010
40000
80,45

20000

45,18
36,03

-8,93
-40,57

37,11
-18,42
-25,81

-5,48
-26,91

28,26
10,00

-3,89
-36,43

0,00
-38,46

-15,18
-44,13

0,00

2000-2004 (%)
2004-2010(%)

Gambar 11 Luas dan Persentase Luas setiap Penggunaan Lahan pada 3 (Tiga)
Titik TahunPengamatan

40

Selama periode Tahun 2004 2010, laju pertumbuhan tertinggi terdapat


pada penggunaan lahan permukiman sebesar 80.9%, lahan tambang sebesar
45.2% dan perkebunan sebesar 10.0%. Laju penurunan terbesar pada periode ini,
terdapat pada penggunaan lahan hutan sebesar 40.5%, rawa sebesar 36.4% dan
mangrove sebesar 26.9%.
Tabel 7 juga menunjukkan bahwa luas lahan perkebunan di kabupaten ini
cenderung mengalami kenaikan selama periode 10 tahun dengan rata-rata laju
peningkatan sekitar 6 612.50 ha per tahun periode tahun 2000-2004 dan periode
2004-2010 sekitar 2 000.00 ha per tahun. Rata-rata peningkatan luas penggunaan
lahan perkebunan di Kabupaten Bangka Tengah adalah sekitar 3 845.00 ha per
tahun. Luasnya penggunaan lahan perkebunan ini mencerminkan mayoritas
masyarakat Bangka Tengah sejak dulu memiliki mata pencaharian sebagai petani
baik lada, karet dan lain-lain (Heidhues 2008).
Lahan tambang juga cenderung mengalami kenaikan setiap tahunnya. Tahun
2000-2004 penggunaan lahan tambang mengalami kenaikan dengan laju sebesar 1
215 ha per tahun dan pada tahun 2004-2010 laju peningkatan luas lahan tambang
mencapai 1 381.67 ha per tahun. Rata-rata peningkatan luas lahan tambang setiap
tahunnya adalah sekitar 1 315 ha per tahun.
Tabel 7 Laju Perubahan penggunaan Lahan Kabupaten Bangka Tengah Tahun
2000-2004 dan 2004-2010
Perubahan
Tahun 2000-2004
Tahun 2004-2010
Penggunaan Lahan
Laju/Thn
Laju/Thn
Luas (ha)
Luas (ha)
(ha)
(ha)
Hutan (Htn)
-1170
-292.50
-4840
-806.67
Lahan Tambang (LhnTbg)
4860
1215.00
8290
1381.67
Lahan Terbuka (LhnTbka)
-210
-52.50
-240
-40.00
Mangrove (Mgrv)
-1620
-405.00
-7520
-1253.33
Pemukiman (Pmkm)
360
90.00
1070
178.33
Perkebunan (Pkbn)
26450
6612.50
12000
2000.00
Rawa (Raw)
-370
-92.50
-3330
-555.00
Sawah (Swh)
-50
-12.50
0
0.00
Semak Belukar (SmkBlkr)
-28250
-7062.50
-5430
-905.00
Tubuh Air (TbhAir)
0
0.00
0
0.00
Penggunaan lahan yang mengalami penurunan luas dalam setiap tahunnya
antara lain semak belukar, hutan, dan mangrove. Semak belukar mengalami

41

penurunan luasan rata-rata setiap tahunnya sebesar 3 368 ha per tahun, hutan
mengalami konversi sekitar 601 ha per tahun dan luas mangrove mengalami
penurunan dengan laju sekitar 914 ha per tahun.
Dinamika perubahan penggunaan lahan tahun 2000-2010 dalam unit yang
lebih kecil yaitu desa terlihat pada Gambar 12, 13, 14 dan 15. Gambar 12
menunjukkan bahwa jumlah desa pada Kuadran I yang menunjukkan bertambah
luasnya lahan tambang seiring dengan bertambahnya luas perkebunan pada tahun
2000-2004 adalah 12 desa sedangkan pada tahun 2004-2010 berjumlah 10 desa.
Beberapa desa terlihat mengalami pergeseran yang cukup signifikan seperti
yang terjadi pada Desa Persiapan Kulur, dimana desa tersebut pada tahun 20002004 terdapat di Kuadran IV yang menunjukkan bahwa pada desa tersebut relatif
tidak terjadi peningkatan lahan tambang dan lahan perkebunan. Tahun 2004-2010
Desa Persiapan Kulur bergeser ke Kuadran I, yang berarti pada periode 20042010 pada desa ini terjadi peningkatan luas lahan tambang diiringi oleh
meningkatnya perkebunan.
Sementara itu, Desa Kayu Besi dan Desa Koba pada tahun 2000-2004
berada pada Kuadran III yang menunjukkan bahwa pada desa tersebut tidak
terjadi peningkatan luas lahan tambang maupun perkebunan, namun pada tahun
2004-2010 kedua desa tersebut bergeser ke Kuadran I, yang berarti terjadi
pergeseran penggunaan lahan tambang dan perkebunan yang signifikan.
Gambar 13 memperlihatkan bahwa bertambah luasnya lahan tambang
diikuti oleh berkurangnya luasan semak belukar, dimana pada tahun 2000-2004
jumlah desa pada kuadran I yang menggambarkan desa dengan peningkatan lahan
tambang relatif tinggi diikuti oleh berkurangnya luas semak belukar yaitu
sebanyak 6 desa, pada tahun 2004 menjadi 8 desa.
Gambar 13 juga memperlihatkan bahwa tahun 2004-2010 ada 5 desa
bergeser ke kuadran I dari kuadran II, III dan IV yaitu Desa Koba, Desa Paku,
Desa Persiapan Kulur, Desa Tanjung Gunung dan Desa Sungkap. Hal ini
menunjukkan bahwa bertambah luasnya lahan tambang yang berpengaruh
terhadap berkurangnya semak belukar pada tahun 2004-2010 mulai bergeser ke
desa lainnya, tidak hanya terjadi pada desa yang sama seperti yang terjadi di tahun
2000-2004.

42

Hubungan Perubahan Perkebunan


dengan Perubahan Lahan Tambang
Tahun 2000-2004

a)
4

Guntung

Perubahan Perkebunan

Kerantai

Batu Beriga
Perlang

Sungkap

T erak

Sungai Selan

T erentang T iga

Sarang Mandi

Pers Jelutung
Mangkol

Pers Kulur

Air Mesu

Pers Belilik

Kampung Dul

Beruas

Puput

Pers Benteng

0
Kayu Besi
-1
Nibung

Arung Dalam
-2

Pers Pasir Garam


Cambai

Paku

Celuak

Namang

Lampur

Pers Lubuk Besar

Penyak

Keretak

T anjung Gunung

-3
Koba
-4
-4

-3

Kurau

-2

Simpang Katis

T eru

-1

Perubahan Lahan Tambang

Hubungan Perubahan Perkebunan


dengan Perubahan Lahan Tambang
Tahun 2004-2010

b)

4
Kampung Dul

Sungai Selan

Perubahan Perkebunan

Terentang Tiga

Lampur

2
Penyak

Pers Kulur
Koba

Kayu Besi

Perlang

Guntung

Nibung

Pers Jelutung

Air Mesu

Pers Lubuk Besar

Kurau
Mangkol

Sarang Mandi

Namang

0
Batu Beriga

-1
Beruas

-2
-3

Sungkap
Pers Belilik

Tanjung Gunung

Puput
Keretak

Teru
Paku

Celuak

Arung Dalam

Kerantai

Simpang Katis
Pers Pasir Garam
Pers Benteng

Cambai

-4
-4.0 -3.5 -3.0 -2.5 -2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0

Terak

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

Perubahan Lahan Tambang


Gambar 12

Hubungan Perubahan Perkebunan dengan Perubahan Lahan Tambang:


a) Tahun 2000-2004 dan b) Tahun 2004-2010

43

Hubungan Perubahan Semak Belukar


dengan Perubahan Lahan Tambang
Tahun 2000-2004

Perubahan Semak Belukar

a)

2.0
1.8
1.6
1.4
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
-1.2
-1.4
-1.6
-1.8
-2.0

Penyak
Batu Beriga

Paku

Kampung Dul
Terentang Tiga
Pers Lubuk Besar

Nibung

Kerantai

Perlang
Tanjung Gunung
Koba

Guntung

Pers Kulur
Lampur

Puput

Kurau
Namang

Arung Dalam

Sungai Selan

Teru
Mangkol

Air Mesu

Beruas

Pers Benteng
Cambai

Kayu Besi
Pers Belilik

Keretak

Pers Jelutung

Celuak

Pers Pasir Garam

Terak

Sarang Mandi

-4

-3

-2

-1

Sungkap

Simpang Katis

Perubahan Lahan Tambang

Hubungan Perubahan Semak Belukar


dengan Perubahan Lahan Tambang
Tahun 2004-2010

b)

2.5
Keretak

2.0
1.5

Perubahan Semak Belukar

Pers Lubuk Besar

Batu Beriga

Koba

Lampur

1.0

Kerantai

Paku

Pers Kulur

Nibung

0.5

Tanjung Gunung

Sungkap

Arung Dalam

Guntung

0.0
Terentang Tiga

-0.5

Teru

Kurau

-1.0

Kayu Besi

Beruas

Namang

Cambai

-1.5
Penyak

Kampung Dul
Puput

Pers Belilik

-2.5
-1.5

-1.0

-0.5

Celuak

Pers Jelutung

Pers Pasir Garam

-2.0

Air Mesu

Mangkol

-2.0

-3.0
-2.5

Perlang

Pers Benteng

Simpang Katis

0.0

0.5

Sarang Mandi

Sungai Selan

1.0

1.5

Terak

2.0

2.5

Perubahan Lahan Tambang


Gambar 13

Hubungan Perubahan Semak Belukar dengan Perubahan Lahan


Tambang: a) Tahun 2000-2004 dan b) Tahun 2004-2010

3.0

44

Bertambah luasnya lahan tambang juga terlihat mempunyai pengaruh yang


signifikan terhadap berkurangnya hutan di Kabupaten Bangka Tengah. Hal ini
sebagaimana terlihat pada Gambar 14 yang menunjukkan bahwa pada tahun 20002004 hanya ada 5 desa yang berada pada Kuadran I yang menunjukkan
bertambahnya luas lahan tambang diikuti oleh berkurangnya luas hutan. Namun
pada tahun 2004-2010 terjadi peningkatan jumlah desa yang terletak di Kuadran I
yaitu menjadi sebanyak 12 desa.
Tahun 2000-2004 peningkatan lahan tambang yang diiringi dengan
berkurangnya hutan terjadi pada 5 desa yaitu Desa Persiapan Benteng, Desa
Simpang Katis, Desa Kerantai, Desa Keretak dan Desa Lampur. Tahun 2004-2010
aktivitas penambangan tidak hanya terjadi pada hutan yang ada di desa-desa
tersebut namun telah merambah ke desa lainnya. Hal ini terlihat pada Gambar 14
dimana pada tahun 2004-2010 bertambahnya lahan tambang yang diikuti oleh
menurunnya luas hutan tidak lagi terjadi pada desa-desa yang sama seperti pada
tahun 2000-2004, namun bergeser ke desa-desa lain yaitu Desa Paku, Desa Air
Mesu, Desa Kampung Dul, Desa Kayu Besi, Desa Tanjung Gunung, Desa
Persiapan Jelutung, Desa Celuak, Desa Persiapan Pasir Garam, Desa Sungkap,
Desa Terak, desa Teru dan Desa Sarang Mandi.
Gambar 15 menunjukkan bahwa bertambah luasnya lahan tambang yang
diiringi oleh peningkatan jumlah pemukiman di Kabupaten Bangka Tengah, pada
tahun 2000-2004 dan 2004-2010 secara umum terjadi pada desa yang sama yaitu
Desa Cambai, Desa Kampung Dul, Desa Tanjung Gunung, Desa Persiapan Pasir
Garam, Desa Sungkap dan Desa Terak. Tahun 2004-2010 pergeseran lokasi
terjadinya peningkatan lahan tambang yang diiringi oleh peningkatan pemukiman
ini terjadi pada 5 desa yaitu desa Guntung, Desa Koba, Desa Persiapan Kulur,
Desa Perlang dan Desa Air Mesu.
Informasi yang diperoleh dari Gambar 15 juga memperlihatkan bahwa
pada tahun 2000-2004 kecenderungan terjadinya peningkatan pemukiman pada
lokasi dengan lahan tambang yang juga meningkat adalah sebesar 31.4% dari
keseluruhan desa yang ada di Kabupaten Bangka Tengah. Tahun 2004-2010
persentase kecenderungan tersebut tetap sama yaitu sekitar 31.4% namun terjadi
pergeseran lokasi.

45

Hubungan Perubahan Hutan dengan


Perubahan Lahan Tambang
2000-2004

a)

3.0
Pers Benteng

2.5

Simpang Katis

Paku

2.0

Kerantai

Keretak

Perubahan Hutan

1.5
Perlang

1.0
0.5

Lampur

0.0

Koba

Guntung

Arung Dalam

-0.5
-1.0
-1.5

Cambai

-2.0
Kurau

Terentang Tiga

Pers Belilik

-3.0
-4

-3

Penyak

Tanjung Gunung

-2

-1

Air Mesu

Pers Lubuk Besar

Kayu Besi

Sungai Selan

Beruas

Pers Pasir Garam

-2.5

Sarang Mandi

Mangkol

Puput

Namang

Sungkap

Pers Jelutung

Kampung Dul

Pers Kulur

Terak

Celuak

Batu Beriga

Nibung

Teru

Perubahan Lahan Tambang

b)

Hubungan Perubahan Hutan


dengan Perubahan Lahan Tambang
Tahun 2004-2010

1.2
1.0
Namang

Pers Benteng

0.8

Air Mesu

0.6

Perubahan Hutan

Kayu Besi

Paku

Keretak

Pers Jelutung
Lampur

0.4

Sarang Mandi

Sungkap

Pers Pasir Garam

0.2

Kampung Dul

0.0

Teru
Celuak

Terak

Tanjung Gunung

-0.2
Terentang Tiga

Pers Lubuk Besar

Arung Dalam

-0.4
-0.6
-0.8

Penyak

Perlang

Nibung

Pers Belilik

Kurau

-2.0

Mangkol

-1.5

-1.0

Koba
Pers Kulur

Simpang Katis

Guntung
Cambai

Batu Beriga

-1.0
-1.2
-2.5

Kerantai

Puput

Sungai Selan

Beruas

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

Perubahan Lahan Tambang


Gambar 14

Hubungan Perubahan Hutan dengan Perubahan Lahan Tambang:


a) Tahun 2000-2004 dan b) Tahun 2004-2010

2.0

46

a)

Hubungan Perubahan Pemukiman


dengan Perubahan Lahan Tambang
Tahun 2000-2004
4
Tanjung Gunung

Perubahan Pemukiman

Kayu Besi

Kampung Dul

Mangkol

Cambai

Beruas

Nibung
Pers Kulur

Sungkap

Celuak

Keretak

Perlang

Pers Pasir Garam

Koba
Namang

Lampur

Terak

0
Batu Beriga

Puput
Sarang Mandi

-1

Pers Jelutung

Pers Benteng

Arung Dalam

-2

Guntung

Paku

Kurau
Pers Belilik

Simpang Katis

Air Mesu

Teru
Penyak

-3
Terentang Tiga

Sungai Selan

Pers Lubuk Besar

Kerantai

-4
-4

-3

-2

-1

Perubahan Lahan Tambang


Hubungan Perubahan Pemukiman
dengan Perubahan Lahan Tambang
Tahun 2004-2010

b)

3.0
Air Mesu

2.5

Kampung Dul

Perubahan Pemukiman

2.0
Mangkol

1.5
1.0
0.5

Koba

Terak

Guntung

Perlang

Terentang Tiga

Pers Kulur

Sungkap

Cambai

Kurau

Batu Beriga
Tanjung Gunung

Pers Pasir Garam

0.0
Pers Lubuk Besar

Arung Dalam

-0.5
Nibung

Kayu Besi

-1.0
Pers Benteng

Teru

-1.5
-2.0
-2.5
-3.0
-3.0

Keretak
Puput

Namang

Celuak
Lampur

Penyak

-2.5

Pers Belilik

-2.0

-1.5

Paku

Beruas

-1.0

-0.5

0.0

Simpang Katis

Sungai Selan

Kerantai

0.5

1.5

1.0

Sarang Mandi
Pers Jelutung

2.0

2.5

3.0

Perubahan Lahan Tambang


Gambar 15

Hubungan Perubahan Pemukiman dengan Perubahan Lahan


Tambang: a) Tahun 2000-2004 dan b) Tahun 2004-2010

47

Sebagaimana sebelumnya bahwa hasil analisis menunjukkan penggunaan


lahan yang mengalami kenaikan paling tinggi secara luasan di Kabupaten Bangka
Tengah tahun 2000-2004 secara luasan adalah perkebunan yaitu sebesar 26 450
ha. Sementara itu pada periode yang sama penggunaan lahan semak belukar
mengalami penurunan terbesar yaitu sebesar 28 250 ha. Pada periode 2004-2010,
penggunaan lahan yang mengalami kenaikan paling tinggi secara luasan masih
perkebunan yaitu sebesar 12 000 ha, sedangkan penggunaan lahan yang
mengalami penurunan yang paling tinggi pada periode tersebut adalah mangrove
yaitu sebesar 7 520 ha.
Distribusi perubahan luas untuk setiap penggunaan lahan pada 2 (dua) titik
tahun yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 8 yaitu berupa informasi perubahan
penggunaan lahan selama periode Tahun 2000 sampai dengan 2004, sedangkan
Tabel 9 menggambarkan informasi perubahan penggunaan lahan selama periode
Tahun 2004 sampai dengan 2010.
Tabel 8 memberikan gambaran informasi perubahan penggunaan lahan pada
dua titik tahun yang berbeda, yaitu Tahun 2000 dan 2004 dan merupakan
penjelasan lebih mendalam terhadap informasi yang terdapat pada Tabel 7.
Perubahan penggunaan lahan permukiman yang memiliki laju pertumbuhan
tertinggi, berasal dari penggunaan perkebunan (170 ha), semak belukar (150 ha)
dan lahan tambang (40 ha). Perubahan penggunaan lahan tambang yang cukup
signifikan berasal dari penggunaan perkebunan (2 820 ha) dan semak belukar
(1 510 ha). Perubahan penggunaan lainnya berasal dari penggunaan hutan, rawa,
lahan terbuka dan mangrove dengan kisaran luasan 240 360 ha.
Penggunaan lahan perkebunan mengalami peningkatan luasan yang berasal
dari penggunaan semak belukar (27 000 ha), mangrove (1 380 ha), lahan terbuka
(750 ha) serta hutan, lahan tambang, rawa dan sawah dengan kisaran luas 50
390 ha. Penggunaan lahan semak belukar, dengan penurunan terbesar menjadi
penggunaan perkebunan (27 000 ha), lahan tambang (1 510 ha), lahan terbuka
(850 ha) dan permukiman (150 ha), sedangkan konversi lahan sawah proporsi
terbesar menjadi penggunaan perkebunan. Lahan terbuka proporsi terbesar
berubah

menjadi perkebunan (750 ha), lahan tambang (250 ha) dan semak

belukar (140 ha).

48

Tabel 8 menunjukkan bahwa pada tahun 2004-2010 peningkatan luas


pemukiman proporsi terbesar diperoleh dari perubahan semak belukar (530 ha),
kemudian dari perkebunan (400 ha), lahan tambang (130 ha) dan hutan (10 ha).
Peningkatan luas perkebunan berasal dari semak belukar (5 710 ha), hutan (4 490
ha), rawa (2 930 ha), lahan tambang (1 580 ha) dan lahan terbuka (770 ha). Selain
itu tabel 8 juga menunjukkan bahwa peningkatan luas lahan tambang berasal dari
konversi areal perkebunan (7 020 ha), semak belukar (1 920 ha), Mangrove (940
ha), rawa (400 ha), hutan (150 ha) dan lahan terbuka (100 ha).
Informasi yang diperoleh dari Tabel 8 dan 9 menunjukkan bahwa secara
umum, pertambahan penggunaan lahan permukiman, tambang dan perkebunan
berasal dari lahan semak belukar yang merupakan lahan tidak produktif. Dilihat
dari aspek ekonomi, pemanfaatan lahan tidak produktif menjadi lahan produktif
seharusnya memberikan dampak yang positif bagi perkembangan kesejahteraan
masyarakat setempat. Namun demikian secara spesifik, penambahan penggunaan
lahan tambang perlu mendapat perhatian yang serius. Karakteristik penambangan
yang menggunakan sistem open pit (terbuka) akan memiliki potensi penurunan
kualitas tanah yang sulit untuk dikembalikan menjadi semula. Penambahan
penggunaan permukiman walaupun memiliki laju yang cukup besar namun dari
segi luasan, perubahan yang terjadi masih jauh lebih kecil dibandingkan
perubahan penggunaan perkebunan maupun lahan tambang.
Lebih khusus, lahan perkebunan memiliki kontribusi terbesar terhadap
pertambahan luas lahan tambang. dari tahun 2000-2010. Hal ini menunjukkan
bahwa konversi lahan tidak hanya terjadi dari lahan dengan land rent rendah ke
lahan dengan land rent tinggi, namun dapat terjadi pada lahan dengan biaya tinggi
ke lahan dengan biaya relatif rendah dengan keuntungan relatif tinggi
(Gandasasmita 2001). Potensi timah yang ada pada lahan yang sudah
dikembangkan menjadi perkebunan baik lahan perkebunan yang sudah
ditinggalkan maupun yang masih diusahakan, menyebabkan masyarakat
mengalihfungsikan lahan perkebunan tersebut menjadi lahan tambang dengan
harapan dapat memperoleh keuntungan lebih.

46

49

41

Tabel 8 Matriks Perubahan Pengguanan Lahan Tahun 2000-2004 Kabupaten Bangka Tengah

Luas Tahun 2000 (Ha)

Perubahan Penggunaan Lahan


2000-2004

Luas Tahun 2004 (Ha)


Htn

Hutan (Htn)
Lahan Tambang (LhnTbg)
Lahan Terbuka (LhnTbka)
Mangrove (Mgrv)
Pemukiman (Pmkm)
Perkebunan (Pkbn)
Rawa (Raw)
Sawah (Swh)
Semak Belukar (SmkBlkr)
Tubuh Air (TbhAir)

11930

Jumlah Tahun 2004

11930

LhnTmbg LhnTbka
360
12910
250
240
2820
260
1510
18350

Mgrv

10

Pmkm
40

27950
970
170

70

850
930

150
27950

1330

Pkbn

Raw

Swh

Jumlah
Tahun
SmkBlkr TbhAir 2000 (Ha)

390
390
750
1380

420
140
140

89970
110
50
27000

560

120040

380

13100
13490
1140
29570
970
93590
9510
130
64010
380

380

225890

9140
80
34500
9140

80

35760

Sumber : hasil analisis

49

46

42

Tabel 9 Matriks Perubahan Pengguanan Lahan Tahun 2004-2010 Kabupaten Bangka Tengah

Luas Tahun 2004 (Ha)

Perubahan Penggunaan Lahan


2004-2010

Htn

Hutan (Htn)
Lahan Tambang (LhnTbg)
Lahan Terbuka (LhnTbka)
Mangrove (Mgrv)
Pemukiman (Pmkm)
Perkebunan (Pkbn)
Rawa (Raw)
Sawah (Swh)
Semak Belukar (SmkBlkr)
Tubuh Air (TbhAir)

7090

Jumlah Tahun 2010

7090

Sumber : hasil analisis

50

Luas Tahun 2010 (Ha)


LhnTmbg LhnTbka
150
16110
100
940
7020
400

Mgrv

160

350

Pmkm
10
130

20430
1330
400

180

Pkbn

Raw

Jumlah
Tahun
Swh SmkBlkr TbhAir 2004 (Ha)

4490
1580
770
6230

30
530
60

110330
2930

2110

380

11930
18350
930
27950
1330
120040
9140
80
35760
380

380

225890

5810
80

1920
26640

530
690

20430

2400

5710
132040

27600
5810

80

30330

51

5.3

Pusat-pusat Perubahan Penggunaan Lahan


Tingginya luasan lahan perkebunan di wilayah ini dikarenakan secara

historis masyarakat Bangka umumnya berprofesi sebagai petani khususnya petani


lada. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya pola tanam perkebunan lada ini
menyebabkan banyak lahan yang ditinggalkan menjadi semak belukar sehingga
pada tahun 2000 luasan semak belukar menjadi cukup tinggi. Tahun 2000-2004,
berkurangnya semak belukar ini secara spasial terpusat di wilayah bagian timur
Kabupaten Bangka Tengah tepatnya di Kecamatan Namang sesuai dengan hasil
yang ditunjukkan oleh analisis LQ dimana untuk kecamatan tersebut nilai LQ>1
(Tabel 10).
Tabel 10

KECAMATAN
Koba
Lubuk Besar
Namang
Pangkalan Baru
Simpang Katis
Sungai Selan

Tabel 11

KECAMATAN
Koba
Lubuk Besar
Namang
Pangkalan Baru
Simpang Katis
Sungai Selan

LQ Perubahan Penggunaan Lahan tingkat Kecamatan di Kabupaten


Bangka Tengah tahun 2000-2004

PENGGUNAAN LAHAN
Hutan Lahan Tambang Lahan Terbuka Mangrove Pemukiman Perkebunan Rawa Sawah Semak Belukar Tubuh Air
1.00
0.13
0.13
3.89
0.08
0.85

1.00
0.40
0.50
5.06
5.21
4.79

1.00
16.40
5.82
25.21
0.00
0.00

1.00
0.01
0.13
4.45
0.00
0.00

1.00
0.57
0.11
4.73
18.30
3.65

1.00
1.12
1.06
0.38
1.04
1.16

1.00
0.32
1.05
9.60
0.00
0.00

1.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

1.00
1.00
1.11
0.01
0.15
0.26

0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

LQ Perubahan Penggunaan Lahan Tahun tingkat Kecamatan


di Kabupaten Bangka Tengah tahun 2004-2010
PENGGUNAAN LAHAN
Hutan Lahan Tambang Lahan Terbuka Mangrove Pemukiman Perkebunan Rawa Sawah Semak Belukar Tubuh Air
0.02
0.19
0.18
4.21
3.84
1.35

0.78
1.43
0.79
1.49
2.33
0.25

0.00
11.34
2.37
0.00
2.24
9.78

1.78
0.29
1.12
0.00
0.16
1.41

1.51
0.20
0.69
4.47
1.24
0.01

1.11
0.77
1.18
0.34
0.13
1.38

1.01
0.09
3.45
0.00
0.00
1.26

0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

0.83
2.81
0.00
0.19
0.03
0.07

0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

Tahun 2004-2010 berkurangnya semak belukar secara spasial terpusat pada


Kecamatan Lubuk Besar. Hal ini sebagaimana ditunjukkan hasil analisis LQ pada
Tabel 11 dimana pada kecamatan tersebut nilai LQ>1.
Tabel 10 menunjukkan bahwa pada tahun 2000-2004, bertambahnya areal
perkebunan terpusat di Kecamatan Namang, Kecamatan Sungai Selan, Kecamatan
Lubuk Besar dan Kecamatan Simpang Katis. Sedangkan pada tahun 2004-2010,

52

pusat terjadinya perubahan lahan perkebunan yaitu pada Kecamatan Koba,


Kecamatan Namang dan Kecamatan Sungai Selan (Tabel 11). Hal ini juga
diunjukkan oleh analisis spasial dimana pusat perubahan lahan perkebunan
tersebut terjadi pada kecamatan-kecamatan tersebut.
Pemukiman yang cenderung meningkat setiap tahun umumnya secara
spasial terlihat menyebar di berbagai wilayah di Kabupaten Bangka Tengah.
Pemusatan pemukiman ini terjadi pada kecamatan yang berbatasan langsung
dengan ibukota provinsi yaitu Kecamatan Pangkalan Baru, dan ibukota kabupaten
yaitu Kecamatan Koba serta di Kecamatan Simpang Katis dan Kecamatan Sungai
Selan. Peningkatan pemukiman yang cukup tinggi terjadi di wilayah yang
berbatasan

langsung

dengan

ibukota

provinsi

(Kota

Pangkalpinang)

memperlihatkan bahwa perkembangannya sangat dipengaruhi oleh perkembangan


yang terjadi di kota tersebut. Faktor aksesibilitas juga mempengaruhi
perkembangan permukiman di Kabupaten Bangka Tengah, dimana terlihat
perkembangan wilayah permukiman secara visual terpusat sepanjang jalur
transportasi baik darat maupun laut.
Sementara itu pemusatan pemukiman yang terjadi di ibukota kabupaten
menunjukkan terjadinya perkembangan kota tersebut sebagai ibukota kabupaten
pemekaran. Meningkatnya pemukiman ini seiring dengan pertumbuhan penduduk
yang menurut data BPS Kabupaten Bangka Tengah Tahun 2010 mencapai 2.2%
per tahun dari Tahun 2000-2010.
Luas lahan tambang yang cenderung meningkat sepanjang tahun dari Tahun
2000 hingga 2010 secara spasial pusat perubahannya terlihat hampir di seluruh
wilayah Kabupaten Bangka Tengah (Gambar 16, 17 dan 18) . Hasil analisis LQ
menunjukkan bahwa pusat perubahan lahan tambang tersebut terjadi pada semua
kecamatan kecuali Kecamatan Namang. (Tabel 10 dan 11). Hal ini karena secara
geologis wilayah-wilayah tersebut memiliki cadangan timah karena keberadaan
endapan kasiterit aluvial yang umumnya berada pada formasi batuan aluvial dan
ranggam (Sukandarrumidi 2009). Endapan kasiterit aluvial yang terbentuk pada
lembah-lembah dalam ini merupakan endapan yang membawa bijih timah dan
relatif lebih ekonomis untuk ditambang (PT Timah 1991).

53

Hasil analisis pada Gambar 16, 17 dan 18 juga menunjukkan bahwa pada
tahun 2004-2010 penambangan tidak hanya dilakukan pada formasi aluvial dan
ranggam, namun terlihat dilakukan pada formasi granit klabat dan tanjung
genting. Hal ini menunjukkan bahwa endapan kasiterit aluvial tersebut tidak
hanya terdapat pada formasi aluvial dan formasi ranggam namun juga terdapat
pada formasi batuan granit klabat dan tanjung genting namun dalam jumlah yang
relatif sedikit.

Gambar 16 Peta Lahan Tambang Tahun 2000 dan Formasi Batuan Kabupaten
Bangka Tengah

Gambar 17 Peta Lahan Tambang Tahun 2004 dan Formasi Batuan Kabupaten
Bangka Tengah

54

Gambar 18 Peta Lahan Tambang Tahun 2010 dan Formasi Batuan Kabupaten
Bangka Tengah
Sedangkan luas hutan yang juga cenderung menurun setiap tahunnya, pada
tahun 2000-2004 secara spasial tampak terpusat di bagian utara Kabupaten
Bangka Tengah tepatnya di Kecamatan Pangkalan Baru. Tahun 2004-2010 pusat
perubahan hutan ini juga terjadi pada Kecamatan Simpang Katis dan Sungai Selan
yang terletak di bagian Selatan Kabupaten Bangka Tengah. Hal ini karena
memang hutan Kabupaten Bangka Tengah yang masih cukup luas sebagian besar
terdapat di wilayah-wilayah tersebut.
5.4

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Lahan


Hasil analisis menunjukkan bahwa hampir semua variabel yang digunakan

dalam analisis regresi berganda untuk menduga faktor-faktor penggunaan lahan


ternyata berpengaruh nyata, namun hanya beberapa faktor yang paling
berpengaruh. Variabel-variabel yang digunakan tersebut adalah kerapatan
penduduk, kerapatan jalan, kerapatan sungai, Indeks Perkembangan Desa (IPD),
dan proporsi masing-masing penggunaan lahan tahun sebelumnya. Masingmasing penggunaan lahan memiliki faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya
perubahan lahan tersebut.
Penggunaan lahan pemukiman yang cenderung meningkat setiap tahunnya
dan merupakan penggunaan lahan yang paling tinggi peningkatannya (mencapai

55

80.9% pada tahun 2004-2010) dipengaruhi oleh beberapa variabel. Tahun 20002004 variabel yang berpengaruh nyata positif terhadap bertambah luasnya
pemukiman adalah proporsi pemukiman sedangkan pada tahun 2004-2010
proporsi perkebunan dan Indeks Perkembangan Desa (IPD) berpengaruh nyata
negatif terhadap perubahan pemukiman. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada
tahun 2000-2004, perubahan pemukiman cenderung terjadi pada wilayah relatif
berkembang dan memiliki jumlah penduduk cukup tinggi yang tercermin dari
proporsi pemukiman yang cukup luas.
Tahun 2004-2010, proporsi perkebunan berpengaruh nyata negatif terhadap
perubahan pemukiman yang menunjukkan bahwa untuk wilayah yang
penggunaan lahan perkebunannya cukup tinggi dimana hal tersebut merupakan
karakteristik wilayah pedesaan, maka pemukiman di wilayah tersebut tidak
bertambah. Sebelumnya secara spasial dan hasil analisis LQ juga menunjukkan
bahwa pusat terjadinya peningkatan pemukiman terjadi pada wilayah yang relatif
mendekati kota, baik ibukota provinsi maupun ibukota kabupaten dan kecamatan
pemekaran.
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa walaupun relatif kecil Indeks
Perkembangan Desa (IPD) berpengaruh terhadap peningkatan pemukiman yang
menunjukkan bahwa untuk wilayah yang tingkat perkembangan wilayahnya
cukup tinggi yang ditandai dengan tingginya nilai Indeks Perkembangan Desanya, maka peningkatan pemukiman yang terjadi tidak terlalu besar karena lahan
yang masih memungkinkan dialihfungsikan jadi pemukiman juga sudah terbatas.
Proporsi pemukiman tahun sebelumnya berpengaruh nyata negatif terhadap
peningkatan lahan tambang. Peningkatan lahan tambang terjadi pada wilayah
dengan tingkat pemukiman yang relatif rendah yang menunjukkan bahwa
perluasan areal tambang tersebut terjadi pada wilayah yang penduduknya relatif
sedikit. Peningkatan lahan tambang juga terjadi pada wilayah yang proporsi
pemukiman tahun sebelumnya relatif tinggi. Hal ini terjadi karena wilayah
tersebut memiliki potensi tambang yang cukup tinggi sehingga pada wilayah
tersebut tetap dilakukan penambangan dengan mengkonversi lahan yang masih
memungkinkan.

56

Tahun 2004-2010 terlihat bahwa proporsi luas rawa tahun sebelumnya


berpengaruh negatif terhadap peningkatan lahan tambang. Lahan tambang di
Kabupaten Bangka Tengah umumnya terdapat pada lahan yang terletak relatif
rendah seperti rawa. Pembukaan lahan tambang di rawa ini sudah terjadi sejak
tahun 2000 sehingga periode tahun 2004 terjadi pengurangan luas rawa yang
cukup signifikan. Namun sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa pembukaan
lahan tambang mengikuti potensinya sehingga pembukaan lahan tambang tersebut
tidak hanya terjadi pada rawa namun juga pada lahan terbuka, perkebunan dan
semak belukar.
Faktor yang paling berpengaruh terhadap perluasan lahan tambang adalah
adanya potensi timah di wilayah tersebut. Secara spasial hal ini ditunjukkan
dengan pola peningkatan luas lahan tambang yang relatif masih mengikuti formasi
endapan yang diperkirakan memiliki cadangan timah. Perusahaan besar
melakukan eksplorasi dan survey khusus untuk memetakan keberadaan cadangan
timah ini sedangkan masyarakat memperoleh informasi tersebut dari pengalaman
orang terdahulu atau lainnya. Pengamatan di lapangan juga menunjukkan bahwa
banyak masyarakat membuka kembali tambang timah yang sebelumnya sudah
ditinggalkan perusahaan besar karena diduga masih terdapat cadangan timah yang
bisa diambil dan masih menguntungkan secara ekonomi.
Peningkatan lahan perkebunan berkorelasi positif dengan kerapatan sungai
yang menunjukkan bahwa semakin tinggi kerapatan sungai pada suatu wilayah
maka peluang untuk menjadi lahan perkebunan akan semakin tinggi. Hal ini
terutama terjadi pada pembukaan lahan perkebunan sawit yang relatif memerlukan
air yang cukup sebagai syarat tumbuh yang baik. Sedangkan untuk lahan
perkebunan lain cenderung dibuka pada lahan terbuka atau semak belukar. Hal ini
ditunjukkan pula oleh hasil analisis hubungan antara proporsi lahan terbuka tahun
sebelumnya berkorelasi positif terhadap peningkatan lahan perkebunan.
Peningkatan lahan perkebunan berkorelasi negatif terhadap proporsi mangrove
yang menunjukkan bahwa peningkatan lahan perkebunan tidak ada pengaruhnya
terhadap luasan mangrove yang ada di Kabupaten Bangka Tengah.
Indeks Perkembangan Desa (IPD) berpengaruh nyata positif terhadap
konversi hutan. Hal ini berarti bahwa perkembangan wilayah yang cukup pesat

57

dapat

menjadi

faktor

terkonversinya

hutan

menjadi

penggunaan

lain.

Berkembangnya suatu wilayah yang ditandai dengan meningkatnya jumlah


penduduk mengakibatkan meningkatnya permintaan akan lahan permukiman dan
lahan untuk menunjang penghidupan lainnya. Hutan sebagai lahan yang secara
ekonomi

memiliki

nilai

yang

relatif

rendah

menjadi

prioritas

untuk

dialihfungsikan menjadi penggunaan lahan lainnya. Tahun 2000-2004 lahan


perkebunan juga berkorelasi positif terhadap konversi hutan yang menunjukkan
bahwa meningkatnya lahan perkebunan sebagian berasal dari terjadinya konversi
hutan menjadi perkebunan.
Tahun 2004-2010 terlihat bahwa konversi hutan berkorelasi negarif terhadap
IPD, proporsi rawa dan proporsi semak belukar tahun sebelumnya. Tingginya IPD
pada tahun 2004-2010 menunjukkan bahwa wilayah tersebut relatif lebih
berkembang sehingga dapat dikatakan besar kemungkinan hutan di wilayah
tersebut tinggal sedikit atau bahkan sudah habis terkonversi menjadi penggunaan
lahan lain sehingga tidak memungkinkan untuk terkonversi lagi. Sedangkan
luasan rawa dan semak belukar yang relatif masih cukup tinggi di pada tahun
2004-2010 menjadi faktor menurunnya konversi hutan di wilayah ini.
Proporsi lahan tambang, IPD dan kerapatan sungai berkorelasi positif
terhadap penurunan luas semak belukar di Kabupaten Bangka Tengah pada tahun
2000-2004. Nilai land rent semak belukar yang relatif rendah menjadikannya
relatif lebih mudah untuk dialihfungsikan. Meningkatnya lahan tambang menjadi
salah satu faktor menurunnya luas semak belukar. Konversi semak belukar
menjadi penggunaan lahan lain juga terjadi pada wilayah relatif lebih berkembang
yang ditandai dengan korelasi positif antara IPD dengan penurunan luas semak
belukar.
Hasil analisis memperlihatkan bahwa hampir seluruh proporsi penggunaan
lahan berkorelasi positif terhadap penurunan luasan semak belukar. Rendahnya
luas hutan dan lahan terbuka tahun 2004-2010 menyebabkan kebutuhan penduduk
akan lahan dipenuhi dari lahan berupa semak belukar sehingga bertambahnya luas
perkebunan, luas pemukiman dan lahan terbuka berbanding lurus dengan
berkurangnya luas semak belukar.

VI. SIMPULAN DAN SARAN


6.1

SIMPULAN
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Penggunaan lahan perkebunan dan semak belukar mendominasi penggunaan


lahan di Kabupaten Bangka Tengah, dimana luas lahan perkebunan cenderung
meningkat setiap tahunnya seiring dengan menurunnya luas semak belukar.
Dinamika spasial penggunaan lahan ditunjukkan dengan terjadinya perubahan
penggunaan lahan antara Tahun 2000-2010 dengan peningkatan tertinggi
terjadi pada penggunaan lahan perkebunan dan alih fungsi terbesar pada
semak belukar.
2. Secara spasial terlihat pemusatan perubahan penggunaan lahan, yaitu: a) lahan
perkebunan terjadi pada semua kecamatan kecuali Kecamatan Pangkalan Baru
dan semak belukar terletak di Kecamatan Lubuk Besar; b) perubahan lahan
tambang terpusat pada semua kecamatan kecuali Kecamatan Namang dan
Koba; dan c) perubahan pemukiman terpusat di wilayah Kecamatan Koba,
Kecamatan Pangkalan Baru, Kecamatan Simpang Katis dan Kecamatan
Sungai Selan.
3. Meningkatnya perkembangan wilayah yang ditandai dengan tingginya nilai
Indeks Perkembangan Desa (IPD) menjadi faktor yang berpengaruh terhadap
terjadinya konversi hutan sedangkan potensi tambang timah yang ada di
Kabupaten Bangka Tengah menjadi faktor yang berpengaruh terhadap
perubahan penggunaan lahan terbuka dan perkebunan menjadi lahan tambang.
4. Secara tidak langsung aktivitas pertambangan di Kabupaten Bangka Tengah
berpengaruh cukup signifikan terhadap perubahan penggunaan lahan.
Aktivitas ini menjadi salah satu faktor datangnya penduduk ke Kabupaten
Bangka Tengah yang berimplikasi terhadap permintaan lahan pemukiman dan
lahan lainnya bertambah dan selanjutnya menyebabkan terjadinya pergeseran
penggunaan.
6.2

SARAN
Perubahan penggunaan lahan yang cukup dinamis terjadi di Kabupaten

Bangka Tengah dalam kurun waktu sepuluh Tahun yaitu Tahun 2000-2010.
Perubahan ini terutama terlihat cukup tinggi pada Tahun 2004-2010 sebagai

60

konsekuensi logis dari pengembangan wilayah yang baru berdiri pada Tahun
2003. Agar penggunaan lahan yang terjadi tidak menimbulkan dampak-dampak
yang merugikan maka disarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Lokasi tambang cenderung muncul pada daerah alluvium yang terdapat
endapan kasiterit pembawa bijih timah, karenanya wilayah tersebut sebaiknya
tidak direncanakan untuk penggunaan lahan yang memerlukan investasi tinggi
selain tambang.
2. Hasil analisis yang menunjukkan semakin sedikitnya hutan di Kabupaten
Bangka Tengah akibat terjadinya konversi menjadi penggunaan lahan lain,
megindikasikan perlunya pengendalian konversi hutan mengingat fungsi
pentingnya kawasan tersebut sebagai kawasan lindung disuatu wilayah.

DAFTAR PUSTAKA
Agresti, A. 1990. Categorical Data Analysis. Canada: John Wiley & Sons, Inc.
Ali SA, Tesgaya D. 2010. Landuse and Landcover Change Detection between 19852005 in Parts of Highland of Eastern Ethiopia using Remote Sensing and GIS
Techniques. International Journal of Geoinformatics. 6 (2010) 2010
Elsevier Science Ltd.
Andriyani. 2007. Dinamika Spasial Perubahan penggunaan Lahan dan Faktor-faktor
Penyebabnya di Kabupaten Serang Provinsi Banten. [Tesis] Sekolah Pasca
Sarjana. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor
Barlowe,R. 1986. Land Resource Economics. The Economics of Real Estate.PrenticeHall Inc. New York, 653 p
Barus B. dan Wiradisastra US. 2000. Sistem Informasi Geografi. Sarana Manajemen
Sumberdaya. Bogor: Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan
Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Budimanta A. 2007. Kekuasaan dan Penguasaan Sumber Daya Alam : Studi Kasus
Penambangan Timah di Bangka. Jakarta: Indonesia Center for Sustainable
Development.
[BAPPEDA BPS] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat
Statistik Kabupaten Bangka Tengah. 2006. Bangka Tengah Dalam Angka,
2005. Koba: Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, Badan Pusat
Statistik Kabupaten Bangka
Carolita I. 2005. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan di Jabotabek. [Tesis]
Sekolah Pasca Sarjana. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Celikoyan M. 2007. Accuracy Assessment of Landuse Mapping by Manual
Digitizing. Environmental Engineering Science. 24 (2007).
Chang, Kang-tsung. 2004. Introduction to Geographic Information System. New
York : The McGraw-Hill Companies.
Dahuri R dan Nugroho I. 2004. Pembangunan Wilayah : Perspektif Ekonomi Sosial
dan Lingkungan. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.

62

Dewan AM, Yamaguchi Y. 2007. Land Use and Land Cover Change in Greater
Dhaka, Bangladesh: Using Remote Sensing to Promote Sustainable
Urbanization. Applied Geography. 29 (2009) 390-401.
Gandasasmita K, 2001. Analisis Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Daerah
Aliran Sungai Cimanuk Hulu Jawa Barat. [Disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana.
Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Gaona-Ochoa S, Gonzales-Espinosa M. 2000. Land Use and Deforestation in The
Highlands of Chiapas, Mexico. Applied Geography 20 (2000) 17-42. 01436228/00/$-see front matter 2000 Elsevier Science Ltd.
Heidhues MS. 2008. Timah Bangka dan Lada Mentok : Peran Masyarakat Tionghoa
Dalam Pembangunan pulau Bangka Abad XVIII s/d XX. Jakarta: Yayasan
Nabil.
Lains A. 2003. Ekonometrika : Teori dan Aplikasi. Jakarta: Pustaka LP3ES
Indonesia.
Lillesand MT dan Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Lo, C.P,1996. Penginderaan Jauh Terapan. Terjemahan: Purbowaseso, B. UI Press.
Jakarta. 475 Halaman
Mather, A.S. 1986. Land Use. Longman Group U.K. Limited. New York. 286 p
Muis A. 2009. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Sukabumi.
[Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Niin. 2010. Dinamika Spasial Penggunaan Lahan di Kabupaten Katingan dan Kota
Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana.
Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Noor D. 2011. Geologi untuk Perencanaan. Yogyakarta. Graha Ilmu.
Pelorosso R, Leone A, and Boccia L. 2009. Land Cover and Land Use Change in The
Italian Central Apennines : A Comparison of Assessment Methods. Applied
Geography. 36 (2009) 3548.
Prahasta E. 2005. Tutorial ArcView Sistem Informasi Geografis, Informatika
Bandung

63

Rosnila. 2004. Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya terhadap Keberadaan


Situ (Studi Kasus Kota Depok). [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Bogor : Institut
Pertanian Bogor.
Rustiadi E. 2001. Alih Fungsi Lahan dalam Perspektif Perdesaan. Makalah
disampaikan pada Lokakarya Penyusunan Kebijakan dan Strategi Pengelolaan
Lingkungan Kawasan Perdesaan pada tanggal 10-11 Mei 2001 di Cibogo
Bogor.
Rustiadi E, Saefulhakim S dan Panuju DR. 2009. Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah. Jakarta. Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia.
Saefulhakim S, Panuju DR, Rustiadi E, Suryaningtyas DT. 1999. Pengembangan
Model Sistem Interaksi Antar Aktifitas Sosial Ekonomi dengan Perubahan
Penggunaan Lahan. Seminar BPPT. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Saefulhakim S. 2005. Permodelan. Modul Analisis Kuantitatif Sosial Ekonomi
Wilayah. Bogor. PS Perencanaan Wilayah Institut Pertanian Bogor.
Sitorus, S.R.P. 2001. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan. Edisi Kedua.
Lab. Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan. Jurusan Tanah
Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 138 Halaman
Sukandarrumidi. 2009. Geologi Mineral Logam. Yogyakarta. Gadjah Mada
University Press.
Sutanto. 1996. Penginderaan Jauh untuk Penggunaan Lahan. Fakultas Geografi.
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Suyitno S. 1996. Sejarah Pertambangan Timah di Bangka. Pangkalpinang: PT
Timah, Tbk.
Winoto J, Selari M, Saefulhakim S, Santoso DA, Achsani NA dan Panuju DR. 1996.
Laporan Akhir Penelitian Alih Guna Tanah Pertanian. Bogor : Lembaga
Penelitian IPB bekerjasama dengan Proyek Pengembangan Pengelolaan
Sumberdaya Pertanahan BPN.
Peraturan Perundangan
-

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan


Ruang.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi


Daerah.

LAMPIRAN

50

Lampiran 1 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000-2004 di Kecamatan Lubuk Besar

66

66

Lampiran 2 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2004-2010 di Kecamatan Lubuk Besar

67

68

Lampiran 3 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000-2004 di Kecamatan Pangkalan Baru

Lampiran 4 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2004-2010 di Kecamatan Pangkalan Baru

69

70

Lampiran 5 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000-2004 di Kecamatan Sungai Selan

Lampiran 6 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2004-2010 di Kecamatan Sungai selan

71

72

Lampiran 7 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000-2004 di Kecamatan Koba

Lampiran 8 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2004-2010 di Kecamatan Koba

73

74

Lampiran 9 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000-2004 di Kecamatan Namang

Lampiran 10 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2004-2010 di Kecamatan Namang

75

76

Lampiran 11 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000-2004 di Kecamatan Simpang Katis

Lampiran 12 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2004-2010 di Kecamatan Simpang Katis

77

50

Lampiran 13 Matriks Koefisien Korelasi antar Variabel Perubahan Pemukiman Tahun 2000-2004
PrbhnPmkm KrptnPddk KrptnJln KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg LhnTbk
KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg
LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr

0.159
0.362
0.350
-0.228
-0.477
-0.276
-0.306
-0.323
-0.241
0.063
-0.486

0.300
0.268
-0.430
-0.057
-0.210
-0.366
0.013
-0.003
-0.313
0.094

0.375
-0.153
0.079
-0.380
-0.455
-0.125
-0.150
-0.135
0.113

-0.291
-0.211
-0.222
-0.192
-0.118
-0.214
-0.098
-0.107

: Angka yang digaris bawah nyata pada P<0.10


: Kerapatan Penduduk (jiwa/km2)
: Kerapatan Jalan (km/ha)
: Kerapatan Sungai (km/ha)
: Indeks Perkembangan Desa
: Hutan (%)
: Lahan Tambang (%)

0.286
-0.087
-0.071
0.021
0.162
-0.049
0.210

-0.041
-0.060
0.243
0.103
0.069
0.478

LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr

0.463
0.014
-0.426
0.040
0.200

Pmkm

0.050
-0.130
0.420
0.297

-0.003
0.002
0.305

Pkbn

-0.156
-0.038

Raw

0.003

: Lahan Terbuka (%)


: Mangrove (%)
: Pemukiman
: Perkebunan (%)
: Rawa (%)
: Semak Belukar (%)

78

71

66

67

71

Keterangan
KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg

0.356
0.207
0.293
0.006
-0.117
-0.058
-0.129
-0.285
-0.578
0.079
-0.209
-0.244

Mgrv

50

Lampiran 14 Matriks Koefisien Korelasi antar Variabel Perubahan Pemukiman Tahun 2004-2010

PrbhnPmkm KrptnPddk
KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg
LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr
Keterangan
KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg

0.192
0.138
0.202
-0.222
0.061
-0.016
-0.014
-0.168
0.359
-0.360
-0.151
0.041

0.391
0.418
-0.001
-0.391
-0.395
-0.495
-0.362
-0.180
-0.621
-0.037
-0.434

KrptnJln

0.300
0.015
-0.430
-0.019
0.026
-0.350
0.258
-0.108
-0.314
-0.223

KrptnSgi

IPD

Htn

-0.073
0.098
0.021
0.165
-0.076
-0.261
-0.116
0.223

0.322
0.184
-0.107
-0.039
0.253
-0.056
0.470

-0.059
-0.135
0.122
0.026
-0.466
-0.002
-0.302
-0.137
-0.084

: Angka yang digaris bawah nyata pada P<0.10


: Kerapatan Penduduk (jiwa/km2)
: Kerapatan Jalan (km/ha)
: Kerapatan Sungai (km/ha)
: Indeks Perkembangan Desa
: Hutan (%)
: Lahan Tambang (%)

LhnTbg

0.466
-0.152
0.310
0.349
0.077
0.190

LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr

LhnTbk

0.248
0.077
0.430
0.155
0.305

Mgrv

-0.185
0.073
0.444
0.357

Pmkm

-0.082
-0.078
0.078

Pkbn

-0.097
-0.070

Raw

0.126

: Lahan Terbuka (%)


: Mangrove (%)
: Pemukiman
: Perkebunan (%)
: Rawa (%)
: Semak Belukar (%)

79

50

Lampiran 15 Matriks Koefisien Korelasi antar Variabel Perubahan Lahan Tambang Tahun 2000-2004

PrbhnLhnTbg KrptnPddk KrptnJln


KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg
LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr

80

Keterangan
KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg

0.078
0.023
0.067
0.046
0.140
-0.234
0.027
-0.057
-0.280
0.078
-0.223
-0.168

0.054
-0.179
0.080
-0.189
-0.208
-0.174
-0.202
-0.084
-0.289
-0.206
-0.218

-0.182
0.179
-0.356
-0.077
-0.200
-0.335
0.090
-0.028
-0.275
-0.233

KrptnSgi

-0.225
-0.102
-0.128
0.754
0.290
0.015
-0.021
0.150
-0.023

: Angka yang digaris bawah nyata pada P<0.10


: Kerapatan Penduduk (jiwa/km2)
: Kerapatan Jalan (km/ha)
: Kerapatan Sungai (km/ha)
: Indeks Perkembangan Desa
: Hutan (%)
: Lahan Tambang (%)

IPD

Htn

-0.276
-0.060
-0.177
-0.230
-0.137
-0.302
-0.147
-0.107

0.167
-0.161
-0.032
0.125
0.399
-0.009
0.559

LhnTbg

0.005
0.001
0.334
0.133
0.151
0.571

LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr

LhnTbk

0.347
-0.096
-0.178
-0.068
0.056

Mgrv

-0.109
0.095
-0.033
0.086

: Lahan Terbuka (%)


: Mangrove (%)
: Pemukiman
: Perkebunan (%)
: Rawa (%)
: Semak Belukar (%)

Pmkm

0.419
-0.051
0.164

Pkbn

0.013
-0.169

Raw

-0.021

50

Lampiran 16 Matriks Koefisien Korelasi antar Variabel Perubahan Lahan Tambang Tahun 2004-2010

PrbhnLhnTbg KrptnPddk KrptnJln


KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg
LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr
Keterangan
KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg

0.150
0.196
0.078
-0.053
0.002
-0.159
-0.015
0.022
-0.077
-0.110
-0.365
-0.039

0.248
-0.166
0.131
-0.280
-0.250
-0.240
-0.291
-0.085
-0.435
-0.230
-0.273

-0.182
0.019
-0.360
-0.076
-0.057
-0.328
0.116
-0.142
-0.277
-0.208

KrptnSgi

0.169
-0.115
-0.116
-0.086
0.300
-0.038
-0.018
0.160
0.013

IPD

Htn

-0.216
0.129
0.037
0.126
-0.186
-0.169
-0.101
0.052

0.172
0.306
-0.059
0.054
0.523
0.001
0.498

: Angka yang digaris bawah nyata pada P<0.10


: Kerapatan Penduduk (jiwa/km2)
: Kerapatan Jalan (km/ha)
: Kerapatan Sungai (km/ha)
: Indeks Perkembangan Desa
: Hutan (%)
: Lahan Tambang (%)

LhnTbg

0.810
0.008
0.249
0.458
0.081
0.252

LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr

LhnTbk

0.063
0.038
0.427
0.136
0.175

Mgrv

-0.150
0.132
-0.032
0.107

Pmkm

0.350
-0.125
0.208

Pkbn

0.010
0.055

Raw

-0.086

: Lahan Terbuka (%)


: Mangrove (%)
: Pemukiman
: Perkebunan (%)
: Rawa (%)
: Semak Belukar (%)

81

50

Lampiran 17 Matriks Koefisien Korelasi antara Variabel Perubahan Perkebunan Tahun 2000-2010

PrbhnPkbn KrptnPddk KrptnJln KrptnSgi


KrptnPddk
-0.119
KrptnJln
-0.066
0.054
KrptnSgi
0.845 -0.179 -0.182
IPD
-0.120
0.080
0.179 -0.225
Htn
-0.086 -0.189 -0.356 -0.102
LhnTbg
-0.040 -0.208 -0.077 -0.128
LhnTbk
0.799 -0.174 -0.200
0.754
Mgrv
0.029 -0.202 -0.335
0.290
Pmkm
-0.011 -0.084
0.090
0.015
Pkbn
-0.131 -0.289 -0.028 -0.021
Raw
0.010 -0.206 -0.275
0.150
SmkBlkr
0.023 -0.218 -0.233 -0.023

82

Keterangan
KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg

IPD

Htn

-0.276
-0.060
-0.177
-0.230
-0.137
-0.302
-0.147
-0.107

0.167
-0.161
-0.032
0.125
0.399
-0.009
0.559

: Angka yang digaris bawah nyata pada P<0.10


: Kerapatan Penduduk (jiwa/km2)
: Kerapatan Jalan (km/ha)
: Kerapatan Sungai (km/ha)
: Indeks Perkembangan Desa
: Hutan (%)
: Lahan Tambang (%)

LhnTbg LhnTbk

0.005
0.001
0.334
0.133
0.151
0.571

LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr

0.347
-0.096
-0.178
-0.068
0.056

Mgrv

-0.109
0.095
-0.033
0.086

: Lahan Terbuka (%)


: Mangrove (%)
: Pemukiman
: Perkebunan (%)
: Rawa (%)
: Semak Belukar (%)

Pmkm

0.419
-0.051
0.164

Pkbn

0.013
-0.169

Raw

-0.021

50

Lampiran 18 Matriks Koefisien Korelasi antara Variabel Perubahan Hutan Tahun 2000-2004

KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg
LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr
Keterangan
KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg

PrbhnHtn KrptnPddk KrptnJln KrptnSgi


-0.153
-0.049
0.054
-0.063
-0.179
-0.182
0.395
0.080
0.179
-0.225
0.138
-0.189
-0.356
-0.102
0.104
-0.208
-0.077
-0.128
-0.123
-0.174
-0.200
0.754
-0.045
-0.202
-0.335
0.290
0.086
-0.084
0.090
0.015
0.353
-0.289
-0.028
-0.021
-0.135
-0.206
-0.275
0.150
0.087
-0.218
-0.233
-0.023
: Angka yang digaris bawah nyata pada P<0.10
: Kerapatan Penduduk (jiwa/km2)
: Kerapatan Jalan (km/ha)
: Kerapatan Sungai (km/ha)
: Indeks Perkembangan Desa
: Hutan (%)
: Lahan Tambang (%)

IPD

Htn

-0.276
-0.060
-0.177
-0.230
-0.137
-0.302
-0.147
-0.107

0.167
-0.161
-0.032
0.125
0.399
-0.009
0.559
LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr

LhnTbg

0.005
0.001
0.334
0.133
0.151
0.571

LhnTbk

Mgrv

0.347
-0.096
-0.178
-0.068
0.056

-0.109
0.095
-0.033
0.086

Pmkm

0.419
-0.051
0.164

Pkbn

0.013
-0.169

: Lahan Terbuka (%)


: Mangrove (%)
: Pemukiman
: Perkebunan (%)
: Rawa (%)
: Semak Belukar (%)

83

Lampiran 19 Matriks Koefisien Korelasi antara Variabel Perubahan Hutan Tahun 2004-2010

KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg
LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr

84

Keterangan
KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg

PrbhnHtn KrptnPddk KrptnJln KrptnSgi


0.107
0.086
0.248
-0.256 -0.166 -0.182
-0.445
0.131
0.019
0.169
-0.032 -0.280 -0.360 -0.115
-0.175 -0.250 -0.076 -0.116
-0.212 -0.240 -0.057 -0.086
-0.138 -0.291 -0.328
0.300
0.010 -0.085
0.116 -0.038
0.099 -0.435 -0.142 -0.018
-0.278 -0.230 -0.277
0.160
-0.340 -0.273 -0.208
0.013
: Angka yang digaris bawah nyata pada P<0.10
: Kerapatan Penduduk (jiwa/km2)
: Kerapatan Jalan (km/ha)
: Kerapatan Sungai (km/ha)
: Indeks Perkembangan Desa
: Hutan (%)
: Lahan Tambang (%)

IPD

Htn

-0.216
0.129
0.037
0.126
-0.186
-0.169
-0.101
0.052

0.172
0.306
-0.059
0.054
0.523
0.001
0.498

LhnTbg LhnTbk

LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr

0.810
0.008
0.249
0.458
0.081
0.252

0.063
0.038
0.427
0.136
0.175

Mgrv

-0.150
0.132
-0.032
0.107

: Lahan Terbuka (%)


: Mangrove (%)
: Pemukiman
: Perkebunan (%)
: Rawa (%)
: Semak Belukar (%)

Pmkm

0.350
-0.125
0.208

Pkbn

0.010
0.055

Raw

-0.086

50

Lampiran 20 Matriks Koefisien Korelasi antara Variabel Perubahan Semak Belukar Tahun 2000-2004

KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg
LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr
Keterangan
KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg

PrbhnSmkBlkr KrptnPddk KrptnJln KrptnSgi


0.052
-0.397
0.054
0.148
-0.179 -0.182
0.219
0.080
0.179 -0.225
0.104
-0.189 -0.356 -0.102
0.401
-0.208 -0.077 -0.128
0.064
-0.174 -0.200
0.754
-0.032
-0.202 -0.335
0.290
-0.043
-0.084
0.090
0.015
-0.184
-0.289 -0.028 -0.021
0.166
-0.206 -0.275
0.150
0.397
-0.218 -0.233 -0.023
: Angka yang digaris bawah nyata pada P<0.10
: Kerapatan Penduduk (jiwa/km2)
: Kerapatan Jalan (km/ha)
: Kerapatan Sungai (km/ha)
: Indeks Perkembangan Desa
: Hutan (%)
: Lahan Tambang (%)

IPD

Htn

-0.276
-0.060
-0.177
-0.230
-0.137
-0.302
-0.147
-0.107

0.167
-0.161
-0.032
0.125
0.399
-0.009
0.559

LhnTbg LhnTbk

LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr

0.005
0.001
0.334
0.133
0.151
0.571

0.347
-0.096
-0.178
-0.068
0.056

Mgrv

-0.109
0.095
-0.033
0.086

Pmkm

0.419
-0.051
0.164

Pkbn

0.013
-0.169

Raw

-0.021

: Lahan Terbuka (%)


: Mangrove (%)
: Pemukiman
: Perkebunan (%)
: Rawa (%)
: Semak Belukar (%)

85

50

Lampiran 21 Matriks Koefisien Korelasi antara Variabel Perubahan Semak Belukar Tahun 2004-2010

KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg
LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr

86

Keterangan
KrptnPddk
KrptnJln
KrptnSgi
IPD
Htn
LhnTbg

PrbhnSmkBlkrKrptnPddk KrptnJln KrptnSgi


-0.158
-0.170
0.248
-0.062 -0.166 -0.182
0.036
0.131
0.019
0.169
0.393 -0.280 -0.360 -0.115
0.650 -0.250 -0.076 -0.116
0.623 -0.240 -0.057 -0.086
-0.040 -0.291 -0.328
0.300
0.597 -0.085
0.116 -0.038
0.690 -0.435 -0.142 -0.018
0.004 -0.230 -0.277
0.160
0.118 -0.273 -0.208
0.013
: Angka yang digaris bawah nyata pada P<0.10
: Kerapatan Penduduk (jiwa/km2)
: Kerapatan Jalan (km/ha)
: Kerapatan Sungai (km/ha)
: Indeks Perkembangan Desa
: Hutan (%)
: Lahan Tambang (%)

IPD

Htn

-0.216
0.129
0.037
0.126
-0.186
-0.169
-0.101
0.052

0.172
0.306
-0.059
0.054
0.523
0.001
0.498

LhnTbg LhnTbk

LhnTbk
Mgrv
Pmkm
Pkbn
Raw
SmkBlkr

0.810
0.008
0.249
0.458
0.081
0.252

0.063
0.038
0.427
0.136
0.175

Mgrv

-0.150
0.132
-0.032
0.107

: Lahan Terbuka (%)


: Mangrove (%)
: Pemukiman
: Perkebunan (%)
: Rawa (%)
: Semak Belukar (%)

Pmkm

0.350
-0.125
0.208

Pkbn

0.010
0.055

Raw

-0.086

Lampiran 22 Jenis data yang digunakan dalam Analisis Regresi Berganda

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Kerapatan Penduduk (jiwa/Ha)


Kerapatan Jalan (km/Ha)
Kerapatan Sungai (km/Ha)
Indeks Perkembangan Desa (IPD)
Proporsi Hutan (%)
Proporsi Lahan Tambang (%)
Proporsi Lahan Terbuka (%)
Proporsi Mangrove (%)
Proporsi Pemukiman (%)
Proporsi Perkebunan (%)
Proporsi Rawa (%)
Proporsi Semak Belukar (%)

87

Lampiran 23 Jenis data yang digunakan dalam menentukan Indeks Perkembangan Desa (IPD)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

88

23

Jumlah penduduk (jiwa)


Jika tidak ada, Jarak ke TK (Km)
Jika Tidak ada, Jarak ke SLTP/Mtsterdekat (Km0
Jika tidak ada Jarak ke SMU/MA terdekat (km)
Jika tidak ada, Jarak ke RS (Km)
Jiak tidaka ada, Jarak ke PUB/DISKOTIK terdekat (Km)
Jika tidak ada, Jarak ke RS Bersalin (Km)
Jika tidak ada, Jarak Ke rumah bersalin (Km)
Jika tidak ada, Jarak ke poliklinik (Km)
Jika tidaka ada, Jarak ke puskesmas (Km)
Jika tidak ada, Jarak ke balai pengobatan (km)
Jika tidak ada, Jarak ke pus.pembantu (Km)
Jika tidak ada, Jarak ke tmp prak. Dokter (Km)
Jika tidak ada, Jarak tmp. prak. bidan (Km)
Jika tidaka ada, Jarak ke polindes (Km)
Jumlah TK negeri
Jumlah TK swasta
Jumlah SD Negeri dan sederajat
Jumlah SD swasta dan sederajat
Jumlah SLTP Negeri dan sederajat
Jumlah SLTP/MTs Swasta
Jumlah SMU/MA negeri
Jumlah SMU/MA swasta

Lampiran 24 Lanjutan
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38

Jumlah Pondok pesantren swasta


Jumlah Madrasah diniyah swasta
Jml Masjid
Surau/langgar
Gereja/kapel kristen protestan
Gereja/kapel Katolik
Pura
Vihara
Jumlah Poliklinik
Jumlah Puskesmas
Jumlah Puskesmas pembantu
Jumlah Tempat praktek dokter
Jumlah Tmp. praktek bidan
Jumlah Posyandu
Jumlah Polindes

89

64

Anda mungkin juga menyukai