UVEITIS ANTERIOR
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata FK Unsyiah BPK RSUDZA
Banda Aceh
Oleh:
Suci Dika Utari
1407101030302
Pembimbing
dr. Ismilaila, Sp.M
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
Uveitis Anterior. Shalawat beserta salam penulis sampaikan kepada Rasulullah
SAW yang telah membawa umat manusia ke masa yang menjunjung tinggi ilmu
pengetahuan. Laporan kasus ini merupakan salah satu tugas dalam menjalankan
kepanitraan Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr.Ismilaia, Sp.M yang telah
bersedia membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas ini.Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak terhadap
laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi penulis dan orang
lain.
Banda Aceh, Juni 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Cover................................................................................................................i
Kata Pengantar...............................................................................................ii
Daftar isi..........................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan.....................................................................................1
BAB II Tinjauan Pustaka..............................................................................2
1. Anatomi........................................................................................2
2. Definisi.........................................................................................4
3. Epidemiologi................................................................................4
4. Etilogi...........................................................................................5
5. Klasifikasi.....................................................................................5
6. Gejala Klinis.................................................................................7
7. Diagnosis......................................................................................13
8. Pemeriksaan Laboratorium...........................................................14
9. Diagnosis Banding........................................................................15
10. Komplikasi...................................................................................16
11. Penatalaksanaan............................................................................16
12. Prognosis......................................................................................17
BAB III Laporan Kasus.................................................................................18
BAB IV Pembahasan......................................................................................28
BAB V Kesimpulan........................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................31
BAB I
PENDAHULUAN
Uveitis merupakan peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan
traktus uvealis yang disebabkan oleh infeksi, trauma, neoplasia, atau proses
autoimun. (1) Banyak kelainan inflamasi dis traktus uvealis berhubungan dengan
penyakit-penyakit sistemik, yang beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa
bila tidak dikenali. Uveitis dapat terjadi sekunder akibat radang kornea (keratitis),
radang sklera (skleritis), atau keduanya (sklerokeratitis). (2) Sebagaimana
konjungtivitis, keratitis, dan glaukoma akut, keratitis menimbulkan keluhan mata
merah yang membuat pasien datang untuk mencari pertolongan ke dokter. (3)
Uveitis biasanya terjadi pada usia 20-50 tahun. (2) Insidensi uveitis adalah
15 kasus dari 100.000 populasi setiap tahun. Uveitis menyebabkan 10%-20%
kebutaan. (1,2) Uveitis lebih banyak ditemukan di negara berkembang
dibandingkan di negara-negara maju karena lebih tingginya prevalensi infeksi
yang bisa mempengaruhi mata, seperti toksoplasmosis dan tuberkulosis di negaranegara berkembang. (2)
Komplikasi yang dapat mengancam paling sering akibat uveitis anterior
adalah katarak, glaukoma, dan edema makular. Jika keadaan ini tidak terdeteksi
dan tidak mendapat penatalaksanaan yang baik, dapat berakhir dengan kebutaan.
Uveitis merupakan keadaan yang memiliki respon yang baik terhadap pengobatan,
sehingga dengan penatalaksanaan yang tepat, berbagai komplikasi tersebut dapat
dihindari. (3) Prognosis uveitis bergantung pada banyak hal, seperti derajat
keparahan, lokasi, dan penyebab peradangan. (1)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi
Uvea merupakan lapisan avskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris,
badan siliar dan koroid. Iris terdiri atas bagian pupil dan bagian tepi siliar, dan
badan siliar terletak antara iris dan koroid. Batas antara korneosklera dengan
badan siliar belakang adalah 8 mm temporal dan 5 mm nasal. Di dalam badan
siliar terdspst 3 otot akomodasi yaitu longitudinal, radial, dan sirkular. Iris
mempunayi kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke dalam bola
mata. Reaksi pupil ini merupakan indikator untuk fungsi simpatis (midriasis) dan
parasimpatis (miosis) pupil. Badan siliar merupakan susunan otot melingkar dan
mempunyai sistem ekskresi di belakang limbus. Radang badan siliar akan
mengakibatkan melebarnya pembuluh darah di daerah limbus, yang akan
mengakibatkan mata merah yang merupakan karakteristik peradangan intraokular.
Otot longitudinal badan siliar yang berinsersi di daerah baji sklera bila
berkontraksi akan membuka anyaman trabekula dan mempercepat pengaliran
aliran cairan mata melalui sudut bilik mata. Otot melingkar badan siliar bila
berkontraksi pada akomodasi akan mengakibatkan mengendornya zonula Zinn
sehingga terjadi pencembungan lensa. Kedua otot ini dipersarafi oleh saraf
parasimpatik. (4)
4. Etiologi
Penyebab iritis tidak dapat diketahui dengan melihat gambaran kliniknya
saja. Iritis dan iridosiklitis dapat merupakan suatu manifestasi klinik reaksi
imunologik terlambat, dini, atau sel mediated terhadap jaringan uvea anterior.
Pada kekambuhan atau rekuren terjadi reaksi imunologik humoral. Bakteriemia
maupun viremia dapat menimbulkan iritis ringan yang bila kemudian terdapat
antigen yang sama dalam tubuh akan timbul kekambuhan. (1)
Uveitis anterior dibedakan dalam bentuk granulomatosa akut-kronis dan
non-granulomatosa
akut-kronis.
Penyebab
uveitis
anterior
akut
non-
granulomatosa dapat oleh trauma, diare kronis, penyakit Reiter, herpes simpleks,
sindrom Bechet, sindrom Posner Schlosman, pascabedah, infeksi adenovirus,
parositis, dan klamidia. Granulomatosa akut terjadi terjadi akibat sarkoiditis,
sifilis, tuberkulosis, virus, jamur, atau parasit (toksoplasmosis). (1)
5. Klasifikasi
Klasifikasi uveitis secara anatomis: (1)
1. Anterior : inflamasi terutama berada di kamera okuli anterior.
2. Intermediet : inflamasi vitreus primer
3. Posterior : melibatkan retina atau koroid
4. Panuveitis : melibatkan seluruh struktur uvea
Klasifikasi uveitis berdasarkan etiologi: (1)
1. Infeksi: bakteri, virus, parasit
2. Non-infeksi: dapat berhubungan dengan penyakit sstemik
3. Masquerade: neoplasma dan non-neoplasma
Non-infeksi
Masquerade
1) Tajam penglihatan
Derajat gangguan tajam penglihatan dapat berbeda-beda tergantung
derajat inflamasi yang terjadi dan ada atau tidaknya komplikasi. Pada
AAU, dapat dijumpai tajam penglihatan yang sedikit menurun. (1)
2) Injeksi siliar (injeksi perilimbal)
Merupakan hiperemis pada konjungtiva sirkumkorneal dengan warna
keunguan akibat keterlibatan pembuluh darah yang lebih dalam, dan
biasanya terlihat pada uveitis anterior onset akut. Pada CAU, injeksi
siliar jarang dijumpai. (1)
3) Miosis pupil
Terjadi akibat spasme sfingter pupil karena inflamasi atau dapat terjadi
akibat sinekia posterior. (1)
4) Cell di kamera okuli anterior (COA)
Adanya cell di COA merupakan indikator aktivitas inflamasi. Sistem
grading cell meurut SUN Working Group dibuat berdasarkan perkiraan
jumlah cell dalam 1 mm yang dilihat menggunakan 1 mm lapangan
celah antar sinar dan menggunakan jumlah sinar yang adekuat.
Pemeriksaan ini harus dilakaukan dengan melebarkan pupil, yang akan
memindahkan sell pigmen ke dalam aqueous. Sel inflmasi biasanya
terlihat di vitreous anterior. (1) Cell dan flare pada inflamasi intraokular
akut terjadi akibat kerusakan barier darah-aqueus di COA. (5)
5) Hipopion
Merupakan timbunan eksudat purulen yang terdiri dari sel inflamasi
yang banyak pada bagian inferior kamera anterior sesuai dengan arah
grafitasi. Hipopion yang mengandung banyak fibrin dan membuat
eksudat menjadi imobile dan lambat diabsorbsi, sering berhubungan
sengan HLA-B27. (1)
6) Keratic precipitates (KP)
Keratic precipitates merupakan penimbunan di endotel kornea yang
tersusun dari sel-sel inflamasi seperti limfosit, sel plasma, dan
makrofag. Keratic pecipitate mungkin berukuran besar (mutton fat atau
granulomatosa),
kecil
Keratic
precipitate
granulomatosa
atau
nongranulomatosa
biasanya
Gambar 3. Nodul iris pada uveitis anterior. (A) Nodul Koeppe pada sindrom
Fuchs; (B) Nodul Busacca dan Koeppe; (C) nodul yang sangat besar pada uveitis
sarcoid; (D) kristal iris (Russell bodies) pada uveitis sifilis kronis. (1)
10) Sinekia poterior
Adalah perlengketan akibat proses inflamasi antara bagian pinggir iris
dengan
kapsul
anterior
lensa,
terutama
terbentuk
di
tempat
10
11
Gambar 6. Tanda uveitis anterior akut (A) injeksi siliar; (B) miosis; (C) cell di
COA; (D) hipopion; (E) Keratic Precipitate (KP); (F) Eksudat fibrin
Uveitis Anterior Non-Granulomatosa
Pada bentuk non-granulomatosa, onsetnya khas akut, dengan rasa sakit,
injeksi, fotofobia dan penglihatan kabur. Terdapat kemerahan sirkumkorneal atau
injeksi siliar yang disebabkan oleh dilatasi pembuluh-pembuluh darah limbus.
(1,4)
Deposit putih halus (keratic presipitate/ KP) pada permukaan posterior
kornea dapat dilihat dengan slit-lamp atau dengan kaca pembesar. KP adalah
deposit seluler jenis uveitis. KP umumnya terbentuk di daerah pertengahan dan
inferior dari kornea. Terdapat 4 jenis KP yang diketahui, yaitu small KP, medium
KP, large KP dan fresh KP. Small KP merupakan tanda khas pada herpes zoster
dan Fuchs uveitis syndrome . Medium KP terlihat pada kebanyakan jenis uveitis
anterior akut maupun kronis. Large KP biasanya jenis mutton fat biasanya
terdapat pada uveitis anterior tipe granulomatosa. Fresh KP atau KP baru terlihat
berwarna putih dan melingkar. Seiring bertambahnya waktu, akan berubah
menjadi lebih pucat dan berpigmen. Pupil mengecil dan mungkin terdapat
kumpulan fibrin dengan sel di kamera anterior. Jika terdapat sinekia posterior,
bentuk pupil menjadi tidak teratur. (1,4)
Uveitis Anterior Granulomatosa
Pada bentuk granulomatosa, biasanya onsetnya tidak terlihat. Penglihatan
berangsur kabur dan mata tersebut memerah secara difus di daerah sirkumkornea.
Sakitnya minimal dan fotofobianya tidak seberat bentuk non-granulomatosa. Pupil
sering mengecil dan tidak teratur karena terbentuknya sinekia posterior. KP
mutton fat besar-besar dapat terlihat dengan slit-lamp di permukaan posterior
kornea. Tampak kemerahan, flare dan sel-sel putih di tepian pupil (nodul Koeppe).
12
Nodul-nodul ini sepadan dengan KP mutton fat. Nodul serupa di seluruh stroma
iris disebut nodul Busacca. (1,2)
6. Diagnosis
Diagnosis uveitis anterior akut relatif mudah ditegakkan karena tanda
klinisnya yang khas, seperti fotofobia dan nyeri bola mata, serta gejala yang khas
seperti hiperemis konjungtiva, sinekia posterior, dan cell di COAyang diamati
menggunakan pemeriksaan slit lamp. (6) Diagnosis uveitis anterior dapat
ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan
pemeriksaan penunjang lainnya. (7)
a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan menanyakan riwayat kesehatan pasien,
misalnya pernah menderita iritis atau penyakit mata lainnya, kemudian riwayat
penyakit sistemik yang mungkin pernah diderita oleh pasien.
Keluhan yang dirasakan pasien biasanya antara lain: (1)
1) Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa
ketika mata disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke
daerah pelipis atau daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan
menghilang segera setelah muncul.
2)
13
+1
+2
+3
+4
rheumatoid factor serta foto rontgen lutut sebaiknya dilakukan. Perujukan ke ahli
penyakit anak dianjurkan pada keadaan ini. Iridosiklitis dengan KP mutton fat
memberikan kemungkinan sarkoidosis. Foto rontgen toraks sebaiknya dilakukan
dan pemeriksaan terhadap enzim lisozim serum serta serum angiotensine
converting enzyme sangat membantu. (2)
Pemeriksaan terhadap HLA-B27 tidak bermanfaat untuk penatalaksanaan
pasien dengan uveitis anterior, akan tetapi kemungkinan dapat memberikan
perkiraan akan suseptibilitas untuk rekurens. Sebagai contoh, HLA-B27
ditemukan pada sebagian besar kasus iridosiklitis yang terkait dengan spondilitis
ankilosa. Tes kulit terhadap tuberkulosis dan histoplasmosis dapat berguna,
demikian pula antibodi terhadap toksoplasmosis. Berdasarkan tes-tes tersebut dan
gambaran kliniknya, seringkali dapat ditegakkan diagnosis etiologiknya. (1)
Dalam usaha penegakan diagnosis etiologis dari uveitis diperlukan bantuan
atau konsultasi dengan bagian lain seperti ahli radiologi dalam pemeriksaan foto
rontgen, ahli penyakit anak atau penyakit dalam pada kasus atritis reumatoid, ahli
penyakit THT pada ksus uveitis akibat infeksi sinus paranasal, ahli penyakit gigi
dan mulut pada kasus uveitis dengan fokus infeksi di rongga mulut, dan lain-lain.
(1)
8. Diagnosis Banding
Berikut adalah beberapa diagnosis banding dari uveitis anterior: (1)
1)
15
yang
mengalami
uveitis
anterior
dianjurkan
untuk
17
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. NS
Umur
: 54 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Suku
: Aceh
Pekerjaan
: Petani
Alamat
: Tapak Tuan
CM
: 1-09-19-89
Tanggal Pemeriksaan
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Mata kiri kabur
b. Keluhan Tambahan
Mata merah, perih, berair, silau, mata seperti berpasir, nyeri kepala
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien rujukan dari Rumah Sakit Tapak Tuan datang ke poli mata RSUDZA
dengan keluhan mata kiri kabur yang dirasakan sejak 3 bulan yang lalu dan
dirasakan semakin memberat. Pasien mengakui bahwa sebelumnya mata pasien
pernah dimasuki nyamuk saat mengendarai sepeda motor. Karena merasa tidak
nyaman, pasien mengucek-ngucek matanya hingga merah. Beberapa minggu
kemudian pasien merasa matanya berwarna putih dan penglihatannya semakin
kabur. Keluhan ini disertai dengan mata berair, silau saat melihat cahaya, mata
seperti berpasir dan nyeri kepala sebelah kiri.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Tiga bulan yang lalu pasien didiagnosis mengalami keratitis di mata kiri.
e. Riwayat pengobatan
Pasien sebelumnya sudah pernah berobat ke Rumah Sakit Tapak Tuan dan
diberikan cendoxitrol tetes mata dan metilprednisolon tablet selama 1 minggu,
tetapi keluhan tidak berkurang dan semakin memberat.
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga menderita keluhan yang sama.
18
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan Darah
: 120/70 mmHg
Frekuensi Jantung
: 86 x/menit, reguler
Frekuensi Nafas
: 16x/menit
Temperatur
: 36,7 0C (aksila)
b. Status General
Kulit
Warna
: Sawo matang
Ikterus
: (-)
Anemia : (-)
Sianosis : (-)
Oedema : (-)
Kepala
Bentuk
: Kesan normocepali
Hidung
Mata
Status Oftalmologi
19
OD
OS
OD
Edema (-) Ptosis (-)
Bagian Mata
Palpebra Superior
OS
Edema (-) Ptosis (-)
Lagoftalmus (-)
Edema (-)
Hiperemis (-) pucat (-)
Hiperemis (-) pucat (-)
Injeksi konjungtiva (-)
Palpebra Inferior
Conjungtiva Tarsal Superior
Conjungtiva Tarsal Inferior
Conjungtiva Bulbi
Lagoftalmus (-)
Edema (-)
Hiperemis (-) pucat (-)
Hiperemis (+) pucat (-)
Injeksi konjungtiva (+)
20
injeksi fibrobaskular
(-)
Jernih
Kornea
Neovaskularisasi
Keruh (+) ulkus (+)
Dalam
COA
Pupil
Bulat (+)
diameter 2 mm
Diameter 4 mm
RCL () RCTL ()
Sinekia (-)
Sulit dinilai
Iris
Lensa
Mulut
Bibir
Gigi Geligi
: Karies (-)
Lidah
Mukosa
: Basah (+)
: Hiperemis (-)
Leher
Bentuk
: Kesan simetris
: Pembesaran (-)
Peningkatan TVJ
: (-)
Axilla
Pembesaran KGB (-)
Thorax
Thorax depan
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak
Tipe Pernafasan
: Abdomino-toracal
Retraksi
: (-)
2. Palpasi
Stem Fremitus
Paru kanan
Paru kiri
21
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Paru kanan
Sonor
Sonor
Sonor
Paru kiri
Sonor
Sonor
Sonor
Paru kanan
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Paru kanan
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)
Paru kiri
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Paru kiri
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)
3. Perkusi
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah
4. Auskultasi
Suara Pokok
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah
Suara Tambahan
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah
Thoraks Belakang
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak
Tipe pernafasan
: Abdomino-toracal
Retraksi
: (-)
2. Palpasi
Paru kanan
Paru kiri
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Paru kanan
Sonor
Sonor
Sonor
Paru kiri
Sonor
Sonor
Sonor
Paru kanan
Paru kiri
3. Perkusi
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah
4. Auskultasi
Suara pokok
22
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Paru kanan
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Paru kiri
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Genetalia
Anus
Ekstremitas
Ekstremitas
Sianotik
Edema
Superior
Kanan
Kiri
Benjolan di
-
Inferior
Kanan
-
Kiri
-
Ikterik
Gerakan
Tonus otot
lipat paha
Aktif
Normotonu
Aktif
Normotonu
Aktif
Normotonu
Aktif
Normotonu
Sensibilitas
s
N
s
N
s
N
s
N
23
24
Follow up harian
Hari rawatan I
OD
Edema (-) Ptosis (-)
Lagoftalmus (-)
Edema (-)
Hiperemis (-) pucat (-)
Hiperemis (-) pucat (-)
Injeksi konjungtiva (-)
Bagian Mata
Palpebra Superior
OS
Edema (-) Ptosis (-)
Palpebra Inferior
Conjungtiva Tarsal Superior
Conjungtiva Tarsal Inferior
Conjungtiva Bulbi
Lagoftalmus (-)
Edema (-)
Hiperemis (-) pucat (-)
Hiperemis (+) pucat (-)
Injeksi konjungtiva (+)
injeksi fibrobaskular
(-)
Jernih
Kornea
Dalam
COA
Bulat (+)
Pupil
diameter 2 mm
Diameter 2 mm
RCL () RCTL ()
Sinekia (-)
Sulit dinilai
Iris
Lensa
Hari rawatan II
25
OD
Edema (-) Ptosis (-)
Lagoftalmus (-)
Edema (-)
Hiperemis (-) pucat (-)
Hiperemis (-) pucat (-)
Injeksi konjungtiva (-)
Bagian Mata
Palpebra Superior
OS
Edema (-) Ptosis (-)
Palpebra Inferior
Conjungtiva Tarsal Superior
Conjungtiva Tarsal Inferior
Conjungtiva Bulbi
Lagoftalmus (-)
Edema (-)
Hiperemis (-) pucat (-)
Hiperemis () pucat (-)
Injeksi konjungtiva ()
injeksi siliar ()
injeksi fibrobaskular
(-)
Jernih
Kornea
Dalam
Bulat (+)
COA
Pupil
diameter 2 mm
RCL (+) RCTL (+)
Sinekia (-)
Jernih
Diameter 4 mm
Iris
Lensa
RCL () RCTL ()
Sinekia (-)
Sulit dinilai
26
OD
Edema (-) Ptosis (-)
Lagoftalmus (-)
Edema (-)
Hiperemis (-) pucat (-)
Hiperemis (-) pucat (-)
Injeksi konjungtiva (-)
Bagian Mata
Palpebra Superior
OS
Edema (-) Ptosis (-)
Palpebra Inferior
Conjungtiva Tarsal Superior
Conjungtiva Tarsal Inferior
Conjungtiva Bulbi
Lagoftalmus (-)
Edema (-)
Hiperemis (-) pucat (-)
Hiperemis () pucat (-)
Injeksi konjungtiva ()
injeksi siliar ()
injeksi fibrobaskular
(-)
Jernih
Kornea
Dalam
COA
Pupil
Hipopion COA ()
Bulat (+)
Bulat (+)
diameter 2 mm
Diameter 4 mm
RCL () RCTL ()
Sinekia (-)
Sulit dinilai
Iris
Lensa
BAB IV
PEMBAHASAN
27
28
29
BAB V
KESIMPULAN
Uveitis merupakan peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan
traktus uvealis yang disebabkan oleh infeksi, trauma, neoplasia, atau proses
autoimun. Banyak kelainan inflamasi di traktus uvealis berhubungan dengan
penyakit-penyakit sistemik, yang beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa
bila tidak dikenali. Komplikasi yang dapat mengancam paling sering akibat
uveitis anterior adalah katarak, glaukoma, dan edema makular. Jika keadaan ini
tidak terdeteksi dan tidak mendapat penatalaksanaan yang baik, dapat berakhir
dengan kebutaan. Uveitis merupakan keadaan yang memiliki respon yang baik
terhadap pengobatan, sehingga dengan penatalaksanaan yang tepat, berbagai
komplikasi tersebut dapat dihindari.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Bowling B. Kanski's Clinical Ophthalmology. 8th ed. Sydney: Elsevier; 2016.
2. Whitcher JP. Blindness in Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 16th
ed.: Lange Medical Books/McGraw-Hill; 2004.
3. Alexander KL. Optometric Clinical Practice Guidelines Care of the Patien with
Anterior Uveitis Reference Guide for Clinicians. American Optometric
Association. 2010.
4. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: FKUI; 2009.
5. Chang J, Wakefield D. Uveitis: a global perspective. Ocular Immunol Inflamm.
2002; 10: p. 263279.
6. Len V H, Yudcovitch LB. Anterior Uveitis: Teaching Case Reports. Optometric
Education. 2011; 36(2).
7. Monalisa NM. MEDSCAPE. [Online].; 2015 [cited 2016. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/798323-workup.
31
32