Anda di halaman 1dari 35

Laporan Kasus

UVEITIS ANTERIOR
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata FK Unsyiah BPK RSUDZA
Banda Aceh

Oleh:
Suci Dika Utari

1407101030302
Pembimbing
dr. Ismilaila, Sp.M

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2016
1

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
Uveitis Anterior. Shalawat beserta salam penulis sampaikan kepada Rasulullah
SAW yang telah membawa umat manusia ke masa yang menjunjung tinggi ilmu
pengetahuan. Laporan kasus ini merupakan salah satu tugas dalam menjalankan
kepanitraan Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr.Ismilaia, Sp.M yang telah
bersedia membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas ini.Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak terhadap
laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi penulis dan orang
lain.
Banda Aceh, Juni 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Cover................................................................................................................i
Kata Pengantar...............................................................................................ii
Daftar isi..........................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan.....................................................................................1
BAB II Tinjauan Pustaka..............................................................................2
1. Anatomi........................................................................................2
2. Definisi.........................................................................................4
3. Epidemiologi................................................................................4
4. Etilogi...........................................................................................5
5. Klasifikasi.....................................................................................5
6. Gejala Klinis.................................................................................7
7. Diagnosis......................................................................................13
8. Pemeriksaan Laboratorium...........................................................14
9. Diagnosis Banding........................................................................15
10. Komplikasi...................................................................................16
11. Penatalaksanaan............................................................................16
12. Prognosis......................................................................................17
BAB III Laporan Kasus.................................................................................18
BAB IV Pembahasan......................................................................................28
BAB V Kesimpulan........................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................31

BAB I
PENDAHULUAN
Uveitis merupakan peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan
traktus uvealis yang disebabkan oleh infeksi, trauma, neoplasia, atau proses
autoimun. (1) Banyak kelainan inflamasi dis traktus uvealis berhubungan dengan
penyakit-penyakit sistemik, yang beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa
bila tidak dikenali. Uveitis dapat terjadi sekunder akibat radang kornea (keratitis),
radang sklera (skleritis), atau keduanya (sklerokeratitis). (2) Sebagaimana
konjungtivitis, keratitis, dan glaukoma akut, keratitis menimbulkan keluhan mata
merah yang membuat pasien datang untuk mencari pertolongan ke dokter. (3)
Uveitis biasanya terjadi pada usia 20-50 tahun. (2) Insidensi uveitis adalah
15 kasus dari 100.000 populasi setiap tahun. Uveitis menyebabkan 10%-20%
kebutaan. (1,2) Uveitis lebih banyak ditemukan di negara berkembang
dibandingkan di negara-negara maju karena lebih tingginya prevalensi infeksi
yang bisa mempengaruhi mata, seperti toksoplasmosis dan tuberkulosis di negaranegara berkembang. (2)
Komplikasi yang dapat mengancam paling sering akibat uveitis anterior
adalah katarak, glaukoma, dan edema makular. Jika keadaan ini tidak terdeteksi
dan tidak mendapat penatalaksanaan yang baik, dapat berakhir dengan kebutaan.
Uveitis merupakan keadaan yang memiliki respon yang baik terhadap pengobatan,
sehingga dengan penatalaksanaan yang tepat, berbagai komplikasi tersebut dapat
dihindari. (3) Prognosis uveitis bergantung pada banyak hal, seperti derajat
keparahan, lokasi, dan penyebab peradangan. (1)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi
Uvea merupakan lapisan avskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris,
badan siliar dan koroid. Iris terdiri atas bagian pupil dan bagian tepi siliar, dan
badan siliar terletak antara iris dan koroid. Batas antara korneosklera dengan
badan siliar belakang adalah 8 mm temporal dan 5 mm nasal. Di dalam badan
siliar terdspst 3 otot akomodasi yaitu longitudinal, radial, dan sirkular. Iris
mempunayi kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke dalam bola
mata. Reaksi pupil ini merupakan indikator untuk fungsi simpatis (midriasis) dan
parasimpatis (miosis) pupil. Badan siliar merupakan susunan otot melingkar dan
mempunyai sistem ekskresi di belakang limbus. Radang badan siliar akan
mengakibatkan melebarnya pembuluh darah di daerah limbus, yang akan
mengakibatkan mata merah yang merupakan karakteristik peradangan intraokular.
Otot longitudinal badan siliar yang berinsersi di daerah baji sklera bila
berkontraksi akan membuka anyaman trabekula dan mempercepat pengaliran
aliran cairan mata melalui sudut bilik mata. Otot melingkar badan siliar bila
berkontraksi pada akomodasi akan mengakibatkan mengendornya zonula Zinn
sehingga terjadi pencembungan lensa. Kedua otot ini dipersarafi oleh saraf
parasimpatik. (4)

Gambar 1. Bagian bola mata


Perdarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh
dua buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di
temporal dan nasal tempat masuk menembus sklera di temporal dan nasal
tempat dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang
terdapat 2 pada setiap otot superior, medial inferior, satu pada otot rektus
lateral. Arteri anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu membentuk
arteri sirkularis mayor pada badan siliar. Uvea posterior mendapat perdarahan
dari 15-20 buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar
tempat masuk saraf optik. (4)

Gambar 2. Sistem perdarahan uvea


2. Definisi
Uveitis merupakan peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan
traktus uvealis yang meliputi peradangan pada iris, badan siliaris, dan koroid yang
disebabkan oleh infeksi, trauma, neoplasia, atau proses autoimun. Uveitis anterior
disebut juga iridosiklitis. (1,2)
3. Epidemiologi
Uveitis biasanya terjadi pada usia 20-50 tahun. (2) Insidensi uveitis adalah
15 kasus dari 100.000 populasi setiap tahun. (1) Uveitis menyebabkan 10%-20%
kebutaan. (1,2) Uveitis lebih banyak ditemukan di negara berkembang
dibandingkan di negara-negara maju karena lebih tingginya prevalensi infeksi
yang bisa mempengaruhi mata, seperti toksoplasmosis dan tuberkulosis di negaranegara berkembang. (2)
Iritis merupakan bentuk uveitis yang paling sering dijumpai. Iritis biasanya
terjadi bersamaan dengan siklitis. Satu per tiga dari semua kasus iridosiklitis
memiliki onset akut. (1)

4. Etiologi
Penyebab iritis tidak dapat diketahui dengan melihat gambaran kliniknya
saja. Iritis dan iridosiklitis dapat merupakan suatu manifestasi klinik reaksi
imunologik terlambat, dini, atau sel mediated terhadap jaringan uvea anterior.
Pada kekambuhan atau rekuren terjadi reaksi imunologik humoral. Bakteriemia
maupun viremia dapat menimbulkan iritis ringan yang bila kemudian terdapat
antigen yang sama dalam tubuh akan timbul kekambuhan. (1)
Uveitis anterior dibedakan dalam bentuk granulomatosa akut-kronis dan
non-granulomatosa

akut-kronis.

Penyebab

uveitis

anterior

akut

non-

granulomatosa dapat oleh trauma, diare kronis, penyakit Reiter, herpes simpleks,
sindrom Bechet, sindrom Posner Schlosman, pascabedah, infeksi adenovirus,
parositis, dan klamidia. Granulomatosa akut terjadi terjadi akibat sarkoiditis,
sifilis, tuberkulosis, virus, jamur, atau parasit (toksoplasmosis). (1)
5. Klasifikasi
Klasifikasi uveitis secara anatomis: (1)
1. Anterior : inflamasi terutama berada di kamera okuli anterior.
2. Intermediet : inflamasi vitreus primer
3. Posterior : melibatkan retina atau koroid
4. Panuveitis : melibatkan seluruh struktur uvea
Klasifikasi uveitis berdasarkan etiologi: (1)
1. Infeksi: bakteri, virus, parasit
2. Non-infeksi: dapat berhubungan dengan penyakit sstemik
3. Masquerade: neoplasma dan non-neoplasma

Gambar 3. Klasifikasi uveitis secara anatomi (1)


Uveitis anterior
Uveitis anterior merupakan inflamasi yang melibatkan traktus uvea
anterior- iris dan badan siliaris pars plikata- merupakan bentuk uveitis
yang paling sering dijumpai. Iritis menunjukan suatu keadaan terdapatnya
inflamasi primer yang melibatkan iris. Iridosiklitis melibatkan iris dan
badan siliaris anterior, walaupun dalam praktek klinik sehari-hari keadaan
ini sangat sulit dibedakan secara klinis. (1)
Uveitis anterior akut (Acute anterior uveitis/ AAU) merupakan
tampilan klinis yang paling sering dijumpai, yang berhubungan dengan
HLA-B27 dan idiopatik. Etiologi pada uveitis anterior masih belum jelas,
diduga melibatkan reaktifitas silang dengan antigen mikroba pada individu
yang memiliki predisposisi genetik. AAU dapat merupakan bentuk dari
beberapa kondisi okular seperti trauma (termasuk akibat operasi),
inflamasi yang berhubungan dengan kelainan pada lensa dan infeksi
herpes sipleks, atau dapat merupakan akibat sekunder akibat inflamasi di
tempat lain pada mata, seperti keratitis bakterial dan skleritis. (1)
Uveitis anterior kronis (chronic anterior uveitis/ CAU) lebih jarang
dibandingkan AAU. CAU lebih sering terjadi bilateral, dan cenderung
berhubungan dengan penyakit sistemik. Tanda yang sering menyertai
keadaan ini adalah granulomatous inflamatory sign. (1)

Berikut merupakan keadaan sistemik yang berhubungan dengan


uveitis anterior. (1)
Idiopatik
Infeksi

Non-infeksi

Masquerade

Tabel. 1 Kondisi sistemik yang berhubungan dengan uveitis anterior (1)


Prognosis uveitis anterior akut biasanya baik pada kasus yang idiopatik
dan berhubungan dengan HLA-B27 jika ditatalaksana secara adekuat. Pada
CAU, outcome lebih bervariasi tergantung dari penyakit yang mendasarinya.
(1)
5. Gambaran Klinis
Gejala dan Tanda
Gejala klinis pada AAU dapat berupa nyeri unilateral onset akut,
fotofobia, kemerahan pada bola mata, mata berair, kadang-kadang disertai
dengan perasaan tidak nyaman pada mata selama beberapa hari. Pandangan
kabur menandakan uveitis akut yang berat. Penyakit yang berulang sangat
sering dijumpai, terutama pada kasus yang idiopatik. CAU dapat terjadi
secara akut atau tersembunyi, dan dapat asimtomatik hingga terjadi
komplikasi seperti katarak. (1)

1) Tajam penglihatan
Derajat gangguan tajam penglihatan dapat berbeda-beda tergantung
derajat inflamasi yang terjadi dan ada atau tidaknya komplikasi. Pada
AAU, dapat dijumpai tajam penglihatan yang sedikit menurun. (1)
2) Injeksi siliar (injeksi perilimbal)
Merupakan hiperemis pada konjungtiva sirkumkorneal dengan warna
keunguan akibat keterlibatan pembuluh darah yang lebih dalam, dan
biasanya terlihat pada uveitis anterior onset akut. Pada CAU, injeksi
siliar jarang dijumpai. (1)
3) Miosis pupil
Terjadi akibat spasme sfingter pupil karena inflamasi atau dapat terjadi
akibat sinekia posterior. (1)
4) Cell di kamera okuli anterior (COA)
Adanya cell di COA merupakan indikator aktivitas inflamasi. Sistem
grading cell meurut SUN Working Group dibuat berdasarkan perkiraan
jumlah cell dalam 1 mm yang dilihat menggunakan 1 mm lapangan
celah antar sinar dan menggunakan jumlah sinar yang adekuat.
Pemeriksaan ini harus dilakaukan dengan melebarkan pupil, yang akan
memindahkan sell pigmen ke dalam aqueous. Sel inflmasi biasanya
terlihat di vitreous anterior. (1) Cell dan flare pada inflamasi intraokular
akut terjadi akibat kerusakan barier darah-aqueus di COA. (5)
5) Hipopion
Merupakan timbunan eksudat purulen yang terdiri dari sel inflamasi
yang banyak pada bagian inferior kamera anterior sesuai dengan arah
grafitasi. Hipopion yang mengandung banyak fibrin dan membuat
eksudat menjadi imobile dan lambat diabsorbsi, sering berhubungan
sengan HLA-B27. (1)
6) Keratic precipitates (KP)
Keratic precipitates merupakan penimbunan di endotel kornea yang
tersusun dari sel-sel inflamasi seperti limfosit, sel plasma, dan
makrofag. Keratic pecipitate mungkin berukuran besar (mutton fat atau
granulomatosa),

kecil

(nongranulomatosa) atau stelata.

Keratic

precipitate

granulomatosa

atau

nongranulomatosa

biasanya

terkonsentrasi di bagian inferior, berbentuk segitiga dengan apeks


mengarah ke bagian atas (Arlt triangle) dibawah pengaruh grafitasi.
Keratic precipitate stelata biasanya tersebar rata di seluruh endotel
korneadan terdapat pada uveitis akibat herpes simpleks, herpes zoster,
toksoplasma. (1)
7) Flare
Terbentuk akibat efek Tyndal di dalam bilik mata depan yang keruh
akibat penimbunan sel radang atau bahan darah lainnya. Flare ini
menunjukkan terdapatnya protein akibat kerusakan berier darahaqueous. Flare dapat dikelompokkan berdasarkan keadaan klinis yang
diketahui melalui pemeriksaan slit lamp. (1)

Tabel 2. Derajat flare di COA (1)


8) Eksudat fibrin
Dapat dilihat di bilik depan mata yang biasanya terlihat di uveitis
anterior akut yang berat. (1)
9) Nodul iris
Nodul Koppe terletak di pinggir pupil. Nodul ini dapat dapat terbentuk
pada uveitis anterior granulomatosa dan non-granulomatosa. Noul
Bussaca terletak di dalam stroma iris. Nodul Berlin terdapat pada sudut
bilik mata depan. Nodul berwarna kekuningan terbentuk dari pelebaran
pembuluh darah iris (roseola) dan dijumpai pada uveitis sifilis.
Gambaran seperti mutiara dijumpai pada uveitis anterior kronik
lepramatosa. Kristal iris (Russels bodies) terbentuk akibat adanya
timbunan imunoglobulin, dan jarang pada uveitis kronis. (1)

Gambar 3. Nodul iris pada uveitis anterior. (A) Nodul Koeppe pada sindrom
Fuchs; (B) Nodul Busacca dan Koeppe; (C) nodul yang sangat besar pada uveitis
sarcoid; (D) kristal iris (Russell bodies) pada uveitis sifilis kronis. (1)
10) Sinekia poterior
Adalah perlengketan akibat proses inflamasi antara bagian pinggir iris
dengan

kapsul

anterior

lensa,

terutama

terbentuk

di

tempat

terbentuknya nodul Koeppe. Keadaan ini dapat berkembang dengan


sangat cepat, dan untuk mencegah terbentuknya sinekia ini dapat
diberikan profilaksis dengan agen midriasis. Saat sinekia posterio telah
terbentuk, semua pengobatan ditujukan untuk melepaskan perlengketan
tersebut. (1)

Gambar 4. Sinekia posterior pada uveitis anterior akut. (1)


11) Atropi iris

10

Gambar 5. Atrofi iris (1)


12) Heterochromia iridis
Merupakan perbedaan warna masing-masing iris pada kedua mata
terutama terlihat pada siang hari. (1)
13) Neovaskularisasi iris (rubeosis iris)
Terutama terjadi pada inflamasi kronis. (1)
14) Penurunan atau peningkatan TIO
Penurunan TIO terjadi akibat ketidakmampuan epitel siliaris untuk
memproduksi cairan equous. Peningkatan TIO terjadi pada pengunaan
steroid, iridosiklitis herpes simpleks, herpes zoster, toksoplasmosis,
sifilis, atau sarkoidosis. (1)

11

Gambar 6. Tanda uveitis anterior akut (A) injeksi siliar; (B) miosis; (C) cell di
COA; (D) hipopion; (E) Keratic Precipitate (KP); (F) Eksudat fibrin
Uveitis Anterior Non-Granulomatosa
Pada bentuk non-granulomatosa, onsetnya khas akut, dengan rasa sakit,
injeksi, fotofobia dan penglihatan kabur. Terdapat kemerahan sirkumkorneal atau
injeksi siliar yang disebabkan oleh dilatasi pembuluh-pembuluh darah limbus.
(1,4)
Deposit putih halus (keratic presipitate/ KP) pada permukaan posterior
kornea dapat dilihat dengan slit-lamp atau dengan kaca pembesar. KP adalah
deposit seluler jenis uveitis. KP umumnya terbentuk di daerah pertengahan dan
inferior dari kornea. Terdapat 4 jenis KP yang diketahui, yaitu small KP, medium
KP, large KP dan fresh KP. Small KP merupakan tanda khas pada herpes zoster
dan Fuchs uveitis syndrome . Medium KP terlihat pada kebanyakan jenis uveitis
anterior akut maupun kronis. Large KP biasanya jenis mutton fat biasanya
terdapat pada uveitis anterior tipe granulomatosa. Fresh KP atau KP baru terlihat
berwarna putih dan melingkar. Seiring bertambahnya waktu, akan berubah
menjadi lebih pucat dan berpigmen. Pupil mengecil dan mungkin terdapat
kumpulan fibrin dengan sel di kamera anterior. Jika terdapat sinekia posterior,
bentuk pupil menjadi tidak teratur. (1,4)
Uveitis Anterior Granulomatosa
Pada bentuk granulomatosa, biasanya onsetnya tidak terlihat. Penglihatan
berangsur kabur dan mata tersebut memerah secara difus di daerah sirkumkornea.
Sakitnya minimal dan fotofobianya tidak seberat bentuk non-granulomatosa. Pupil
sering mengecil dan tidak teratur karena terbentuknya sinekia posterior. KP
mutton fat besar-besar dapat terlihat dengan slit-lamp di permukaan posterior
kornea. Tampak kemerahan, flare dan sel-sel putih di tepian pupil (nodul Koeppe).

12

Nodul-nodul ini sepadan dengan KP mutton fat. Nodul serupa di seluruh stroma
iris disebut nodul Busacca. (1,2)
6. Diagnosis
Diagnosis uveitis anterior akut relatif mudah ditegakkan karena tanda
klinisnya yang khas, seperti fotofobia dan nyeri bola mata, serta gejala yang khas
seperti hiperemis konjungtiva, sinekia posterior, dan cell di COAyang diamati
menggunakan pemeriksaan slit lamp. (6) Diagnosis uveitis anterior dapat
ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan
pemeriksaan penunjang lainnya. (7)
a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan menanyakan riwayat kesehatan pasien,
misalnya pernah menderita iritis atau penyakit mata lainnya, kemudian riwayat
penyakit sistemik yang mungkin pernah diderita oleh pasien.
Keluhan yang dirasakan pasien biasanya antara lain: (1)
1) Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa
ketika mata disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke
daerah pelipis atau daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan
menghilang segera setelah muncul.
2)

Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari

yang dapat menambah rasa tidak nyaman pasien


3) Kemerahan tanpa sekret mukopurulen
4) Pandangan kabur (blurring)
5) Umumnya unilateral
b. Pemeriksaan Oftalmologi (1)
1) Visus : visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun
2) Tekanan intraokular (TIO) pada mata yang meradang lebih rendah daripada
mata yang sehat. Hal ini secara sekunder disebabkan oleh penurunan
produksi cairan akuos akibat radang pada korpus siliaris. Akan tetapi TIO
juga dapat meningkat akibat perubahan aliran keluar (outflow) cairan akuos
3) Konjungtiva : terlihat injeksi silier/ perilimbal atau dapat pula (pada kasus
yang jarang) injeksi pada seluruh konjungtiva
4) Kornea : KP (+), udema stroma kornea
5) Camera Oculi Anterior (COA) : sel-sel flare dan/atau hipopion
Ditemukannya sel-sel pada cairan akuos merupakan tanda dari proses
inflamasi yang aktif. Jumlah sel yang ditemukan pada pemeriksaan slit-

13

lamp dapat digunakan untuk grading.


6) Grade 0 sampai +4 ditentukan dari:
0 : tidak ditemukan sel
+1 : 5-10 sel
+2 : 11-20 sel
+3 : 21-50 sel
+4 : > 50 sel
Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh
darah iris yang mengalami peradangan. Adanya flare tanpa ditemukannya
sel-sel

bukan indikasi bagi pengobatan. Melalui hasil pemeriksaan slit-

lamp yang sama dengan pemeriksaan sel, flare juga diklasifikasikan


sebagai berikut: (1)
0

: tidak ditemukan flare

+1

: terlihat hanya dengan pemeriksaan yang teliti

+2

: moderat, iris terlihat bersih

+3

: iris dan lensa terlihat keruh

+4

: terbentuk fibrin pada cairan akuos


Hipopion ditemukan sebagian besar mungkin sehubungan dengan

penyakit terkait HLA-B27, penyakit Behcet atau penyakit infeksi terkait


iritis. Iris dapat ditemukan sinekia posterior. Lensa dan korpus vitreus
anterior : dapat ditemukan lentikular presipitat pada kapsul lensa anterior.
Katarak subkapsuler posterior dapat ditemukan bila pasien mengalami iritis
berulang (1)
7. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya tidak diperlukan untuk
uveitis anterior, apalagi bila jenisnya non-granulomatosa atau menunjukkan
respon terhadap pengobatan non spesifik. Akan tetapi pada keadaan dimana
uveitis anterior tetap tidak responsif terhadap pengobatan maka diperlukan usaha
untuk menemukan diagnosis etiologiknya. Pada pria muda dengan iridosiklitis
akut rekurens, foto rontgen sakroiliaka diperlukan untuk mengeksklusi
kemungkinan adanya spondilitis ankilosa. Pada kelompok usia yang lebih muda,
artritis reumatoid juvenil harus selalu dipertimbangkan khususnya pada kasuskasus iridosiklitis kronis. Pemeriksaan darah untuk antinuclear antibody dan
14

rheumatoid factor serta foto rontgen lutut sebaiknya dilakukan. Perujukan ke ahli
penyakit anak dianjurkan pada keadaan ini. Iridosiklitis dengan KP mutton fat
memberikan kemungkinan sarkoidosis. Foto rontgen toraks sebaiknya dilakukan
dan pemeriksaan terhadap enzim lisozim serum serta serum angiotensine
converting enzyme sangat membantu. (2)
Pemeriksaan terhadap HLA-B27 tidak bermanfaat untuk penatalaksanaan
pasien dengan uveitis anterior, akan tetapi kemungkinan dapat memberikan
perkiraan akan suseptibilitas untuk rekurens. Sebagai contoh, HLA-B27
ditemukan pada sebagian besar kasus iridosiklitis yang terkait dengan spondilitis
ankilosa. Tes kulit terhadap tuberkulosis dan histoplasmosis dapat berguna,
demikian pula antibodi terhadap toksoplasmosis. Berdasarkan tes-tes tersebut dan
gambaran kliniknya, seringkali dapat ditegakkan diagnosis etiologiknya. (1)
Dalam usaha penegakan diagnosis etiologis dari uveitis diperlukan bantuan
atau konsultasi dengan bagian lain seperti ahli radiologi dalam pemeriksaan foto
rontgen, ahli penyakit anak atau penyakit dalam pada kasus atritis reumatoid, ahli
penyakit THT pada ksus uveitis akibat infeksi sinus paranasal, ahli penyakit gigi
dan mulut pada kasus uveitis dengan fokus infeksi di rongga mulut, dan lain-lain.
(1)
8. Diagnosis Banding
Berikut adalah beberapa diagnosis banding dari uveitis anterior: (1)
1)

Konjungtivitis. Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil


normal, ada kotoran mata dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia atau
injeksi siliaris.

2) Keratitis atau keratokonjungtivitis. Pada keratitis atau keratokonjungtivitis,


penglihatan dapat kabur dan ada rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab
keratitis seperti herpes simpleks dan herpes zoster dapat menyertai uveitis
anterior sebenarnya.
3) Glaukoma akut. Pada glaukoma akut pupil melebar, tidak ditemukan sinekia
posterior dan korneanya beruap.
9. Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi dari uveitis anterior: (1,7)
1) Sinekia anterior perifer. Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior

15

perifer yang menghalangi humor akuos keluar di sudut iridokornea (sudut


kamera anterior) sehingga dapat menimbulkan glaukoma
2) Sinekia posterior dapat menimbulkan glaukoma dengan berkumpulnya akuos
humor di belakang iris, sehingga menonjolkan iris ke depan
3) Gangguan metabolisme lensa dapat menimbulkan katarak
4) Edema kistoid makular dan degenerasi makula dapat timbul pada uveitis
anterior yang berkepanjangan
10. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi uveitis anterior adalah:
1) Mencegah sinekia posterior
2) Mengurangi keparahan (severity) dan frekuensi serangan atau eksaserbasi
uveitis
3) Mencegah kerusakan pembuluh darah iris yang dapat:
o Mengubah kondisi dari iridosiklitis akut menjadi iridosiklitis kronik (terjadi
perburukan diagnosis)
o Meningkatkan derajat keparahan keadaan yang memang sudah kronik
4) Mencegah atau meminimalkan perkembangan katarak sekunder
5) Tidak melakukan tindakan yang dapat menyakiti atau merugikan pasien.
Pasien

yang

mengalami

uveitis

anterior

dianjurkan

untuk

menghindaripaparan sinar matahari. Menggunakan kaca mata pelindung dan topi


saat berpergian keluar ruangan, tetap berada di dalam ruangan dan mengurangi
pencahayaan merupakan modifikasi kebiasaan yang baik selama keadaan akut. (6)
Kortikosteroid dan agen midriatik/sikloplegik biasanya dijadikan sebagai
pilihan utama. Pilihan terapi lainnya adalah betamethasone, prednisolon 0,5%.
Pemilihan steroid topikal dapat dimodifikasi berdasarkan derajat beratnya
penyakit, dan faktor lain seperti kecenderungan peningkatan Tekanan intra okular
(TIO). Selama pemberianterdapat hal-hal yang perlu diperhatikan, kemungkinan
defek epitel, dan trauma tembus harus disingkirkan pada riwayat trauma, harus
diperiksa sensibilitas kornea dan tekanan intraokularuntuk menyingkirkan
kemungkinan herpes simpleks atau zoster. Prednisolon 1% atau dexamethason
0,1% satu atau dua tetes setiap 1 atau 2 jam saat terjaga, biasanya mampu
mengontrol peradangan anterior. Homatropin 2-5%, dua sampai empat kali sehari,
membantu mencegah terbentuknya sinekia dan meredakan rasa tidak nyaman
16

akibat spasme siliaris. (1,2)


11. Prognosis
Prognosis uveitis bergantung pada banyak hal, seperti derajat keparahan, lokasi,
dan penyebab peradangan. Secara umum, peradangan yang berat perlu waktu
yang lebih lama untuk sembuh. Serta lebih sering menyebabkan kerusakan
intraokular dan kehilangan penglihatan dibandingkan peradangan ringan atau
sedang. Selain itu, uveitis anterior lebih cepat merespons pengobatan
dibandingkan uveitis intrmediet, posterior, atau difus. Keterlibatan retina, koroid,
atau nervus optiku cenderung memberikan prognosis lebih buruk. (1)

17

BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. NS

Umur

: 54 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Suku

: Aceh

Pekerjaan

: Petani

Alamat

: Tapak Tuan

CM

: 1-09-19-89

Tanggal Pemeriksaan

: 30 Mei 5 Juni 2016

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Mata kiri kabur
b. Keluhan Tambahan
Mata merah, perih, berair, silau, mata seperti berpasir, nyeri kepala
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien rujukan dari Rumah Sakit Tapak Tuan datang ke poli mata RSUDZA
dengan keluhan mata kiri kabur yang dirasakan sejak 3 bulan yang lalu dan
dirasakan semakin memberat. Pasien mengakui bahwa sebelumnya mata pasien
pernah dimasuki nyamuk saat mengendarai sepeda motor. Karena merasa tidak
nyaman, pasien mengucek-ngucek matanya hingga merah. Beberapa minggu
kemudian pasien merasa matanya berwarna putih dan penglihatannya semakin
kabur. Keluhan ini disertai dengan mata berair, silau saat melihat cahaya, mata
seperti berpasir dan nyeri kepala sebelah kiri.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Tiga bulan yang lalu pasien didiagnosis mengalami keratitis di mata kiri.
e. Riwayat pengobatan
Pasien sebelumnya sudah pernah berobat ke Rumah Sakit Tapak Tuan dan
diberikan cendoxitrol tetes mata dan metilprednisolon tablet selama 1 minggu,
tetapi keluhan tidak berkurang dan semakin memberat.
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga menderita keluhan yang sama.

18

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Present
Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 120/70 mmHg

Frekuensi Jantung

: 86 x/menit, reguler

Frekuensi Nafas

: 16x/menit

Temperatur

: 36,7 0C (aksila)

b. Status General
Kulit
Warna

: Sawo matang

Ikterus

: (-)

Anemia : (-)
Sianosis : (-)
Oedema : (-)
Kepala
Bentuk

: Kesan normocepali

Rambut : Tersebar rata, Sukar dicabut,berwarna hitam.


Telinga

: Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)

Hidung

: Sekret (-/-), Perdarahan (-/-), NCH (-/-)

Mata
Status Oftalmologi

19

OD

OS

VOD : 4/60 bed side


VOS : 1/300

OD
Edema (-) Ptosis (-)

Bagian Mata
Palpebra Superior

OS
Edema (-) Ptosis (-)

Lagoftalmus (-)
Edema (-)
Hiperemis (-) pucat (-)
Hiperemis (-) pucat (-)
Injeksi konjungtiva (-)

Palpebra Inferior
Conjungtiva Tarsal Superior
Conjungtiva Tarsal Inferior
Conjungtiva Bulbi

Lagoftalmus (-)
Edema (-)
Hiperemis (-) pucat (-)
Hiperemis (+) pucat (-)
Injeksi konjungtiva (+)

injeksi siliar (-)

injeksi siliar (+)

20

injeksi fibrobaskular

injeksi fibrobaskular (-)

(-)
Jernih

Kornea

Neovaskularisasi
Keruh (+) ulkus (+)

Dalam

COA

releks cahaya (-)


Sulit dinilai

Pupil

Hipopion COA (+)


Bulat (+)

Bulat (+)
diameter 2 mm

Diameter 4 mm

RCL (+) RCTL (+)


Sinekia (-)
Jernih

RCL () RCTL ()
Sinekia (-)
Sulit dinilai

Iris
Lensa

Mulut
Bibir

: Pucat (-), Sianosis (-)

Gigi Geligi

: Karies (-)

Lidah

: Beslag (-), Tremor (-)

Mukosa

: Basah (+)

Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal


Faring

: Hiperemis (-)

Leher
Bentuk

: Kesan simetris

Kel. Getah Bening

: Pembesaran (-)

Peningkatan TVJ

: (-)

Axilla
Pembesaran KGB (-)
Thorax
Thorax depan
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak

: Normochest, pergerakan simetris

Tipe Pernafasan

: Abdomino-toracal

Retraksi

: (-)

2. Palpasi
Stem Fremitus

Paru kanan

Paru kiri

21

Lap. Paru atas


Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah

Normal
Normal
Normal

Normal
Normal
Normal

Paru kanan
Sonor
Sonor
Sonor

Paru kiri
Sonor
Sonor
Sonor

Paru kanan
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Paru kanan
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)

Paru kiri
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Paru kiri
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)

3. Perkusi
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah
4. Auskultasi
Suara Pokok
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah
Suara Tambahan
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah
Thoraks Belakang
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak

: Normochest, pergerakan simetris

Tipe pernafasan

: Abdomino-toracal

Retraksi

: (-)

2. Palpasi

Lap. Paru atas


Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah

Paru kanan

Paru kiri

Normal
Normal
Normal

Normal
Normal
Normal

Paru kanan
Sonor
Sonor
Sonor

Paru kiri
Sonor
Sonor
Sonor

Paru kanan

Paru kiri

3. Perkusi
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah
4. Auskultasi
Suara pokok

22

Lap. Paru atas


Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah
Suara tambahan
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah

Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Paru kanan
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)

Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Paru kiri
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)

Jantung
Inspeksi

: Terlihat adanya pulsasi Ictus Cordis di ICS V

Palpasi

: Ictus Cordis teraba di ICS V 2 jari lateral LMCS

Perkusi

: Batas jantung atas: di ICS III


Batas jantung kanan: di LPSD
Batas jantung kiri: di ICS VI, Lateral LMCS

Auskultasi

: BJ I > BJ II, reguler, bising (-)

Abdomen
Inspeksi

: Kesan simetris, Distensi (-)

Palpasi

: Soepel (+), Nyeri tekan (-)


Hepatomegali (-)

Perkusi

: Tympani (+), Asites (-)

Auskultasi

: Peristaltik usus (N)

Genetalia

: tidak dilakukan pemeriksaan

Anus

: tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas
Ekstremitas
Sianotik
Edema

Superior
Kanan
Kiri
Benjolan di
-

Inferior
Kanan
-

Kiri
-

Ikterik
Gerakan
Tonus otot

lipat paha
Aktif
Normotonu

Aktif
Normotonu

Aktif
Normotonu

Aktif
Normotonu

Sensibilitas

s
N

s
N

s
N

s
N

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

23

Pemeriksaan Refraksi : Hitung Jari


V. DIAGNOSIS KERJA
Uveitis anterior + ulkus kornea
VI. PENATALAKSANAAN
Non farmakologis : Tutup dengan kassa bersih
Farmakologis
:
1) Inj. Metilprednisolon 1 vial/ 8 jam
2) Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
3) Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
4) Paracetamol 3x500 mg
5) Vigamox ED 8x1 tts OS
6) Noncort ED 8x1 tts OS
7) Mydriatyl ED 8x1 tts OS
RESUME
Pasien datang ke RSUDZA dengan keluhan mata kiri kabur yang dirasakan
sejak 3 bulan yang lalu dan semakin memberat. Keluhan ini disertai dengan mata
merah, berair, silau saat melihat cahaya dan nyeri kepala sebelah kiri. Tiga bulan
yang lalu pasien didiagnosis mengalami keratitis di mata kiri. Pasien sebelumnya
sudah pernah berobat ke Rumah Sakit Tapak Tuan dan diberikan cendoxitrol tetes
mata dan metilprednisolon tablet, tetapi keluhan tidak berkurang dan semakin
memberat.Pemeriksaan status oftalmologis mata kiri dijumpai injeksi siliar,
kornea keruh, hipopion, sudut bilik mata, pupil dan lensa sulit dinilai.

24

Follow up harian
Hari rawatan I

OD
Edema (-) Ptosis (-)
Lagoftalmus (-)
Edema (-)
Hiperemis (-) pucat (-)
Hiperemis (-) pucat (-)
Injeksi konjungtiva (-)

Bagian Mata
Palpebra Superior

OS
Edema (-) Ptosis (-)

Palpebra Inferior
Conjungtiva Tarsal Superior
Conjungtiva Tarsal Inferior
Conjungtiva Bulbi

Lagoftalmus (-)
Edema (-)
Hiperemis (-) pucat (-)
Hiperemis (+) pucat (-)
Injeksi konjungtiva (+)

injeksi siliar (-)

injeksi siliar (+)

injeksi fibrobaskular

injeksi fibrobaskular (-)

(-)
Jernih

Kornea

Keruh (+) defek (+)

Dalam

COA

releks cahaya (-)


Sulit dinilai

Bulat (+)

Pupil

Hipopion COA (+)


Bulat (+)

diameter 2 mm

Diameter 2 mm

RCL (+) RCTL (+)


Sinekia (-)
Jernih

RCL () RCTL ()
Sinekia (-)
Sulit dinilai

Iris
Lensa

Hari rawatan II

25

OD
Edema (-) Ptosis (-)
Lagoftalmus (-)
Edema (-)
Hiperemis (-) pucat (-)
Hiperemis (-) pucat (-)
Injeksi konjungtiva (-)

Bagian Mata
Palpebra Superior

OS
Edema (-) Ptosis (-)

Palpebra Inferior
Conjungtiva Tarsal Superior
Conjungtiva Tarsal Inferior
Conjungtiva Bulbi

Lagoftalmus (-)
Edema (-)
Hiperemis (-) pucat (-)
Hiperemis () pucat (-)
Injeksi konjungtiva ()

injeksi siliar (-)

injeksi siliar ()

injeksi fibrobaskular

injeksi fibrobaskular (-)

(-)
Jernih

Kornea

Keruh (+) edema (+)


ulkus (+)

Dalam
Bulat (+)

COA

releks cahaya (-)


Sulit dinilai

Pupil

Hipopion COA (+)


Bulat (+)

diameter 2 mm
RCL (+) RCTL (+)
Sinekia (-)
Jernih

Diameter 4 mm
Iris
Lensa

RCL () RCTL ()
Sinekia (-)
Sulit dinilai

Hari rawatan III

26

OD
Edema (-) Ptosis (-)
Lagoftalmus (-)
Edema (-)
Hiperemis (-) pucat (-)
Hiperemis (-) pucat (-)
Injeksi konjungtiva (-)

Bagian Mata
Palpebra Superior

OS
Edema (-) Ptosis (-)

Palpebra Inferior
Conjungtiva Tarsal Superior
Conjungtiva Tarsal Inferior
Conjungtiva Bulbi

Lagoftalmus (-)
Edema (-)
Hiperemis (-) pucat (-)
Hiperemis () pucat (-)
Injeksi konjungtiva ()

injeksi siliar (-)

injeksi siliar ()

injeksi fibrobaskular

injeksi fibrobaskular (-)

(-)
Jernih

Kornea

Keruh () ulkus (+)

Dalam

COA

releks cahaya (-)


Sulit dinilai

Pupil

Hipopion COA ()
Bulat (+)

Bulat (+)
diameter 2 mm

Diameter 4 mm

RCL (+) RCTL (+)


Sinekia (-)
Jernih

RCL () RCTL ()
Sinekia (-)
Sulit dinilai

Iris
Lensa

BAB IV
PEMBAHASAN

27

Dari anamnesis diketahui bahwa pasien datang ke poli mata RSUDZA


dengan keluhan mata kiri kabur yang dirasakan sejak 3 bulan yang lalu dan
semakin memberat. Berdasarkan teori, Derajat gangguan tajam penglihatan dapat
berbeda-beda tergantung derajat inflamasi yang terjadi dan ada atau tidaknya
komplikasi. Pada AAU, dapat dijumpai tajam penglihatan yang sedikit menurun.
Pandangan kabur menandakan bahwa telah terjadi uveitis akut yang berat. (1)
Sebelumnya mata pasien pernah dimasuki nyamuk saat mengendarai sepeda
motor. Karena merasa tidak nyaman, pasien mengucek-ngucek matanya hingga
merah. Beberapa minggu kemudian pasien merasa matanya berwarna putih dan
penglihatannya semakin kabur dan silau saat melihat cahaya. Saat berobat ke
Rumah Sakit Tapak Tuan, pasien didiagnosis menderita keratitis mata kiri.
Etiologi pada uveitis anterior masih belum jelas, diduga melibatkan reaktifitas
silang dengan antigen mikroba pada individu yang memiliki predisposisi genetik.
AAU dapat merupakan bentuk dari beberapa kondisi okular seperti trauma
(termasuk akibat operasi), inflamasi yang berhubungan dengan kelainan pada
lensa dan infeksi herpes sipleks, atau dapat merupakan akibat sekunder akibat
inflamasi di tempat lain pada mata, seperti keratitis bakterial dan skleritis. (1,2)
Keluhan ini disertai dengan mata merah, berair, silau saat melihat cahaya
dan nyeri kepala sebelah kiri. Gejala klinis pada AAU dapat berupa nyeri
unilateral onset akut, fotofobia, kemerahan pada bola mata, mata berair, kadangkadang disertai dengan perasaan tidak nyaman pada mata selama beberapa hari.
(1,2,4)
Sebelumnya, pasien pernah didiagnosis mnmenderita keratitis. Etiologi
pada uveitis anterior masih belum jelas, diduga melibatkan reaktifitas silang
dengan antigen mikroba pada individu yang memiliki predisposisi genetik. AAU
dapat merupakan bentuk dari beberapa kondisi okular seperti trauma (termasuk
akibat operasi), inflamasi yang berhubungan dengan kelainan pada lensa dan
infeksi herpes sipleks, atau dapat terjadi sekunder akibat inflamasi di tempat lain
pada mata, seperti keratitis bakterial dan skleritis. (1,2)
Dari pemeriksaan fisik didapatkan neovaskularisasi konjungtiva bulbi,
injeksi siliar, kornea keruh dan terdapat defek, hipopion di seperempat COA, serta
lensa sulit dinilai. Neovaskularisasi konungtiva bulbi dapat dijumpai pada uveitis

28

anterior akut. Injeksi siliar merupakan hiperemis pada konjungtiva sirkumkorneal


dengan warna keunguan akibat keterlibatan pembuluh darah yang lebih dalam,
dan biasanya terlihat pada uveitis anterior onset akut. Injeksi siliar terjadi akibat
melebarnya pembuluh darah perikornea (a. Siliar anterior) akibat tukak kornea,
radang kornea atau radang jaringan uvea. Hipopion merupakan timbunan eksudat
purulen yang terdiri dari sel inflamasi yang banyak pada bagian inferior kamera
anterior sesuai dengan arah grafitasi. Munculnya hipopion merupakan penanda
telah terjadinyan peradangan akut pada jaringan uvea. Kornea yang keruh
menyulitkan inspeksi jaringan bagian dalam bola mata. (4)
Pada pasien ini, diberikan kombinasi terapi yang terdiri dari. Vigamox ED
8x1 tts OS, Noncort ED 8x1 tts OS, Mydriatyl ED 8x1 tts OS, metilprednisolon
injeksi, Ceftriaxone injeksi, paracetamol 3x500 mg. Kortikosteroid dan agen
midriatik/sikloplegik biasanya dijadikan sebagai terapi awal dan segera untuk
mengontrol inflamasi. Pemilihan steroid topikal dapat dimodifikasi berdasarkan
derajat beratnya penyakit, dan faktor lain seperti kecenderungan peningkatan
Tekanan intra okular (TIO). Kortikosteroid bekerja dengan mengurangi rasa nyeri,
akibat fotofobia, mengurangi inflamasi dan kemerahan pada konjungtiva,
episklera, dan limbus. Midriatik/sikloplegik digunakan untuk mencegah sinekia
yang merupakan komplikasi tersering dari uveitis. Agen sikloplegik sangat
penting untuk relaksasi iris, mencegah sinekia posterior, dan menstabilkan barier
darah-aquous dengan mengurangi luas permukaan iris (mencegah kebocoran
selular dan eksudat). Infeksi yang menyertai harus diobati dengan antibiotik yang
sesuai. (6)
Steroid oral seperti prednison dan metilprednisolon diindikasikan untuk
uveitis anterior akut yang berat dan jika dijumpai keterlibatan segmen posterior.

29

BAB V
KESIMPULAN
Uveitis merupakan peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan
traktus uvealis yang disebabkan oleh infeksi, trauma, neoplasia, atau proses
autoimun. Banyak kelainan inflamasi di traktus uvealis berhubungan dengan
penyakit-penyakit sistemik, yang beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa
bila tidak dikenali. Komplikasi yang dapat mengancam paling sering akibat
uveitis anterior adalah katarak, glaukoma, dan edema makular. Jika keadaan ini
tidak terdeteksi dan tidak mendapat penatalaksanaan yang baik, dapat berakhir
dengan kebutaan. Uveitis merupakan keadaan yang memiliki respon yang baik
terhadap pengobatan, sehingga dengan penatalaksanaan yang tepat, berbagai
komplikasi tersebut dapat dihindari.

30

DAFTAR PUSTAKA
1. Bowling B. Kanski's Clinical Ophthalmology. 8th ed. Sydney: Elsevier; 2016.
2. Whitcher JP. Blindness in Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 16th
ed.: Lange Medical Books/McGraw-Hill; 2004.
3. Alexander KL. Optometric Clinical Practice Guidelines Care of the Patien with
Anterior Uveitis Reference Guide for Clinicians. American Optometric
Association. 2010.
4. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: FKUI; 2009.
5. Chang J, Wakefield D. Uveitis: a global perspective. Ocular Immunol Inflamm.
2002; 10: p. 263279.
6. Len V H, Yudcovitch LB. Anterior Uveitis: Teaching Case Reports. Optometric
Education. 2011; 36(2).
7. Monalisa NM. MEDSCAPE. [Online].; 2015 [cited 2016. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/798323-workup.

31

32

Anda mungkin juga menyukai