Anda di halaman 1dari 44

Pembelajaran dengan

pendekatan
problem solving
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu kegiatan pendidikan adalah menyelenggarakan proses
belajar mengajar. Winkel (dalam Darsono dkk, 2000) mengungkapkan
pengertian belajar sebagai suatu aktivitas mental / psikis yang
berlangsung

dalam

interaksi

aktif

dengan

lingkungan,

yang

menghasilkan perubahan dalam pemahaman, ketrampilan dan nilai


sikap. Belajar dapat membawa perubahan dan perubahan itu pada
pokoknya adalah diperoleh kecakapan baru melalui suatu usaha. Para
pendidik hendaknya memposisikan peserta didik sebagai insan yang
harus

dihargai

kemampuannya

mengembangkan

potensinya.

dan

Oleh

diberi
karena

kesempatan
itu,

dalam

untuk
proses

pembelajaran perlu adanya suasana yang terbuka, akrab dan saling


menghargai. Sebaliknya perlu menghindari suasana belajar yang kaku,
penuh dengan ketegangan dan sarat dengan perintah dan instruksi
yang membuat peserta didik menjadi pasif, tidak bergairah, cepat
bosan dan mengalami kebosanan (Dasim Budimansyah,2002). Hal
tersebut

bisa

tercapai

apabila

sang

pendidik

memakai

pembelajaran dengan pendekatan problem solving.


B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian pembelajaran dengan problem solving?
2. Apa saja perangkat pembelajaran Problem solving?

jalan

3. Bagaimanakah bentuk-bentuk pembelajaran problem solving?


4. apa saja kelebihan dan kekurangan pembelajaran problem solving?
5. Bagaimanakah pendekatan pemecahan masalah?
C. Tujuan pembahasan Masalah
1. Dapat mengetahui pengertian pembelajaran dengan problem solving
2. Untuk Mengenal perangkat pembelajaran Problem solving
3. Untuk memahami bentuk-bentuk pembelajaran problem solving
4. Dapat Mengetahu kelebihan dan kekurangan pembelajaran problem
solving
5. Untuk mengetahui pendekatan pemecahan masalah.
BAB II
Pembahasan
2.1. Pengertian dasar problem solving
Agar kita sukses menerapkan pembelajaran dengan problem solving
maka langkah pertama yang harus lakukan ialah memahami makna
problem solving terselebih dahulu. Barangkali secara umum orang
memahami masalah sebagai kesenjangan antara kenyataan dan
harapan. Namun dalam matematika, istilah problem memiliki makna
yang lebih khusu. Yakni istilah problem terkait erat dengan suatu
pendekatan
masalah)

pembelajaran
yang

yaitu

digunakan

problem

intuk

solving

pendekatan

pemecahan

dalam

proses

pembelajaran . Dan menurut Hunsaker Pemecahan masalah ( problem


solving ) didefinisikan sebagai suatu proses penghilangan perbedaan
atau ketidak sesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh dan
hasil yang diinginkan.

Sementara

menurut

solving adalah
kemampuan

MuQodin

merupakan
untuk

suatu

mencari

mengatakan

bahwa problem

keterampilan

yang

informasi,

menganalisa

meliputi
situasi,

mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif


tindakan,

kemudian

sehubungan

mempertimbangkan

dengan

hasil

yang

dicapai

alternatif
dan

tersebut

pada

akhirnya

melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang


tepat..
Berdasarkan dari beberapa definisi problem solving yang dikemukakan
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa problem solving merupakan
suatu

keterampilan

yang

meliputi

kemampuan

untuk

mencari

informasi, menganalisa situasi dan mengidentifikasi masalah dengan


tujuan untuk menghasilkan alternatif sehingga dapat mengambil suatu
tindakan

keputusan

untuk

mencapai

sasaran.

Terkait

dengan

pengertian problem solving tadi bila dikaitkan dengan pembelajaran


maka

mempunyai

pengertian

sebagai

proses

pendekatan

pembelajaran yang menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah,


dimana problem yang harus diselesaikan tersebut bisa dibuat-buat
sendiri oleh pendidik dan ada kalanya fakta nyata yang ada
dilingkungan

kemudian

dipecahkan

dalam

pembelajaran

dikelas,

Dengan berbagai cara dan teknik.


2.2. Perangkat Pembelajaran Problem Solving
Untuk menerapkan pembelajaran problem solving diperlukan beberapa
perangkat terutama
A. Software, yang mengaitkan metode, Setiap pembelajaan seorang
guru tidak dilepaskan dari peranan metode, akan tetapi tak semua
metode yang guru pakai dapat menghasilkan output yang baik, Dan
guru mengajar dengan metode dapat menemukan dan membimbing
anak ke arah pemecahan masalah

tapi tak semua metode bisa

digunakan sebagi proses problem solving paling tidak metode tersebut


mempunyai nilai-nilai Sebagai berikut:

Keaktifan terhadap peserta didik

karena keaktifan siswa dalam pembelajaran memberikan kesempatan


kepada

siswa

untuk

mengexplorasi

pengetahuannya

untuk

memecahkan masalah serta membangun konsep-konsep yang akan


dipelajarinya. Keseluruhan pengalaman belajar ini akan memberikan
ketrampilan kepada siswa bagaimana sesungguhnya belajar yang
dapat menjadi bekal untuk menjadi pembelajar seumur hidup. Dan
memecahkan masalah dalam proses pembelajaran.

Kreativitas

Dengan kekreatisan seorang siswa baik individual maupun kelompok


dituntut

untuk

menghasilkan

penemuan-penemuan

sebagai

manifestasi dari pemecahan masalah, orang-orang yang kreatif masih


saja belum banyak jumlahnya Konon hal inilah yang menyebabkan
bangsa Indonesia tidak banyak menghasilkan paten atau temuan.
Mandulnya bangsa Indonesia dalam menghasilkan temuan-temuan
baru tentu saja menjadi kendala untuk dapat bersaing dengan bangsabangsa yang lain didunia. Oleh karenanya penting bagi siswa untuk
semenjak dini menghasilkan kreasi-kreasi atau belajar mengkreasi
sesuatu. Kelak ketika mereka dewasa kreativitas ini diharapkan dapat
menjadi terobosan dalam memecahkan berbagai masalah kehidupan
diantaranya adalah menciptakan pekerjaan untuk dirinya sendiri.
Konon

banyaknya

sarjana

yang

menjadi

antrean

pencari

kerja

disebabkan karena semenjak kecil mereka tidak terbiasa menciptakan


sesuatu. Kebiasaan belajar dengan menghapalkan dan meniru tidak
banyak bermanfaat dalam kehidupan.
Berkreativitasnya siswa dapat menghantarkan daya pikir kritis dalam
memecahkan masalah dan tentunya setiap metode harus didukung
oleh fasilitas tertentu yang dapat mengarah kepada tercapainya
tujuan.
Diantara yang paling bermasalah ialah Metode ceramah meruapakan
metode klasik yang hanya menggunakan lisan dalam menyampaikan
materi, yang dampaknya murid menjadi pasif, tidak gairah dan daya

pikir siswa statis. Maka dari itu metode ceramah sangat tidak relevan
untuk digunanakan dalam pembelajaran problem soving, memang
setiap metode pembelajaran tidak bisa dilepaskan dari metode
ceramah akan tetapi metode ceramah hanya sebagai fasilitas daya
dukung

aja

dari

pada

metode

yang

diterapkan

guru

dalam

pembelajaran.
B. Hardware
Untuk perangkat yang kedua ialah hardware yang terkait

dengan

teknik pembelajaran, sebelum kita memahami hardware pembelajaran


kita harus paham dengan pengertian teknik pembelajaran, teknik
pembelajaran ialah jalan, alat, atau media yang diguanakan oleh guru
dalam rangka mendidik muridnya guna mencapai tujuan pembelajaran
( Garlach dan Ely, 1980 )
Aplikasi atau penerapan teknologi pendidikan dalam upaya pemecahan
masalah pendidikan dan pembelajaran mempersyaratkan minimal
tersedianya hal-hal berikut: a) dukungan teknologi atau infrastruktur,
b) penguasaan pengetahuan dan keterampilan dalam mengembangkan
content, c) kesiapan Siswa pengguna atau user. Sementara itu
pemecahan masalah belajar secara empirik dapat dilakukan dengan
berbagai cara, strategi, dan prosedur (Purwanto, 2005:1718).
Aplikasi atau penerapan teknologi pendidikan dalam upaya pemecahan
masalah pendidikan dan pembelajaran dengan cara: 1) memadukan
berbagai macam pendekatan dari bidang ekonomi, manajemen,
psikologi, rekayasa, dan lain-lain secara bersistem; 2) memecahkan
masalah belajar pada manusia secara menyeluruh dan serempak,
dengan memperhatikan dan mengkaji semua kondisi dan saling kaitan
di antaranya; 3) menggunakan teknologi sebagai proses dan produk
untuk membantu memecahkan masalah belajar; 4) timbulnya daya
lipat atau efek sinergi, di mana penggabungan pendekatan dan atau
unsur-unsur

mempunyai

nilai

lebih

dari

sekedar

penjumlahan.

Demikian pula pemecahan secara menyeluruh dan serempak akan

mempunyai nilai lebih daripada memecahkan masalah secara terpisah


(Miarso, 2007:78).
Penerapan Teknologi Pendidikan Dapat diterapkan dalam Pembelajaran
Computer Assisted Learning (CAL)
Teknik ini digunakan untuk kegiatan belajar yang berstruktur, dimana
computer

Diprogramkan untuk permasalahan-permasalahan (sistem

Pakar). Siswa diminta untuk

Meme cahkan masalah tersebut atau

mencari jawaban dengan mempergunakan komputer dan seketika itu


juga jawaban siswa diproses secara elektronik. Dalam beberapa detik
siswa sudah mendapat jawaban atau umpan balik jawaban tersebut.
CAL memberikan siswa untuk maju sesuai dengan kecepatan masingmasing mereka.Metode ini dapat dipergunakan pada setiap tingkat
pengetahuan dari yang sederhana sampai pada yang paling kom pleks.
2.3 Bentuk Problem Solving
Ada beberapa bentuk dalam problem solving menurut Chang, DZurilla
dan Sanna (2004), yaitu

a) Rational

Problem Solving
Sebuah bentuk pembelajaran problem solving yang konstruktif yang
didefinisikan seperti rasional, berunding dan aplikasi yang sistematik
dalam kemampuan menyelesaikan masalah. Model ini terdiri dari 4
tahapan, yaitu :
1) Identifikasi Masalah
Problem solver mencoba mengelompokkan dan mengerti masalah yang
dihadapi dengan mengumpulkan banyak spesifikasi dan fakta konkrit
tentang kemungkinan masalah, mengidentifikasi permintaan, rintangan
dan tujuan yang realistik dalam menyelesaikan masalah.
2) Mencari Solusi Alternatif

Fokus pada tujuan untuk menyelesaikan masalah tersebut dan


mencoba untuk mengidentifikasi banyak solusi yang memungkinkan
termasuk yang konvensional.
3) Mengambil Keputusan
Problem solving mengantisipasi terhadap keputusannya dalam solusi
yang berbeda, mempertimbangkan, membandingkan dan kemudian
memilih yang terbaik atau solusi yang efektif yang paling berpotensial.
4)

Mengimplementasi

Pembuktian

Solusi

dan

Seseorang harus berhati-hati

dalam menerima dan mengevaluasi solusi yang menjadi pilihan setelah


mencoba untuk melaksanakan solusi tersebut kedalam situasi masalah
dalam kehidupan nyata
2.4. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Problem Solving.
Salah satu tujuan pembelajaran ialah untuk menciptakan prodak siswa
yang tidak hanya memiliki keahlian koqnitif dan afektif saja melainkan
seorang siswa juga dituntut untuk cakap dalam mengembangkan
psikomotorik, tujuan tersebut tidak dari proses untuk memecahkan
masalah,

dan

didalam

memecahkan

masalah

tersebut

haruslah

menghadirkan metode. Dan metode yang tepat ialah metode problem


solving, salah satu metode metode yang menekankan untuk berpikir
krisis dan kreatif guna mencapai tujuan, tapi metode tidak lepas dari
kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan Pembelajaran Problem Solving
1. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
2. Berpikir dan bertindak kreatif.
3. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
4. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.

5. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.


6.

Merangsang

perkembangan

kemajuan

berfikir

siswa

untuk

menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.


7.

Dapat

membuat

pendidikan

sekolah

lebih

relevan

dengan

kehidupan, khususnya dunia kerja.


Kelemahan pembelajaran problem solving
1.

Beberapa

pokok

bahasan

sangat

sulit

untuk

menerapkan

Pembelajaran ini. Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan


siswa

untuk

melihat

dan

mengamati

serta

akhirnya

dapat

menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.


2. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan
metode pembelajaran yang lain
3. Pengembangan program membutuhkan biaya tinggi dan waktu yang
lama.
4. Pengadaan dan pemeliharaan alat mahal .

2 . 5 . P E N D E K ATA N P E M E C A H A N M A S A L A H ( P R O B L E M S O LV I N G A P P R O A C H )

Ada

langkah,

yakni

1.Problem

:
Identification

Ketika kita menemukan sebuah masalah. Baik itu masalah teknis atau
kehidupan sehari-hari karena pada umunya semua masalah memiliki
kronologis jalan keluar yang hamper sama. Sebagai contohnya karena
saya akan menghadapi UTS tanggal 28 besok dan belum benar-benar
siap, serta diperparah sekarang bulan puasa maka ini bisa dijadikan
contoh masalah.
2.Synthesis
Sebuah

gagasan

awal

secara

keseluruhan

untuk

memecahkan

masalah. Langkah selanjutnya masalah di atas adalah saya harus


berusaha lebih keras untuk mengejar ketertinggalan dan tidak
menganut sistem belajar kebut semalam.
3.Analysis
Kalau di buku Holtzapple Reece dijelaskan bahwa pada langkah ini
kuncinya

adalah

mengubah

masalah

fisika

menjadi

model

matematikanya. Karena saya sudah terlanjur memberi contoh masalah


kehidupan nyata maka jika ditinjau dari langkah ini maka saya harus
menentukan langkah riil step by step, misalnya belajar terorganisasi
atau berurutan dan berkelanjutan.
4.Application
Langkah application di sini kita melaksanakan semua gagasan dan
langkah-langkah yang kitarencanakansebelumnya.
5.Comprehension
Di langkah ini kita menggunakan teori yang sudah ada. Untuk kasus
yang telah saya contohkan teori yang ada adalah mitos kalau belajar
sebelum tidur itu baik dan jauh lebih baik belajar pada saat shubuh
atau fajar. Di jelaskan dalam buku Misteri Shalat Shubuh bahwa banyak
keajaiban atau mukjizat yang terjadi kala fajar.
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
1. problem
kemampuan

solving merupakan
untuk

mencari

suatu

keterampilan

informasi,

yang

menganalisa

meliputi

situasi

dan

mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif


sehingga dapat mengambil suatu tindakan keputusan untuk mencapai
sasaran. Terkait dengan pengertian problem solving tadi bila dikaitkan
dengan pembelajaran maka mempunyai pengertian sebagai proses
pendekatan pembelajaran yang menuntut siswa untuk menyelesaikan

masalah, dimana

problem yang harus diselesaikan tersebut bisa

dibuat-buat sendiri oleh pendidik dan ada kalanya fakta nyata yang
ada dilingkungan kemudian dipecahkan dalam pembelajaran dikelas,
Dengan berbagai cara dan teknik.
2. Perangkat dalam pembelajaran problem solving ialah berupa
software yang berupa metode tapi tak semua metode bisa dipakai
dalam pembelajaran problem solving paling tidak metode tersebut
mempunyai nilai-nilai keaktifan dan kretivitas bagi siswa. dan yang
perangkat

problem

solving

ialah

hardware

yang

berupa

tenik

pembelajaran.
3. Bentuk Problem Solving ialah Rational Problem Solving dengan cara
Identifikasi Masalah, Mencari Solusi Alternatif, Mengambil Keputusan,
Mengimplementasi Solusi dan Pembuktian.
4. Pembelajaran problem solving ada kelebihannya dan kekurangannya
diantaranya.
Kelebihan problem solving

Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.

Berpikir dan bertindak kreatif.

Kekurangannya

Pengembangan program membutuhkan biaya tinggi dan waktu


yang lama.

Pengadaan dan pemeliharaan alat mahal .

5. Pendekatan Pemecahan masalah ada lima langkah yaitu, Problem


Identification, Syinthesis, Analysis, Application, Comprehension
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar
Mengajar Yang Efektif dan Efisien, Jakarta, Bumi Aksara, 2008.
Harun Nasution, Teknologi pendidikan, , Jakarta, Bumi Aksara,2010.

Miarso,

Yusufhadi. Menyemai

Benih

Teknologi

Pendidikan. Jakarta,

Pustekkom-Diknas, 2007.
Online http://anicahyadi.blogspot.com/2009_04_01_archive.html,

25

Nov 2010.
R. Ibrahim & Nana Syaodih S, Perencanaan Pengajaran, Jakarta,
Penerbit Rineka Cipta, 1996.
Purwanto, et.al.. Jejak Langkah Perkembangan Teknologi Pendidikan
di Indonesia.Pustekkom Diknas, Jakarta, 2005.
Zainal Aqib, Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran, Surabaya,
Penerbit Insan Cendikia, 2002.
https://rokimgd.wordpress.com/berhasil-menaa/pembelajaran-denganpendekatan-problem-solving/

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembelajaran matematika di sekolah dasar tidak hanya diarahkan pada peningkatan
kemampuan siswa dalam berhitung, tetapi juga diarahkan kepada peningkatan kemampuan
siswa dalam pemecahan masalah (Problem Solving), baik masalah matematika maupun
masalah lain yang secara kontekstual menggunakan matematika untuk memecahkannya. Hal
ini didorong oleh perkembangan arah pembelajaran matematika yang digagas oleh National
Council of Teacher of Mathematicsdi Amerika pada tahun 1989 yang
mengembangkan Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics, dimana
pemecahan masalah dan penalaran menjadi tujuan utama dalam program pembelajaran
matematika di sekolah dasar. Perubahan paradigma pembelajaran matematika ini kemudian
diadaptasi dalam kurikulum di Indonesia terutama mulai dalam Kurikulum 2004 (KBK) dan
Kurikulum 2006. Mata pelajaran matematika diantaranya bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan pemahaman konsep, penalaran, memecahkan masalah,
mengkomunikasikan gagasan, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan (BSNP, 2006).
Dari tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar tersebut, nampak bahwa
pemecahan masalah menjadi fokus penting dalam pembelajaran matamatika sehingga secara
jelas terdapat pada kurikulum mata pelajaran matematika mulai jenjang sekolah dasar sampai
sekolah menengah. Dalam setiap standar kompetensi, ada salah satu kompetensi dasar yang
mengarahkan siswa untuk mampu menggunakan konsep-konsep matematika dalam
menyelesaikan masalah.
Pelaksanaan pembelajaran masalah di sekolah dasar tidaklah semudah yang
diperkirakan. Ada banyak faktor yang menghambat terlaksananya pembelajaran pemecahan
masalah secara optimal, tidak hanya faktor guru saja, tetapi faktor tuntunan kurikulum yang
membuat guru terdesak dengan waktu terbatas sehingga tidak fokus terhadap kemampuan
pemecahan masalah.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian pendekatan problem solving dalam matematika?
2. Bagaimana karakteristik problem solving?
3. Apakah tujuan dan pentingnya pembelajaran problem solving?
4. Bagaimanakah langkah-langkah pembelajaran problem solving?
5. Apakah kelebihan dan kekurangan dari problem solving?
C. TUJUAN
1. Untuk memahami pengertian pendekatan problem solving dalam matematika
2. Untuk mengetahui karakteristik problem solving
3. Untuk memahami tujuan dan pentingnya pembelajaran problem solving
4. Untuk mengetahui langkah-langkah pembelajaran problem solving
5. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan problem solving

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PENDEKATAN PROBLEM SOLVING DALAM MATEMATIKA
Pendekatan Problem Solving Pendekatan problem solving adalah suatu cara
menyajikan pelajaran dengan mendorong pesrta didik untuk mencari atau memecahkan suatu
masalah/persoalandalam rangka pencapaian tujuan pengajaran (Setiawan, 2008). Menurut
Abdurrahman (2003: 257), Pendekatan pemecahan masalah menekankan pada pengajaran
untuk berfikir tentang cara memecahkan masalah dan pemrosesan informasi matematika.
Istilah problem solving sering digunakan dalam berbagai bidang ilmu dan memiliki
pengertian yang berbeda-beda pula. Tetapi problem solving dalam matematika memiliki
kekhasan tersendiri. Pengertian pemecahan masalah menurut Posamentier (1999: 98) adalah
suatu proses mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam suatu
situasi yang baru dan tidak dikenal. Belajar memecahkan masalah merupakan alasan utama
mempelajari matematika. Menyelesaikan soal cerita (word problem) adalah salah satu bentuk
proses pemecahan masalah, akan tetapi siswa juga harus dihadapkan dengan masalah yang
bukan berupa soal cerita (nontext problem). Robert Waley (dalam Purba) mendefinisikan
pemecahan masalah sebagai suatu kegiatan kompleks dan tingkat tinggi dari kegiatan mental
seseorang.
Branca, N. A dalam Krulik, S. & Reys, R. E., 1980:3-6) menginterpretasikan
istilah problem solving kedalam 3 hal berbeda dalam pembelajaran matematika, yaitu
(1) problem solving sebagai tujuan (as a goal), (2) problem solvingsebagai proses (as a
process), dan (3) problem solving sebagai keterampilan dasar (as a basic skill);
a. Problem solving sebagai tujuan
Para pendidik, matematikawan, dan pihak yang menaruh perhatian pada pendidikan
matematika seringkali menetapkan problem solving sebagai salah satu tujuan pembelajaran
matematika. Bila problem solving ditetapkan atau dianggap sebagai tujuan pengajaran maka
ia tidak tergantung pada soal atau masalah yang khusus, prosedur, atau metode, dan juga isi
matematika. Anggapan yang penting dalam hal ini adalah bahwa pembelajaran tentang

bagaimana menyelesaikan masalah (solve problems) merupakan alasan utama (primary


reason) belajar matematika.
b. Problem solving sebagai proses
Pengertian lain tentang problem solving adalah sebagai sebuah proses yang dinamis.
Dalam aspek ini, problem solving dapat diartikan sebagai proses mengaplikasikan segala
pengetahuan yang dimiliki pada situasi yang baru dan tidak biasa. Dalam interpretasi ini,
yang perlu diperhatikan adalah metode, prosedur, strategi dan heuristik yang digunakan siswa
dalam menyelesaikan suatu masalah. Masalah proses ini sangat penting dalam belajar
matematika dan yang demikian ini sering menjadi fokus dalam kurikulum matematika.
c. Problem solving sebagai keterampilan dasar
Problem solving sebagai keterampilan dasar (basic skill). Pengertian problem solving
sebagai keterampilan dasar lebih dari sekedar menjawab tentang pertanyaan: apa itu problem
solving? Ada banyak anggapan tentang apa keterampilan dasar dalam matematika. Beberapa
yang dikemukakan antara lain keterampilan berhitung, keterampilan aritmetika, keterampilan
logika, keterampilan matematika, dan lainnya. Satu lagi yang baik secara implisit maupun
eksplisit sering diungkapkan adalah keterampilan problem solving. Tak dapat dipungkiri
bahwa setiap hari kita manusia selalu berhadapan dengan masalah, disadari atau tidak.
disadari atau tidak. Karena itu pembelajaran pemecahan masalah sejak dini diperlukan agar
siswa dapat menyelesaikan problematika kehidupannya dalam arti yang luas maupun sempit.
B. KARAKTERISTIK PROBLEM SOLVING
Walaupun secara umum para pendidik hanya terfokus pada materi matematika ketika
menyinggung pembelajaran pemecahan masalah, namun sesungguhnya ada dua dimensi atau
dua materi yaitu: (1) pembelajaran matematika melalui model atau strategi pemecahan
masalah, dan (2) pembelajaran strategi pemecahan masalah itu sendiri. Yang pertama
pemecahan masalah sebagai strategi atau model atau pendekatan pembelajaran, sedang
yang kedua pemecahan masalah sebagai materi pembelajaran. Menurut hemat penulis
kedua dimensi ini sama-sama penting, karena materi yang pertama terkait dengan
pentingnya problem solving secara fungsional, sedang materi kedua terkait dengan
pentingnya problem solving sebagai logikal dan aestetikal.
Barangkali yang dapat dilakukan kita adalah menerapkan pembelajaran dengan model
pemecahan masalah sambil mengarahkan siswa untuk memahami dan memiliki keterampilan
pemecahan masalah. Mengenai model atau pendekatan pemecahan masalah (problem solving
approach), maka berikut ini karakteristik khusus pendekatan pemecahan masalah (dalam
Taplin, 2000).
- Adanya interaksi antar siswa dan interaksi guru dan siswa.
- Adanya dialog matematis dan konsensus antar siswa.
- Guru menyediakan informasi yang cukup mengenai masalah, dan siswa mengklarifikasi,
menginterpretasi, dan mencoba mengkonstruksi penyelesaiannya.
- Guru menerima jawaban yang tidak bukan untuk mengevaluasi.
- Guru membimbing, melatih dan menanyakan dengan pertanyaan-pertanyaan berwawasan
dan berbagi dalam proses pemecahan masalah.
- Sebaiknya guru mengetahui kapan campur tangan dan kapan mundur .

Karakteristik lanjutan adalah bahwa pendekatan problem solving dapat menggiatkan siswa
untuk melakukan generalisasi aturan dan konsep, sebuah prosessentral dalam matematika.

C. TUJUAN DAN PENTINGNYA PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING


Berhasil tidaknya suatu pengajaran bergantung kepada suatu tujuan yang hendak
dicapai. Tujuan dari pembelajaran problem solving adalah sebagai berikut:
a.

Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan kemudian menganalisisnya dan
akhirnya meneliti kembali hasilnya.

b. Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam sebagai hadiah intrinsik bagi siswa.
c.

Potensi intelektual siswa meningkat.

d. Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses melakukan penemuan.
Menurut Polya, pekerjaan pertama seorang guru matematika adalah mengerahkan seluruh
kemampuannya untuk membangun kemampuan siswa dalam menyelesaikanmasalah.
Mengapa hal ini menjadi penting? Alasan pertama adalah karena siswa (bahkan guru, kepala
sekolah, orang tua, dan setiap orang) setiap harinya selalu dihadapkan pada suatu masalah,
disadari atau tidak. Karena itu pembelajaran pemecahan masalah sejak dini diperlukan agar
siswa dapat menyelesaikan Problematika kehidupannya dalam arti yang luas maupun sempit.
Dalam pembelajaran matematika ini aspek pemecahan masalah menjadi semakin penting.
Mengapa? Ini dikarenakan matematika merupakan pengetahuan yang logis, sistematis,
berpola, artifisial, abstrak, dan yang tak kalah penting menghendaki justifikasi atau
pembuktian. Sifat-sifat matematika ini menuntut pembelajar menggunakan kemampuankemampuan dasar dalam pemecahan masalah, seperti berpikir logis, berpikir strategik. Selain
itu secara timbal balik maka dengan mempelajari matematika, siswa terasah kemampuan
dalam memecahkan masalah. Hal ini dikarenakan strategi dalam pemecahan masalah
matematika bersifat universal sesuai sifat matematika sebagai bahasa yang universal
(artifisial, simbolik).
Selain itu, McIntosh, R. & Jarret, D. (2000:6) menyatakan The thinking and skills
required formathematical Problem Solving transfer to other areas of life.Secara sistematis,
Taplin menegaskan pentingnyaProblem Solving melalui tiga nilai yaitu fungsional, logikal,
dan
aestetikal.
Secara
fungsional, Problem Solvingpenting
karena
melalui Problem Solving maka nilai matematika sebagai disiplin ilmu yang esensial dapat
dikembangkan.
demikian
ditegaskan
Taplin
(2007).
Dengan
fokus
pada Problem Solving maka matematika sebagai alat dalam memecahkan masalah dapat
diadaptasi pada berbagai konteks dan masalah sehari-hari.
Selain sebagai alat untuk meningkatkan pengetahuan matematika dan membantu
memahami masalah sehari-hari, maka Problem Solving juga merupakan cara berpikir (way of
thinking). Dalam perspektif terakhir ini makaProblem Solving membantu kita meningkatkan
kemampuan
penalaran
logis.
Terakhir, Problem Solving juga
memiliki
nilai
aestetik. Problem Solving melibatkan emosi/afeksi siswa selama proses pemecahan masalah.
MasalahProblem Solving juga dapat menantang pikiran dan bernuansa teka-teki bagi siswa

sehingga dapat meningkatkan rasa penasaran, motivasi dan kegigihan untuk selalu terlibat
dalam matematika.
Lebih lanjut pentingnya Problem Solving juga dapat dilihat pada perannya dalam
pembelajaran. Stanic & Kilpatrick seperti dikutip McIntosh, R. & Jarret, D. (2000:8).
membagi peran Problem Solving sebagai konteks menjadi beberapa hal:
Untuk pembenaran pengajaran matematika.
Untuk menarik minat siswa akan nilai matematika, dengan isi yang berkaitan dengan masalah
kehidupan nyata.
Untuk memotivasi siswa, membangkitkan perhatian siswa pada topik atau prosedur khusus
dalam matematika dengan menyediakan kegunaan kontekstualnya (dalam kehidupan nyata).
Untuk rekreasi, sebagai sebuah aktivitas menyenangkan yang memecah suasana belajar
rutin.
Sebagai latihan, penguatan keterampilan dan konsep yang telah diajarkan secara langsung
(mungkin ini peran yang paling banyak dilakukan oleh kita selama ini).
D. LANGKAH-LANGKAH PEMECAHAN MASALAH (PROBLEM SOLVING) DALAM
PEMBELAJARAN
Penyelesaian masalah menurut J.Dewey dalam bukunya W.Gulo (2002:115) dapat
dilakukan melalui enam tahap yaitu ;
Tahap-Tahap
1) Merumuskan masalah
2) Menelaah masalah

Kemampuan yang diperlukan


Mengetahui dan merumuskan masalah secara jelas
Menggunakan pengetahuan untuk memperinci
menganalisa masalah dari berbagai sudut
Berimajinasi dan menghayati ruang lingkup, sebab
akibat dan alternative penyelesaian

3) Merumuskan hipotesis

4) Mengumpulkan
danmengelompokkan data
bahan pembuktian hipotesis
5) Pembuktian hipotesis

Kecakapan mencari dan menyusun data menyajikan


sebagai data dalam bentuk diagram,gambar dan tabel

6) Menentukan pilihan penyelesaian

Kecakapan menelaah dan membahas data, kecakapan


menghubung hubungkan dan menghitung
Ketrampilan mengambil keputusan dan kesimpulan
Kecakapan membuat altenatif penyelesaiankecakapan
dengan memperhitungkan akibat yang terjadi pada
setiap pilihan

Langkah-langkah pendekatan problem solving dalama pembelajaran matematika, menurut


Polya (dalam Tim MKPBM, 2001: 91), dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat
langkah, yaitu :
1. Memahami masalah
Dalam hal ini, siswa harus dapat menentukan dengan jeli apa yang diketahui dan apa yang
ditanyakan untuk memecahkan suatu masalah. Jika ada hal-hal penting hendaknya di catat di
dalam buku untuk mengantisipasi jikalau suatu saat lupa.
2. Merencanakan masalah

Dalam pembelajaran pemecahan masalah, siswa dikondisikan untuk memiliki pengalaman


menerapkan berbagai macam setrategi atau metode pemecahan masalah. Strategi yang dapat
digunakan dalam pemecahan masalah matematika cukup banyak dan bervariasi seperti
diantaranya : membuat gambar atau diagram, menentukan pola, melakukan eksperimen,
coba-coba, menyederhanakan masalah dll.
3. Menyelesaikan masalah
Seuai rencana langkah ke-dua proses inti dari pemecahan masalah adalah melaksanakan
rencana pemecahan yang telah dibuat. Pada tahap ini siswa perlu:
1). Mengecek langkah proses pemecahan masalah, apakah masing-masing langkah sudah
benar.
2). Memeriksa kembali hasil yang diperoleh setelah mendapatkan jawaban dari suatu
masalah, pengecekan atau melihat kemalai jawaban adalah sesuatu yang sanagta penting.
Apakah penyelesaiannya sudah benar? Apakah suda lengkap? Apakah sudah sesuai denga
langkah-langkah yang seharusnya.
E. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PEMECAHAN MASALAH (PROBLEM SOLVING)
Pembelajaran problem solving ini memiliki keunggulan dan kelemahan. Adapun
keunggulan model pembelajaran problem solving diantaranya yaitu:
a.

Metode ini lebih membuat pembelajaran disekolah lebih relevan dengan kehidupan

b. Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalh dapat membiasakn para siswa
menghadapi memecahkan masalah secara terampil, apabila menghadapi permasalahan
didalam kehidupan dalam keluarga bermasyarakat, dan bekerja kelak suatu kemampuan yang
sngat bemakna didalam kehidupan mausia.
c.

Metode ini menerangkankemampuan berpikir siswa secara kreatip dan mnyeluruh, karena
dalm proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental dengan menyoroti permasalahn dri
berbagai segi dalam rangka mencari pemecahan.
Kekurangan metode problem solping

a.

Menentukan suatu maslah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat bepikir siswa
tingkat sekolah dan kelasnya serta pengalamnan yang telah dimiliki siswa sangat
memerlukan kemampuan dan keterampilan guru.

b. Proses belajar mengajar denga menggunakan metode ini sering memerlukan waktu yang
cukup banyak dan sering mengambil waktu pelajaran lain.
c.

Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru
menjadi belajar dengan banyak berikir dan memecahkan macam-melompok, yang kadangkadang memerlukan berbagai suber belajar, merupaka permasalahan sendiri bagi siswa.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pendekatan Problem Solving Pendekatan problem solving adalah suatu cara
menyajikan pelajaran dengan mendorong pesrta didik untuk mencari atau memecahkan suatu
masalah/persoalandalam rangka pencapaian tujuan pengajaran. Branca, N. A dalam Krulik, S.
& Reys, R. E., 1980:3-6) menginterpretasikan istilah problem solving kedalam 3 hal berbeda
dalam pembelajaran matematika, yaitu (1) problem solving sebagai tujuan (as a goal),
(2) problem solvingsebagai proses (as a process), dan (3) problem solving sebagai
keterampilan dasar (as a basic skill);
Penyelesaian masalah menurut J.Dewey dalam bukunya W.Gulo (2002:115) dapat
dilakukan
melalui
enam
tahap yaitu
; 1) Merumuskan
masalah, 2) Menelaah
masalah, 3) Merumuskan hipotesis, 4) Mengumpulkan dan mengelompokkan data sebagai
bahan pembuktian hipotesis,5) Pembuktian hipotesis, 6) Menentukan pilihan penyelesaian.
Pendekatan problem solving memiliki karakteristik tersendiri, dalam pembelajaran
matematika problem solving memiliki peran penting, namun dalam problem solving terdapat
kelebihan dan kelemahannya.
B. SARAN
Sebagai pendidikan ataupun calon pendidik haruslah memperhatikan berbagai
pendekatan dalam pembelajaran guna menciptakan suasana pembelajaran yang lebih konusif
sehingga peserta didik dapat mengembangkan berbagai potensi yang ada pada diri mereka
serta tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal.
Guru sebagai pihak yang paling berperan dalam pembelajaran,
perlu mengusai tidak hanya pemecahan masalah secara konseptual tetapi juga secara
praktiknya. Perubahan paradigma pembelajaran matematika ini membutuhkan kemampuan
guru baik dalam merencanakan, melaksanakan dan menilai pembelajaran pemecahan
masalah. Berbagai masalah yang muncul dapat disebabkan oleh persepsi guru yang belum
benar tentang pemecahan masalah dan pembelajarannya sehingga berimplikasi terhadap
pembelajarannya. Sebab lain dapat didorong oleh beban pembelajaran yang padat
berdasarkan kurikulum sehingga tidap punya waktu banyak untuk melaksanakan aktivitas
pemecahan masalah. Padahal aktivitas pemecahan masalah membutuhkan waktu yang lebih
banyak apalagi dalam model pembelajaran kelompok. Ketersediaan media dan alat peraga
sangat menunjang bagi pembelajaran pemecahan masalah untuk menjembatani kemampuan
pemecahan masalah sebagai kemampuan kognitif tingkat tinggi dengan kemampuan berpikir
siswa sekolah dasar yang masih konkrit.

DAFTAR PUSTAKA
Sudjana, nana.2011. Dasar-Dasar Proses Belajar Megajar. Bandung : Algensindo
Djamarah, syaiful bahri. 2013. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Pupu Fathurrahman & M. Sobry Sutikno. 2007. Strategi Belajar Mengajar (Strategi
Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umaum dan Konsep
Islami). Bandung: Refika Aditama.
Taplin,
Margaret.
2007. Mathematics
Through
Problem
solving.
Dalam http://www.mathgoodies.com/articles/ diakses Oktober 2014.
http://www.slideshare.net/ummirachmawati7/pendekatan-problem-solving
diakses Oktober 2014
http://yhunhayuliana.blogspot.co.id/2015/01/pendekatan-problem-solving.html

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih
sangat umum, didalamnya mewadahi,menginspirasi, menguatkan dan melatari metode pembelajaran
dengan cakupan teoritis tertentu . menurut Erman Suherman (2001 : 70) pendekatan pembelajaran
ialah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bias
beradaptasi dengan siswa. Menurut Asmani (2010:31) pendekatan pembelajaran dapat dibedakan
menjadi dua yaitu pendekatan yang berpusat pada guru dan pendekatan yang berpusat pada siswa.
Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan
siwa memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki
untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang tidak rutin.
Pendekatan problem solving member kesempatan kepada siswa untuk menemukan penyelesaian dari
masalah tersebut, maka mereka akan memperoleh kepuasan tertentu. Sehinggah siswa akan lebuh
termotivasi mempelajari prisip-prinsip atu konsep yang diberikan. Dalam menyelesaiakan masalh
siswa perlu dilatih utnuk mendapatkan langkah-langkah penyelesaian secara teratur,sistimatis dan
penarikan kesimpulan secarah sah berdasarkan kaidah yang telah ditetapkan.
Pendekatan Problem solving dalam pembelajaran menekankan pada pemahaman terhadap
permasalahan, kemudian mencari penyelesaian dan menyelesaikan permasalahan serta melakukan
evaluasi kembali penyelesaian yang di lakukan.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan problem solving merupakan
pencarian solusi dari suatu permasalahan dengan menggunakan identifikasi, mengeksplorasi, mencari
langkah-langkah pemecahan dan akhirnya menemukan solusi tersebut serta mengevaluasi suliso dari
permasalahan tersebut.
Teori-teori yang Mendukung pendekatan Problem Solving
Beberapa teori-teori belajaar yang berkaitan dengan mendukung pedekatn pemecahan masalah antara
lain:
Teori beljar yang dikemukakan Gagne (Suherman, 2001:83) bahwa keterampilan intelektual tingkat
tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah, hal ii dapt di pahami sebab pemecahan
masalah merupakan tipe belajar palin tinggi dari delapan tipe yang dikemukakan Gagne. Pemecahan
masalah banyak disenangi oleh para ahli-ahli pendidikan. Proses pemecahan masalah menghasilkan
lebih banyak prinsip yang dapat membantu dalam pemecahan masalah selanjutnya. Pelajaran
matematika yang pernah kita hadapi pada umumnya dterdiri dari masalah. Untuk menemukan
pemecahan terdapat masalah biasa dilengkapi dengan belajar prinsip-prinsip kemudian mennggunkan
untuk memecahkan apa yang dinamakan masalah
Teori belajar konstriktivisme yang menekankan bagaimana siwa harus mebangun sendiri
pengetahuannya serta menerapakan ide-ide mereka dalam memecahkan masalah.
Teori belajar bermakna David Ausebel . belajar bermakna merupakan suatu proes dikaitkannya
informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kongitif seseorang.
Teori penemuan Jerome Bruner. Bruner (Trianti, 2007 : 26) menyarankan agar siswa-siwa
hendaknya belajar melalui konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar meraka dianjurkan untuk
memperoleh pengalaman dan melakukan eksperiment yang mengizinkan mereka untuk menemukan
prinsip-prinsip itu sendiri
Hasil penelitian Capper (Suherman, 2001: 84) menunjukkan bahwa pengalaman siswa sebelumnya,
perkembangan kognitif, serta minat terhadap matematika merupakan faktor-faktor yang sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan dalam pemecahan masalah. Suryadi (Marwati, 2010: 63) dalam
surveinya menemukan pemecahan masalah matematika merupakan salah satu kegiatan matematika
yang dianggap penting baik oleh guru maupun siswa.
Kelebihan dan kelemahan pendekatan problem solving
Para ahli pendidikan mengemukakan bahwa sampai pada saat sekarang ini belum ada strategi
pembelajaran yang sempurna. Dengan kata lain setiap strategi pembelajaran pasti mempunyai
kelebihan dan kekurangan.
Adapun kelebihan dan kekurangan dari pendekatan problem solving yaitu:
Kelebihan pendekatan problem solving antara lain:

1. Merupakan teknik yang bagus untuk memahami isi pelajaran.


2. Belajar dengan pendekatan problem solving adalah belajar penuh makna.
3. Dapat menimbulkan motivasi belajar bagi siswa.
4. Siswa belajar transfer konsep dan prinsip matematika ke situasi baru
5.

Mengajar siswa berpikir rasional dan lebih aktif.

Sedangkan kekurangan pendekatan problem solving antara lain:


1. Memerlukan waktu lama.
2. Dapat menimbulkan frustasi jika penyajiannya terlalu cepat.
3. Manakah siswa yang tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa
masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk
mencoba.
Langkah-langkah pembelajaran pendekatan problem solving
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem solving membimbing siswa untuk
menyelesaikan permasalahan matematika yang membentuk langkah-langkah yang jelas untuk
mendapatkan hasilnya, sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, lebih aktif dalam
kegiatan pembelajaran, menumbuhkembangkan keterampilan yang tinggi dan meningkatkan
kepercayaan dirinya. Mengajar dengan menggunakan pendekatan problem solving adalah cara
mengajar dengan membimbing siswa untuk menyelesaikan soal yang diberikan dengan tidak
didahului dengan adanya contoh yang relevan dan mengarahkan unutk mendapatkan hasilnya. Dalam
arti bahwa belajar dengan pendekatan problem solving materi yang disampaikan masih merupakan
masalah diserahkan kepada siswa untuk menyelesaiaknnya.
Guru dan siswa harus selalu berinteraksi bila terdapat kesulitan dalam menyelesaikan masalah
matematika. Guru juga harus mengetahui kemampuan siswanya, bila memberikan soal harus
mengetahui bobotnya. Bila bobot soal tidak melebihi kemampuan siswa, maka siswa akan terbiasa
dengan soal soal matematika kemampuan siswa dalam menyelesaikan permasalahan matematika
sedikit demi sedikti akan semakin meningkat. Masalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan
permasalahan matematika selain kemampuan siswa dalam memahami soal tersebut juga peran serta
guru selalu aktif dalam membimbing anak didiknya.
Dalam menyelesaikan masalah siswa perlu dilatih untuk mendapatkan langkah-langkah penyelesaian
secara teratur, sistematis dan penariakn kesimpulan secara sah berrdasarkan kaidah yang telah
ditetapkan. Adapun langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah matematika dalam penelitian
menurut Polya (Suherman, 2001: 84) adalah sebagai berikut:
1. Memahami masalah

2. Memahami masalah disini yaitu menyatakan dengan rinci tentang apa yang diketahui,
dinyatakan atau dan syarat-syarat yang harus dipenuhi.
3. Membuat rencana penyelesaian
4. Membuat rencana penyelesaian yaitu mencari hubungan antara apa yang dinyatakan
dengan apa yang diketahui serta memilih strategi pemecahan masalah.
5. Melaksanakan rencana penyelesaian
6. Melaksankan rencana penyelesaian di sini yaitu menyelesaikan masalah sesuai dengan
strategi pemecahan masalah yang telah dipilih dalam pembuatan rencana penyelesaian di
atas.
7. Meliahat kembali penyelesaian
8. Melihat kembali penyelesaian berate mengecek hasil yang diperoleh. Apakah ada cara
lain untuk mendapatkan penyelesaian yang sama? Dan apakah hasil yang diperoleh sudah
cocok dengan permasalahan semula?
Kaitan Antara Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Problem Solving
Kemampuan pemecahan merupakan salah satu tujuan pendidikan. Kemampuan pemecahan masalah
adalah bagian yang tidak dapat ditinggalkan dalam pembelajaran matematika karena melalui
pemecahan masalah, konsep yang telah dimiliki peserta didikan dapat diaplikasikan. Menurut Slameto
(dalam Marwati, 2010:64) mengemukakan bahwa dalam proses belajar matematika, penyelesaian
masalah merupakan peruses dan keterampilan intelektual dasar penting yang harus diperkatikan oleh
para guru matematika. Mengingant pentingnya kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran
matematika maka peserta didik membutuhakan banyak kesempatan untuk memecahkan masalah
dalam bidang matematika dan dalam kontes kehidupan nyata. Untuk itu dalam proses pembelajaran
diperlukan suatu strategi pembelajaran yang dapat mengembangkan kemapuan penyesalan masalah
yakni pendekatan problem sdlving.
Pendekatan problem solving merupakan pencarian solusi dari suatu permasalahan dengan
mengunakan identifikasi, mengesplorasi, mencari langkah-langkah pemecahan dan akhir menemukan
solusi tersebut serta mengepaluasi solusi dari permasalahan tersebut.
Denagan demikian dalam mengembangkan dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dalam
proses pembelajaran ialah dengan penerapan pendekatanproblem solving pendekatan problem solving
membimbing siswa untuk menyelesaikan permasalahan matematika yang membentuk langkahlangkah yang jelas untuk mendapatkan hasilnya, sehingga siswa dapatt menyusun pengetahuannya
sendiri, lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran, menumbuh kembangkan keterampilan yang tinggi
dan meningkatkan kepercayaan dirinya.
Penerapan Pendekatan Problem solving.
Fase 1 : Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa
guru mengecek kehadiran siswa
guru menyampaikan topic pembelajaran

guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai


guru mengingatkan kembali materi pada pertemuan sebelumnya.
Fase 2 : guru mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan
guru menjelaskan pengertian jarak
guru menjelaskan jarak antara dua titik.
Guru memberikan contoh soal
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang masih kurang dipahami.
Guru menjelaskan jarak antara titik dan garis
Fase 3 : Guru menyediakan latihan terbimbing
Guru memberikan contoh soal
Fase 4 : Guru mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
Menberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang masih kurang dipahami.
Fase 5 : Guru memberikan kesempatan untuk pelatihanlanjutan dan penerapan.
Guru memberikan latihan
Guru membimbing dan mengarahkan siswa menyelesaikan masalah ( soal latihan ) sesuai dengan
penerapan problem solving.
Email Thi
http://iwanlukman.blogspot.co.id/2015/04/pendekatan-problem-solving.html

PROBLEM POSING
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Oleh :
Achmad Shidiq Permana_0804722
achmad.shidiq@yahoo.com

https://ashidiqpermana.wordpress.com/2011/05/17/problem-posing-dalampembelajaran-matematika/
A.

Pendahuluan

1.

Latar Belakang

Berbagai permasalahan dihadapi oleh guru sekolah dasar dalam pembelajaran yaitu
pada mata pelajaran matematika, salah satunya adalah kesulitan siswa dalam belajar
matematika yang benar. Kesulitan-kesulitan tersebut antara lain kesulitan dalam
pemahaman konsep, pemecahan masalah (mathematical problem solving), penalaran
matematika (mathematical reasoning), koneksi matematika (mathematical conection),
komunikasi matematika (mathematical communication), dan lain-lain. Oleh karena itu
upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan matematika di Indonesia telah banyak
dilakukan oleh berbagai pihak yang peduli kepada pembelajaran matematika.
Keberhasilan proses pembelajaran merupakan hal utama yang didambakan dalam
melaksanakan pendidikan di sekolah. Sebagai upaya meningkatkan keberhasilan dalam
pembelajaran matematika pada masa sekarang, telah banyak dikembangkan metodemetode yang bersifat behavioristik (memanusiakan manusia), seperti: student active
learning, quantum learning, quantum teaching, dan accelerated learning. Seluruh
metode tersebut digunakan dalam rangka revolusi belajar yang melibatkan guru dan
siswa sebagai satu kesatuan yang mempunyai hubungan timbal balik. Peran guru
sebagai pengajar/ fasilitator, sedangkan siswa merupakan individu yang belajar.
Namun semua hal tersebut didalam penerapannya banyak sekali mengalami kendala,
mulai dari sarana dan prasarana yang terdapat di sekolah tersebut, sumber daya
manusia yang kurang menunjang, dan masih banyak lagi permasalahan-permasahan
yang timbul.
Meskipun demikian guru diharapkan mampu menerapkan metode yang tepat
dan sesuai dengan pengajaran matematika, guru diharapkan menanamkan prinsip atau
rumus yang ada. Dalam hal ini sebelum siswa menyelesaikan sebuah soal, siswa harus
memahami soal tersebut secara menyeluruh. Ia harus tahu apa yang diketahui, apa
yang dicari, rumus atau teorema yang harus digunakan dan cara penyelesaiannya. Untuk
itu dalam mengerjakan soal-soal matematika diperlukan siasat atau strategi dalam
penyelesaiannya.
Salah satu strategi yang efektif dalam menciptakan pembelajaran aktif dan
menyenangkan tentunya dengan melibatkan siswa dalam kegiatan diskusi di kelas.
Pembelajaran dengan suasana belajar aktif dan bermakna. Salah satu pendekatan
pembelajaran yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu Problem Posing dalam
pembelajaran matematika.

1.

2.

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk :


1.

Mengetahui pendekatan pembelajaran problem posing;

2.

Mengetahui problem posing dan relevansinya dalam pembelajaran matamatika;

3.

Mengetahui pendekatan problem posing dalam pembelajaran matematika.

1.

B.

1.

1.

Pembahasan
Pengertian Problem Posing

Menurut Suyitno Amin, 2004 dalam Sari, Problem posing mulai dikembangkan pada
tahun 1997 oleh Lynn D. English dan awal mulanya diterapkan dalam mata pelajaran
matematika. Kemudian model ini dikembangkan pada mata pelajaran yang lain. Model
pembelajaran problem posing mulai masuk ke Indonesia pada tahun 2000.
Problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris, yang mempunyai beberapa
padanan dalam bahasa Indonesia. Suryanto (1998:1) dan Asari (2000:4) memadankan
istilah problem posing dengan pembentukan soal. Sedangkan Sutiarso (1999:16)
menggunakan istilah membuat soal, Siswono (1999:7) menggunakan istilah pengajuan
soal, dan Suharta (2000:4) menggunakan istilah pengkonstruksian masalah,
(Abdussakir:2009).
Problem Posing mempunyai beberapa arti, problem posing adalah perumusan masalah
yang berkaitan dengan syarat-syarat soal yang telah dipecahkan atau alternatif soal
yang masih relevan (Suharta, 2000: 93, dalam Sari). problem posing essentially means
creating a problem with solutions unknown to the target problem solver the problem
create for (Leung, 2001dalam Sari). Dunker describe problem posing in mathematics
as the generation of a new problem or the formulation of a given problem (Dunker, 1945
dalam sari).
Problem posing dapat membantu siswa dalam mencari topik baru dan menyediakan
pemahaman yang lebih mendalam. Selain itu juga, problem posing dapat mendorong
terciptanya ide-ide baru yang berasal dari setiap topik yang diberikan. Topik disini
khususnya dalam pembelajaran matematika. problem posing can help student to see
standard topic in a new light and provide them with a deeper understanding of it as
well. it can also encourage the creation of new ideas derived from any given topic.
althought our focus is on the field of mathematics, the stragies we discuss can be
applied to activities as diverse as trying. (Brown dan Walter, 1990: 1).
Menurut Brown dan Walter dalam Muhfida (2010), pada tahun 1989 untuk pertama
kalinya istilah problem posing diakui secara resmi oleh National Council of Teacher of
Mathematics (NCTM) sebagai bagian dari national program for re-direction of
mathematics education (reformasi pendidikan matematika). Model pembelajaran
problem posing ini mulai dikembangkan di tahun 1997 oleh Lyn D. English, dan awal
mulanya diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Selanjutnya, model ini
dikembangkan pula pada mata pelajaran yang lain.

Selanjutnya istilah ini dipopulerkan dalam berbagai media seperti buku teks, jurnal serta
menjadi saran yang konstruktif dan mutakhir dalam pembelajaran matematika. Problem
posing adalah istilah dalam bahasa Inggris yaitu dari kata problem artinya masalah,
soal/persoalan dan kata pose yang artinya mengajukan (Echols dan Shadily, 1995: 439
dan 448 dalam Muhfida). Jadi problem posing bisa diartikan sebagai pengajuan soal atau
pengajuan masalah.
Problem posing dapat juga diartikan membangun atau membentuk masalah (Tim PTM,
2002: 2). Problem posing dalam matematika mempunyai beberapa arti (Suryanto, 1998
dalam Muhfida) yaitu:
a. Perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa
perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai. Hal ini terjadi dalam pemecahan
soal-soal yang rumit. Pengertian ini menunjukkan bahwa pengajuan soal merupakan
salah satu langkah dalam rencana pemecahan masalah/soal.
b. Perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah
diselesaikan dalam rangka pencarian alternative pemecahan atau alternative soal yang
relevan (Silver, et.all, 1996). Pengertian ini berkaitan erat dengan langkah melihat
kembali yang dianjurkan oleh Polya (1973) dalam memecahkan masalah soal.
c. Perumusan soal atau pembentukan soal dari suatu situasi yang tersedia, baik
dilakukan sebelum, saat atau setelah pemecahan suatu masalah/soal.
Menurut Brown dan Walter (1990:15) informasi atau situasi problem posing dapat
berupa gambar, benda manipulatif, permainan, teorema atau konsep, alat peraga, soal,
atau selesaian dari suatu soal. Selanjutnya Suryanto (1998:3) menyatakan bahwa soal
dapat dibentuk melalui soal-soal yang ada dalam buku. Stoyanova (1996)
mengklasifikasikan informasi atau situasi problem posing menjadi situasi problem posing
yang bebas, semiterstuktur, dan terstruktur. Pada situasi problem posing yang bebas,
siswa tidak diberikan suatu informasi yang harus ia patuhi, tetapi siswa diberi
kesempatan yang seluas-luasnya untuk membentuk soal sesuai dengan apa yang ia
kehendaki. Siswa dapat menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai
acuan dalam pembentukan soal. Sedangkan dalam situasi problem posing yang semi
terstruktur, siswa diberi situasi atau informasi yang terbuka. Kemudian siswa diminta
untuk mencari atau menyelidiki situasi atau informasi tersebut dengan cara
menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Selain itu, siswa harus mengaitkan
informasi itu dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika yang diketahuinya
untuk membentuk soal. Pada situasi problem posing yang terstuktur, informasi atau
situasinya berupa soal atau selesaian dari suatu soal (Yuhasriati, 2002:12).
Setiawan (2004: 17) mengatakan pembentukan soal atau pembentukan masalah
mencakup dua kegiatan yaitu :
1.

Pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau dari pengalaman

siswa.
2.

Pembentukan soal dari soal yang sudah ada.

Dari sini kita bisa katakan bahwa problem posing merupakan suatu pembentukan soal
atau pengajuan soal yang dilakukan oleh siswa dengan cara membuat soal tidak jauh
beda dengan soal yang diberikan oleh guru ataupun dari situasi dan pengalaman siswa
itu sendiri.
Pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran
yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih
soal) secara mandiri.
Dengan demikian, penerapan model pembelajaran problem posing adalah sebagai
berikut.
a. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat peraga untuk
memperjelas konsep sangat disarankan.
b. Guru memberikan latihan soal secukupnya.
c. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan siswa yang
bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan secara
kelompok.
d. Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan
soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan siswa secara
selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa.
e. Guru memberikan tugas rumah secara individual.
Amin Suyitno dalam Sari (2007), menjelaskan bahwa problem posing diaplikasikan
dalam tiga bentuk aktifitas kognitif matematika sebagai berikut.
a. Pre solution posing
Pre solution posing yaitu siswa membuat pertanyaan berdasarkan pernyataan yang
dibuat oleh guru. Contoh penerapan dalam soal, jika guru memberikan pernyataan
sebagai berikut.
Dari 85 anak diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak
menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit
Kemungkinan pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut.
1) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai biskuit?
2) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat?
3) Berapakah banyaknya anak yang menyukai biskuit dan cokelat?
b. Within solution posing
Within solution posing yaitu siswa memecah pertanyaan tunggal dari guru menjadi subsub pertanyaan yang relevan dengan pertanyaan guru.

Contoh penerapan dalam soal, jika guru memberikan pernyataan sebagai berikut.
Dari 85 anak diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak
menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit. Berapakah banyaknya anak yang
menyukai biskuit dan cokelat?
Kemungkinan pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut.
a) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat?
b) Berapa banyaknya anak yang hanya menyukai biskuit?
c. Post solution posing
Post solution posing yaitu siswa membuat soal yang sejenis, seperti yang dibuat oleh
guru. Jika guru memberikan pertanyaan sebagai berikut.
Dari 85 anak diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak
menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit
1) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai biskuit?
2) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat?
3) Berapakah banyaknya anak yang menyukai biskuit dan cokelat?
Kemungkinan pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut.
Dari 42 siswa, 45 siswa menyukai atletik, 38 siswa menyukai senam, dan hanya 8 siswa
yang tidak menyukai atletik dan senam.
1) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai atletik?
2) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai senam?
3) Berapakah banyaknya anak yang menyukai atletik dan senam?
Problem posing merupakan masalah pokok dalam disiplin matematika dan dalam alam
berpikir matematik. Karena karakteristik berpikir matematika dapat dilaksanakan dalam
pembelajaran dengan problem posing. Menurut Suryanto (1998) dalam Muhfida, sistem
berpikir matematis dapat diartikan:
1. memahami,
2. keluar dari kemacetan,
3. mengidentifikasi kekeliruan,
4. meminimumkan pekerjaan berhitung,

5. meminimumkan pekerjaan menulis,


6. tekun, siap mencari jalan lain ketika diperlukan, dan
7. membentuk soal.
Secara umum seseorang yang sudah mampu berpikir matematika, berarti sudah mampu
membentuk pola pikirnya pada pola berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis dapat
didefinisikan sebagai kemampuan berpikir yang meliputi: memahami, mengamati,
membandingkan, mengelompokkan, mengimajinasi, menghipotesis, mengasumsi,
mengumpulkan, dan mengorganisasikan data, meringkas, menafsirkan, menyelesaikan
masalah, dan membuat keputusan (Ashari, 1998; Hudojo, 1998; Sutawidjaja, 1998;
Suryanto, 1998, dalam Muhfida). Atas dasar ini maka problem posing dapat diartikan
sebagai suatu kegiatan matematika yang dapat membentuk pola berpikir siswa kearah
pola berpikir kritis.
Dalam model pembelajaran pengajuan soal (problem posing) siswa dilatih untuk
memperkuat dan memperkaya konsep-konsep dasar matematika.Dengan demikian,
kekuatan-kekuatan model pembelajaran problem posing sebagai berikut.
a. Memberi penguatan terhadap konsep yang diterima atau memperkaya konsep-konsep
dasar.
b. Diharapkan mampu melatih siswa meningkatkan kemampuan dalam belajar.
c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah
pemecahan masalah.
Bagi siswa, pembelajaran problem posing merupakan keterampilan mental, siswa
menghadapi suatu kondisi dimana diberikan suatu permasalahan dan siswa memecahkan
masalah tersebut.
2.

Problem Posing dan Relevansinya dengan Matematika

Problem posing atau pembentukan soal adalah salah satu cara yang efektif untuk
mengembangkan keterampilan siswa guna meningkatkan kemampuan siswa dalam
menerapkan konsep matematika. Tim Penelitian Tindakan Matematika (PTM) (2002 : 2)
mengatakan bahwa :
1.

Adanya korelasi positif antara kemampuan membentuk soal dan kemampuan

membentuk masalah.
2.

Latihan membentuk soal merupakan cara efektif untuk meningkatkan kreatifitas

siswa dalam memecahkan suatu masalah.


Menurut Brown dan Walter (1990 : 11), problem posing can give one a chance to
develop independent thinking processes. Yang artinya problem posing memberikan
kesempatan kepada siswa untuk dapat berpikir secara bebas dan mandiri dalam
menyelesaikan masalah. Masalah disini tentunya masalah dalam matematika.

Adapun masalah dalam matematika diklasifikasikan dalam dua jenis antara lain:
1.

Soal mencari (problem to find) yaitu mencari, menentukan, atau mendapatkan nilai

atau objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan memenuhi kondisi atau syarat
yang sesuai dengan soal. Objek yang ditanyakan atau dicari (unknown), syarat-syarat
yang memenuhi soal (condition) dan data atau informasi yang diberikan merupakan
bagian penting atau pokok dari sebuah soal mencari dan harus dipenuhi serta dikenali
dengan baik pada saat memecahkan masalah.
2.

Soal membuktikan (problem to prove), yaitu prosedur untuk menentukan apakah

suatu pernyataan benar atau tidak benar. Soal membuktikan terdiri atas bagian hipotesis
dan kesimpulan. Pembuktian dilakukan dengan membuat atau memproses pernyataan
yang logis dari hipotesis menuju kesimpulan (Depdiknas, 2005: 219).
Silver dkk dalam Surtini (2004: 48) mengemukakan bahwa sebenarnya sudah sejak
lama para tokoh pendidikan matematika menunjukkan pembentukan soal merupakan
bagian penting dalam pengalaman matematis siswa dan menyarankan agar dalam
pembelajaran matematika ditekankan kegiatan pembentukan soal. Begitupun yang
ditekankan English bahwa pembentukan soal merupakan inti kegiatan matematis dan
merupakan komponen penting dalam kurikulum matematika.
Hasil penelitian Silver dan Cai dalam Surtini (2004: 49) menunjukkan bahwa
kemampuan pembentukan soal berkorelasi positif dengan kemampuan memecahkan
masalah. Dengan demikian kemampuan pembentukan soal sesuai dengan tujuan
pembelajaran matematika di sekolah sebagai usaha meningkatkan hasil pembelajaran
matematika dan dapat meningkatkan kemampuan siswa. Dari sini kita peroleh bahwa
pembentukan soal penting dalam pelajaran matematika guna meningkatkan prestasi
belajar matematika siswa dengan membuat siswa aktif dan kreatif.
1.

3.

Pendekatan Problem Posing Dalam Pembelajaran Matematika

Sesuai dengan kedudukan problem posing merupakan langkah awal dari problem
solving, maka pembelajaran problem posing juga merupakan pengembangan dari
pembelajaran problem solving. Silver dkk (Sutiarso: 2000) menyatakan bahwa dalam
problem posing diperlukan kemampuan siswa dalam memahami soal, merencanakan
langkah-langkah penyelesaian soal, dan menyelesaikan soal tersebut. Ketiga
kemampuan tersebut merupakan juga merupakan sebagian dari langkah-langkah
pembelajaran problem solving.
Mengenai keterkaitan antara problem solving dengan problem posing, Brown & Walter
(1993: 21) mengemukakn bahwa posing dan solving berhubungan antara satu dengan
yang lainnya seperti orang tua terhadap anak, anak terhadap orang tua dan sebaik
saudara kandung. Penelitian Silver dan Cai (1996: 521) menemukan hubungan positif
yang kuat antara problem solving dan ketrampilan problem posing anak sekolah
menengah. Sedangkan penelitian Hashimoto dalam Muhfida, menunjukkan bahwa
pembelajaran problem solving menimbulkan dampak positif terhadap kemampuan siswa
dalam problem solving.

Dalam pembelajaran matematika, pengajuan soal menempati posisi yang strategis.


Pengajuan soal dikatakan sebagai inti terpenting dalam disiplin matematika dan dalam
sifat pemikiran penalaran matematika. (Silver, et.al, 1996:293)
Dalam kurikulum pendidikan matematika di Amerika (NCTM Curriculum and Evaluation
Standards for School Mathematics, 1989:70) menganjurkan agar siswa-siswa diberi
kesempatan yang banyak untuk investigasi dan merumuskan pertanyaan-pertanyaan
soal-soal dari situasi masalah. (Silver, et.al, 1996:293).
Disamping itu makin bertambah pendidik matematika yang menganjurkan agar siswa
diberi kesempatan secara teratur untuk menulis soal (masalah) matematikanya sendiri
(NCTM,1989; Kilpatrick,1987; Burns,1992; Witin, Mill dan OKeefe,1990; Brown &
Walter, 1983 dalam English, 1997:172). English (1997:172) menjelaskan pendekatan
pengajuan soal dapat membantu siswa dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan
terhadap matematika, sebab ide-ide matematika siswa dicobakan untuk memahami
masalah yang sedang dikerjakan dan dapat meningkatkan performannya dalam
pemecahan masalah. Pengajuan soal juga sebagai sarana komunikasi matematika siswa.
Oleh karena itu, problem posing dapat menjadi salah satu alternatif untuk
mengembangkan berpikir matematis atau pola pikir matematis. Menurut Suryanto
(1998:3) merumuskan soal merupakan salah satu dari tujuh kriteria berpikir atau pola
berpikir matematis.
Problem posing merupakan kegiatan penting dalam pembelajaran matematika. NCTM
merekomendasikan agar dalam pembelajaran matematika, para siswa diberikan
kesempatan untuk mengajukan soal sendiri (dalam Abdussakir). Silver dan Cai
(1996:293) dalam Abdussakir, juga menyarankan agar pembelajaran matematika lebih
ditekankan pada kegiatan problem posing. Menurut Cars dalam Abdussakir, untuk
meningkatkan kemampuan menyelesaikan dapat dilakukan dengan cara membiasakan
siswa mengajukan soal. Sejalan dengan itu, Suparno (1997:83) menyatakan bahwa
mengungkapkan pertanyaan merupakan salah satu kegiatan yang dapat menantang
siswa untuk lebih berpikir dan membangun pengetahuan mereka.
Menurut Killpatrich dalam Abdussakir, salah satu dasar kognitif yang ada dalam problem
posing adalah asosiasi yaitu kecendrungan siswa menggunakan respon pertama sebagai
pijakan untuk mengajukan soal kedua, ketiga, dan seterusnya.. Selanjutnya, menurut
Asari (2000:9) dalam Abdussakir, dalam kegiatan problem posing, ketika terjadi proses
asosiasi antara informasi baru dengan struktur kognitif yang dimiliki seseorang, maka
proses selanjutnya yang terjadi adalah proses asimilasi dan akomodasi.
Di samping itu, Brown dan Walter (1990:15) yang menyatakan pembuatan soal dalam
pembelajaran matematika melalui dua tahap kegiatan kognitif,
yaituaccepting (menerima) dan challenging (menantang). Menerima terjadi ketika siswa
membaca situasi atau informasi yang diberika guru dan menantang terjadi ketika siswa
berusaha untuk mengajukan soal berdasarkan situasi atau informasi yang diberikan.
Sehubungan dengan hal tersebut Asari (2000:9) dalam Abdussakir, menegaskan bahwa
proses kognitif menerima memungkinkan siswa untuk menempatkan suatu informasi
pada suatu jaringan struktur kognitif sehingga struktur kognitif tersebut makin kaya,
sementara proses kognitif menantang memungkinkan jaringan stuktur kognitif yang ada

menjadi semakin kuat hubungannya. Dengan demikian pembelajaran matematika


dengan pendekatan problem posing akan menambah kemampuan dan penguatan
konsep dan prinsip matematika siswa.
Pendekatan probelem posing (pengajuan masalah) dapat dilakukan secara individu atau
kelompok (classical), berpasangan (in pairs) atau secara berkelompok (groups). Masalah
matematika yang diajukan secara individu tidak memuat intervensi atau pemikiran dari
siswa yang lain. Masalah tersebut adalah murni sebagai hasil pemikiran yang dilatar
belakangi oleh situasi yang diberikan.
Masalah matematika yang diajukan oleh siswa yang dibuat secara berpasangan dapat
lebih berbobot, jika dilakukan dengan cara kolaborasi, utamanya yang berkaitan dengan
tingkat keterselesaian masalah tersebut. Sama halnya dengan masalah matematika yang
dirumuskan dalam satu kelompok kecil, akan menjadi lebih berkualitas manakala
anggota kelompok dapat berpartsipasi dengan baik (Hamzah, 2003: 10 dalam Muhfida).
Dalam pelaksanaannya dikenal beberapa jenis model problem posing antara lain:
1.

Situasi problem posing bebas, siswa diberikan kesempatan yang seluas-luasnya


untuk mengajukan soal sesuai dengan apa yang dikehendaki . Siswa dapat
menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan untuk
mengajukan soal.

2.

Situasi problem posing semi terstruktur, siswa diberikan situasi/informasi terbuka.


Kemudian siswa diminta untuk mengajukan soal dengan mengkaitkan informasi itu
dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Situasi dapat berupa gambar atau
informasi yang dihubungkan dengan konsep tertentu.

3.

Situasi problem posing terstruktur, siswa diberi soal atau selesaian soal tersebut,
kemudian berdasarkan hal tersebut siswa diminta untuk mengajukan soal baru.

1.

4.

Langkah-Langkah Pembelajaran Problem Posing

Langkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing menurut


Budiasih dan Kartini dalam Syarifulfahmi adalah sebagai berikut:
1.

Membuka kegiatan pembelajaran.

2.

Menyampaikan tujuan pembelajaran.

3.

Menjelaskan materi pelajaran.

4.

Memberikan contoh soal.

5.

Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum

jelas
6.

Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membentuk soal dan

menyelesaikannya
7.

Mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan

8.

Membuat rangkuman berdasarkan kesimpulan yang dibuat siswa.

9.

Menutup kegiatan pembelajaran.

Menurut Srini M. Iskandar dalam Syarifulfahmi, batasan mengenai pembentukan soal


adalah sebagai berikut:
1.

Perumusan ulang soal yang sudah ada dengan perubahan agar menjadi lebih

sederhana dan mudah dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit.
2.

Perumusan atau pembentukan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal

yang telah diselesaikan dalam rangka mencari alternatif pemecahan yang lain.
3.

Perumusan atau pembentukan soal dari kondisi yang tersedia, baik dilakukan

sebelum, ketika, atau sesudah penyelesaian soal.


Adapun kondisi dalam pembentukan soal, menurut Srini M. Iskandar dalam Syarifulfahmi
dibagi menjadi tiga golongan yakni:
1.

Kondisi bebas, yakni jika kondisi tersebut memberi kebebasan sepenuhnya kepada

siswa untuk membentuk soal, karena siswa tidak diberi kondisi yang harus dipenuhi.
2.

Kondisi semi terstruktur, yakni jika siswa diberi suatu kondisi dengan menggunakan

pengetahuan yang dimilikinya.


3.

Kondisi terstruktur, adalah jika kondisi yang digunakan berupa soal atau

penyelesaian soal.
Menurut Terry Dash dalam Syarifulfahmi, penyusunan soal-soal baru dapat digali dari
soal yang sudah ada. Artinya, soal yang sudah ada dapat menjadi bibit untuik soal baru
dengan mengubah, menambah, atau mengganti satu atau lebih karakteristik soal yang
terdahulu. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1.

Change the numbers

Salah satu cara membuat soal dari soal yang sudah ada adalah dengan mengubah
bilangan.
2.

Change the operations

Cara lain membuat soal dari soal yang sudah tersedia adalah dengan mengubah operasi
hitungnya.
Kemampuan siswa dalam membentuk soal dapat dikembangkan dengan cara guru
memberikan beberapa contoh seperti berikut:
1.

Membentuk soal dari soal yang sudah ada atau memperluas soal yang sudah ada.

2.

Menyusun soal dari suatu situasi, atau berdasarkan gambar di majalah atau surat

kabar, atau membuat soal mengenai benda-benda konkret yang dapat dimanipulasi
(dikutak-kutik).
3.

Memberikan soal terbuka.

4.

Menyusun sejumlah soal yang mirip tetapi dengan taraf kesilitan yang bervariasi.

Kegiatan yang berkaitan dengan pembentukan soal, secara teknis yang dapat dilakukan
adalah:
1.

Siswa menyusun soal secara individu. Dalam penyusunan soal ini, hendaknya

siswa tidak asal menyusun soal, akan tetapi juga mempersiapkan jawaban dari soal yang
sedang disusunnya. Dengan kata lain, setelah siswa tersebut dapat membuat soal, maka
dia juga dapat menyelesaikan soal tersebut.
2.

Siswa menyusun soal. Soal yang telah tersusun tersebut kemudian diberikan

kepada teman sekelasnya. Distribusi soal-soal yang telah tersusun tersebut dapat
menggunakan cara penggeseran atau dengan cara bertukar dengan teman semeja.
Artinya, distribusi soal tersebut secara individu.
3.

Agar lebih bervariasi dan lebih menumbuhkan sikap aktif, interaktif, dan kretaif,

maka dapat dibentuk kelompok-kelompok kecil untuk menyusun soal dan soal tersebut
didistribusikan kepada kelompok lain untuk diselesaikan. Soal dari kelompok tersebut,
diharapkan tingkat kesulitannya lebih tinggi dari soal yang disusun secara individu.
Pembelajaran dengan pendekatan problem posing tidak dapat dilepaskan dari kegiatan
memecahkan masalah/soal, karena memecahkan masalah adalah salah satu unsur
utama dalam pembelajaran matematika. Dalam problem posing, siswa diberi kegiatan
untuk membuat/membentuk soal kemudian menyelesaikan/memecahkan soal tersebut
sesuai dengan konsep atau materi yang telah dipelajari.
Persoalan yang harus dipecahkan oleh siswa datang siswa itu sendiri atau siswa yang
lain dalam Pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing. Jika menggunakan
variasi lain, misal dengan dibuat kelompok-kelompok, maka soal-soal dapat berasal dari
kelompok yang lain. Pemecahan masalah memacu fungsi otak anak, mengembangkan
daya pikir secara kreatif untuk mengenali masalah, dan mencari alternatif
pemecahannya.
Proses pemecahan masalah terletak pada diri pelajar, variabel dari luar hanya
merupakan intruksi verbal yang bersifat membantu atau membimbing pelajar untuk
memecahkan masalah. Memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana
pelajar menemukan kombinasi-kombinasi aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu
kemudian menggunakannya untuk memecahkan masalah. Namun memecahkan masalah
tidak hanya menerapkan aturan-aturan yang telah diketahui tetapi juga memperoleh
pengetahuan baru.

Pendekatan problem posing ternyata sesuai dengan salah satu teori tentang berpikir
matematis. Berpikir matematis terdiri atas beberapa komponen, yaitu:
1.

Memahami masalah atau perkara (segala sesuatu yang dikerjakan dalam pelajaran

matematika harus bermakna).


2.

Berusaha keluar dari kemacetan yang ada (bilamana mengalami kemacetan, harus

dapat menggunakan apa yang telah diketahui untuk keluar dari kemacetan).
3.

Menemukan kekeliruan yang ada (harus dapat menemukan kekeliruan yang ada

dalam jawaban soal, dalam langkah yang kamu gunakan, dan dalam berpikir).
4.

Meminimumkan pembilangan (jika melakukan hitungan, harus sedikit mungkin

menggunakan pembilangan).
5.

Meminimumkan tulis-menulis dalam perhitungan.

6.

Gigih dalam mencari strategi pemecahan masalah (jika menggunakan suatu

strategi pemecahan masalah tidak menghasilkan jawaban, kamu harus mencari strategi
lain, jangan mudah putus asa).
7.

Membentuk soal atau masalah (harus mampu memperluas masalah dengan

membentuk pertanyaan-pertanyaan atau soal-soal).


Pembelajaran matematika melalui problem posing diharapkan merupakan pendekatan
yang efektif, karena kegiatan tersebut sesuai dengan pola pikir matematis, dalam arti:
1.

Pengembangan matematika sering terjadi dari kegiatan membentuk soal,

2.

Membentuk soal merupakan salah satu tahap dalam berpikir matematis.

Pembelajaran matematika menggunakan pendekatan problem posing jika diperhatikan


maka semua potensi siswa (pendengaran, penglihatan, dan pemikiran/jalan berpikir)
dilibatkan dalam pembelajaran menggunakan pendekatan ini, sehingga siswa diharapkan
akan menguasai ilmu yang diserapnya.
1.

5.

Problem Posing Secara Berkelompok

Pembelajaran dengan problem posing ini menekankan pada pembentukan atau


perumusan soal oleh siswa baik secara individu, maupun secara berkelompok. Setiap
selesai pemberian materi guru memberikan contoh tentang cara pembuatan soal dan
memberikan informasi tentang materi pembelajaran dan bagaimana menerapkannya
dalam problem posing secara berkelompok.
Keuntungan belajar kelompok dalam Roestiah (2001: 17) adalah:
1.

Dapat memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menggunakan

keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah.

2.

Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan

berdiskusi
3.

Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai individu serta

kebutuhan belajar
4.

Para siswa lebih aktif tergabung dalam pelajaran mereka dan mereka lebih aktif

berpartisipasi dalam diskusi.


5.

Dalam memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa menghargai

dan menghormati pribadi temannya, menghargai pendapat orang lain, hal mana mereka
telah saling membantu kelompok dalam usaha mencapai tujuan bersama.
Adapun langkah-langkah belajar kelompok adalah:
Fase
Fase 1

Tingkah laku guru

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswaGuru menyampaikan semua tujuan


pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajarFase -2
Menyajikan informasiGuru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi
atau lewat bahan bacaanFase-3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajarGuru menjelaskan kepada
siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok
agar melakukan transisi secara evisienFase 4
Membimbing kelompok, belajar mengajarGuru membimbing kelompok-kelompok belajar
pada saat mengerjakan tugasFase -5
EvaluasiGuru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau
masing-masing kelompok mempersentasikan hasil pekerjaannyaFase-6
Memberi penghargaanGuru mencari cara-cara untuk menghargai baik hasil belajar
individu atau kelompok.
(Ibrahim, 2000: 10 dalam Abin)
Jadi langkah-langkah pembelajaran problem posing secara berkelompok adalah :
1.

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar.

2.

Guru menyajikan informasi baik secara ceramah atau tanya jawab selanjutnya

memberi contoh cara pembuatan soal dari informasi yang diberikan.


3.

Guru membentuk kelompok belajar antara 5-6 siswa tiap kelompok yang bersifat

heterogen baik kemampuan, ras dan jenis kelamin.

4.

Selama kerja kelompok berlangsung guru membimbing kelompok-kelompok yang

mengalami kesulitan dalam membuat soal dan menyelesaikannya.


5.

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari dengan cara

masing-masing kelompok mempersentasikan hasil pekerjaannya.


6.

Guru memberi penghargaan kepada siswa atau kelompok yang telah menyelesaikan

tugas yang diberikan dengan baik.


1.

6.

Kelebihan dan Kekurangan Problem Posing

Dalam setiap pembelajaran pasti ada sisi kelebihan ataupun keunggulan dan
kekuruangan atau kelemahan. Begitu juga didalam pembelajaran melalui pendekatan
problem posing mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan menurut
Rahayuningsih, 2002:18 dalam Sutisna, diantaranya adalah:
1.

Kelebihan Problem Posing

1)

Kegiatan pembelajaran tidak terpusat pada guru, tetapi dituntut keaktifan siswa.

2)

Minat siswa dalam pembelajaran matematika lebih besar dan siswa lebih mudah

memahami soal karena dibuat sendiri.


3)
4)

Semua siswa terpacu untuk terlibat secara aktif dalam membuat soal.
Dengan membuat soal dapat menimbulkan dampak terhadap kemampuan siswa

dalam menyelesaikan masalah.


5)

Dapat membantu siswa untuk melihat permasalahan yang ada dan yang baru

diterima sehingga diharapkan mendapatkan pemahaman yang mendalam dan lebih baik,
merangsang siswa untuk memunculkan ide yang kreatif dari yang diperolehnya dan
memperluan bahasan/ pengetahuan, siswa dapat memahami soal sebagai latihan untuk
memecahkan masalah.
2.

Kekurangan Problem Posing

1)

Persiapan guru lebih karena menyiapkan informasi apa yang dapat disampaikan

2)

Waktu yang digunakan lebih banyak untuk membuat soal dan penyelesaiannya

sehingga materi yang disampaikan lebih sedikit.

1.

C.

1.

1.

Penutup
Simpulan

Problem posing adalah istilah dalam bahasa Inggris yaitu dari kata problem artinya
masalah, soal/persoalan dan kata pose yang artinya mengajukan (Echols dan Shadily,
1995: 439 dan 448). Jadi problem posing bisa diartikan sebagai pengajuan soal atau
pengajuan masalah. Pengertian ini sendiri seperti yang dikatakan oleh Asari dalam

Yansen (2005: 9) menggunakan istilah pembentukan soal sebagai padanan kata untuk
istilah problem posing.
Pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran
yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih
soal) secara mandiri.
Dengan demikian, penerapan model pembelajaran problem posing adalah sebagai
berikut.
a. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat peraga untuk
memperjelas konsep sangat disarankan.
b. Guru memberikan latihan soal secukupnya.
c. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan siswa yang
bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan secara
kelompok.
d. Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan
soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan siswa secara
selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa.
e. Guru memberikan tugas rumah secara individual.
Problem posing atau pembentukan soal adalah salah satu cara yang efektif untuk
mengembangkan keterampilan siswa guna meningkatkan kemampuan siswa dalam
menerapkan konsep matematika. Tim Penelitian Tindakan Matematika (PTM) (2002 : 2)
mengatakan bahwa :

Adanya korelasi positif antara kemampuan membentuk soal dan kemampuan

membentuk masalah.

Latihan membentuk soal merupakan cara efektif untuk meningkatkan kreatifitas

siswa dalam memecahkan suatu masalah.


1.

2.

Saran

Problem posing suatu pendekatan dalam pembelajaran yang terbilang masih


baru berada di Indonesia, yaitu sekitar tahun 2000 baru masuk ke Indonesia. Oleh
karena itu diharapkan implementasi dari model pembelajaran ini, karena dengan
pendekatan problem posing siswa dilatih untuk memperkuat dan memperkaya konsepkonsep dasar matematika. Selain itu pembelajaran problem posing merupakan
keterampilan mental, siswa menghadapi suatu kondisi dimana diberikan suatu
permasalahan dan siswa memecahkan masalah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Abdussakir. ( 2009). Pembelajaran Matematika Dengan Problem Posing. [Online].


Tersedia : http://abdussakir.wordpress.com/2009/02/13/pembelajaran-matematikadengan-problem-posing/. (21 February 2011).
Abin. (2010). Meningkatkan Prestasi Belajar matematika Siswa Melalui Problem Posing
Secara Berkelompok Pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
(SPLDV) di Kelas VIII SMPN 2 Kendari. [Online]. Tersedia : http://pendidikanmatematika.blogspot.com/2009/03/proposal-problem-posing.html
Muhfida. (2010). Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika. [Online].
Tersedia: http://blog.muhfida.com/problem-posing-dalam-pembelajaran-matematika
(21 February 2011).
Muhfida. (2010). Pendekatan Problem Posing. [Online]. Tersedia:
http://www.muhfida.com/pendekatanproblemposing.html (21 February 2011).
Sari, Virgania. (2007). KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING
DIBANDING KOOPERATIF TIPE CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND
COMPOTITION) PADA KEMAMPUAN SISWA KELAS VII SEMESTER 2 SMP NEGERI 16
SEMARANG DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI POKOK HIMPUNAN TAHUN
PELAJARAN 2006/2007. [Online].
Tersedia: http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASHe58a.dir/doc.pdf.
(11 Maret 2011).
Simanjuntak, Lisnawaty, dkk. 1993. Metode Mengajar Matematika. Rineka Cipta. Jakarta.
Stephen I. Brown, Marion I. Walter. (1990). The Art of Problem Posing. New Jersey:
Lawrence Erlbaum Associates.
Surtini, Sri. 2004. Problem Posing dan Pembelajaran Operasi Hitung Bilangan Cacah
Siswa SD. Jurnal pendidikan (on line volume 5 no. 1).[Online]. Tersedia: http://pk.ut.ac.
Id/Scan Penelitian/Sri % 2004. pdf. (13 Maret 2011).
Sutisna. (2010). Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran dengan Pendekatan Problem
Posing. [Online]. Tersedia : http://sutisna.com/artikel/artikel-kependidikan/kelebihandan-kelemahan-pembelajaran-dengan-pendekatan-problem-posing/ (8 April 2011).
Syarifulfahmi. (2009). Pendekatan Pembelajaran Problem Posing. [Online].
Tersedia ; http://syarifulfahmi.blogspot.com/2009/09/pendekatan-pembelajaranproblem-posing.html. (21 Februari 2011).
Tim Penelitian Tindakan Matematika (PTM). 2002. Meningkatkan Kemampuan Siswa
Menerapkan Konsep Matematika Melalui Pemberian Tugas Problem Posing Secara
Berkelompok. Buletin Pelangi PendidikanVolume 2. Jakarta. Direktorat Pendidikan.
http://www.v3a.co.cc/2010/05/model-pembelajaran-problem-posing.html

Pengertian Problem Posing


Problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris, yang mempunyai beberapa
padanan dalam bahasa Indonesia. Suryanto (1998:1) dan Asari (2000:4) memadankan
istilah problem posing dengan pembentukan soal. Sedangkan Sutiarso (1999:16)
menggunakan istilah membuat soal, Siswono (1999:7) menggunakan istilah pengajuan soal,
dan Suharta (2000:4) menggunakan istilah pengkonstruksian masalah.
Problem posing memiliki beberapa pengertian. Pertama, problem posing ialah
perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan
agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit.
Kedua, problem posing ialah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal
yang telah diselesaikan dalam rangka mencari alternatif pemecahan lain (Silver & Cai,
1996:294). Ketiga, problem posing ialah perumusan soal dari informasi atau situasi yang
tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau setelah penyelesaian suatu soal (Silver & Cai,
1996:523).
Menurut Brown dan Walter (1993:15) informasi atau situasi problem posing dapat
berupa gambar, benda manipulatif, permainan, teorema atau konsep, alat peraga, soal, atau
selesaian dari suatu soal. Selanjutnya Suryanto (1998:3) menyatakan bahwa soal dapat
dibentuk melalui soal-soal yang ada dalam buku. Stoyanova (1996) mengklasifikasikan
informasi atau situasi problem posing menjadi situasi problem posing yang bebas,
semiterstuktur, dan terstruktur. Pada situasi problem posingyang bebas, siswa tidak diberikan
suatu informasi yang harus ia patuhi, tetapi siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya
untuk membentuk soal sesuai dengan apa yang ia kehendaki. Siswa dapat menggunakan
fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan dalam pembentukan soal. Sedangkan
dalam situasi problem posingyang semi terstruktur, siswa diberi situasi atau informasi yang
terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mencari atau menyelidiki situasi atau informasi
tersebut dengan cara menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Selain itu, siswa harus
mengaitkan informasi itu dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika yang
diketahuinya untuk membentuk soal. Pada situasi problem posing yang terstuktur, informasi
atau situasinya berupa soal atau selesaian dari suatu soal (Yuhasriati, 2002:12).
Pada penelitian ini, problem posing yang digunakan adalah perumusan soal yang
sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar menjadi
lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka menyelesaikan soal cerita operasi hitung
campuran. Penelitian ini menggunakan informasi problem posingyang terstruktur, yaitu
informasi berupa soal yang perlu diselesaikan oleh siswa. Berdasarkan soal cerita yang
diberikan, siswa menyusun informasi dan kemudian membuat soal berdasarkan informasi
yang telah disusun. Selanjutnya, soal-soal tersebut diselesaikan dalam rangka mencari
selesaian sebenarnya dari pertanyaan soal cerita yang diberikan.

Respon siswa yang diharapkan dari situasi atau informasi problem posing adalah
respon berupa soal buatan siswa. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan siswa
membuat yang lain, misalnya siswa hanya membuat pernyataan. Silver dan Cai (1996:526)
mengklasifikasikan respon tersebut menurut jenisnya menjadi tiga kelompok, yaitu
pertanyaan matematika, pertanyaan non matematika dan pernyataan.
Pertanyaan matematika adalah pertanyaan yang memuat masalah matematika dan
mempunyai kaitan dengan informasi yang diberikan. Pertanyaan matematika ini, selanjutnya
diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan
dan pertanyaan matematika yang tidak dapat diselesaikan. Pertanyaan matematika yang dapat
diselesaikan adalah pertanyaan yang memuat informasi yang cukup dari situasi yang ada
untuk diselesaikan, atau jika pertanyaan tersebut memiliki tujuan yang tidak sesuai dengan
informasi yang ada. Selanjutnya pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan juga
dibedakan atas dua hal, yaitu pertanyaan yang memuat informasi baru dan pertanyaan yang
tidak memuat informasi baru.
Pertanyaan non matematika adalah pertanyaan yang tidak memuat masalah
matematika dan tidak mempunyai kaitan dengan informasi yang diberikan. Sedangkan
pernyataan adalah kalimat yang bersifat ungkapan atau berita yang tidak memuat pertanyaan,
tetapi sekedar ungkapan yang bernilai benar atau salah.
Respon yang dihasilkan siswa mungkin lebih dari satu pertanyaan matematika. Antara
pertanyaan yang satu dengan pertanyaan lainnya dapat dilihat hubungan yang terjadi.
Menurut Silver dan Cai (1996:302) ada dua jenis hubungan antara respon-respon tersebut,
yaitu hubungan simetrik dan berantai. Respon yang mempunyai hubungan simetrik disebut
respon simetrik yaitu serangkaian respon yang objek-objeknya mempunyai hubungan.
Sedangkan respon yang mempunyai hubungan berantai disebut respon berantai. Pada respon
berantai, untuk menyelesiakan respon berikutnya diperlukan penyelesaian respon
sebelumnya. Sehubungan itu, Kilpatrik (dalam Siver & Cai, 1996:354) menyatakan bahwa
salah satu dasar kosep koginitif yang terlibat dalam pengajuan soal adalah assosiasi, yaitu
kecendrungan siswa menggunakan respon pertama sebagai pijakan untuk mengajukan soal
kedua, ketiga, dan seterusnya.
Berdasarkan tingkat kesukarannya, Silver dan Cai (1996:526), mengklasifikasikan
respon siswa menjadi dua dua kelompok, yaitu: (1) tingkat kesukaran respon terkait dengan
stuktur bahasa (sintaksis), dan (2) tingkat kesukaran respon terkait dengan stuktur matematika
(semantik). Tingkat kesukaran respon yang berkaitan dengan sintaksis dapat dilihat dari
proposisi yang dikandungnya. Proposisi yang digunakan dibedakan menjadi tiga, yaitu
proposisi penugasan, proposisi hubungan, dan proposisi pengandaian. Proposisi penugasan
adalah pertanyaan (soal) yang memuat tugas untuk dikerjakan. Proposisi hubungan adalah

pertanyaan yang memuat tugas untuk membandingkan. Sedangkan proposisi pengandaian


adalah pertanyaan yang menggunakan informasi tambahan.
Tingkat kesukaran respon berkaitan dengan stuktur semantik, dapat diketahui dari
hubungan semantiknya. Menurut Marshall (dalam Silver & Cai, 1996:528) hubungan
semantik respon siswa dapat dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu mengubah,
mengelompokkan, membandingkan, menyatakan kembali, dan memvariasikan.
C. Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika
Problem posing adalah pembelajaran yang menekankan pada pengajuan soal oleh
siswa. Oleh karena itu, problem posing dapat menjadi salah satu alternatif untuk
mengembangkan berpikir matematis atau pola pikir matematis. Menurut Suryanto (1998:3)
merumuskan soal merupakan salah satu dari tujuh kriteria berpikir atau pola berpikir
matematis.
Dewasa ini, problem posing merupakan kegiatan penting dalam pembelajaran
matematika. NCTM merekomendasikan agar dalam pembelajaran matematika, para siswa
diberikan kesempatan untuk mengajukan soal sendiri (dalam Siver dan Cai, 1996:521). Silver
dan Cai (1996:293) juga menyarankan agar pembelajaran matematika lebih ditekankan pada
kegiatan problem posing. Menurut Cars (dalam Suryanto, 1998:9) untuk meningkatkan
kemampuan menyelesaikan dapat dilakukan dengan cara membiasakan siswa mengajukan
soal. Sejalan dengan itu, Suparno (1997:83) menyatakan bahwa mengungkapkan pertanyaan
merupakan salah satu kegiatan yang dapat menantang siswa untuk lebih berpikir dan
membangun pengetahuan mereka.
Menurut Killpatrich (dalam Silver dan Cai, 1996:530) salah satu dasar kognitif yang
ada dalam problem posing adalah asosiasi. Selanjutnya, menurut Asari (2000:9) dalam
kegiatan problem posing, ketika terjadi proses asosiasi antara informasi baru dengan struktur
kognitif yang dimiliki seseorang, maka proses selanjutnya yang terjadi adalah proses
asimilasi dan akomodasi.
Di samping itu, Brown dan Walter (1996:15) yang menyatakan pembuatan soal dalam
pembelajaran matematika melalui dua tahap kegiatan kognitif, yaitu accepting(menerima)
dan challenging (menantang). Menerima terjadi ketika siswa membaca situasi atau informasi
yang diberika guru dan menantang terjadi ketika siswa berusaha untuk mengajukan soal
berdasarkan situasi atau informasi yang diberikan. Sehubungan dengan hal tersebut, Asari
(2000:9) menegaskan bahwa proses kognitif menerimamemungkinkan siswa untuk
menempatkan suatu informasi pada suatu jaringan struktur kognitif sehingga struktur kognitif
tersebut makin kaya, sementara proses kognitifmenantang memungkinkan jaringan stuktur
kognitif yang ada menjadi semakin kuat hubungannya. Dengan demikian pembelajaran
matematika dengan pendekatanproblem posing akan menambah kemampuan dan penguatan

konsep dan prinsip matematika siswa.


D. Referensi
Asari, A.R. 1998. Penggunaan Alat Peraga Manipulatif dalam Penanaman Konsep
Matematika. Jurnal Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam dan Pengajaran.27(I):1-13
Asari, A.R. 2000, Problem Posing untuk Peningkatan Profesionalisme Guru Matematika.
Jurnal Matematika. Tahun V, Nomor 1, April 2000.
Brown, S. & Walter, R.. 1990. The Art of Problem Posing. London: Lawrence Erlbaum
Associates Publishers
Brown, S. & Walter, R.. (Ed). 1993. Problem Posing : Reflections and Aplications. New Jersey:
Lawrence Erlbaum Associates Publishers.
Hiebert, J. & Carpenter, T.. 1992. Learning and Teaching with Understanding. Dalam D
Grouws (ed). Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning (hlm.65-419).
New York: Macmillan Publishing Company.
Hudojo, H.. 1990. Strategi Belajar Mengajar Matematika. IKIP Malang
Silver, E.A. & Cai, S.. 1996. An Analysis of Arithmetic Problem Posing by Middle School
Students, Journal for Research in Mathematics Education. 27: 521-539
Siswono, Y.T.E., 2000. Pengajuan Soal (Problem Posing) dalam Pembelajaran Matematika di
Sekolah (Implementasi dari Hasil Penelitian). Makalah disajikan pada Seminar Nasional
Pengajaran Matematika Sekolah Menengah, 25 Maret 2000. Malang: FMIPA Universitas Negeri
Malang.
Stoyanova, E. 1996. Developing a Framework for Research into Students Problem posing in
School Mathematics, (Online), crsma@cc newcastel.edu.au,diakses 11 Juni 2001
Suharta, I.G.P. 2000. Pengkonstruksian Masalah oleh Siswa (Suatu Strategi Pembelajaran
Matematika). Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pengajaran Matematika di Sekolah
Menengah yang dilaksanakan oleh Jurusan Matematika FMIPA UM. Malang, 25 Maret 2000.
Suparno, P. 1997. Filsafat Kontruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Suryanto, 1998. Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika. Makalah disajikan pada
Seminar Nasional: Upaya-upaya Meningkatkan Peran Pendidikan dalam Menghadapi Era
Globalisasi. Program Pascasarjana IKIP Malang, 4 April 1998.

Sutawidjaja, A. 1997. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Jurnal Matematika, Ilmu


Pengetahuan, dan Pengajarannya. Volume 26(2):175-187.
Sutiarso, S. 1999. Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing Terhadap
Hasil Belajar Aritmatika Siswa SMPN 18 Malang. Tesis tidak diterbitkan. Program Pascasarjana
UM.
Yuhasriati, 2002. Pembelajaran Persamaan Garis Lurus yang Memuat Problem Posing di SLTP
Laboratorium Universitas Negeri Malang. Tesis tidak diterbitkan. Program Pascasarjana UM.

https://abdussakir.wordpress.com/2009/02/13/pembelajaran-matematikadengan-problem-posing/

Anda mungkin juga menyukai