Anda di halaman 1dari 9

Tasawuf di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang Masalah


Kajian Tasawuf Nusantara merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kajian Islam di

Indonesia. Sejak masuknya Islam di Indonesia telah tampak unsur tasawuf mewarnai kehidupan
keagamaan masyarakat, bahkan hingga saat ini nuansa tasawuf masih terlihat menjadi bagian
yang tak terpisahkan dari pengamalan keagamaan sebagian kaum muslim Indonesia, terbukti
dengan semakin maraknya kajian Islam di bidang ini dan juga melalui gerakan tarekat
muktabarah yang masih berpengaruh di masyarakat.
Selanjutnya, kajian sejarah dan perkembangan tasawuf di Indonesia akan kami bahas dalam
bab selanjutnya.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah sejarah penyebaran Islam di Indonesia?
2. Bagaimana lahirnya tasawuf di Indonesia?
3. Siapa sajakah tokoh yang berperan pada penyebaran tasawuf di Indonesia dan bagaimana
ajarannya?
C.
Tujuan Masalah
1. Mengetahui sejarah penyebaran Islam di Indonesia
2. Mengenal sejarah lahirnya tasawuf di Indonesia
3. Mengetahuai tokoh yang berperan pada penyebaran tasawuf di Indonesia dan ajarannya

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Penyebaran Islam di Indonesia


Awal datangnya Islam dapat dikategorikan kedalam dua perspektif. Pertama, pandangan
yang mengasumsikan awal datangnya Islam pada abad ke-7 H/13 M. Kedua, pandangan yang
menganut abad I H.
Beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Islam masuk di Indonesia pada abad ke-7 H
1.

adalah:
Laporan Marcopolo yang berkunjung ke Indonesia pada abad ke-13 M sebagai utusan
Imperium China dan menegaskan adanya kesultanan Islam Samudra Pasai yang memiliki sebuah
pelabuhan dagang kecil yang terletak di Pantai Utara Sumatra sebagai penganut Islam pertama di

2.

Melayu.
Islam masuk ke Indonesia setelah jatuhnya Baghdad 656 H ketika banyak ulama berhijrah ke
Timur sebagai pelarian dari ancaman pembantaian Mongol. Penduduk wilayah Pantai Utara
mengenal Islam berkat kedatangan mereka dan para pedagang Muslim yang datang mencari

3.

stabilitas dan keamanan.


Masyarakat Islam sudah ada di Indonesia setelah kedatangan tasawuf pada abad ke-7 H. Bukti
terdekat mengenai kenyataan ini adalah perjalanan Ibnu Arabi dan al- Jiliy, demikian pula
perjalanan kaum sufi di Jawa seperti Hamzah Fansuri dan Abdur Rauf Sinkel ke Malaka untuk
menyiarkan Islam.
Sementara itu, perspektif kedua yang mengansumsikan datangnya Islam ke Indonesia pada
abad I H, didasarkan pada pendapat yang lebih kuat, yaitu:
1.

Catatan-catatan resmi China pada periode dinasti Tang pada 618 M secara tersirat menegaskan

bahwa Islam sudah masuk wilayah Timur Jauh, yakni China dan sekitarnya (termasuk Indonesia)
melalui laut dari bagian Barat Islam (Semenanjung Arab).
2. Laporan China yang menegaskan bahwa bangsa Arab mengirim utusan kepada kerajaan Jawa
Indonesia. Dalam laporan tersebut terdapat isyarat kerajaan Ho Long (Ho Ling/ Keling) yang
berdiri di salah satu pulau di Laut China Selatan yang terkenal dengan kemajuan dan
kesejahteraan rakyat serta keadilan pemerintahnya. Kerajaan tersebut mengirim utusan pada
tahun 640 M, 666 M, dan 674 M. Diisyaratkan pula, pada masa yang sama, dikenal sebuah
kerajaan yang oleh orang-orang China disebut Tasheh sebagai nama yang mereka kenal untuk
kerajaan Arab.
3. Peninggalan sejarah Islam di Indonesia. Penemuan makam bertuliskan huruf Arab yang oleh
para peneliti dinilai sebagai peninggalan Islam terkuno yang ditemukan hingga kini. Dibagian

atas makam tertulis tahun 431 H/ 1039 M yang menyatakan bukti nyata adanya Islam di Jawa
sejak itu.
B. Sejarah Lahirnya Tasawuf di Indonesia
Penyebaran Islam di negara-negara Asia Tenggara tidak lepas dari peran dan kontribusi tokohtokoh tasawuf. Hal itu disebabkan oleh sifat-sifat dan sikap kaum sufi yang lebih kompromis dan
penuh kasih sayang.
Jika Islam pada hakikatnya adalah agama terbuka dan tidak mempersoalkan perbedaan etnis,
ras, bahasa, dan letak geografis maka tasawuf Islam telah membuka wawasan lebih luas bagi
keterbukaan yang meliputi agama-agama lain
Terdapat kesepakatan dikalangan sejarawan dan peniliti, orientalis dan cendekiawan
Indonesia bahwa tasawuf adalah faktor terpenting bagi tersebarnya Islam secara luas.
Berikut beberapa pandangan yang berpendapat bahwa tasawuf adalah faktor terpenting
tersebarnya Islam secara luas:
1. Hasil-hasil muktamar tasawuf yang diadakan di Pekalongan 1960 yang dihadiri sejumlah
Ulama dan pejabat yang menegaskan bahwa tarekat masuk ke Indonesia untuk pertama kali pada
abad ke-1H /7 M.
2. Orientalis Snouck Hurgronje menyatakan bahwa meski tasawuf berperan nyata dalam proses
Islamisasi di Indonesia, ajaran-ajaranya tidak lebih dari sekadar bidah dan dongeng-dongeng
yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan syariat. Tasawuf menurutnya dihormati umat Islam
di Indonesia karena kepercayaan sisa-sisa Hinduisme masih melekat sehingga menjadi faktor
penentu bagi keberhasilan kaum sufi dalam proses Islamisasi di Indonesia.
3. Menurut penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap Hamzah Fansuri dan Syamsuddin alSumatrani serta pemikir-pemikir Indonesia pada abad ke-7 M. Metodologi kaum sufi dalam
proses Islamisasi Indonesia, yang menggabungkan ajaran-ajaran Islam dengan kepercayaankepercayaan yang sudah ada sebelum datangnya Islam. Masuknya Islam di Indonesia tidak luput
dari peran tasawuf yang di bawa oleh para sufi karena seperti halnya ajaran-ajaran agama
terdahulu yang menggunakan simbol-simbol.
C. Tokoh Tasawuf di Indonesia dan Ajarannya
Perkembangan tasawuf di Indonesia tidak terlepas dari tokoh-tokoh tasawuf dan ajaran-ajaran
1.

mereka, di antara tokoh-tokoh tasawuf itu adalah:


Hamzah Fansuri
Hamzah Fansuri berasal dari Barus yaitu kota kecil di Pantai Barat Sumatera Utara, yang
terletak diantara Sibolga dan Singkel. Ia dikenal pada masa kekuasaan Sultan Alauddin Riayat
Syah di Aceh pada abad XVI (1588-1604). Ia adalah ahli tasawuf yang suka mengembara, dalam

pengembaraannya itulah Hamzah Fansuri mempelajari dan mengajarkan paham-paham


tasawufnya. Hamzah Fansuri juga seorang ahli bahasa, bahasa yang dikuasainya meliputi bahasa
Arab, Persi dan bahasa Melayu.
Dalam sejarah kaum ahli sufi Indonesia, Fansuri dipandang sebagai ahli sufi pertama di
Indonesia yang menuliskan buku-buku tentang tasawuf Islam. Dia juga pemimpin yang
membawa kita mengenal tasawuf falsafi di Indonesia.
Hamzah Fansuri sangat giat mengajarkan ilmu tasawuf menurut keyakinannya. Ada riwayat
yang mengatakan bahwa ia pernah sampai ke seluruh semenanjung dan mengembangkan tasawuf
di Perlak, Perlis, Kelantan, dan lain-lain. Dari keterangan-keterangan yang ada mangisyaratkan
ia wafat tahun 1607 M.
Ajaran tasawuf Hamzah Fansuri sebagai berikut:
a.
Wujud, menurutnya wujud itu hanyalah satu walaupun kelihatan banyak. Dari wujud yang satu
itu, ada yang merupakan kulit (kenyataan lahir) ada yang berupa isi (kenyataan batin). Wujud
b.

yang hakiki itulah yang disebut Allah.


Allah, menurutnya Allah adalah dzat yang mutlak dan qodim, sebab Allah yang pertama dan

yang menciptakan alam semesta.


c.
Penciptaan, menurutnya hakikat dari dzat Allah itu adalah mutlak dan la taayyun. Dzat yang
d.

mutlak itu mencipta dengan cara menyatakan diri-Nya dalam suatu proses penjelmaan.
Manusia, walaupun manusia sebagai tingkat terakhir dari penjelmaan, akan tetapi manusia
adalah tingkat yang paling penting dan merupakan penjelmaan yang paling sempurna, ia adalah
pancaran langsung dari dzat yang mutlak, hal ini menunjukkan adanya semacam kesatuan antara

e.

Allah dan manusia.


Kelepasan, manusia sebagai makhluk penjelmaan yang sempurna dan berpotensi untuk
menjadi insan kamil, namun karena lalainya maka pandangannya kabur dan tidak sadar bahwa
seluruh alam semesta ini adalah palsu dan bayangan.
Adapun karya-karya Hamzah Fansuri yang dapat kita temui diantaranya: kitab Asrarul
Arifin, Syarabul Asyiqin, dan Al-Muntaha. Semua bukunya berbicara tentang tauhid, marifat,
dan suluk. Unsur-unsur penting dalam buku Fansuri adalah pendapatnya yang diambil dari
perkataan kaum sufi klasik yang bersih dari penyimpangan, tidak ditambah-tambah, atau
dihilangkan agar sesuai dengan lingkungan dan tempat pada masa itu.

2.

Nuruddin al-Raniri
Nama lengkap beliau ialah Nuruddin Muhammad bin Ali bin Hasan bin Hamid al-Raniri alQuraisyi al-Syafii. Beliau lahir di Ranir yang terletak tidak jauh dari Gujarat, India yang dimana
di tempat itu ia mulai belajar ilmu agama. Setelah itu beliau melanjutkan belajar di kota Tarim,

Hadhramaut. Sepulang dari Hadhramaut, 1621 M, beliau singgah di Al- Haramain untuk
menunaikan ibadah haji dan berziarah ke makam Rasulullah saw. Beliau adalah salah satu dari
murid Sayyid Abd al-Qadir al-Idrus. Dan beliau wafat di Ranir pada 21 September 1658 M.
a.

Ajaran tasawuf Nuruddin al- Raniri diantaranya adalah:


Tuhan, dalam masalah ketuhanan beliau berupaya menyatukan paham Mutakallimin dengan
paham para sufi yang diwakili Ibnu Arabi. Beliau berpendapat bahwa ungkapan wujud Allah
dan Alam Esa berarti alam ini merupakan sisi lahiriah dari hakikatnya yang batin yaitu Allah
SWT., sebagaimana yang dimaksud Ibnu Arabi. Akan tetapi ungkapan itu pada hakikatnya

b.
c.

adalah bahwa alam ini tidak ada, yang ada hanyalah wujud Allah yang Esa.
Alam, al-Raniri berpandangan bahwa alam ini diciptakan Allah malalui (tajalli).
Manusia, menurut al-Raniri manusia merupakan makhluk Allah yang paling sempurna di

d.

dunia ini. Kerena manusia merupakan kholifah di bumi.


Wujudiyyah, inti ajaran menurut al-Raniri berpusat pada wahdad al-wujud. Beliau bahwa jika
benar Tuhan dan makhluk hakikatnya satu, dapat dikatakan bahwa manusia adalah Tuhan dan
Tuhan adalah manusia dan jadilah seluruh makhluk itu adalah Tuhan. Jika demikian halnya,

e.

manusia mempunyai sifat-sifat Tuhannya.


Hubungan Syariat dan Hakikat, menurut al-Raniri pemisahan antara hakikat dan syariat
merupakan sesuatu yang tidak benar. Ia berpedoman pada pendapat Syekh Abdullah al-Aidarusi
yang mengatakan bahwa tidak ada jalan menuju Allah kecuali melalui syariat yang merupakan
pokok dan cabang Islam.
Adapun karya-karya dari al-Raniri diantaranya adalah Al- Shirath Al- mustaqim, Durrah AlFaraidh fi Syarh Al- Aqaid, hidayah Al- habib fi A- targhib wa Al- Tarhibfi Al- hadits, Syifa AlQuluub, Lathaif Al- Asrar, dan Hill Al- Dzill yang berisi tasawuf dan hadits.

3. Abdul Rauf as-Sinkili


Nama lengkap beliau adalah Abdur Rauf Ali al-Fansuri. Hingga saat ini tidak ada data pasti
mengenai tanggal dan tahun kelahirannya.
Beliau adalah seorang Melayu dari Fansur, Sinkil di wilayah pantai barat Laut Aceh.
Pendidikannya dimulai dari ayahnya di Simpang Kanan (Sinkil). Kepada ayahnya ia belajar
ilmu-ilmu agama, sejarah, bahasa arab, mantiq, filsafat, sastra arab, dan bahasa persia. Kemudian
pendidikannya dilanjutkan ke Samudra Pasai dan belajar di Dayah Tinggi pada Syekh Syamsudin
as-Sumatrani. Setelah itu ia melanjutkan perjalanan ke Arabiyah. Di tanah Arab, selama 19 tahun

Abdurrauf belajar agama kepada kurang lebih 15 guru, 27 ulama terkenal dan 15 tokoh mistik
terkenal di Jeddah, Makkah, Madinah, Mokha, Bait al-Faqih, dan tempat-tempat lain.
Ajaran Abdurrauf As-Sinkili antara lain:
a.
Ajarannya sama dengan ajaran Syamsuddin dan Nuruddin yang menganut paham satu-satunya
wujud hakiki yaitu Allah, sedangkan alam ciptaan-Nya bukan merupakan wujud hakiki
b.

melainkan bayangan dari yang hakiki.


Dzikir, alam pandangan as-Sinkili merupakan usaha untuk melepaskan diri dari sifat lalai dan

lupa. Tujuan dzikir adalah mencapai fana (tidak ada wujud selain wujud Allah).
c.
Martabat perwujudan Tuhan, menurutnya ada tiga perwujudan Tuhan. Pertama, martabat
ahadiyyah atau la taayyun, yaitu alam pada waktu itu masih merupakan hakikat gaib yang
masih berada di dalam ilmu Tuhan. Kedua, martabat wahdah atau taayyun awwal yaitu sudah
tercipta hakikat muhammad yang potensial bagi terciptanya alam. Ketiga, martabat wahdiyyah
atau taayyun Tsani, disebut juga dengan ayan tsabitah, dan dari sinilah alam tercipta.
Adapun karya-karyanya adalah Mirat Ath-Thullab (fiqh SyafiI di bidang muamalah),
Hidayat Al-Balighah (fiqh tentang sumpah, kesaksian, peradilan, pembuktian, dan lain-lain),
Umdat Al-Muhtajin (tasawuf), Syam Al-Marifah (tasawuf marifat), dan Kifarat Al-Muhtajin
(tasawuf).
4.

Yusuf al-Makasary
Lahir di Sulawesi pada tanggal 8 Syawal 1036 H/ 3 Juli 2629 M. Beliau sejak kecil telah
menampakkan kecitaannya terhadap pengetahuan Islam. Iapun belajar berbagai ilmu termasuk
ilmu tasawuf.
Syekh Yusuf pernah melakukan perjalanan ke Yaman. Disana dia belajar tarekat
Naqsabandiyah dari Syekh Abi Abdillah Muhammad Baqi Billah. Dan kemudian beliau
mempelajari tarekat ketika berada di Madinah kepada Syakh Ibrahim al-Qurani. Beliau
meninggal di Tanjung Harapan Afrika Selatan pada tanggal 22 Dzulqodah 1111 H/ 22 Mei 1699
M, di kubur di Faure di perbukitan pasir Falsebay. Salah satu murid beliau adalah Abd al-Basyir
al-Dhorir al-Rapani. Pengetahuan tarekat yang di pelajarinya cukup banyak, bahkan sukar
ditemukan ulama yang mempelajari demikian banyak beserta mengamalkanya hingga kini.

a.
b.
c.
d.

Secara ringkas, tarekat-tarekat yang telah di pelajarinya di cantumkan sebagai berikut:


Tarekat Qodiriyah diterima dari Syeh Nuruddin al-Raniri di Aceh.
Tarekat Naqsyabandiyah di terima dari Syeh Abi Abdillah Abdul Baqi Billah.
Tarekat as-sadah al-balawiyah dari Syayid Ali di Zubaid atau Yaman.
Tarekat Syathariyah dari Ibrahim al-Quroni di Madinah.

e.

Tarekat Khalwatiyah dari Abdul Barakat Ayub bin Ahmad bin Ayub al-Khalwati al-Quroisiy di
Damaskus. Syekh ini adalah imam di masjid Muhyidin Ibnu Arabi.

a.

Ajaran-ajaran Yusuf al-Makasari:


Trensedensi tuhan yang mirip dengan wahdatul wujud dalam filsafat mistik Ibnu Arabi yaitu,

Tuhan melingkupi segala sesuatu dan selalu dekat dengan sesuatu.


b.
Menurut beliau insan kamil dibagi dalam tiga tingkatan: pertama, tingkatan akhyar (orangorang terbaik). Kedua, cara mujahadat asyaqa (orang-orang yang berjuang mekawan kesulitan).
Ketiga, cara ahl adz-dzikr yaitu jalan bagi orang yang telah kasaf untuk berhubungan dengan
tuhan.]
Adapun karya-karya beliau antara lain: Safinah al-Najah, Bidayat al-Mubtadi, dan Sirr alAsrar.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Masuknya tasawuf di Indonesia bersamaan dengan masuknya Islam di Indonesia, karena
sejarah Islam di Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh ajaran tasawuf yang digunakan oleh
para penyebarnya. Kefleksibelan tasawuf yang mewarnai penyebaran tersebut menjadikan Islam
berhasil masuk dan kemudian mengakar dalam diri masyarakat Indonesia, hampir tanpa catatan
sejarah pertumpahan darah.
Tokoh sufi yang mempengaruhi perkembangan tasawuf di Indonesia diantaranya adalah;
Hamzah Fansuri, Nuruddin al-Raniri, Abdur Rauf al-sinkili, dan Yusuf al-Makasari.
Diantara tokoh-tokoh sufi tersebut terdapat pemikiran-pemikiran tasawuf yang beragam,
seperti pemikiran al-Fansuri tentang tasawuf yang banyak dipengaruhi Ibnu Arabi dalam paham
wahdad al wujud-nya. Sedangkan al-Raniri dalam masalah ke-Tuhan-an pada umumnya bersifat
kompromis. Ia berupaya menyatukan paham Mutakallimin dengan paham para sufi yang diwakili
Ibnu Arabi.

DAFTAR PUSTAKA
Alwi Shihab. 2009. Akar Tasawuf di Indonesia. Depok: Pustaka Iman
Hamka. 1983. Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Pustaka Panjimas
Rosihon Anwar. 2010. Akhlaq Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia

Sri Mulyati. 2006. Tasawuf Nusantara. Jakarta: Kencana

Anda mungkin juga menyukai