Anda di halaman 1dari 22

Bab 23 Gangguan Bicara dan Bahasa

Fungsi bicara dan bahasa merupakan hak asasi manusia, baik pada interaksi sosial
dan pada kehidupan interlektual pribadi. Ketika mereka terganggu akibat penyakit otak,
hasil kehilangan fungsional
Ahli neurologi khawatir dengan semua gangguan bicara dan Bahasa, termasuk
membaca dan menulis, karena mereka hampir selalu merupakan manifestasi penyakit
otak. Di seluruh dunia, Bahasa merupakan cerminana dari semua aktivitas mental yang
lebih tinggi. Dalam konteks lebih sempit, Bahasa merupakan cara dimana pasien
menyebutkan keluhan dan masalah mereka ke dokter dan pada waktu yang sama
perantara untuk semua transaksi interpersonal yang sulit. Karena itu, proses penyakit
manapun yang mengganggu dengan Bahasa atau pemahaman kata yang disebut
menyinggung hubungan dokter- pasien yang sangat pokok. Akhirnya, venelitian
mengenai gangguan Bahasa berfungsi untuk menjelaskan hubungan yang sulit
dimengerti antara fungsi psikologi dan anatomi dan fisiologi otak. Mekanisme Bahasa
jatuh dimanapun antara fungsi sensori-motor yang terlokalisasi baik dan operasi mental
kompleks yang lebih terdistribusi luas seperti imaginasi dan pemikiran, yang tidak dapat
dilokalisasi.
Pertimbangan umum
Telah dinyatakan bahwa sebagai manusia, kita yang tertinggi di dunia hewan karena
dua hal ini: (1) kemampuan untuk mengembangkan dan menggunakan simbol verbal
sebagai dasar untuk pembentukan ide kami sendiri dan sebagai cara untuk
mengirimkan pikiran, lewat kata-kata yang disebut dan ditulis, kepada yang lain dan (2)
kegunaan tangan yang luar biasa. Salah satu fakta yang sulit dimengerti adalah
ketrampilan Bahasa dan manual (serta praxis) telah berkembang berhubungan dengan
kumpulan khusus neuron dan jalur pada satu hemisfer serebri (dominan). Ini adalah
tempat awal dari kebanyakan aktivitas neurofisiologi lain terlokalisir, yang diatur
berdasarkan kontralateral atau bilateral dan simetris. Dominannya satu hemisfer,
biasanya kiri, timbul bersama-sama dengan bicara dan pilihan untuk tangan kanan,
terutama untuk menulis. Ini mengikuti bahwa kurangnya perkembangan atau hilangnya

dominan serebri akibat penyakit mengacaukan kedua ciri ini, yang menyebabkan afasia
dan apraksia.
Terdapat banyak bukti bahwa hewan yang lebih tinggi mampu berkomunikasi satu sama
lain melalui vokalisasi dan sikap tubuh. Meskipun begitu, isi komunikasi mereka adalah
perasaan atau reaksi mereka pada saat itu. Bahasa emosional ini, seperti yang disebut,
dipelajari oleh Charles Darwin, yang menyatakan bahwa ini makin banyak perbedaan
pada hewan. Hanya simpanse yang diakui melakukan kemiripan pertama kali dengan
Bahasa. Malahan, terdapat perbedaan yang jelas antara gen manusia dan simpanse
yang disebut FOXP2, yang dihubungkan dengan kemampuan untuk menghasilkan
Bahasa (lihat Balter). Pola ekspresi emosional menurut naluri diamati pada manusia.
Mereka merupakan cara ekspresi paling awal muncul (saat bayi) dan mungkin
merupakan bentuk Bahasa asli pada manusia primitif. Terlebih lagi, masih terdapat
ucapan yang kami gunakan untuk mengekspresikan kebahagiaan, rasa marah dan
takut bahkan setelah destruksi semua area Bahasa pada hemisfer serebri yang
dominan. Susunan neural untuk bentuk komunikasi paralinguistic (intonasi, kata seru,
ekspresi muka, gerakan mata, sikap tubuh), yang membantu ekspresi emosi, terjadi
bilateral dan simetris dan tidak semata-,ata nergamtimh pada serebrum. Penelitian
Cannon dan Bard menunjukkan bahwa ekspresi emosional terbentuk baik pada suatu
waktu ketika banyak serebrum masih imatur.
Bahasa propositional, atau simbolik, berbeda dari Bahasa emosional pada beberapa
cara. Ini merupakan cara untuk memindahkan ide dari satu orang ke yang lain, dan
memerlukan pengganti serangkaian suara atau tanda-tanda untuk objek, orang-orang,
dan konsep. Ini merupakan inti dari Bahasa. Hal ini merupakan naluriah tetapi bisa
dipelajari dan karena itu bergantung pada semua pengaruh sosial dan budaya.
Meskipun begitu, proses pembelajaran menjadi mungkin hanya setelah sistem saraf
mencapai maturasi tertentu. Fasilitas pada Bahasa simbolik, yang diperoleh selama
periode 15 sampai 20 tahun, selanjutnya bergantung pada maturasi sistem saraf dan
pendidikan.
Meskipun cara bicara dan Bahasa sangat terjalin erat, mereka tidaklah sama.
Kekacauan pada fungsi Bahasa selalu merupakan cerminan abnormalitas otak dan,
lebih spesifik, hemisfer serebri dominan. Suatu gangguan bicara mungkin memiliki asal

yang serupa, tetapi tidak semestinya bergitu. Hal ini mungkin terjadi karena
abnormalitas pada bagian otak yang berbeda atau mekanisme ekstraserebri. Fungsi
Bahasa melibatkan pemahaman, perumusan, dan pemindahan ide dan perasaan
dengan menggunakan simbol verbal, suara, dan sikap tubuh dan perintah yang
berurutan berdasarkan syarat tatabahasa yang diterima. Di lain pihak, cara bicara
lebih mengarah pada aspek artikulasi dan phonetic dari ekspresi verbal.
Pentingnya bahasa mungkin tidak sepenuhnya dihargai. External speech, atau
exophasy, yang berarti ekspresi pikiran oleh kata- kata yang diucapkan atau ditulis dan
pemahaman kata yang disebutkan atau diucapkan oleh yang lain, merupakan aktivitas
yang hampir berkesinambungan ketika manusia berkumpul bersama-sama. Inner
speech atau endophasy, misalnya proses pikiran dalam hati dan perumusan kata-kata
yang tidak diucapkan dalam pikiran kita yang bergantung pada pemikiran kita, adalah
coin of mental commerce. Karena itu pikiran dan Bahasa itu tidak dapat dipisahkan.
Dalam mempelajari cara berpikir, anak-anak berbicara kuat pada dirinya sendri dan
hanya di kemudian hari belajar bagaimana cara menekan vokalisasi. Bahkan orang
dewasa mungkin bergumam di bawah sadarnya ketika memikirkan persoalan yang sulit.
Seperti yang diucapkan Gardiner, pikiran abstrak manapun dapat dipikirkan hanya
dengan kata-kata atau simbol matematik yang menunjukkannya. Misalnya, sebenarnya
tidaklah mungkin untuk memahami arti kata agama. Karena itu, kata-kata menjadi
bagian penting dalam mekanisme pikiran kami dan tetap ada untuk kita dan sebagai
pelindung pikiran kita untuk yang lain (diambil dari Brain). Alasan inilah yang membujuk
Head, Wilson, Goldstein, dan yang lain bahwa teori Bahasa menyeluruh harus
termasuk penjelasan tidak hanya mengenai anatomi dan fisiologi serebri tetapi juga
proses psikolinguistik yang terlibat.
Anatomi fungsi Bahasa
Pengajaran yang biasa, berdasarkan hubungan antara berbagai gangguan Bahasa dan
kerusakan pada area khusus otak, mendalilkan adanya empat area Bahasa utama,
yang terletak, pada kebanyakan orang, pada hemisfer serebri kiri (gambar 23-1).
Seluruh zona Bahasa yang mencakup area ini adalah perisylvian, misalnya, ini
membatasi fisura silvii. Dua area Bahasa untuk pemahaman dan dua lagi bersifat

sebagai pelaksana, misalnya, yang terakhir berkaitan dengan produksi (output) Bahasa.
Dua area reseptif saling erat kaitannya dan mencakup apa yang disebut sebagai zona
Bahasa pusat (central language zone). Area pemahaman (receptive) utama, yang
membantu persepsi Bahasa yang diucapkan dan mungkin merupakan Bahasa internal,
menempati area temporal posterior-posterosuperior (bagian posterior area 22) dan
Heschls gyri (area 41 dan 42). Bagian posterior area 22 di planum temporale disebut
sebagai area Wernicke. Area receptive kedua, yang membantu persepsi Bahasa yang
ditulis, menempati girus angular (area 39) pada lobus parietalis inferior, anterior
terhadap area pemahaman visual. Girus supramarginalis, yang terletak antara pusat
Bahasa auditorius dan visual, dan regio temporalis inferior, tepat anterior dari korteks
asosiasi visual, mungkin merupakan bagian zona Bahasa pusat ini. Di sini terletak
pusat penyatuan untuk cross- modal fungsi Bahasa visual dan auditorius.

Gambar 23-1. Diagram otak yang menunjukkan area Bahasa klasik, yang diberi nomor
berdasarkan skema Brodmann. Uraian panjang lebar mengenai cara bicara dan
Bahasa mungkin bergantung pada area serebrum yang jauh lebih besar area serebrum,
yang secara kasar ditandai oleh seluruh zona arsir (lihat teks). Perhatikan bahwa area
41 dan 42, area receptive auditorius primer, ditunjukkan pada permukaan lateral lobus
temporalis tetapi meluas ke permukaan superior, jauh di dalam fisura silvii

Area pelaksana utama, atau output, terletak di ujung posterior dari belokan frontal
inferior (area Brodmann 44 dan 45) disebut sebagai area Broca dan berkaitan dengan
aspek bicara motorik. Pada sebagian model, kata-kata yang dipersepsikan secara
visual adalah ekspresi yang diberikan pada tulisan melalui area Bahasa keempat, yang
disebut area Exner writing di bagian posterior dari belokan frontal kedua, suatu konsep
yang masih bertentangan mengingat fakta bahwa bagian zona Bahasa yang terpisah
luas mungkin menyebabkan gangguan yang tidak seimbang dalam menulis. Pada
kasus manapun, terdapat dua sistem yang sejajar untuk memahami kata-kata yang
diucapkan dan menghasilkan bicara dan untuk memahami kata-kata yang ditulis dan
menghasilkan tulisan. Mereka berkembang secara terpisah tetapi merupakan
komponen utuh dari sistem semantik.
Area motorik dan sensorik ini terhubung secara rumit satu sama lain lewat jalinan
serabut saraf yang kaya, satu gumpalan besar dimana, arcuate fasciculus, melewati
ismus lobus temporalis dan sekitar ujung posterior fisura silvii. Sambungan lain mungkin
melintasi kapsul eksternal dari nukleus lentikularis (subkortikal white matter dari insula).
Banyak hubungan kortikokortikal tambahan dan sistem serabut lain mengarah ke zona
perisilvii dan berproyeksi dari mereka ke bagian otak lainnya. Terlebih lagi, zona
receptive visual dan somatosensorik disatukan di lobus paritalis, dan zona receptive
auditorius di lobus temporalis. Yang penting dalam memproduksi cara bicara adalah
serabut asosiasi pendek yang menggabungkan area Broca dengan korteks rolandic
bawah, yang pada gilirannya, mempersarafi otot bibir, lidah, faring, dan laring. Area
yang diduga Exner writing terintegrasi serupa dengan aparatus motorik untuk otot-otot
tangan. Area Bahasa perisilvii juga dihubungkan dengan striatum dan thalamus dan
dengan area yang sesuai pada hemisfer serebri (nondominan) minor melalui korpus
kalosum dan komisura anterior (lihat gambar 22-6).
Terdapat banyak perbedaan pendapat mengenai status area Bahasa kortikal, dan
banyak

yang

tidak

menggambarkan

setuju

secara

menyebut

histologi

mereka

struktur

pusat,

fungsi

karena

konstan.

mereka

Terlebih

lagi,

tidak
ahli

neuroanatomi kompoten tidak mampu membedakan area Bahasa korteks secara


mikroskopis dari korteks serebri yang mengelilingi mereka. Sebagian area perseptif
adalah polimodal, misalnya, mereka diaktifkan oleh stimulus auditorius, visual, dan

peraba. Barangkali, fungsi integratif mereka. Kurangnya regio motorik dan sensorik
korteks yang dapat diperbandingkan ditunjukkan oleh pengamatan selama stimulasi
elektrik area Bahasa kortikal anterior saat pasien sedang siap siaga dan berbicara
(selama kraniotomi dengan anestesi lokal); stimulasi mungkin menginduksi vokalisasi
sederhana, biasanya

monoton

huruf vokal

tunggal, tetapi

sebaliknya

hanya

menyebabkan terhambatnya bicara. Demikian pula, stimulasi elektrik di area Wernicke


menyebabkan kesalahan dalam bicara, seperti bicara gagap setelah satu kata atau
menyebutkan kata yang salah.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, pengetahuan akan anatomi Bahasa hampir
secara eksklusif datang dari penelitian postmortem mengenai manusia dengan penyakit
otak fokal. Dua teori utama muncul dari penelitian ini. Salah satunya telah membagi
zona Bahasa menjadi bagian reseptif aferen yang terpisah (auditorius dan visual), yang
dihubungkan oleh traktus yang dapat diidentifikasi ke pusat pelaksana (eferenekspresif). Bergantung pada anatomi persis terjadinya lesi, dicetus sejumlah sindrom
spesial. Teori lain, yang awalnya dilanjutkan oleh Marie (selanjutnya dia menyatakan
telah mengubah pikirannya) dan didukung oleh Head, Wilson, Brain, dan Goldstein,
mendukung ide mekanisme Bahasa tunggal, kurang lebih terletak di area operkulus,
atau perisilvian, regio dari hemisfer serebri dominan. Afasia pada kasus khusus
manapun mungkin terjadi akibat penjumlahan kerusakan terhadap modalitas input atau
output tergantung pada zona Bahasa pusat. Tidak dapat disangkal, di dalam area
Bahasa perisylvian, terdapat lokalisasi aferen dan eferen yang dapat dikenali seperti
yang didiskusikan di atas, tetapi juga terdapat kerja kelompok integratif pusat yang
tidak berbeda, dimana derajat defisit untuk batas tertentu dipengaruhi oleh ukuran lesi
tersebut. Karena itu, pembagian ketat afasia menjadi pelaksana dan reseptif tidak
sepenuhnya disokong oleh pengamatan klinis. Meskipun begitu, terdapat beberapa
fungsi Bahasa yang dapat dilokalisasi di korteks perisylvian.
Carl Wenicke, dari Breslau, Jerman, lebih daripada yang lain, harus dipuji untuk skema
anatomi- psikologi di atas banyak ide modern afasia. Sebelumnya, paul Broca (1865),
dan, bahkan sebelum dia, Dax (1836) telah membuat pengamatan dasar bahwa lesi di
insula dan operkulum yang mendasarinya mengganggu bicara seseorang dan lesi
seperti itu selalu berada di hemisfer kiri. Tesis Wernicke adalah bahwa terdapat dua

lokus anatomi utama untuk bahasa: (1) lokus anterior, di bagian posterior lobus frontalis
inferior (area Broca), dimana terkandung gambaran memori gerakan bicara, dan (2)
regio insular dan bagian korteks perisylvian posterior yang berdampingan, dimana
terkandung gambaran suara. (Meynert telah menunjukkan bahwa afasia dapat terjadi
dengan lesi di lobus temporalis, area Broca masih intak). Wernicke percaya bahwa
serabut antara regio ini berjalan di insula dan memperantarai arkus refleks psikis antara
kata yang didengar dan diucapkan. Selanjutnya, Wernicke menerima pandangan von
Monakow bahwa serabut yang berhubungan berjalan sekitar ujung posterior fisura silvii,
di arcuate fasciculus.
Wernicke memberikan gambaran menyeluruh mengenai afasia reseptif atau sensorik
yang sekarang ini mengandung namanya. Empat sifat utama, yang dia sebutkan adalah
(1) gangguan pemahaman Bahasa yang diucapkan dan (2) Bahasa yang ditulis
(aleksia), (3) agrafia, dan (4) bicara paraphasic yang lancar. Berlawanan dengan ini,
pada afasia Broca, pemahaman kata masih intak, tetapi pasien bisu atau hanya
menggunakan beberapa kata-kata sederhana. Wernicke juga membuat teori bahwa lesi
yang mengganggu serabut yang menghubungkan antara dua area bicara korteks akan
menyebabkan pemahaman pasien tidak terganggu tetapi akan mencegah gambar bunyi
utuh dari mempengaruhi pilihan kata-kata. Wernicke mengajukan bahwa jenis afasia ini
disebut Leitungsaphasie, atau afasia konduksi (yang disebut afasia pusat oleh Kurt
Goldstein dan deep aphasia oleh Martin dan Saffran).
Analisis kasus secara hati-hati sejak zaman Broca dan Wernicke telah berulang- ulang
membuktikan hubungan ini antara jenis afasia reseptif (Wernicke) dan lesi di area
perisylvian posterior dan antara afasia yang didominasi motorik (Broca) dan lesi di
bagian posterior lobus frontalis inferior dan regio korteks frontalis yang berdekatan,
insular, dan operkulus. Konsep afasia konduksi, berdasarkan gangguan jalur antara
zona Wernicke dan Broca, telah menjadi yang paling sulit diterima, karena ini berarti
pemisahan fungsi sensorik dan motorik, yang tidak sejalan dengan pandangan modern
mengenai fisiologi sensorimotor dari sisa sistem saraf atau dengan analisis Bahasa
baru-baru ini oleh neuropsikologi kognitif (Margolin). Meskipun begitu, terdapat
sejumlah deskripsi di dalam literatur medis dan kami pastinya telah menjumpai kasus
yang sesuai dengan model Wernicke mengenai afasia konduksi; lesi di kasus ini

mungkin terletak pada operkulum parietal, yang melibatkan white matter jauh di dalam
girus supramarginal, dimana barangkali mengganggu arcuate fasciculus dan posterior
insular subcortex (masalah ini didiskusikan lebih lanjut).
Bagaimana regio otak ini disusun menjadi model yang dapat dipisahkan tetapi interaktif
dan bagaimana mereka dapat diaktifkan dan dikontrol oleh berbagai stimulus visual dan
auditorius dan mekanisme motivasional frontal, yang menyebabkan sikap kompleks
yang sering kami gunakan setiap hari dalam komunikasi interpersonal, baru dipelajari
awal oleh ahli Bahasa dan ahli neuropsikologi kognitif. Misalnya, mereka membagi
Bahasa menjadi elemen paling dasarnya- fonem (unit terkecil dari suara yang dikenal
sebagai Bahasa), morfem (unit terkecil bermakna dari satu kata), grapheme, elemen
yang berhubungan dengan Bahasa dan semantik (huruf dan airnya), dan sintaksis
(struktur kalimat). Pada umumnya, sebagai uraian baru mengenai skema WernickeBroca, kesulitan fonologi berhubungan dengan lesi frontal kiri; kesulitan semanticpemahaman, dengan lesi temporal kiri; dan aleksia dan agraphia, dengan lesi parietal
inferior. Elemen, atau modul ini, telah digambarkan oleh psikolinguis sebagai
serangkaian kotak dan dihubungkan satu sama lain dengan panah untuk menandakan
aliran informasi dan cara bagaimana mempengaruhi output Bahasa yang diucapkan.
Boxology ini, seperti yang disebut, tidak konsisten dengan teori psikologi saat ini, yang
melihat fungsi Bahasa sebagai akibat dari aktivasi tersinkronisasi pada kebanyakan
jalinan neuron terdiri dari banyak area serebrokorteks dan jalur penghubunga mereka.
Di lain pihak, terlepas dari tingkat kecanggihan teori ini, usaha untuk menggambarkan
anatomi dari gangguan bicara dan Bahasa dengan teknik pencitraan otak pada pasien
afasia telah mengecewakan. Dengan menggunakan computed tomography (CT),
RochLeCours dan Lhermitte tidak mampu menetapkan kecocokan yang sesuai antara
jenis afasia dan lesi yang dapat ditunjukkan. Selain itu, Willmes dan poeck, pada
penelitian retrospektif dari 221 pasien afasia, juga gagal menunjukkan hubungan tegas
antara jenis afasia dan lokalisasi lesi dari CT. Hubungan yang buruk ini mungkin
sebagian terkait dengan waktu dan CT scan. MRI scan yang dilakukan segera setelah
stroke menunjukkan hubungan yang agak lebih konsisten antara jenis gangguan
Bahasa dan lokasi lesi di korteks perisylvian.

Functional magnetic resonance imaging (fMRI) saat subjek terlibat dalam produksi dan
pemahaman Bahasa mungkin membuktikan superior terhadap korelasi anatomi lesi
otak untuk memahami proses Bahasa, tetapi sejauh ini hanya dapat dikonfirmasi aturan
terluas lokalisasi. Hingga sekarang, penelitian mengenai aliran darah dan fisiologi
topografi selama membaca dan berbicara, sedangkan pada umumnya menguatkan
model Bahasa abad ke-19, telah menunjukkan aktivasi luas area Wernicke dan Broca
serta area motorik suplementer dan area hemisfer berlawanan.
Meskipun lokalisasi lesi yang menghasilkan afasia pada kebanyakan contoh kurang
lebih dapat diprediksi dari defisit klinis, terdapat banyak variasi. Ketidakkonsistensi
memiliki beberapa penjelasan, yang paling terkenal adalah efek lesi manapun tidak
hanya bergantung pada lokus dan perluasannnya tetapi juga pada derajat dominannya
serebri- misalnya, pada derajat sampai dimana hemisfer minor memperkirakan fungsi
Bahasa setelah terjadi kerusakan pada yang utama. Berdasarkan pandangan ini, lesi
sisi kiri memiliki lebih sedikit efek pada fungsi Bahasa jika kurang terbentuk dominan
serebri daripada jika dominan kuat. Kemungkinan terdapat variasi antara individual
dalam distribusi area Bahasa pada area perisylvian kiri. Penjelasan lain meminta
konsep yang kurang dipahami bahwa individu berbeda dalam cara dimana mereka
memperoleh Bahasa seperti anak-anak. Dipercayai berperan dalam membuat cara
alternatif untuk menyelesaikan tugas Bahasa bila metode yang awalnya dipelajari telah
terganggu melalui penyakit otak. Sejauh mana perbaikan afasia menggambarkan
pemulihan fungsi atau pembentukan cara respon baru belum ditetapkan sampai hari
ini.
Dominan serebri dan hubungannya dengan Bahasa dan kecenderungan memakai
tangan apa
Keunggulan fungsional dari satu hemisfer serebri adalah hal paling mendasar dari
fungsi Bahasa. Terdapat banyak cara menentukan apakan sisi kiri otak bersifat
dominan: (1) lewat hilangnya bicara yang terjadi dengan penyakit pada bagian hemisfer
kiri tertentu dan perlindungannya dengan lesi yang melibatkan bagian hemisfer kanan
yang sesuai; (2) lewat pilihan untuk dan lebih besarnya fasilitas pada penggunaan
tangan, kaki, dan mata kanan; (3) lewat terhambatnya bicara dengan kejang fokal atau

dengan stimulasi elektrik atau magnetic dari area Bahasa anterior; (4) lewat injeksi
sodium amytal ke dalam arteri karotid internal kiri (Wada test- suatu prosedur yang
menyebabkan kebisuan selama semenit atau dua menit, yang diikuti oleh salah
penamaan, termasuk perseveration dan substitusi; salah baca; dan bicara paraphasiayang berlangsung selama 8 sampai 9 menit); (5) lewat dichotic listening, dimana kata
atau fonem yang berbeda disajikan secara serentak ke kedua telinga (yang
menghasilkan telinga kanan- hemisfer kiri); (6) dengan mengamati peningkatan aliran
darah serebri selama pemrosesan bahasa; dan (7) lateralisasi bicara dan fungsi
Bahasa setelah komisurotomi.
Sekitar 90 sampai 95 persen populasi umum bertangan kanan, misalnya mereka secara
bawaan memilih tangan kanan untuk tindakan yang rumit, kompleks, dan lebih ahli
dengannya. Pilihan tersebut lebih komplit pada sebagian orang daripada yang lain.
Kebanyakan individu tidak seluruhnya bertangan kanan atau seluruhnya tangan kiri
tetapi sangat mendukung satu tangan untuk tugas yang lebih rumit.
Alasan pilihan tangan ini belum sepenuhnya dipahami. Terdapat bukti kuat untuk faktor
keturunan, tetapi cara menurunkannya belum pasti. Yakovlev and Rakic, pada
penelitian otak bayi, mengamati bahwa traktus kortikospinalis yang timbul dari hemisfer
serebri kiri mengandung lebih banyak serabut dan menyilang lebih tinggi daripada
traktus dari hemisfer kanan. Belajar juga merupkaan suatu faktor; banyak anak-anak
tergeser pada usia dini dari kiri ke kanan (shifted sinistral) karena ini adalah yang
dipersepsi cacat untuk bertangan kiri pada dunia tangan kanan. Kebanyakan orang
bertangan kanan, ketika wajib menggunakan hanya satu mata (melihat melalui lubang
kunci, gunsight, teleskop, dan lain-lain), melihat dengan mata kanan, dan telah
disebutkan bahwa pilihan mata bertepatan dengan pilihan tangan. Bahkan jika nyata,
masih tidak menyebabkan dominan pada mata. Perlu dicatat bahwa kecenderungan
memakai tangan apa berkembang secara serentak dengan bahasa; paling banyak yang
dapat disebutkan saat ini adalah lokalisasi Bahasa dan pemilihan satu mata, tangan,
dan kaki serta praxis tangan kanan semuanya merupakan manifestasi dari sebagian
kecenderungan dasar, sebagian kecenderungan yang diturunkan masih belum
ditetapkan.

Terdapat sedikit perbedaan anatomi tetapi pasti antara hemisfer serebri dominan dan
nondominan. Planum temporale, region di permukaan superior lobus temporalis
posterior terhadap girus Heschl dan meluas ke ujung posterior fisura silvii, telah
ditemukan sedikit lebih besar di kiri pada 65 persen otak dan lebih besar di kanan
hanya pada 11 persen. LeMay dan Culebras menemukan pada angiogram serebri
bahwa fisura silvii kiri lebih panjang dan lebih mendatar daripada yang kanan dan
terdapat lebih besar massa jaringan serebri di area pertemuan temporoparietal kiri. CT
scanning telah menunjukkan tanduk oksipital kanan lebih kecil daripada kiri, yang
mungkin menunjukkan perkembangan hubungan visuospasial lebih besar di sisi kanan.
Selain itu, telah digambarkan bahwa asimetris cytoarchitectonic dari korteks auditorius
dan thalamus posterior hampir tidak kentara; aspek ini dan aspek biologi lain dari
dominan serebri telah ditinjau oleh Geschwind dan Galaburda dan juga berhubungan
dengan perkembangan disleksia (bab 28).
Bertangan kiri mungkin terjadi akibat penyakit hemisfer serebri kiri pada masa muda;
kemungkinan ini menyebabkan lebih tingginya insidensi pada yang retardasi mental dan
mengalami cedera otak. Agaknya, mekanisme saraf untuk Bahasa kemudian
digambarkan di hemisfer serebri kanan. Kecenderungan memakai tangan dan dominan
serebri mungkin gagal berkembang pada sebagian individu; ini khususnya nyata pada
keluarga tertentu. Pada individu ini, defek membaca- serta bicara gagap, mirror writing,
dan kekikuan- agak lebih sering terjadi dan persisten selama perkembangan.
Pada individu yang bertangan kanan, afasia hampir selalu terkait dengan lesi serebri
kirii; afasia pada individu tersebut terjadi akibat lesi serebri murni kanan (crossed
afasia) sangat jarang, yang terjadi hanya sekitar 1 persen kasus. Dominannya serebri
pada orang yang sangat pandai dan bertangan kiri tidak hampir begitu seragam. Pada
penelitian besar mengenai pasien bertangan kiri dengan afasia, 60 persen mengalami
lesi terbatas pada hemisfer serebri kiri. Meskipun begitu, pada kasus afasia yang relatif
jarang yang terjadi akibat lesi serebri kanan, pasien tersebut hampir selalu bertangan
kiri; terlebih lagi, gangguan Bahasa pada sebagian pasien tersebut kurang parah dan
berlangsung lama daripada pasien bertangan kanan dengan lesi sebanding di hemisfer
kiri. Temuan selanjutnya memberi kesan adanya gambaran fungsi Bahasa bilateral
namun

tidak

seimbang

pada

pasien

yang

tidak bertangan

kanan.

Dengan

menggunakan Wada tes, Milner dan koleganya menemukan adanya bukti gambaran
bicara bilateral pada sekitar 15 persen dari 212 pasien bertangan kiri yang dipelajari
berturut-turut.
Terdapat kapasitas Bahasa yang pasti dari hemisfer nondominan, tetapi mereka belum
dibuktikan kebenarannya oleh penelitian anatomi. Seperti yang disebutkan di atas,
selalu ada sebagian ketidakpastian mengenai apakah fungsi residu setelah lesi
hemisfer dominan dapat ditelusuri hingga pemulihan bagian zona Bahasa ini atau
aktivitas hemisfer minor. Pengamatan Levine dan Mohr menyatakan bahwa hemisfer
nondominan hanya memiliki kapasitas terbatas untuk berbicara oral setelah kerusakan
luas pada hemisfer dominan; kemampuan menyanyi, membaca, memaki, berbicara
satu atau dua frasa kata dari pasien pulih, semuanya kemudian hilang akibat infark
hemisfer kanan. Fakta bahwa bervariasinya jumlah fungsi Bahasa mungkin menetap
setelah hemisferektomi dominana pada orang dewasa dengan glioma juga memberi
kesan adanya kapasitas hemisfer minor untuk produksi Bahasa pasti meskipun
terbatas. Pengamatan Kinsbourne mengenai efek injeksi amytal ke dalam arteri
hemisfer kanan pasien yang afasia dari lesi sisi kiri membuat maksud yang sama.
Meskipun begitu, penyakit kongenital tidak adanya (atau operasi) dari korpus kalosum,
yang memungkinkan pemeriksaan setiap hemisfer, sebenarnya telah menunjukkan
tidak adanya fungsi Bahasa di hemisfer kanan. Sebagian perbedaan ini dikaitkan
dengan variasi dalam kondisi klinis subjek yang diperiksa dan dalam metode
pemeriksaan Bahasa.
Meskipun kontribusi minimal pada aspek linguistik atau propositional murni dari Bahasa,
hemisfer kanan memang berperan dalam komunikasi tersirat dari perasaan dan emosi
melalui Bahasa yang diekspresikan. Telah lama diketahui bahwa ketika sedang marah,
pasien afasia global dapat berteriak atau memaki. Aspek modulative Bahasa
digolongkan dalam istilah prosody, yang berarti gaya bicara- intonasinya, nada suara,
dan waktu jeda- semuanya memiliki nada tambahan emosi. Komponen persajakan dari
cara bicara dan sikap tubuh ini menambah arti kata-kata yang diucapkan dan
menambah kekayaan dan kekuatannya. Masalah aksen cara bicara, yang membawa
identitas kuat seperti itu, mungkin juga memiliki arti anatomis, tetapi yang menetap tidak
jelas.

Banyak penyakit dan lesi serebri fokal menghilangkan persajakan dari cara bicara,
contoh yang paling dramatis adalah hypophonic monotone dari penyakit Parkinson dan
upaya untuk berbicara pada afasia Broca. Tetapi pada tahun- tahun belakangan ini,
sebagian besar melalui usaha Ross, telah terbukti bahwa defisit dalam persakan ini
juga ditemukan pada pasien dengan stroke yang melibatkan area arteri serebri media
kanan, misalnya, pada bagian hemisfer nondominan yang mencerminkan area Bahasa
hemisfer kiri. Terdapat gangguan dalam pemahaman dan produksi isi emosional dari
bicara dan sikap tubuh yang menyertainya. Penelitian prospektif dari infark arteri serebri
media oleh Darby telah menyokong pandangan ini; Aprosodia hanya ada pada pasien
dengan lesi pada area bagian inferior dari arteri serebri media kanan. Defisit tersebut
paling menonjol segera setelah terjadi stroke dan tidak ditemukan dengan lesi lacuna.
Kami lebih memiliki kesulitan dalam memahami aprosodia semata-mata sebagai akibat
dari lesi perisylvian kanan, dan pada kebanyakan kasus kerusakan yang terjadi menjadi
lebih tersebar luas.
Sudah menjadi perhatian mengenai peran yang mungkin bagi serebelum dalam fungsi
Bahasa, sebagian berdasarkan pengamatan pada sindrom Williams, dimana retardasi
mental terkait dengan pemeliharaan keterampilan dalam Bahasa yang kadang-kadang
menyolok. Pada penyakit ini, serebelum dilindungi pada keadaan sangat berkurangnya
volume hemisfer serebri. Sebagian penelitian aliran darah serebri juga melibatkan
serebelum pada berbagai fungsi Bahasa; tetapi berdasarkan pengalaman klinis kami,
kami akan menilai defisit Bahasa manapun dari penyakit serebelum hampir tidak
kentara atau tidak ada.
Gangguan bicara dan Bahasa akibat penyakit
Ini dapat dibagi menjadi empai kategori, yaitu
1. hilangnya atau gangguan pada produksi dan/ atau pemahaman Bahasa yang
diucapkan atau ditulis akibat adanya lesi di otak. Kondisi ini disebut afasia atau disfasia.
2. Gangguan bicara dan Bahasa dengan penyakit yang secara global mempengaruhi
higher- order fungsi mental, misalnya, pada kebingungan, delirium, retardasi mental,
dan demensia. Fungsi bicara dan Bahasa jarang hilang pada kondisi ini tetapi dirusak
sebagai bagian dari gangguan umum fungsi persepsi dan intelektual. Misalnya, pada

penyakit Alzheimer, gangguan perlahan- lahan semua elemen Bahasa tanpa adanya
sindrom afasia klasik manapun merupakan bagian penting dari gambaran klinis (bab
21). Yang termasuk kategori umum ini adalah gangguan bicara khusus tertentu, seperti
perseveration berlebihan (palilalia) dan ekolalia, dimana pasien mengulang, seperti
burung beo, kata-kata dan frasa yang dia dengar. Konsep aneh mengenai Bahasa dan
gangguan lain dari komunikasi verbal pada skizofrenia dan sebagian individu autissampai produksi frasa yang tidak berarti, neologisme, atau logat khusus- mungkin juga
termasuk dalam kategori ini.
3. defek artikulasi dengan fungsi mental intak dan pemahaman Bahasa yang diucapkan
dan ditulis dan sintaksis normal (pembentukan tata Bahasa kalimat). INi merupakan
gangguan motorik murni pada otot-otot artikulasi dan mungkin terjadi akibat paralisis
flaksid atau spastik, kekakuan, spasme berulang- ulang (bicara gagap)atau ataksia.
Istilah disartria dan anartria diterapkan ke dalam kategori gangguan bicara ini.
4. perubahan atau hilangnya suara akibat gangguan laring atau persarafannya- afonia
atau disfonia. Artikulasi dan Bahasa tidak terkena.
Kategori penting gangguan perkembangan bicara dan Bahasa seluruhnya dijelaskan
pada bab 28.
Variasi klinis dari afasia
Pemeriksaan sistematik biasanya akan memungkinkan seseorang untuk memilih
apakah pasien pada pokoknya menderita (1) afasia motorik atau Broca, kadang-kadang
disebut afasia ekspresif, anterior, atau nonfluent; (2) afasia sensorik atau Wernicke,
yang disebut afasia reseptif, posterior, atau fluent; (3) afasia total atau global,
dengan hilangnya semua atau hampir semua fungsi bicara dan bahasa; atau (4) satu
sindrom pmisahan Bahasa, seperti afasia konduksi, tuli kata (agnosia verbal auditorius),
dan buat kata (agnosia verbal visual atau aleksia). Selain itu, terdapat kondisi bisu, atau
hilangnya seluruh output verbal, tetapi sindrom ini tidak memungkinkan seseorang
untuk memprediksi tepatnya lokus lesi tersebut. Anomia (juga disebut afasia nominal
atau amnesia) dan terganggunya kemampuan untuk berkomunikasi lewat menulis

(agrafia) ditemukan hingga batas tertentu pada hampir semua jenis afasia. Mengenai
agrafia, jarang timbul sendiri. Sindrom afasia utama ini diringkas pada tabel 23-1.
Tabel 23-1. Sindrom afasia utama

Afasia Broca
Meskipun wujud persis yang sesuai dengan apa yang lazim disebut afasia Broca masih
diragukan, kami menggunakna istilah, seperti yang lain, defisit primer pada output
Bahasa atau produksi bicara, dengan pemahaman kata relatif tidak terganggu. Terdapat
variasi luasa dalam defisit bicara motorik, mulai dari dikitnya bicara dan yang disebut
disartria kortikal dengan pemahaman kata dan kemampuan untuk menulis utuh
seluruhnya (afasia area Broca; mini- Broca) sampai kehilangan seluruh cara komunikasi
lingual, phonetic, dan sikap tubuh. Karena otot- otot yang tidak lagi digunakan dalam
berbicara mungkin masih berfungsi pada tindakan lain, seperti mereka tidak mengalami
paralisis- istilah apraksia tampaknya cocok tetapi tidak tepat diterapkan pada elemen

tertentu dari defisit ini karena sebenarnya bukan kehilangan dari kemampuan yang
sebelumnya dipelajari.
Pada bentuk sindrom yang paling lanjut, pasien kehilangan semua kekuatan untuk
berbicara kuat-kuat. TIdak ada sepatah kata diucapkan pada percakapan, dalam upaya
untuk membaca kuat-kuat, atau dalam mencoba mengulang kata-kata yang didengar.
Seseorang mungkin mencurigai bahwa alat lingual dan phonatory mengalami paralisis,
sampai

pasien

diamati

tidak

mengalami

kesulitan

mengunyah,

menelan,

mengosongkan tenggorokan, menangis, atau menjerit, dan bahkan bersuara tanpa


kata-kata. Kadang-kadang, dapat diucapkan kata ya dan tidak, biasanya dalam konteks
yang benar. Atau pasien mungkin mengulang beberapa ucapan stereotip lagi dan lagi,
seolah- olah dipaksa untuk melakukannya- suatu gangguan yang disebut sebagai
monofasia (Ctichley), ucapan berulang-ulang (Hughlings Jackson), stereotypy verbal,
atau otomatisme verbal. Jika mungkin sama sekali terjadi bicara, ekspresi tertentu yang
biasa dilakukan, seperti hi, baik, terima kasih, atau selamat pagi, tampaknya paling
mudah diperoleh, dan kata-kata dari lagu yang dikenal baik mungkin dinyanyikan, atau
menghitung nomor secara berurutan mungkin masih lancar. Bila pasien marah atau
gembira, pasien tersebut mungkin mengucapkan kata yang tak ada artinya, sehingga
menekankan perbedaan dasar antara bicara propositional dan emosional. Pasien
tersebut mengakui tindakan bodoh dan kesalahannya. Kegagalan dalam bicara yang
berulang-ulang menyebabkan kegusaran atau keputusasaan.
Akibat terjadinya kerusakan pada area motorik prerolandic yang berdekatan, bagian
lengan dan bawah wajah biasanya lemah pada sisi kanan, dan kadang-kadang juga
mengenai kaki. Lidah tersebut mungkin berdeviasi jauh dari lesi, misalnya, ke kanan,
dan menjadi lambat dan canggung pada gerakan cepat. Untuk waktu, meskipun relatif
utuh pemahaman auditorius dan kemampuan membaca, pasien kurang baik
menjalankan perintah untuk mengerucutkan, memukul atau menjilati bibir atau
menghembuskan dan bersiul dan melakukan gerakan sengaja lain, yang berarti bahwa
apraksi telah meluas hingga tindakan tertentu lain yang dipelajari melibatkan bibir, lidah,
dan faring. Pada keadaan ini, pasien lebih baik dalam meniru tindakan pemeriksa
dengan otot orofacial daripada melakukan tindakan atas perintah. Sebaliknya, tindakan
yang diinisiasi sendiri, mungkin normal. Dengan keterlibatan dari temuan pencitraan

pada pasien dengan cara bicara apraksia, koordinasi gerakan orobuccolingual, yang
bertanggung jawab untuk artikulasi, terjadi di korteks insula kiri daripada di area Broca.
Scanning dengan positron emission tomography (PET) menunjukkan aktivasi regio
insula serta korteks premotorik lateral dan palladium lateral selama pengulangan katakata tunggal. Meskipun begitu, tidak benar untuk menyimpulkan dari penelitian ini
bahwa area Broca sendiri tidak ikut serta dalam susunan gerakan artikulasi selama
bicara normal.
Pada bentuk afasia Broca yang lebih ringan dan dalam fase pemulihan bentuk parah,
pasien mampu berbicara keras sampai batas tertentu, tetapi gaya bicara normal
sepenuhnya kurang. Kata-kata lambat dan susah payah diucapkan dan dilafalkan
buruk. Kehilangan nada suara, intonasi, ungkapan kata-kata dalam serangkaian, dan
pengucapan kata bolak balik. Kesan seluruhnya adalah salah satu dari kurangnya
kelancaran, istilah yang hampir sinonim dengan afasia yang berasal dari kerusakan di
dan sekitar area Broca. Bicara yang sulit ini, tidak bernada ini berlawanan dengan
lancarnya bicara dari afasia Wernicke.
Cara bicara pada afasia Broca adalah jarang (10- 15 kata-kata per menit dibandingkan
dengan kata-kata normal 100- 115 per menit) dan terutama terdiri dari kata benda, kata
kerja transitif, atau kata sifat yang penting; panjang frasa diperpendek dan banyak katakata kecil (artikel, preposisi, kata penghubung) dihilangkan, sehingga membuat bicara
seperti karakter telegraf (yang disebut agrammatism). Isi sesungguhnya Bahasa pasien
memungkinkan komunikasi ide secara kasar, kadang-kadang terlepas dari kesulitan
ekspresif. Pengulangan Bahasa yang disebutkan pemeriksa sama abnormalnya dengan
bicara pasien sendiri. Jika paisen dengan afasia Broca nonfluent tidak memiliki
kesulitan dalam pengulangan kata, kondisi tersebut disebut transcortical motor aphasia.
Kebanyakan pasien dengan afasia Broca memiliki gangguan berat dalam menulis.
Apakah tangan kanan mengalami paralisis, pasien tidak dapat menulis dengan tangan
kiri, dan jika tangan kanan tidak terkena, pasien gagal menulis sesuai perintah dan
menjawab pertanyaan tertulis. Huruf-huruf jelek dan kata-kata salah dieja. Meskipun
sulit untuk menulis diktat, huruf- huruf dan kata-kata masih dapat ditiru. Disgrafia
biasanya sesuai dengan derajat keparahan gangguan yang diucapkan, tetapi ada
pengecualian dimana salah satu jauh lebih terkena.

Pemahaman Bahasa yang diucapkan dan ditulis, meskipun tampaknya normal dalam
kondisi biasa, biasanya cacat di afasia Broca dan akan terbongkar dengan pemeriksaan
ketat, terutama ketika diperkenalkan bahan yang baru atau sulit. Penamaan objek dan
khususnya bagian-bagian objek bisa salah. Terdapat aspek afasia Broca yang paling
bervariasi dan kontroversial, karena pada sebagian pasien dengan kehilangan aspek
motorik dan agrafia akibat infakr serebri, pemahaman Bahasa yang diucapkan dan
tertulis mungkin sebenarnya normal. Mohr telah menunjukkan bahwa pada pasien
tersebut, bisu saat awal biasanya digantikan oleh dispraksia yang cepat berkembang
dan perlu usaha untuk artikulasi, yang menyebabkan pemulihan komplit (afasia miniBroca, menurut istilahnya). Lesi pada kasus tersebut terbatas pada zona dan segera
sekitar bagian posterior lekukan frontal inferior (area Broca per se). Mohr telah
menitikberatkan perbedaan antara gangguan bicara motorik jenis yang relatif ringan ini
dan terbatas dan sindrom lebih kompleks yang biasanya disebut sebagai afasia Broca.
Lesi pada bentuk utama afasia Broca agak lebih besar daripada yang digambarkan
semula, yang melibatkan tidak hanya girus frontalis inferior tetapi juga white matter
yang terletak di bawahnya dan bahkan kepala nukleus kaudatus dan putamen (gambar
23-2), insula anterior, operkulum frontoparietal, dan serebrum yang berdekatan. (Istilah
operculum mengarah pada korteks yang membatasi fisura sylvian dan membungkus
atau membentuk penutup di atas insula, atau island of Reil). Dengan kata lain, lesi
tersebut pada bentuk biasa afasia Broca meluas melewati area yang disebut Broca
(area Brodmann 44 dan 45). Selanjutnya, menetapnya afasia Broca dikaitkan dengan
lebih besarnya jenis lesi, yang digambarkan pada gambar 23-2).

Gambar 23-2 Struktur serebri berkaitan dengan output Bahasa dan artikulasi. B5 area
Broca, C5 girus pre- dan postsentralis, S5 striatum. Area 43,44, dan 45 adalah area
cytoarchitectonic Brodmann. Lesi pada salah satu komponen manapun dari jalinan
output ini (B, C, atau S) dapat menghasilkan afasia Broca ringan dan transien. Lesi
besar, yang merusak semua tiga komponen, menghasilkan afasia Broca parah,
persisten dengan bicara agrammatic, jarang, sulit tetapi pemahaman kata bagus.
Perlu diperhatikan bahwa pada satu pasien asli Broca, yang Bahasa ekspresifnya telah
terbatas pada beberapa stereotip verbal selama 10 tahun sebelum kematiannya,
inspeksi permukaan otak (otak tidak pernah dipotong, meskipun CT scan telah dibuat)
memperlihatkan adanya lesi luas yang mencakup insula kiri; operculum frontalis,
sentralis, dan parietalis; dan bahkan bagian posterior lobus parietalis inferior ke fisura
silvii. Area Wernicke terlindungi, yang menyangkal prediksi pada saat marie. Secara
misterius, Broca mengaitkan gangguan afasia dengan lesi operculum frontalis saja.
Broca mengabaikan sisa lesi, dimana kemudian dia menganggap sebagai efek
perluasan stroke. Mungkin dia dipengaruhi oleh pendapat umum saat itu (1861) bahwa
artikulasi merupakan fungsi bagian inferior lobus frontalis. Fakta bahwa nama Broca
selanjutnya menjadi melekat dengan bagian korteks frontalis inferior yang berlainan.

Meskipun begitu, seperti yang ditunjukkan di atas, lesi yang hanya terbatas pada area
ini menyebabkan gangguan bicara motorik yang relatif sederhana dan semnetara atau
tidak ada gangguan bicara sama sekali.
Gangguan bicara motorik, baik afasia Broca parah dan jenis yang lebih terbatas dan
sementara, paling sering terjadi akibat lesi vaskular. Infark embolik pada area bagian
atas (rolandic, superior) arteri serebri media merupakan jenis stroke yang paling sering
dan menyebabkan onset mendadak dan kadang-kadang kemunduran afasia paling
cepat (hitungan jam atau hari), yang bergantung pada apakah iskemia berlanjut menjadi
nekrosis jaringan. Meskipun begitu, bahkan dengan yang kedua, iskemik sekitar zona
infark menyebabkan sindrom yang lebih luas daripada yang seseorang harapkan dari
infark itu sendiri, misalnya gangguan fisiologi awalnya melebihi patologi. Karena
distribusi cabang superior arteri serebri media, sering kali terkait paresis fasiobrakial sisi
kanan dan apraksia manual- brakial sisi kiri (yang disebut sebagai apraksia simpatis),
mungin terjadi akibat gangguan serabut yang menghubungkan korteks motorik kiri dan
kanan. Trombosis aterosklerosis, tumor primer atau metastasis, hipertensi subkortikal,
perdarahan traumatic atau yang dinduksi antikoagulan, dan kejang, bila mereka
melibatkan bagian korteks motorik yag sesuai, mungkin juga menyatakan diri mereka
sendiri menderita afasia Broca.
Sindrom yang terkait erat, pure word mutism (aphemia), menyebabkan pasien diamdiam (bisu) tetapi inner speech utuh dan menulis juga tidak terganggu. Secara anatomi,
dipercayai bahwa adanya pemisahan korteks motorik untuk bicara dari pusat lebih
bawah dan digambarkan dengan sindrom dissociative speech.
Afasia Wernicke
Sindrom ini terdiri dari 2 elemen: (1) gangguan pemahaman bicara, pada dasarnya
ketidakmampuan untuk membedakan elemen kata atau fonem, baik yang diucapkan
maupun yang tertulis, dan (2) bicara relatif lancar tetapi paraphasic (yang selanjutnya
disebutkan di bawah). Lokasi lesi pada kasus afasia Wernicke ada di lobus temporalis
laterl superior kiri dekat dengan korteks auditorius primer mengungkapkan adanya
peran utama area auditorius dalam pengaturan Bahasa. Defek Bahasa selanjutnya
dimanifestasi oleh ketidakmampuan untuk mengulang kata-kata yang diucapkan dan

tertulis. Keterlibatan area asosiasi visual atau pemisahan mereka dari korteks visual
primer merupakan lazim ditemukan yang digambarkan pada ketidakmampuan
membaca (aleksia).
Berlawanan dengan afasia Broca, pasien dengan afasia Wernicke suka berbicara, sikap
tubuhnya bebas, dan anehnya tampak tidak menyadari kecacatannya. Bicara
kebanyakan dihasilkan tanpa adanya usaha; frasa dan kalimat tampaknya panjang
normal dan intonasi serta artikulasinya tepat. Sifat ini, dalam konteks gangguan afasia,
seperti yang telah disebutkan, disebut sebagai fluency (kelancaran) bicara. Meskipun
lancar dan sajaknya normal, bicara pasien benar-benar tidak ada maknanya. Pasien
dengan afasia Wernicke menghasilkan banyak kata-kata bukan sesungguhnya, dan
kata-kata itu sendiri sering jelek atau tidak sesuai, suatu gangguan yang disebut
parafasia. Suatu fonem (unit minimal suara yang dikenal sebagai Bahasa) atau silabus
mungkin diganti dalam satu kata (misalnya the grass is greel); ini yang disebut
paraphasia literal. Penggantian satu huruf dengan yang lain (the grass is blue) disebut
parafasia verbal atau pengganti yang berkenaan dengan arti kata) dan bahkan lebih
karakteristik dari afasia Wernicke. Neologisme- misalnya, silabus atau kata-kata yang
bukan merupakan bagian Bahasa- mungkin juga timbul (the grass is grump). Bicara
paraphasic, lancar mungkin seluruhnya tidak dapat dimengerti (bicara omong kosong
atau jargon aphasia). Meskipun begitu, lancar atau tidaknya bukan merupakan gejala
tetap dari afasia Wernicke. Pada sebagian pasien, mungkin berbicara ragu-ragu, pada
kasus dimana hambatan cenderung terjadi di bagian frasa yang mengandung item
komunikatif sentral (predikatif), seperti frasa kata benda, kata kerja, atau deskriptif.
Pasien dengan gangguan seperti itu menyampaikan anggapan secara konstan mencari
kata-kata yang tepat dan memiliki kesulitan dalam menemukannya.
Meskipun aparatus motorik yang diperlukan untuk ekspresi Bahasa masih utuh, pasien
dengan afasia Wernicke memiliki kesulitan dalam fungsi sebagai organisme sosial
karena mereka kehilangan alat komunikasi utama. Mereka tidak sepenuhnya
memahami apa yang dikatakan pada mereka; beberapa perintah sederhana mungkin
masih dijalankan, tetapi terdapat kegagalan melakukan yang kompleks. Mereka tidak
dapat membaca kuat atau diam- diam dengan pemahaman, memberitahu orang lain
apa yang mereka inginkan atau berpikir atau menulis secara spontan. Huruf-huruf yang

ditulis sering bergabung menjadi kata-kata yang tidak mempunyai arti, tetapi terdapat
sejumlah kecil kata-kata yang benar. Dalam mencoba menunjuk objek yang dilihat atau
dirasakan, mereka tidak dapat menemukan namanya, meskipun mereka kadangkadang dapat mengulang katanya dari perintah; atau mereka tidak dapat menulis katakata yang dapat mereka tiru dari yang diperintahkan. Kinerja

Anda mungkin juga menyukai