Anda di halaman 1dari 16

TUGAS

ILMU SOSIAL DAN PRILAKU


Interaksi Petugas dan Konsumen Kesehatan Pada Institusi Kesehatan

Semester I Kelas B
Oleh kelompok VII

Koming E. Wikandari 1511080010


Anak Agung Ayu Mirah Adi 1511080033
Loriana L. Manalor 1511080013

PROGRAM ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS NUSA CENDANA
TAHUN 2015

PENDAHULUAN
Kata Pengantar
Hampir semua lini pelayanan tak luput dari terjangan ketidakpuasan masyarakat, mulai dari
penerimaan pertama pasien di Unit Gawat Darurat atau Poliklinik umum, pelayanan dokter dan
asuhan perawatan, hingga pada masalah penebusan biaya selama perawatan dan pelayanan
pasien di rumah sakit. Inilah realitas rumah sakit kita.
Rumah sakit didirikan sebagai sentral pelayanan kesehatan-terutama kuratif dan rehabilitatif
bagi masyarakat disekitarnya. Paradigma yang dikembangkan dalam tradisi seni pengobatan menjadi
karakteristik khas yang seharusnya ada pada setiap aktivitas RS. Pasien adalah manusia yang setara
kedudukannya secara fitrawi dengan dokter dan paramedik lain, sehingga relasi yang terbangun antar
mereka mestinya bersifat humanis, bukan eksploitatif. Dalam konteks relasi dokter-pasien ini,
berbagai ketimpangan dan ketidakpuasan selalu muncul dan dirasakan oleh kedua belah pihak.
Idealnya, dalam harapan banyak orang, ketika masuk RS kita akan mendapat pengobatan dan
perawatan yang baik

sehingga

dapat

segera

sembuh

dan

sehat

kembali.

Jika

pengobatan yang dilakukan oleh seorang dokter terhadap pasiennya tidak menunjukkan hasil
memuaskan, maka pasien dalam keawamannya sering berpikir bahwa pelayanan RS tersebut tidak
bagus.
Kondisi negatif seperti ini semakin mudah tersulut jika kesan pertama yang ditunjukkan
oleh pihak manajemen RS tidak berkenan di hati pasien yang baru masuk. Padahal, yangdiharapkan
selain kesembuhan pasien pada aktivitas di RS adalah kepuasan (satisfaction) yangdirasakan oleh
semua pihak selama proses pengobatan dan perawatan berlangsung.
Dalam tradisi pengobatan, relasi dokter-pasien mesti memungkinkan terjadinya komunikasi
manusiawi yang memberikan kesempatan kepada pasien agar lebih merdeka dan leluasa
mengungkapkan perjalanan penyakitnya. Hal ini sangat dibutuhkan oleh seorang dokter agar
dapat mendiagnosa penyakit yang diderita pasiennya. Komunikasi pasien- dokter hanya dapat
1

berlangsung positif jika kondisi psiologis pasien benar-benar merasa nyaman. Nah, kenyamanan
ketika masuk RS inilah yang menjadi permasalahan saat ini.
Pada sisi lain, bagi sebagian orang, masuk RS itu menjadi pilihan terakhir jika
penyakityang diderita sudah tidak bisa ditahan lagi. Mereka beranggapan akan sangat beresiko cepatcepat masuk RS. Selain karena biaya yang cukup mahal, juga rentan dengan resiko terjadinyainfeksi
nosokomial (penularan penyakit dari RS terhadap orang-orang yang beraktivitas didalamnya).
Asumsi ini semakin diperparah jika masyarakat pernah trauma atau mengalami pengalaman
tidak mengenakkan atas pelayanan dokter atau paramedik yang bertugas di RS tersebut. Banyak
orang masuk RS ketika penyakitnya sudah sangat parah. Akibatnya penyakit pasien sulit disembuhkan
dan tentunya biaya pengobatan/perawatan juga ikut membengkak.
Berbagai peraturan yang menjelaskan hubungan pengobatan, hak-hak pasien dan hak-hak
dokter/paramedik relatif cukup jelas dan mudah dimengerti. Hanya saja, pasien atau keluarga
pasien yang masuk di RS cenderung tidak memperhatikan hal ini atau memang tidak tahu sama sekali.
Untuk menyikapi hal ini, maka pihak RS melalui dokter/paramedik yang merawat pasien
mestinya memberikan penjelasan dan penyadaran kepada pasien-pasiennya, terutama menyangkut hak
mereka atas informasi pra pengobatan dari dokter (informed concent) dan kerahasiaan
penyakit yang mereka derita.
Kenyataannya, meskipun UU Praktik Kedokteran telah diterapkan, berbagai indikasi pelanggaran
atas hak pasien masih juga mencuat ke permukaan. Artinya, pihak RS, termasuk dokter dan
paramedik yang bekerja di dalamnya, harus menyadari bahwa saat ini masyarakat kita perlahan
semakin sadar atas hak mereka mendapatkan pengobatan yang benar. Karenanya, otoritas RS mesti
giat memperbaiki pelayanan dan keramahan-nya terhadap pasien-pasien mereka.

Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian interaksi
2. Untuk mengetahui pengertian petugas kesehatan
3. Untuk mengetahui pengertian pasien
4. Untuk mengetahui bentuk-bentuk interaksi
5. Untuk mengetahui interaksi antara dokter dengan pasien
2

6. Untuk mengetahui interaksi antara perawat dengan pasien


7. Untuk mengetahui Masalah Yang Timbul Akibat Interaksi antara Petugas Kesehatan dan
Pasien
8. Untuk mengetahui solusi dari permasalahan antara petugas kesehatan dan pasien yang timbul

PEMBAHASAN
1. Pengertian Interaksi
Interaksi merupakan hubungan dinamis yang mempertemukan orang dengan orang, kelompok
dengan kelompok, maupun orang dengan kelompok manusia yang dapat berbentuk kerja sama,
persaingan, pertikaian, maupun sejenisnya atau dapat pula dikatakan bahwa interaksi dapat
terjadi apabila dalam hubungan itu terdapat adanya kontak sosial dan komunikasi dari dua belah
pihak, dalam hal ini adalah dokter dengan pasien (Basrowi, 2005: 138)
Dalam melakukan peran dan fungsinya sebagai seseorang yang memiliki kompetensi untuk
mengobati orang yang sakit, dokter akan selalu menjalin interaksi dengan pasien. Interaksi antara
dokter dan pasien dapat dianilisis melalui analisa pattern variables yang dikembangkan dalam
teori Parsons. Teori pattern variables ini dapat digunakan untuk menganalisa tindakan-tindakan
yang melatarbelakangi bagaimana interaksi sosial ekonomi antara dokter dan pasien yang
mengarah pada kerjasama antara dokter dengan pasiennya.
2. Pengertian Petugas Kesehatan
Dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang dimaksud tenaga kesehatan adalah
setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan, memiliki pengetahuan dan atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang memerlukan kewenangan dalam
menjalankan pelayanan kesehatan.
Tenaga kesehatan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan terdiri dari :
1. Tenaga medis terdiri dari dokter dan dokter gigi;
2. Tenaga keperawatan terdiri dari perawat dan bidan;
3

3. Tenaga kefarmasian terdiri dari apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker;
4. Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan,
5.
6.
7.
8.

mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian;


Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien;
Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan
terapis wicara;
Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi
elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, othotik prostetik, teknisi tranfusi dan
perekam medis.

3. Pengertian Konsumen/Pasien
Istilah pasien berasal dari kata kerja bahasa latin yang artinya menderita,secara tradisional
telah digunakan untuk menggambarkan orang yang menerima perawatan. Konotasi yang melekat
pada kata itu adalah ketergantungan. Karena alasan inilah banyak perawat memilih kata pasien,
yang berasal dari kata kerja bahasa latin yang artinya bersandar dan berkonotasi bekerja sama
dan independen.
Figur sentral dalam pelayanan perawatan kesehatan adalah pasien. Pasien yang datang ke
rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan dengan masalah kesehatan juga datang sebagai
individu, anggota keluarga atau anggota dari komunitas. Tergantung pada masalahnya, keadaan
yang berhubungan, dan pengalaman masa lalu, kebutuhan pasien akan beragam.
4. Bentuk-Bentuk Interaksi
Dalam setiap interaksi senantiasa di dalamnya mengimplikasikan adanya komunikasi
antarpribadi, begitu juga sebaliknya setiap komunikasi antarpribadi senantiasa mengandung
interaksi di dalamnya.Sulit untuk memisahkan antara keduanya.Atas dasar tersebut, maka Shaw
mengumukan bentuk-bentuk interaksi sebagai berikut.
1) Interaksi verbal merupakan salah satu bentuk interaksi yang terjadi apabila dua orang atau
lebih melakukan kontak satu sama lain dengan menggunakan alat-alat artikulasi. Proses
tersebut terjadi dalam bentuk percakapan satu sama lain.
2) Interaksi fisik ialah salah satu bentuk interaksi yang terjadi jika ada dua orang atau lebih
melakukan kontak dengan menggunakan bahasa-bahasa tubuh. Contoh interaksi ini : posisi
tubuh, ekspresi wajah, gerak-gerik tubuh dan kontak mata.
3) Interaksi emosional adalah salah satu bentuk interaksi yang terjadi jika individu melakukan
kontak satu sama lain dengan melakukan curahan perasaan. Contoh interaksi ini :
mengeluarkan air mata sebagai tanda sedang bersedih, haru atau bahkan terlalu bahagia.
Selain tiga macam interaksi di atas, Nicholas membedakan bentuk-bentuk interaksi berdasarkan
banyaknya individu yang terlibat dalam proses tersebut serta pola interaksi yang terjadi. Bentukbentuk interaksi tersebut yaitu interaksi dyadic dan interaksi tryadic.
1) Interaksi dyadic merupakan salah satu bentuk interaksi yang terjadi jika ada dua orang yang
terlibat di dalamnya atau lebih dari dua orang tetapi arah interaksinya hanya terjadi dua arah.

Contohnya: interaksi antara dua orang melalui telepon, interaksi yang terjadi antara petugas
kesehatan danpasien di dalam ruang perawatan jika petugas melakukan tanya jawab satu
arah tanpa menciptakan dialog antarpasien.
2) Interaksi tryadic yaitu salah satu bentuk interaksi yang terjadi jika individu yang terlibat di
dalamnya lebih dari dua orang dan pola interaksi menyebar ke semua individu yang terlibat.
Contohnya : Interaksi antara petugas, pasien dan keluarga pasien. Dalam hal ini, Interaksi
yang terjadi pada mereka semuanya.
Menurut Szasz dan Hollender terdapat 3 (tiga) bentuk interaksi antara dokter dan pasien yaitu
yang dilihat dari segi kerjasama dokter-pasien sebagai:
a. Interaksi aktif-pasif
Interaksi aktif-pasif terjadi apabila dokter telah bertindak secara aktif sedangkan pasien
bertindak pasif. Situasi interaksi seperti ini kasus keadaan darurat (seperti dalam keadaan luka
parah, banyak kehilangan darah, atau keadaan tidak sadar) dimana pasien benar-benar dalam
keadaan tidak berdaya pada waktu dokter menanganinya. Pekerjaan medis hanya memerlukan
sedikit interaksi antara dokter dan pasien: mengawasi, mengikat, memberikan anestesi, dan
cara-cara lain untuk mendiamkan pasien agar pasif sehingga tunduk pada dokter,misalnya pada
pasien akan dilakukan pembedahan.
b. Interaksi bimbingan- kerjasama
Interaksi ini terjadi pada keadaan yang kurang gawat dibandingkan dengan interaksi aktifpasif. Interaksi ini biasanya tampak pada waktu penanganan penyakit akut, terutama pada kasus
penyakit menular. Meskipun pasien itu sakit, namun ia masih sadar tentang keadaannya, masih
sanggup menerima instruksi dan melakukan penilaian, serta pendapat mereka harus
dipertimbangkan selaku manusia. Dalam situasi seperti itu pasien diharapakan untuk menyadari
bahwa dokter lebih tahu dan menunggu apa yang
c. Interaksi saling membantu (mutual participation)
Model interaksi ini dianggap penting pada waktu dokter menangani pasien yang menderita
penyakit kronis dimana program pengobatan dilakukan sendiri oleh pasien, sedangkan
instruksi dokter diperlukan sesekali (misalnya pada pasien yang menderita diabetes
melitus atau penyakit kulit yang kronis), sehingga dalam hal ini dokter membantu pasien
untuk menolong dirinya sendiri.
5. Interaksi antara Dokter dan Konsumen/Pasien
Dalam UU Praktik Kedokteran yang dimaksud dengan Petugas adalah dokter, dokter gigi atau
tenaga kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien.

ada 3 situasi yang menyebabkan dokter memainkan peran kunci dan berperan secara powerful
dan mengarahkan interaksi dengan pasien menurut Parson yaitu :
1) Professional Prestige
dasarkan pada pengalaman atau keahlian medik; Lama mendapatkan pelatihan ; Legitimasi
sosial terhadap dokter sbg pihak yang memiliki kewenangan dalam bidang medis
2) Situational Authority
memiliki praktek medis dan menawarkan pelayanan kesehatan terhadap pasien dan segala
anjuran dokter hendaknya dilakukan
3) Situational dependence
Pasien sangat tergantung pada dokter dalam hal:
-Mendapatkan pelayanan
-Menjadwal janji; sering menunggu di luar janji,
-Menjawab pertanyaan,
-Memperbolehkan dokter memeriksa dan sebagainya
Hubungan antara dokter dan pasien, pada mulanya dimulai dari pola hubungan
vertikal yang paternalistik ke pola hubungan horisontal yang kontraktual.9 selanjutnya dijelaskan
bahwa persamaan antara hubungan vertikal yang paternalistik dan hubungan horisontal yang
kontraktual adalah kedua-duanya merupakan pola perilaku hubungan pemberi jasa pelayanan
kesehatan dengan penerima/pengguna jasa pelayanan kesehatan dan melahirkan hak dan
kewajiban kepada masing-masing pihak. Sementara itu perbedaannya adalah bahwa posisi,
kedudukan yang tidak sederajat antara pemberi jasa pelayanan kesehatan dengan penerima jasa
pelayanan kesehatan (untergeodened) dalam pola hubungan vertikal, dan posisi/kedudukan yang
sederajat (nebengeordened) antara pemberi jasa pelayanan kesehatan dengan penerima jasa
pelayanan kesehatan dalam pola horisontal.

Inti dari transaksi terapeutik adalah pemberian pelayanan kesehatan yang bertujuan
memulihkan dan menyembuhkan pasien. Maka dari itu tentunya perlu membahas juga
sejauhmana hubungan dokter dan pasien itu terjalin dalam hubungan moral dan hukum yang
bertujuan mendukung penyelenggaraan pelayanan kesehatan.

6. Interaksi Antara Perawat dan Konsusmen/Pasien

Kata interaksi antara perawat dan pasien mengacu pada hubungan antara perawat dan seseorang
yang menderita sakit dan dikarakteristikkan oleh fakta bahwa antara kedua individu merasa
dipenanggulangan klise yang lain.

Karakteristik hubungan antara perawat-klien adalah berupa perilaku, pikiran dan perasaan. Juga
penting untuk membedakan antara dukungan sosial dan dukungan profesional (Hupcey & Morse,
1997).
Dukungan sosial terdiri dari 2 bagian yaitu:
1.

Bagian dari jaringan umum sosial

2.

Hubungan yang merupakan dasar dari dimulainya hubungan saling percaya dan kesempatan

melakukan kegiatan
Ada 4 fase interaksi PAsien dengan Perawat yaitu :
1. Fase Prainteraksi
Kesiapan untuk perawat baru. Fase interaksi merupakan awal dimulainya kontak
pertama dengan klien.Juga sebagai tugas awal perawat dalam mengeksplorasi diri. Berikut
ini kesiapan umum yang diperlukan perawat (mahasiswa) yaitu:
o Kesadaran diri
o Hilangkan rasa ketakutan dalam merawat klien
o Cemas menyebabkan sifat yang kurang dalam penampilan
o Fokus tentang identifikasi kelebihan diri dalam merawat klien psikiatri
o Ragu-ragu akan keefektifan kemampuan atau kemampuan koping
o Takut akan bahaya fisik atau kekerasan
o Gelisah menggunakan diri secara teraupetik
o Curiga karena adanya stigma tentang klien psikiatrik berbeda dari klien lain
o Ancaman terhadap identitas peran perawat
7

o Ketidaknyamanan karena hilangnya kemampuan melakukan tugas fisik & penanganan


o Mudah mendapat ancaman karena penampilan emosional yang sangat menyakitkan
o Takut melukai klien secara psikologi
Beberapa perawat menampilkan perasaan yang tidak adekuat dan takut menyakiti
atau mengeksploitasi klien. Hal ini dibebakan karena kurang pengetahuan dan penampilan
yang salah yaitu kurangnya beberapa nilai yang dipahami.Umumnya ketakutan perawat
berhubungan dengan stereotipe klien psikiatri juga kekerasan.Penyebabnya karena adanya
masukan dari media, beberapa perawat takut merawat klien psikiatri karena melakukan
perilaku merusak.Ketakutan beberapa perawat secara psikologi karena klien biasanya rejek
atau diam saat dilakukan intervesi.Pada akhirnya timbul pertanyaan bahwa ketakutan perawat
berhubungan

dengan

kesehatan

status

mental

dirinya.

Pengkajian diri.
Keuntungan penampilan perawat dipengaruhi oleh jawaban dari pertanyaan di bawah ini:
o Kamu melabel klien karena steriotipe di kelompok?
o Kebutuhan akan yang kamu senangi jadi meningkat juga menjadikan kamu
o Marah atau takut ketika menghadapi klien sehingga tidak sopan, bermusuhan atau tidak
kooperatif?
o Kurangnya tanggung jawab saya menyebabkan saya harus berasumsi untuk meningkatkan
hubungan dan menjadikan saya mengurangi fungsi ketergantungan saya?
o Saya merasa sangat rendah dibandingkan dengan yang sangat tinggi?
o Saya harus simpati, hangat dan proteksi juga saya menjadi simpatik atau meningkatkan
proteksi klien?
o Saya merasa tertutup juga saya sangat berbeda, rejek atau dingin?
o Kebutuhan akan perasaan saya jadi penting dan klien menjadi tergantung pada saya?
Analisis fase pra interaksi sangat diperlukan untuk melakukan tugas selanjutnya.Yang paling
efektif, perawat mampu mempertahankan stabilitas konsep dirinya dan meningkatkan
adekuat harga dirinya. Hubungan yang konstruktif dengan orang lain dan penampilan yang
realistis membantu pasien untuk meningkatkan kemampuannya. Jika mereka sadar dan
kontrol diri baik akan dapat menampilkan verbal dan non verbal kepada klien dapat dengan
baik, perawat dapat menggunakan fungsi role model dengan baik. Tugas dari fase ini
diharapkan klien mendapatkan informasi yang baik dan perawat mempunyai perencanaan
untuk melakukan interaksi pertama kali dengan klien. Pengkajian perawat segera dimulai,
tetapi pekerjaan yang dilakukan harus berhubungan dengan apa yang dilakukan pada klien.
2. Fase Introduksi atau Orientasi
Fase introduksi merupakan

pertemuan

pertama

antara

perawat

dan

klien.

Bentuk kontraknya pada fase ini, hubungan dibangun dengan saling percaya, saling mengerti,

kedekatan

dan

komunikasi

terbuka

dan

bentuk

kontrak

dengan

klien.

Berikut ini elemen kontrak perawat-klien


o nama individu
o peran perawat dan klien
o tanggung jawab perawat dan klien
o harapan perawat dan klien
o tujuan hubungan
o tentukan tempat dan waktu
o kondisi untuk terminasi
o kedekatan/tujuan (antara perawat dan klien)
Kontrak dimulai dengan introduksi perawat dan klien, nama yang disenangi, dan
harapan dari peran. Yang termasuk dalam peran adalah tanggung jawab dan harapan klien
dan perawat, bisa dijabarkan oleh perawat ataupun tidak.Pada tahap ini juga didiskusikan
tujuan hubungan dengan memperhatikan atau fokus dengan klien dan klien menampilkan
kehidupannya dan area konflik. Kondisi terminasi harus dilakukan pengulangan dan
termasuk spesifik lama waktu, tujuan yang akan dicapai atau perubahan klien terhadap
penanganan. Eksplorasi perasaan.Yang ditampilkan dari perawat dan klien adalah perbedaan
tingkat ketidaknyamanan dan kecemasan pada fase introduksi. Perawat harus sadar akan
ketakutan dan kecemasan dirinya, tetapi biasanya pasien sulit untuk menceritakan apa yang
dirasakannya

kepada

orang

yang

menolongnya.

Tugas perawat pada hubungan fase orientasi adalah :


o Mengeksplorasi persepsi , pikiran, perasaan dan tindakan klien
o Mengidentifikasi masalah klien yang paling berhubungan
o Mendefenisikan mutual, spesifik tujuan dengan klien
Perawat harus fleksibel dalam mengantisipasi lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
fase orientasi, biasanya klien harus tahu serius dan tidak penyakit mentalnya. Perubahan staf
akan memberikan perubahan perkembangan kemampuan klien dalam hubungan terapeutik
dan menampilkan juga jumlah perencanaan tindakan keperawatan yang akan diberikan
3. Fase Kerja
Harus kerja yang terapeutik agar dapat dilakukan fase kerja.Perawat dan klien
mengeksplorasi stressor dan meningkatkan wawasan perkembangan dari klien dengan
menyamakan persepsi, pikiran, perasaan dan tindakan.Wawasan diharuskan untuk
mengartikan tindakan yang terjadi dan perubahan perilaku.Ini dapat diintegrasikan dengan
penampilan kehidupan individu.Perawat membantu klien untuk dapat menurunkan
kecemasan, meningkatkan ketergantungan dan tanggung jawab diri dan mengembangkan
mekanisme koping yang konstruktif.Fokus pada fase ini adalah perubahan perilaku secara
aktual.
Klien menampilkan perilaku yang resisiten selama fase ini sebab bagian ini
9

merupakan proses penyelesaian masalah. Perkembangan hubungan, dimulai dengan


menanyakan perasaan klien, mengembangkan kemampuan dan mencarikan jalan keluar demi
klien
4. Fase Terminasi
Terminasi merupakan hal yang sangat sulit tetapi penting pada fase ini karena
merupakan hubungan terapeutik klien dan perawat.Selama fase terminasi, belajar untuk
meningkatkan kemampuan klien dan perawat.Setiap waktu perubahan perasaan dan memori
dan evaluasi secara menyeluruh sesuai dengan kemajuan dan tujuan yang dicapai klien.
Kriteria kerelaan klien untuk terminasi adalah
o Klien dapat mengekspresikan keyataan dari masalah yang dihadapi
o Klien dapat meningkatkan fungsinya
o Klien dapat meningkatkan harga diri dan mengidentifikasi kekuatan yang dirasakan
o Klien menggunakan respons koping yang adaptif
o Klien mengikuti hasil akhir tujuan penanganan yg akan dicapai
o Memperbaiaki hubungan perawat dan klien dengan tidak terjadi masalah
Reaksi terminasi pada saat terminasi, klien akan mengekspresikan marah dan
ketidaksukaan, lainnya berlebihan perilaku dan ucapan atau penampilan yang lambat, pesan
yang disampaikan atau perkataan yang seadanya. Juga klien saat terminasi menampilkan
rejek, penghargaan negatif terhadap konsep diri. Perawat harus sadar akan kemungkinan
reaksi yang terjadi dan mendiskusikan dengan klien tentang kondisi yang akan terjadi.
Beberapa klien, terminasi merupakan penampilan terapeutik yang sangat kritis karena
hubungan sebelumnya baik dan terminasi menjadi negatif dan akan timbul perasaan tidak
ingin ditinggal, rejek, takut dan marah.

7. Masalah Yang Timbul Akibat Interaksi antara Petugas Kesehatan dan Pasien
Salah satu anggota Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), dr. Khie Chen
yang dikutip (Dianne Berry, 2007:27) mengemukakan bahwa terjadinya sengketa medis lebih
sering disebabkan kesenjangan persepsi antara dokter dan pasien. Pada sisi lain, pasien dan
keluarga merasa kurang puas dengan proses atau hasil pengobatan yang dilakukan, sedangkan
pada sisi lain, dokter dan pihak rumah sakit merasa sudah melakukan pengobatan secara optimal.
Sengketa medis ini terjadi karena adanya perbedaan persepsi antara dokter dan pasien mengenai
penyakit, adanya ekspektasi yang berlebihan dari pasien terhadap dokter, adanya perbedaan
bahasa, makna pesan, dokter dengan pasien, dan atau ketidaksiapan dokter untuk menjalin
komunikasi yang empatik

10

Baik tidaknya kinerja petugas kesehatan dapat dilihat dari tingkat kepuasan pasien .
Menurut Oliver dalam Suprapto,(2001) mendefinisikan kepuasan sebagai tingkat perasaan
seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakannya dengan harapannya.
Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan
harapan.
Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan sangat kecewa. Bila kinerja sesuai
harapan, maka pelanggan akan puas.Sedangkan bila kinerja melebihi harapan pelanggan akan
sangat puas. harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari
kerabatnya serta janji dan informasi dari berbagai media. Pelanggan yang puas akan setia lebih
lama, kurang sensitive terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan
tersebut.
Penyebab Ketidakpuasan Pasien
Tenaga kesehatan, sebuah profesi yang masih mendapat tempat yang istimewa di mata
masyarakat. Bukan hanya karena kedalaman ilmunya, tetapi karena jiwa kemanusiaannya yang
akrab dengan tugasnya yang amat mulia, yakni menyelamatkan nyawa orang. Tetapi, sepertinya
kesan baik itu sudah mulai luntur dengan banyaknya tingkah laku tenaga kesehatan yang mulai
menimbulkan rasa was-was kepada pasien. Faktanya, tidak jarang, tenaga kesehatan melakukan
kesalahan-kesalahan yang tidak lazim dalam menjalankan tugasnya yang ironisnya tak jarang
menyebabkan kerugian yang amat besar kepada pasien. Kesalahan-kesalahan yang terjadi saat
proses pelayanan seorang tenaga kesehatan tak jarang karena disebabkan oleh kelailaian si tenaga
kesehatannya sendiri, padahal bisa jadi, kekurang telitian tersebut sebenarnya bisa dihindari.
Ketidakpuasan pasien dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:
1) Gagal Berkomunikasi
Salah satu penyumbang faktor yang terbesar terjadinya ketidakpuasan pasien adalah masalah
komunikasi yang dibangun sewaktu tenaga kesehatan menggali informasi dari pasien. dalam
11

praktik medis disebut dengan anamnesis. Beberapa fakta empiric yang sering diresahkan
masyarakat adalah sikap tenaga kesehatan yang kurang ramah, kurang empati dan kurang
mengayomi pasien-pasiennya.
Pasien hanya didibaratkan sebagai sebuah mesin yang tunduk pada perintah tenaga kesehatan
tanpa memperhatikan feedback langsung dari lawan bicaranya. Ketidaksempurnaan tenaga
kesehatan dalam membangun komunikasi terhadap pasien akan berakibat buruk terhadap
proses terapeutik yang dikelolanya nanti. Karena tak jarang, tenaga kesehatan terlalu
intervensif dalam melakukan anamnesis.
Seorang tenaga kesehatan menurut sebuah penelitian di Amerika, umumnya menyela keluhan
yang disampaikan pasiennya setelah 22 detik. Artinya, tenaga kesehatan sering tidak sabar
menunggu Anda menyelesaikan semua keluhan, dan lebih suka menghentikannya di tengahtengah pembicaraan. Padahal, jika tenaga kesehatan mau bersikap lebih sabar sedikit saja
terhadap pasiennya, dan mendengarkan semua penjelasan yang disampaikan, hal itu tidak
memakan waktu lama. Penelitian yang dilakukan di Swiss, menyimpulkan: Pasien rata-rata
hanya butuh waktu dua menit untuk menyelesaikan semua keluhan yang dirasakan. Menurut
Dr. Wolf Langewitz dari University Hospital di Basle, gejala serupa hampir terjadi di semua
negara. Diperkirakan tenaga kesehatan mengambil alih pembicaraan setelah 30 detik.
Begitulah tenaga akan memulai dengan serangkaian pertanyaan dan jarang memberi
kesempatan kepada pasien untuk bicara.
Seringnya kebiasaan menyela pembicaraan yang dilakukan parat dapat mempengaruhi
kualitas informasi yang diperolehnya nanti. Pasien mungkin ingat ketika menyela
pembicaraan mereka. Bisa jadi pasien beranggapan bahwa ada yang salah dari apa-apa yang
mereka sampaikan, sementara t menghujani pertanyaan-pertanyaan tertutup di saat yang
kurang tepat. Akibatnya, psikologis pasien bisa terganggu karena hal-hal yang kurang bijak
ini.
2) Krisis Waktu
Kurangnya perhatian dalam hal komunikasi ini sedikit banyak dipengaruhi oleh alokasi
waktu yang diberikan tenaga kesehatan kepada pasiennya. Tenaga kesehatan, terutama di
negeri ini, cenderung bersikap kurang bijak antara kemampuan dan output pemeriksaan yang
mereka lakukan. Para tenaga kesehatan lebih mengutamakan kuantitas pasien yang mereka
periksa daripada kualitas hasil pemeriksaannya. Tak jarang, mereka memaksakan jam
periksanya di luar batas endurance fisiknya. Tuntutan kejar tayang menyebabkan kurangnya
fokus tenaga kesehatan sewaktu memeriksa pasien. Otomatis, alokasi waktu anamnesis
pasien sangat sedikit. Padahal, kunci keberhasilan pasien adalah pada anamnesis. Tanpa
anamnesis yang baik, diagnosis pasien bisa meleset dan berakibat terjadinya ketidakpuasan
pasien.
Memang tidak semua kasus ketidakpuasan pasien akibat ulah tenaga kesehatan. Cara kerja
minimalis, rendahnya penghargaan terhadap profesi, alitnya honorarium, adalah faktor-faktor
yang menjadikan tenaga kesehatankita seolah tidak profesional. Bahkan seorang profesor
12

kita pun, pernah dibicarakan akibat bobot kerjanya melebihi kemampuan profesionalnya,
sehingga bisa sampai kecolongan luput mendiagnosis yang selayaknya bila dalam kerja
profesi normal bisa dilakukannya. Sekali lagi, penyebab tidak profesionalnya rata-rata tenaga
kesehatan kita, sebagian besar karena waktu yang sempit untuk mendiagnosis pasien.
Anamnesis (wawancara) yang seharusnya khusuk, sabar, dan cermat diamati, baru beberapa
detik saja pasien bicara, ada tenaga kesehatan yang sudah selesal menulis resepnya.
Penyebab lain dari ketidakpuasan pasien antara lain:
Berdasarkan pandangan beberapa ahli aspek-aspek yang mempengaruhi kepuasan
pada pasien adalah sebagai berikut :
a.Sikap pendekatan staf pada pasien yaitu sikap staf terhadap pasien ketika pertama kali
datang.
b. Kualitas perawatan yang diterima oleh pasien yaitu apa saja yang telah dilakukan oleh
pemberi layanan kepada pasien, seberapa pelayanan perawatan yang berkaitan dengan
proses kesembuhan penyakit yang diderita pasien dan kelangsungan perawatan pasien
selama berada dirumah sakit.
c. Prosedur administrasi yaitu berkaitan dengan pelayanan administrasi pasien dimulai
masuk rumah sakit selama perawatan berlangsung sampai keluar dari rumah sakit.
d. Fasilitas fasilitas yang disediakan rumah sakit yaitu fasilitas ruang inap, kualitas
makanan atau kios-kios penjual makanan yang terjamin kesehatannya, privasi dan waktu
kunjungan pasien. (Sciortino, Rosalia Menuju Kesehatan Madani 1999).
8. Solusi
Hubungan pasien dan SPK(Sarana Pelayanan Kesehatan) adalah suatu hubungan
sederajat berupa perikatan ikhtiar dengan masing-masing memiliki hak dan kewajibannya.
Karena pengobatan merupakan suatu ikhtiar, SPK tidak bisa menjanjikan kesembuhan,
melainkan memberikan usaha maksimal sesuai dengan standar pelayanan untuk kesembuhan
pasien.
Pasien sebaiknya mengerti bahwa haknya adalah mendapat penjelasan secara lengkap
mengenai penyakit, pemeriksaan, pengobatan, efek samping, risiko, komplikasi, sampai alternatif
pengobatannya. Pasien juga berhak untuk menolak pemeriksaan/pengobatan dan meminta
pendapat dokter lain.
Selain itu, isi rekam medik atau catatan kesehatan adalah milik pasien sehingga
berhak untuk meminta salinannya. Pasien memiliki kewajiban untuk memberikan informasi
selengkap-lengkapnya, mematuhi nasihat/anjuran pengobatan, mematuhi peraturan yang ada di
SPK, dan membayar semua biaya pelayanan kesehatan yang telah diberikan.
Di pihak lain, SPK wajib memberikan pelayanan sesuai dengan standar dan
kebutuhan medis pasien, merujuk ke tempat yang lebih mampu jika tidak sanggup menangani
pasien, dan merahasiakan rekam medik. SPK pun berhak menerima pembayaran atas jasa
layanan kesehatan yang diberikannya kepada pasien
13

Selain mengerti hak dan kewajibannya, kedua belah pihak pun harus memiliki

komunikasi yang baik dan rasa saling percaya untuk menghindari kesalahpahaman. Berbagai
konflik antara pasien dan SPK hampir selalu diawali oleh komunikasi yang buruk dan kurangnya
rasa percaya di antara keduanya. Baik pasien maupun SPK harus saling terbuka dan mau
menerima masukan agar pengobatan dapat dilaksanakan dengan baik.
Selain cara-cara penyelesaian masalah di atas, terdapat pula Majelis Kehormatan Etika
Kedokteran (MKEK) jika pasien merasa dokter berlaku tidak sesuai etika. Untuk masalah yang
berkaitan dengan kinerja/tindakan dokter di dalam praktiknya, pasien dapat mengadukannya ke
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) yang anggotanya terdiri atas
tokoh masyarakat, sarjana hukum, dan dokter.
Hubungan pasien dan SPK memang dinamis sehingga masalah pun akan selalu timbul.
Dengan cara penyelesaian masalah yang tepat, diharapkan hubungan di antara keduanya dapat
terus terjalin dengan baik sehingga dunia pelayanan kesehatan di Indonesia dapat lebih
berkualitas dan melindungi masyarakat.

KESIMPULAN
Interaksi antara petugas kesehatan yaitu pelayanan yang baik dan memuaskan bisa diwujudkan secara
bersama antara pengguna jasa pelayanan dan petugas kesehatan. Artinya, kritik, complain maupun
keluhan konsumen semestinya tidak diartikan sebagai serangan, tetapi diterima sebagai koreksi
terhadap cara berpikir dan cara melayani konsumen. Dari keluhan konsumen, petugas kesehatan dapat
mengetahui keinginan konsumen dan kekurangan yang dimilikinya. Namun, kondisi ini harus disertai
pula dengan perbaikan pada aspek kebijakan dan manajemen

DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, JB Suharjo, dr. Oktober 2008. Komunikasi: Fondasi Hubungan Dokter dan Pasien. Ethical
https://sugengmedica.wordpress.com/2012/08/09/definisi-tenaga-kesehatan/KONSIL
Digest No 56 Thn VI: hal 68-7
https://pratidinalestiyani.wordpress.com/2011/05/05/mutu-pelayanan/
http://repository.unand.ac.id/16812/1/skripsi.pdf
http://khusnialinurse.blogspot.co.id/2014/06/interaksi-sosial-dan-interaksi-perawat.html
http://chantiqueen-home.blogspot.co.id/2011/10/ketidakpuasan-pasien-terhadap-pelayanan.html
KEDOKTERAN INDONESIA, 2006
14

Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, 2010. Judul :Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta
Dididik). Penerbit PT Bumi Aksara : Jakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai