Anda di halaman 1dari 11

JENIS-JENIS BAHAN BAKAR

Bahan bakar adalah suatu materi apapun yang bisa diubah menjadi energy
(Mahendra, 2011). Biasanya bahan bakar mengandung energi panas yang dapat
dilepaskan dan dimanipulasi. Kebanyakan bahan bakar digunakan manusia melalui
proses pembakaran (reaksi redoks) dimana bahan bakar tersebut akan melepaskan panas
setelah direaksikan dengan oksigen di udara. Proses lain untuk melepaskan energi dari
bahan bakar adalah melalui reaksi eksotermal dan reaksi nuklir (seperti Fisi nuklir atau
Fusi nuklir). Hidrokarbon (termasuk di dalamnya bensin dan solar) sejauh ini
merupakan jenis bahan bakar yang paling sering digunakan manusia. Bahan bakar
lainnya yang bisa dipakai adalah logam radioaktif. Secara umum, bahan bakar dibagi
menjadi 3 yaitu (Putri Aprilia, 2012) :
1. Bahan bakar padat
Bahan bakar padat merupakan bahan bakar berbentuk padat, dan kebanyakan
menjadi sumber energi panas. Misalnya kayu dan batubara. Energi panas yang
dihasilkan bisa digunakan untuk memanaskan air menjadi uap untuk menggerakkan
peralatan dan menyediakan energi. Bahan bakar padat tersusun dari :

Komponen yang dapat terbakar, yaitu komponen yang mengandung C, H, S


unsur unsur yang bila terbakar membentuk gas (bahan dapat terbakar yang

membentuk gas : BTG atau VCM)


Komponen yang bila terbakar tidak membentuk gas, yaitu fixed carbon (FC) atau

karbon tetap (KT)


Komponen yang tidak dapat terbakar (O, N, bahan mineral atau abu dan H2O)

Gambar 1.1 Bahan Bakar Padat (Sumber : Esdi, 2010)

a. Batubara
Batu bara merupakan batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan
organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses
pembatubaraan. Batubara mengandung carbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen.
Batubara dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat pembentukannya yaitu volatile
matter, carbon, dan kandungan debunya. Berdasarkan tingkat pembentukannya,
batubara dapat diklasifikasikan menjadi :
1) Antrasit
Antrasit merupakan jenis batu bara kelas tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur (C) dengan kadar air kurang dari
8%.

Gambar 2.1 Contoh Batubara Jenis Antrasit (Sumber : Ahmad Tarmizi, 2013)

2) Bituminus
Bituminus merupakan jenis batubara yang mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan
berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di
Australia.

Gambar 2.2 Contoh Batubara Jenis Bituminus (Sumber : Puspitasari, 2011)

3) Sub-bituminus
Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi
sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.

Gambar 2.3 Contoh Batubara Jenis Sub-bituminus (Sumber : Puspitasari,2011)


4) Lignit
Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air
35-75% dari beratnya.

Gambar 2.4 Contoh Batubara Jenis Lignit (Sumber : Putri Aprilia, 2012)

Selain itu, terdapat batubara jenis volatile matter yang merupakan campuran gas dan
uap-uap hidrokarbon yang dilepaskan ketika batubara dipanaskan pada temperatur yang
sangat tinggi. Misalnya: kadar asetilena, etilena, etana, metana, dll. Dimana makin
banyak volatile matter maka batubara makin banyak.
Adapun jenis batu bara berdasarkan volatile matter dapat dilihat pada tabel di bawah
ini :

Tabel 2.1 Jenis batubara berdasarkan volatile matter (Sumber : Prabowo Hadi, 2014)
b. Gambut
Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang
sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi
terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan
rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut
merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses
deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada
umumnya merupakan proses pedogenik (Noor Julia, 2001).
Proses pembentukan gambut dimulai dari adanya danau dangkal yang secara
perlahan ditumbuhi oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah. Tanaman yang mati dan
melapuk secara bertahap membentuk lapisan yang kemudian menjadi lapisan transisi
antara lapisan gambut dengan substratum (lapisan di bawahnya) berupa tanah mineral.
Tanaman berikutnya tumbuh pada bagian yang lebih tengah dari danau dangkal ini dan
secara membentuk lapisan-lapisan gambut sehingga danau tersebut penuh. Bagian
gambut yang tumbuh mengisi danau dangkal tersebut disebut dengan
gambut topogen karena proses pembentukannya disebabkan oleh topografi daerah
cekungan. Gambut topogen biasanya relatif subur (eutrofik) karena adanya pengaruh
tanah mineral. Bahkan pada waktu tertentu, misalnya jika ada banjir besar, terjadi
pengkayaan mineral yang menambah kesuburan gambut tersebut. Tanaman tertentu
masih dapat tumbuh subur di atas gambut topogen. Hasil pelapukannya membentuk
lapisan gambut baru yang lama kelamaan memberntuk kubah (dome) gambut yang
permukaannya cembung. Gambut yang tumbuh di atas gambut topogen dikenal dengan
gambut ombrogen, yang pembentukannya ditentukan oleh air hujan. Gambut ombrogen

lebih rendah kesuburannya dibandingkan dengan gambut topogen karena hampir tidak
ada pengkayaan mineral.

Gambar 2.5 Proses pembentukan gambut (Sumber : Noor Julia, 2001)


c. Bagasse
Bagasse atau ampas tebu merupakan limbah berserat yang diperoleh dari hasil
samping proses penggilingan tanaman tebu (Saccharum oficinarum). Ampas ini
sebagian besar mengandung bahan-bahan lignoselulosa. Bagasse mengandung air 4852%, gula rata-rata 3,3%, dan serat rata-rata 47,7%. Serat bagasse sebagian besar terdiri
dari selulosa, hemiselulosa dan lignin dan tidak dapat larut dalam air. Menurut Lavarack

et al. (2002) bagasse merupakan hasil samping proses pembuatan gula tebu (sugarcane)
mengandung residu berupa serat, minimal 50% serat bagasse diperlukan sebagai bahan
bakar boiler, sedangkan 50% sisanya hanya ditimbun sebagai buangan yang memiliki
nilai ekonomi rendah. Penimbunan bagasse dalam kurun waktu tertentu akan
menimbulkan permasalahan bagi pabrik. Mengingat bahan ini berpotensi mudah
terbakar mengotori lingkungan sekitar, dan menyita lahan yang cukup luas untuk
penyimpanannya. Potensi bagasse di Indonesia sangat melimpah khususnya di luar
pulau jawa. Menurut Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) tahun 2008,
komposisi rata-rata hasil samping industri gula di Indonesia terdiri dari limbah cair
52,9%, blotong 3,5%, ampas tebu (bagasse) 32,0%, tetes tebu (molasses) 4,5%, dan
gula 7,05% serta abu 0,1% (Fauzi Achmad, 2005).
2. Bahan bakar cair
Bahan bakar yang berbentuk cair, paling populer adalah bahan bakar minyak
atau BBM. Selain bisa digunakan untuk memanaskan air menjadi uap, bahan bakar cair
biasa digunakan kendaraan bermotor. Karena bahan bakar cair seperti Bensin bisa
dibakar dalam karburator dan menjalankan mesin. Bahan bakar cair tersusun dari:

Tersusun dari : senyawa-senyawa hidrokarbon cair, sedikit mengandung S, O dan


N sebagai asosiasi dengan karbon dan hidrogen dari senyawa hidrokarbon
tersebut, serta abu.

Minyak bumi : C5-C16, parafin, naftena, olefin, aromatik, membentuk senyawa


ikatan dengan S,O,N.

Gambar 1.2 Bahan Bakar Cair (Sumber : Alinda Nisa, 2014)

Bahan bakar cair yang digunakan dalam industri umumnya adalah bahan bakar
minyak. Adapun jenis bahan bakar minyak yaitu minyak bumi. Minyak Bumi , dijuluki
juga sebagai emas hitam, adalah cairan kental, berwarna coklat gelap, atau kehijauan
yang mudah terbakar, yang berada di lapisan atas dari beberapa area di kerak bumi.
Minyak Bumi terdiri dari campuran kompleks dari berbagai hidrokarbon, sebagian besar
seri alkana, tetapi bervariasi dalam penampilan, komposisi, dan kemurniannya. Minyak
Bumi diambil dari sumur minyak di pertambangan-pertambangan minyak. Lokasi
sumur-sumur minyak ini didapatkan setelah melalui proses studi geologi, analisis
sedimen, karakter dan struktur sumber, dan berbagai macam studi lainnya. Setelah itu,
minyak Bumi akan diproses di tempat pengilangan minyak dan dipisah-pisahkan
hasilnya berdasarkan titik didihnya sehingga menghasilkan berbagai macam bahan
bakar, mulai dari bensin dan minyak tanah sampai aspal dan berbagai reagen kimia yang
dibutuhkan untuk membuat plastik dan obat-obatan. Minyak Bumi digunakan untuk
memproduksi berbagai macam barang dan material yang dibutuhkan manusia. Minyak
bumi biasanya berada 3-4 km di bawah permukaan laut. Minyak bumi diperoleh dengan
membuat sumur bor. Minyak mentah yang diperoleh ditampung dalam kapal tanker atau
dialirkan melalui pipa ke stasiun tangki atau ke kilang minyak. Minyak mentah (cude
oil) berbentuk cairan kental hitam dan berbau kurang sedap. Minyak mentah belum
dapat digunakan sebagai bahan bakar maupun untuk keperluan lainnya, tetapi harus
diolah terlebih dahulu. Minyak mentah mengandung sekitar 500 jenis hidrokarbon
dengan jumlah atom C-1 sampai 50. Titik didih hidrokarbon meningkat seiring
bertambahnya jumlah atom C yang berada di dalam molekulnya. Oleh karena itu,
pengolahan minyak bumi dilakukan melalui destilasi bertingkat, dimana minyak mentah
dipisahkan ke dalam kelompok-kelompok (fraksi) dengan titik didih yang mirip (Putri
Aprilia, 2012). Adapun diagram alir pengolahan minyak bumi terdapat di bawah ini.

Gambar 2.6 Tahap tahap pengolahan minyak bumi (Sumber : Dentri Irtas, 2013)
3. Bahan bakar gas
Bahan bakar gas ada dua jenis, yakni Compressed Natural Gas (CNG) dan
Liquid Petroleum Gas (LPG). CNG pada dasarnya terdiri dari metana sedangkan LPG
adalah campuran dari propana, butana dan bahan kimia lainnya. LPG yang digunakan
untuk kompor rumah tangga, sama bahannya dengan Bahan Bakar Gas yang biasa
digunakan . Bahan bakar gas tersusun dari campuran senyawa-senyawa karbon dan
hidrogen (yang mudah terbakar) dan gas-gas yang tidak terbakar.

Gambar 1.3 Bahan Bakar Gas (Sumber : Edi Baskoro, 2011)\

Di Indonesia tiap tahun rata rata kebutuhan produksi meningkat seiring dengan
meningkatnya kebutuhan manusia. Dengan meningkatnya produksi dalam industri maka
kebutuhan akan bahan bakar sebagai penunjang produksi juga meningkat. Oleh karena
itu, perlu adanya pengetahuan tentang sistem bahan bakar dan aplikasinya di industri
industri di Indonesia.
Bahan bakar gas pada umumnya adalah gas alam, Liquefied Natural Gas (LNG),
dan Liquefied Petroleum Gas (LPG).
1) Gas Alam
Bahan utama dalam gas alam adalah metana, gas atau senyawa yang terdiri dari
satu atom karbon dan empat atom hidrogen. Jutaan tahun lalu, sisa-sisa tanaman dan
binatang (diatom) membusuk dan tertutup dalam lapisan tebal. Sisa tanaman dan hewan
yang disebut bahan organik itu kemudian membusuk. Seiring waktu, pasir dan lumpur
berubah menjadi batu, menutupi bahan organik yang terjebak di bawah bebatuan.
Tekanan dan panas mengubah sebagian bahan organik menjadi batubara, sebagian
menjadi minyak (petroleum), dan sebagian menjadi gas alam - gelembung kecil gas
tidak berbau (Putri Aprilia, 2012).

2) Liquefied Petroleum Gas (LPG)


Liquefied Petroleum Gas (LPG) adalah campuran dari berbagai unsur
hidrokarbon yang berasal dari gas alam. LPG dikenalkan oleh Pertamina dengan merk
Elpiji. Dengan menambah tekanan dan menurunkan suhunya, gas berubah menjadi cair.
Komponennya didominasi propane (C3H8) dan butana (C4H10). Elpiji juga
mengandung hidrokarbon ringan lain dalam jumlah kecil, misalnya etana (C2H6) dan
pentana (C5H12). Dalam kondisi atmosfer, elpiji akan berbentuk gas. Volume elpiji
dalam bentuk cair lebih kecil dibandingkan dalam bentuk gas untuk berat yang sama.
Karena itu elpiji dipasarkan dalam bentuk cair dalam tabung-tabung logam bertekanan.
Untuk memungkinkan terjadinya ekspansi panas (thermal expansion) dari cairan yang
dikandungnya, tabung elpiji tidak diisi secara penuh, hanya sekitar 80-85% dari
kapasitasnya. Rasio antara volume gas bila menguap dengan gas dalam keadaan cair
bervariasi tergantung komposisi, tekanan dan temperature. Tekanan di mana elpiji
berbentuk cair, dinamakan tekanan uap-nya, juga bervariasi tergantung komposisi dan
temperatur; sebagai contoh, dibutuhkan tekanan sekitar 220 kPa (2.2 bar) bagi butana
murni pada 20 C (68 F) agar mencair, dan sekitar 2.2 MPa (22 bar) bagi propana
murni pada 55 C (131 F).
Menurut spesifikasinya, elpiji dibagi menjadi tiga jenis yaitu elpiji campuran,
elpiji propana dan elpiji butana. Spesifikasi masing-masing elpiji tercantum dalam
keputusan Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi Nomor:
25K/36/DDJM/1990. Elpiji yang dipasarkan Pertamina adalah elpiji campuran.
Adapun cara pembuatannya :
a) Minyak bumi atau minyak mentah sebelum masuk kedalam kolom fraksinasi
(kolom pemisah) terlebih dahulu dipanaskan dalam aliran pipa dalam furnace
(tanur) sampai dengan suhu 350C. Minyak mentah yang sudah dipanaskan
tersebut kemudian masuk kedalam kolom fraksinasi. Untuk menjaga suhu dan
tekanan dalam kolom maka dibantu pemanasan dengan steam (uap air panas dan
bertekanan tinggi).

b) Karena perbedaan titik didih setiap komponen hidrokarbon maka komponenkomponen tersebut akan terpisah dengan sendirinya, dimana hidrokarbon ringan
akan berada dibagian atas kolom diikuti dengan fraksi yang lebih berat
dibawahnya. Pada tray (sekat dalam kolom) komponen itu akan terkumpul sesuai
fraksinya masing-masing.
c) Pada setiap tingkatan atau fraksi yang terkumpul kemudian dipompakan keluar
kolom, didinginkan dalam bak pendingin, lalu ditampung dalam tanki produknya
masing-masing. Produk ini belum bisa langsung dipakai, karena masih harus
ditambahkan aditif (zat penambah) agar dapat memenuhi spesifikasi atau
persyaratan atau baku mutu yang ditentukan oleh Dirjen Migas RI untuk masingmasing produk tersebut (Mita Anisa, 2011).
Dari uraian di atas dapat diketahui bermacam macam bahan bakar yang dapat
digunakan dalam industri. Oleh karena itu, perlu adanya pengetahuan tentang bagaimana
industri industri di Indonesia menerapkan sistem penyediaan bahan bakar bagi
kelangsungan proses produksi

Anda mungkin juga menyukai