Anda di halaman 1dari 13

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radioterapi
Radioterapi merupakan terapi radiasi yang bertujuan menghancurkan sel kanker
yang membelah dengan cepat, mengurangi ukuran sel kanker atau menghilangkan gejala,
gangguan

yang

menyertainya

dan

terkadang

digunakan

untuk

pencegahan

(profilaktik).2,11
2.1.1 Defenisi Radioterapi
Merupakan

metode

pengobatan

penyakit

kanker

menggunakan

radiasi

elektromagnetik (sinar x dan sinar gamma) atau partikular berenergi tinggi untuk merusak
kemampuan reproduksi sel-sel ganas. Tujuannya adalah menimbulkan kerusakan pada
setiap molekul yang dilewati melalui proses

ionisasi dan eksitasi sehingga terjadi

kerusakan sel, terutama sel kanker di dalam tubuh.1,3


2.1.2 Mekanisme Kerja
Radioterapi menggunakan radiasi ion. Radiasi ion dibagi menjadi 2 yaitu:
- Radiasi korpuskular yang terdiri atas elektron, proton, dan neutron.
- Radiasi elektromagnetik yang terdiri sinar X dan sinar gamma, radiasi elektromagnetik
ini sering juga disebut dengan foton.
Radiasi ion bekerja pada DNA sel kanker untuk menghilangkan kemampuan
reproduktifitas sel. DNA sel berduplikasi selama mitosis, sel dengan tingkat aktifitas
mitotik yang tinggi lebih radiosensitif dibandingkan dengan sel dengan tingkat aktifitas
mitotik yang lebih rendah. Radioterapi bekerja dengan merusak sel DNA kanker.
Kerusakan ini disebabkan oleh foton, elektron, proton, neutron, atau sinar peng-ion yang
secara langsung ataupun tidak langsung mengionisasi atom yang membentuk rantai
DNA.2,3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Radiasi pada jaringan dapat menimbulkan ionisasi air dan elektrolit dari cairan
tubuh baik intra maupun ekstra seluler, sehingga timbul ion H + dan OH- yang sangat
reaktif. Ion itu dapat bereaksi dengan molekul DNA dalam kromosom, mengakibatkan
pecahnya rantai ganda DNA, perubahan cross-linkage dalam rantai DNA dan degenerasi
atau kematian sel. Sel-sel yang masih bertahan hidup akan mengadakan reparasi
kerusakan DNAnya sendiri-sendiri. Kemampuan reparasi DNA sel normal lebih baik dan
lebih cepat dari sel kanker sehingga sel-sel kanker lebih banyak yang tetap rusak dan mati
dibandingkan dengan sel-sel normal.1
2.1.3 Unit Energi Radioterapi dan Dosis Radioterapi
Untuk mengukur kekuatan radioterapi digunakan alat Dosimetri. Dosimetri adalah
alat yang digunakan untuk mengukur banyaknya energi yang diserap per unit jaringan.
Secara tradisional satuan jumlah energi radioterapi yang diserap per unit jaringan adalah
RAD (Radiation Absorbed Dose). Unit SI (satuan internasional) dosis absorbs radioterapi
adalah Gray (Gy). Hubungan RAD dan Gray adalah: 1,2
1 RAD = 1 centi Gy = 0,01 Gy
2.1.4 Fraksinasi Radioterapi
Radioterapi kanker kepala dan leher secara konvensional biasanya diberikan
5 - 7 minggu, sekali dalam sehari, lima hari dalam seminggu, 2 - 2,5 Gy per fraksi,
sehingga total dosis terapi 45 - 75 Gy.2,3
Dasar metode fraksional pada radioterapi dikenal dengan istilah 4R yaitu:
reparasi, redistribusi, repopulasi, dan reoksigenasi. Reparasi dan repopulasi merupakan
proses yang diharapkan terjadi pada sel normal sehingga dapat mentoleransi besar dosis
radioterapi yang diberikan. Reoksigenase dan redistribusi merupakan proses yang
diharapkan terjadi pada sel kanker untuk dapat meningkatkan kualitas radioterapi. 1,2,12-14

2.1.5 Teknik Radioterapi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Sebelum melakukan terapi radiasi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan fisik


dan laboratorium, penentuan stadium klinik, diagnosis histopatologik dan tujuan radiasi,
kuratif atau paliatif. Penderita dengan keadaan umum yang buruk, gizi kurang dan
demam tidak diperbolehkan untuk menjalani radioterapi kecuali pada keadaan tertentu
seperti obstruksi jalan makanan dan perdarahan karena tumor, radiasi tetap dimulai
sambil memperbaiki keadaan umum penderita. Syarat dilakukannya radioterapi antara
lain: kadar Hb tidak boleh kurang dari 10 gr%, jumlah leukosit tidak boleh kurang dari
3000 per mm, dan trombosit 100.000 per uL. 1,2,15-17
Siklus radioterapi ditetapkan oleh kebijakan masing-masing tim kesehatan yang
menangani penderita kanker. Jika selama masa radioterapi pasien mengalami gangguan
tentang syarat-syarat yang telah disebutkan diatas, maka radioterapi akan dihentikan
hingga syarat-syarat tersebut terpenuhi kembali. RSUP Haji Adam Malik menetapkan
kebijakan bahwa dua minggu adalah waktu perhentian maksimum dalam mencapai
keadaan pasien sesuai syarat-syarat yang telah ditentukan, jika dalam waktu dua minggu
keadaan pasien belum juga memenuhi syarat, maka siklus radioterapi akan diulang
kembali dari awal (radioterapi ke-1). 15,16,18
Ada 2 cara utama pemberian radioterapi, yaitu dengan cara teleterapi dan/atau
brakhiterapi. Teleterapi atau radioterapi eksterna adalah suatu teknik terapi kanker dengan
radiasi, dimana sumber radiasi ditempatkan di luar tubuh penderita. Tujuan radiasi
eksterna adalah terapi untuk menghancurkan sel-sel kanker sebanyak mungkin pada
daerah yang luas, sedangkan brakhiterapi atau radioterapi interna adalah suatu teknik
terapi kanker dengan radiasi, dimana sumber radiasi diletakkan di dalam tubuh penderita.
Tujuan radioterapi interna adalah memberikan dosis radioterapi semaksimal mungkin
pada sel kanker dan seminimal mungkin pada jaringan sehat sekitarnya.Teknik radiasi
interna pada rongga mulut dilakukan dengan menggunakan jarum radium sebagai sumber
radiasi. Jarum tersebut diimplantasikan atau ditusukkan ke dalam jaringan tumor.
Penggunaan brakhiterapi dapat dilakukan secara tunggal atau kombinasi dengan
teleterapi. Peranan brakhiterapi pada kombinasi ini adalah sebagai booster yaitu sebagai
penambah dosis radioterapi terhadap sel kanker. 2,19,20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.2 Radioterapi pada Daerah Kanker Kepala dan Leher


Radioterapi daerah kepala dan leher merupakan terapi utama pada pengobatan
kanker kepala dan leher selain kemoterapi. Lokasi anatomis dari kanker kepala dan
leher dapat dilihat pada gambar 1.3,17,20

Gambar 1. Lokasi anatomis kanker kepala dan leher 17


Radioterapi memegang peranan penting pada perawatan kanker kepala dan leher.
Radioterapi ini memberikan manfaat pada jaringan, tetapi juga memiliki efek samping
yang tidak dapat dihindarkan. Sinar radiasi yang digunakan sebagai agen radioterapi
memberi komplikasi destruktif pada mukosa oral. 3
Komplikasi yang terjadi akibat radioterapi tergantung pada dosis radioterapi,
daerah yang diradiasi, total, jenis radioterapi, umur dan kondisi klinis pasien yang
berhubungan dengan perawatan radioterapi dapat berupa:1
1. Komplikasi dini. Biasanya terjadi selama atau beberapa minggu setelah
radioterapi, seperti: Xerostomia, Mukositis, Dermatitis, Eritema, Mual-muntah,
Anoreksia,dll.
2. Komplikasi Lanjut. Biasanya terjadi setelah 1 tahun pemberian radioterapi
seperti: kontraktur, gangguan perumbuhan,dll.

2.3 Saliva

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Saliva adalah suatu cairan eksokrin yang kompleks, tidak berwarna, secara
kuantitatif disekresikan oleh kelenjar parotis, kelenjar sublingualis, dan kelenjar
submandibularis merupakan kelenjar saliva mayor (gambar 2). Di samping itu terdapat
kelenjar saliva minor merupakan kelenjar saliva tambahan yang terletak di mukosa bukal,
labial, lingual, dan palatinal. 6,7,21,22

Gambar.2. Anatomi Kelenjar Saliva Mayor11


Komposisi saliva terdiri dari 99% air, berbagai elektrolit yaitu kalsium, sodium,
kloride, magnesium, bikarbonat, fosfat, dan terdiri dari protein yang berperan sebagai
enzim immunoglobulin, antimikroba, glikoprotein mukosa, albumin, polipeptida dan
oligopeptida yang berperan dalam kesehatan rongga mulut. Pada orang dewasa yang
sehat, diproduksi saliva kurang lebih 1,5 liter dalam waktu 24 jam.5-7
2.4 Fungsi Saliva
Saliva mempunyai beberapa fungsi penting di dalam rongga mulut antara lain: 5,7
1. Sensasi Rasa
Aliran saliva yang terbentuk di dalam asini bersifat isotonik, saliva mengalir
melalui duktus dan mengalami perubahan menjadi hipotonik. Kandungan hipotonik
saliva terdiri dari glukosa, sodium, klorida, urea dan memiliki kapasitas untuk
memberikan kelarutan substansi yang memungkinkan gustatory buds merasakan aroma
yang berbeda.
2. Perlindungan Mukosa dan Lubrikasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Saliva membentuk lapisan seromukus yang berperan sebagai pelumas dan


melindungi jaringan rongga mulut dari agen-agen yang dapat mengiritasi. Musin sebagai
protein dalam saliva memiliki peranan sebagai pelumas, perlindungan terhadap dehidrasi,
dan dalam proses pemeliharaan viskoelastisitas saliva.
3 Kapasitas Buffer
Buffer adalah suatu substansi yang dapat membantu untuk mempertahankan agar
pH tetap netral. Buffer dapat menetralisasikan asam dan basa. Saliva memiliki
kemampuan untuk mengatur keseimbangan buffer pada rongga mulut.
4. Integritas Enamel Gigi
Saliva juga memiliki peranan penting dalam mempertahankan integritas kimia
fisik dari enamel gigi dengan cara mengatur proses remineralisasi dan demineralisasi.
Faktor utama untuk mengontrol stabilitas enamel adalah hidroksiapatit sebagai
konsentrasi aktif yang dapat membebaskan kalsium, fosfat, dan fluor di dalam larutan dan
di dalam pH saliva.
5. Menjaga Oral Hygiene
Saliva berfungsi sebagai self cleansing terutama pada saat tidur dimana produksi
saliva berkurang. Saliva mengandung enzim lisosim yang berperan penting dalam
mengontrol pertumbuhan bakteri di rongga mulut.
6. Membantu Proses Pencernaan
Saliva bertanggung jawab untuk membantu proses pencernaan awal dalam proses
pembentukan bolus-bolus makanan. Enzim -amylase atau enzim ptyalin merupakan
salah satu komposisi dari saliva yang berfungsi untuk memecah karbohidrat menjadi
maltosa, maltotriosa dan dekstrin.
7. Perbaikan Jaringan
Saliva memiliki peranan dalam membantu proses pembekuan darah pada jaringan
rongga mulut, secara klinis waktu pendarahan menjadi lebih singkat dengan adanya
bantuan saliva.
8. Membantu Proses Bicara
Lidah memerlukan saliva sebagai pelumas selama berbicara, tanpa adanya saliva,
maka proses berbicara akan lebih sulit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

9. Menjaga Keseimbangan Cairan


Penurunan aliran saliva akan menghasilkan adanya suatu sensasi haus yang dapat
meningkatkan intake cairan.
2.5 Metode Pengumpulan Saliva
Untuk mengetahui produksi saliva yang dihasilkan dapat digunakan beberapa
pengukuran volume saliva:7,25,26
1. Draining Method (Metode Drainase)
Pada metode drainase, subjek menundukkan kepalanya dan melakukan satu kali
gerakan penelanan. Subjek membiarkan saliva dalam mulut mengalir melalui bibir bawah
ke dalam tabung ukur dan pada waktu yang telah ditentukan.

Gambar 3. Draining Method.25


2. Spitting Method (Metode Peludahan)
Metode Pengambilan saliva yang hampir sama dengan metode drainase, Subjek
membiarkan saliva tergenang dalam mulutnya tanpa ditelan dan setiap satumenit subjek
harus meludahkan saliva yang terkumpul didalam mulut ke tabung.

Gambar 4.Spitting method.26


3. Suction Method (Metode Penghisapan)
Pada metode penghisapan, saliva dihisap dari dasar mulut dengan menggunakan
pipa penghisap secara terus menerus.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 5. Suction Method26


4. Swab Method (Metode Absorbsi)
Metode absorbs dilakukan dengan mengumpulkan saliva menggunakan kain
penghisap yang ditimbang lebih dahulu lalu dimasukkan ke dalam rongga mulut. Setelah
waktu pengumpulan saliva berakhir, kain penghisap diangkat dan ditimbang.

Gambar 5. Swab Method 7


2.6 Volume Saliva
Saliva memegang peranan penting dalam mempertahankan kesehatan rongga
mulut dan proses biologis yang terjadi di dalam rongga mulut. Jumlah dan susunan saliva
sangat menentukan bagi kesehatan rongga mulut. Bila terjadi perubahan kualitas maupun
kuantitas saliva, maka akan memperngaruhi integritas kesehatan gigi dan mulut.

5-7

Volume rata-rata saliva yang dihasilkan perhari berkisar kurang lebih 1,5 liter.
Pada orang dewasa Laju aliran saliva normal tanpa adanya stimulasi berkisar antara 0,25
- 0,35 ml/menit, dengan rata-rata terendah 0,1 - 0,25 ml/menit dan pada keadaan
hiposalivasi laju aliran saliva kurang dari 0,1 ml/menit. Sedangkan laju aliran saliva
normal yang distimulasi mencapai 1 - 3 ml/menit, rata-rata terendah mencapai 0,7 - 1
ml/menit dimana pada keadaan hiposalivasi ditandai dengan laju aliran saliva yang lebih
rendah dari 0,7 ml/menit. 6,24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Saliva


Xerostomia secara harafiah berarti mulut kering (xeros = kering, dan stroma =
mulut). Perasaan mulut kering terjadi bila kecepatan resorpsi air oleh mukosa mulut
bersama-sama dengan penguapan air mukosa, lebih besar daripada kecepatan sekresi
saliva.
Berikut ini terdapat beberapa kemungkinan penyebab yang mempengaruhi
volume saliva:5-7
1. Kesehatan umum menurun
Gangguan dalam pengaturan air dan elektrolit yang diikuti oleh terjadinya
keseimbangan air yang negatif dapat menyebabkan menurunnya volume saliva, sehingga
kebutuhan pembasahan mulut meningkat. Gangguan emosional seperti stress, rasa takut
dan defisiensi vitamin, serta perubahan hormonal dapat menyebabkan turunnya sekresi
saliva.
2. Umur
Keluhan mulut kering sering ditemukan pada lanjut usia, disebabkan oleh adanya
atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan pertambahan umur yang akan menurunkan
volume saliva dan terjadi perubahan komposisi saliva.7
3. Penggunaan Obat-Obatan
Obat-obatan yang memblokade sistem saraf perifer akan menghambat sekresi
saliva. Oleh karena sekresi air dan elektrolit terutama diatur oleh sistem saraf
parasimpatis. Obat-obatan antikolinergik akan menghambat pengeluaran saliva. Obatobatan dengan pengaruh anti -andrenergik (yang disebut -bloker) terutama akan
menghambat sekresi saliva mukus.5-7
Obat-obatan menyebabkan penurunan volume saliva antara lain: 5,20
-

Antikolinergika

Antidepresiva

Hipnotika

Spasmolitika

Obat penenang (tranquilizer)

Anti-epileptika

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Antihipertensiva

Antihistaminika

Dll

4. Monopause
Pada perempuan menopause sekresi saliva berkurang akibat faktor sistemik
seperti perubahan hormon yang meyebabkan terjadinya penurunan ketahanan rongga
mulut dan sekresi saliva, faktor perubahan kemampuan fisiologi, maupun akibat
faktor perubahan emosional yang terjadi. Ini mempengaruhi derajat kebersihan mulut,
termasuk diet (asupan makanan), serta laju aliran saliva. 22
5. Radioterapi
Radioterapi daerah kepala dan leher dapat menyebabkan penurunan volume
saliva tergantung jenis kanker dan lapangan penyinarannya misalnya radioterapi
dengan menggunakan radioactive iodine

untuk pengobatan tumor tiroid dapat

merusak kelenjar parotid.7


6. Kemoterapi
Kemoterapi dapat menyebabkan gangguan kelenjar saliva selama atau bahkan
langsung setelah melakukan terapi. Kebanyakan pasien melaporkan fungsi saliva
dapat kembali seperti semula meskipun beberapa diantaranya mengalami xerostomia
secara permanen.20
7. Konsumsi air minum
Banyaknya air yang dibutuhkan seseorang berbeda-beda tergantung pada
ukuran tubuh orang tersebut dan apa yang dianggap sesuai untuk tubuhnya.
Meski kebutuhan air tiap orang berbeda menurut Profesor Hiromi Shinya MD, pakar
enzim yang juga guru besar kedokteran di Albert Einstein College of Medicine AS,
usahakan tubuh untuk mendapatkan pasokan air 8 gelas per hari (1,6 liter) untuk
orang dewasa dalam mencegah terjadinya dehidrasi serta xerotomia. 29

2.7 Efek samping Radioterapi terhadap Kelenjar Saliva


Sampai saat ini belum pasti diketahui apakah kerusakan pada kelenjar saliva
disebabkan karena radioterapi kanker daerah kepala dan leher secara langsung
merusak sel kelenjar saliva atau sebagai kerusakan sekunder karena radioterapi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

kanker daerah kepala dan leher menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah. 10 Sel
asinar serous lebih radiosensitif dari sel asinar mukus, sehingga kelenjar saliva seperti
kelenjar parotis (sekresi bersifat serous) dan kelenjar submandibularis (sekresi
bersifat seromukus) akan lebih radiosensitif dibandingkan dengan kelenjar
sublingualis (sekresi bersifat mukus. Kelenjar saliva mayor (kelenjar saliva parotis
dan submandibularis) bersifat lebih radiosensitif dibandingkan dengan kelenjar saliva
minor, hal ini juga didasarkan pada sel asinar yang dimiliki masing-masing kelenjar.
Radioterapi dapat menyebabkan inflamasi (radang) pada kelenjar saliva sehingga
terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan udem. Menurut Vissink dkk. radioterapi
kanker daerah kepala dan leher dengan dosis lebih besar dari 75 Gy menyebabkan
degenerasi asinar (perubahan morfologi sel akibat radioterapi), atrofi (berkurangnya
ukuran suatu organ karena penurunan jumlah sel), dan fibrosis (proses deposit
kolagen yang berlebihan di dalam jaringan). Fibrosis terjadi akibat dari proliferasi
fibroblast (jaringan parut) pada jaringan nekrosis yang berlebihan. 10
Radioterapi daerah kepala dan leher dapat menyebabkan kerusakan pada
kelenjar saliva yang ditandai dengan adanya penurunan kecepatan aliran saliva,
meningkatnya viskositas saliva, perubahan warna saliva, penurunan pH saliva dan
perubahan komposisi saliva.3,20
Penurunan kecepatan aliran saliva menyebabkan mulut kering atau
Xerostomia. Xerostomia merupakan efek samping yang paling sering dijumpai pada
pasien yang menerima radioterapi pada daerah kepala dan leher. Xerostomia mulai
terjadi pada hari ke-3 atau ke-4 setelah tindakan radioterapi daerah kepala dan leher,
dengan dosis total radioterapi berkisar antara 6 - 10 Gy. Xerostomia yang disebabkan
oleh radioterapi daerah kepala dan leher bersifat permanen. 10 Produksi saliva dengan
cepat menurun dan dapat berkurang 40% setelah 1 minggu tindakan radioterapi
kanker daerah kepala dan leher. Pasien yang menerima radioterapi kanker daerah
kepala dan leher pada minggu pertama sampai minggu keenam, aliran saliva akan
berkurang menjadi 40%, 29%, 19%, 9% dan 5% berturut-turut dari rata-rata sebelum
mendapat radioterapi pada daerah kepala dan leher. 2,4,6,10,27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tabel 1. Hubungan antara dosis penyinaran dan sekresi saliva .5.6


Gejala

Dosis
< 10 Gy

Reduksi tidak tetap sekresi saliva

10 -15 Gy

Mulai terjadi keluhan dry mouth

15 -40 Gy

Reduksi masih terus berlangsung reversible

> 40 Gy

Xerostomia Semipermanen atau permanen

Dari tabel 1 ditunjukkan tingkat perubahan kelenjar saliva pada dosis kurang
dari 10 Gy terjadi radang kelenjar saliva yang menyebabkan reduksi tidak tetap
sekresi saliva dimana pengaruh radioterapi lebih banyak mengenai sel asinar dari
kelenjar saliva serous dibandingkan dengan kelenjar saliva mukus. Dosis 10 - 15 Gy
menyebabkan penyusutan parenkim sehingga terjadi pengecilan kelenjar saliva dan
penyumbatan sehingga xerostomia mulai nyata terlihat dan menyebabkan keluhan
mulut kering atau dry mouth. Dosis 15 - 40 Gy penyumbatan pada kelenjar saliva
makin terjadi sehingga terjadi fibrosis yang mengakibatkan reduksi secara reversibel.
Dosis lebih besar dari 40 Gy terjadi kerusakan pada glandula secara ireversibel akibat
banyaknya

kehilangan

sel

asinar

yang

menyebabkan

terjadi

xerostomia

semipermanen maupun permanen. Namun pada beberapa kasus dilaporkan bahwa


hipertropi kelenjar saliva dapat mengkompensasi radioterapi dan kembali membaik
sekurang-kurangnya setahun setelah berhenti menerima radioterapi. 6
Radioterapi daerah kepala dan leher dapat menyebabkan perubahan pada
viskositas saliva. Tingkat viskositas saliva meningkat akibt dari kerusakan sel asinar
serous, sehingga terjadi penurunan jumlah saliva yang bersifat serous. Warna saliva
juga berubah menjadi kuning atau coklat, pH saliva akan berkurang menjadi 5.
Perubahan pH terjadi karena penurunan sistem buffer, penurunan sistem buffer karena
penurunan konsentrasi ion bikarbonat. 10
Penurunan aliran saliva menyebabkan mukosa mulut kering, terlihat fisur
yang dalam pada mukosa lidah, bibir kering, dan gangguan fungsi mulut seperti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

berbicara, mengunyah, menelan, dan berkurangnya Indera pengecapan setelah


menerima dosis radioterapi pada daerah kepala dan leher 20-40 Gy.3,6
2.8 Perawatan Xerostomia Selama Tindakan Radioterapi pada Daerah
Kepala dan Leher
Kelenjar saliva biasanya berada dalam lapangan radioterapi kanker daerah
kepala dan leher. Perawatan xerostomia selama tindakan radioterapi adalah tetap
menjaga kebersihan rongga mulut, menstimulasi kelenjar saliva yang masih berfungsi
(sialogogues), dan meringankan gejala-gejala klinis mulut kering.27-31
Manajemen perawatan xerostomia yang dapat dilakukan oleh paenderita
xerostomia antara lain adalah.30
1. Pasien mengkonsumsi air sesering mungkin untuk lubrikasi (pelumas) dan
melembabkan mulut yang dapat meringankan rasa sakit.
2. Kumur-kumur dengan air untuk membersihkan rongga mulut.
3. Penggunaan permen dan permen karet yang bebas gula untuk menstimulasi
saliva sehingga mulut menjadi basah.
4. Penggunaan saliva pengganti atau stimulasi saliva jika gejala xerostomia
bertambah parah.
5. Penggunaan topikal fluor dan menjaga kebersihan mulut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai