Tinjauan Pustaka
2.1.
Zeolit
2.1.1.
Mineral zeolit telah dikenal sejak tahun 1756 oleh Cronstedt, ketika beliau menemukan
Stilbit yang bila dipanaskan seperti batuan mendidih (boiling stone). Hal ini disebabkan oleh
dehidrasi molekul air yang terkandung didalamnya. Pada tahun 1954 zeolit diklasifikasi
sebagai golongan mineral tersendiri, yang saat itu dikenal sebagai bahan penyaring
molekular. Pada tahun 1984 Professor Joseph V. Smith ahli kristalografi Amerika Serikat
mendefinisikan zeolit sebagai mineral yang terdiri dari kristal alumina silikat terhidrasi yang
mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam kerangka tiga dimensi. Ion-ion logam
tersebut dapat diganti oleh kation lain tanpa merusak struktur zeolit dan dapat menyerap air
secara reversibel(Las 2005).
Secara empiris, rumus molekul zeolit adalah Mx/n.(AlO2)x.(SiO2)y.xH2O. Dimana M adalah
logam alkali atau alkali tanah, n adalah jumlah valensi dari logam alkali atau alkali tanah, x
dan y adalah jumlah alumino dan silikat yang terkandung dalam zeolit. Struktur zeolit sejauh
ini diketahui bermacam-macam, tetapi secara garis besar strukturnya terbentuk dari unit
bangun primer, berupa tetrahedral yang kemudian menjadi unit bangun sekunder polihedral
dan membentuk polihendra dan akhirnya unit struktur zeolit(Putra 2008).
sampel zeolit alami, zeolit tersebut mempunyai struktur padatan kristal 3-dimensi dengan
pori-pori kecil. Pori-pori zeolit tersebut dapat diatur menggunakan metode sintesis.
Penukar ion. Zeolit dapat bersifat sebagai penukar ion karena adanya kation logam alkali
dan alkali tanah. Kation tersebut dapat bergerak bebas didalam rongga dan dapat
dipertukarkan dengan kation logam lain dengan jumlah yang sama. Akibat struktur zeolit
berongga, anion atau molekul berukuran lebih kecil atau sama dengan rongga dapat
masuk dan terjebak.
Selain itu, sifat-sifat psikokimia dari zeolit alami dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2. 1 Sifat-sifat psikokimia dari zeolit alami
Senyawa kimia
SiO2
68,26
Al2O3
12,99
Fe2O3
1,37
CaO
2,09
MgO
0,83
K2O
4,11
TiO2
0,23
Na2O
0,64
MnO
0,06
P2O5
0,06
LOI
8,87
CEC
120 meq/100 g
Ukuran partikel
Ukuran saluran molekular
SBET
Volum pori
pH
2.1.2.
< 75 m
7,9 x 3,5
16,0 m2/g
0,039 cm3/g
8,5
Klasifikasi zeolit
Zeolit adalah mineral alami yang banyak ditemukan di beberapa bagian di dunia. Deposit
mineral alam zeolit yang cukup besar ditemukan di beberapa negara seperti Amerika Serikat,
Uni Soviet, Jepang, Australia, Kuba dan beberapa negara Eropa bagian timur seperti Ceko
dan Hungaria. Kebanyakan zeolit-zeolit yang digunakan secara komersil adalah zeolit yang
disintesis. Di Indonesia, zeolit ditemukan pada tahun 1985 oleh PPTM Bandung dalam
jumlah besar, diantaranya tersebar di beberapa daerah pulau Sumatera, Jawa dan Sulawesi.
6
Namun dari 46 lokasi zeolit, baru beberapa lokasi yang ditambang secara intensif antara lain
di Bayah, Banten, Cikalong, Tasikmalaya, Cikembar, Sukabumi, Nanggung, Bogor dan
Lampung. Pemanfaatan zeolit Indonesia untuk penggunaan secara langsung belum dapat
dilakukan, karena zeolit Indonesia banyak mengandung campuran sehingga perlu dilakukan
pengolahan terlebih dahulu untuk menghilangkan atau memisahkannya dari kotoran-kotoran.
Secara umum, terdapat dua macam zeolit, yaitu zeolit alami dan zeolit sintetik. Ada hampir
50 tipe-tipe zeolit alami yang berbeda (klinoptilolit, kabasit, filipsit, mordenit, dan lain-lain)
dengan bermacam-macam sifat fisik dan kimia. Perbedaan utama dari zeolit yang satu
dengan zeolit lainnya adalah struktur kristal, jumlah komposisi kimia, massa jenis partikel,
selektivitas kation, ukuran pori-pori molekul, dan kekuatannya. Selain itu, ada berbagai
macam zeolit sintetik yang ada di pasaran, antara lain zeolit A, X, Y, grup ZSM/AlPO4
(Zeolite Sieving Marerials/Aluminium Fosfat) dan bahkan akhir-akhir ini dikenal grup
Zeotip, yaitu material seperti zeolit tetapi bukan senyawa alumino-silikat. Adapun secara
umum perbedaan antara zeolit alami dan zeolit sintetik adalah(Putra 2008):
Zeolit sintetik dibuat dari energi yang berasal dari proses kimia, sedangkan zeolit alami
berasal dari proses bijih alami.
Zeolit sintetik mempunyai perbandingan alumina : silikat (1:1), sedangkan zeolit alami
jenis klinoptilolit mempunyai perbandingan (5:1).
Zeolit alami mempunyai ketahanan yang lebih baik dalam asam daripada zeolit sintetik.
Berdasarkan Unit Bangun Sekundernya (UBS), semua zeolit baik zeolit alami maupun zeolit
sintetik dibagi menjadi 9 kelompok, yaitu single 4-ring (S4R), single 6-ring (S6R), single 8ring (S8R), double 4-ring (D4R), double 6-ring (D6R), double 8-ring (D8R), complex 4-1
(T5O10), complex 5-1 (T8O16), complex 4-1-1 (T10O20). Beberapa contoh unit bangun
sekunder struktur zeolit ditunjukkan pada Gambar 2.3 dan Tabel 2.2 menunjukkan beberapa
jenis zeolit dengan unit bangun sekunder yang dimilikinya.
Jenis zeolit
Rumus kimia
UBS
Analsim
Na16[Al16Si31O96].6H2 O
S4R
Wairakit
Ca8[Al16Si31O96].6H2O
S4R
Natrolit
Na16[Al16Si24O80].6H2 O
T5O10 (4-1)
Thomsonit
Na16Ca8[Al20Si20O80].24H2O
T5O10
Heulandit
Ca4[Al8Si28O72].24H2O
T10O20 (4-41)
Klinoptilolit
Na6[Al6Si30O72].24H2O
T10O20
Filipsit
K2Ca1.5[Al6Si10O32].12H2O
S4R
Zeolit Na-P-1
Na8[Al31 SiO16].16H2O
S4R
Mordernit
Na8[Al8Si40O96].24H2O
T8O16 (5-1)
Ferierit
T8O16
Kabazit
D4R, D6R
Zeolit L
K6Na3[Al9Si27O72 ].21H2O
S6R
Faujasit
Na12Ca12Mg11[Al58Si134O384].235H2O
D4R, D6R
Zeolit A
Na12[Al12Si12O48].27H2O
D4R, D6R
Laumontit
Laumontit
Ca4[Al8Si16O46].16H2O
S4R,S6R,S8R
Pentasil
ZSM-5
Nan[AlnSi96O192 ].16H2O
5-1
Zeotip
AlPO4-5
S4R,S6R
Analsim
Natrolit
Heulandit
Filipsit
Mordernit
Kabazit
Faujasit
2.1.3.
Aplikasi zeolit
Zeolit sangat banyak digunakan hampir dalam semua aspek bidang kehidupan, terutama
bidang industri. Hal ini tak lepas dari sifat-sifatnya yang unik seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Berikut akan dijelaskan beberapa aplikasi penggunaan zeolit antara lain(Las
2005):
10
2.2.
Adsorpsi
2.2.1.
Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika fluida, cairan maupun gas terikat pada suatu
padatan atau cairan (adsorben) dan kemudian membentuk suatu lapisan tipis atau film
(adsorbat) pada permukaannya. Permukaan padatan yang kontak dengan suatu larutan
cenderung untuk menghimpun lapisan dari molekul-molekul zat terlarut pada permukaannya
akibat ketidakseimbangan gaya-gaya pada permukaan(Subiarto 2000). Proses ini
menghasilkan akumulasi konsentrasi zat tertentu di permukaan media setelah terjadi kontak
antarmuka atau bidang batas cairan dengan cairan, cairan dengan gas atau cairan dengan
padatan dalam waktu tertentu. Contohnya antara lain dehumidifikasi, yaitu pengeringan
udara dengan zat penyerap, pemisahan zat yang tidak diinginkan dari udara atau air
menggunakan adsorben, pertukaran ion untuk zat terlarut di dalam larutan dengan ion dari
media pertukarannya. Adsorpsi ini berbeda dengan absorpsi. Absorpsi adalah suatu proses
dimana atom, molekul atau ion-ion masuk ke dalam suatu padatan, cairan maupun gas.
Berdasarkan fenomena terbentuknya, adsorpsi dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu adsorpsi
kimia, adsorpsi fisika dan pertukaran ion. Adsorpsi kimia merupakan proses pembentukan
ikatan kimia (ikatan kovalen dan ikatan ionik) antara adsorben (zat penyerap) dengan
adsorbat
(molekul
adsorban).
Adsorpsi
ini
menghasilkan
pembentukan
lapisan
monomolekuler adsorbat pada permukaan melalui gaya-gaya dari valensi sisa dari molekulmolekul pada permukaan(Subiarto 2000). Adsorpsi ini bersifat sangat eksoterm dan tidak
reversibel. Sedangkan adsorpsi fisika adalah adsorpsi yang terjadi akibat proses
pembentukan ikatan van der Waals, ikatan yang lebih lemah antara adsorben dengan
adsorbat. Adsorpsi ini diakibatkan kondensasi molekular dalam kapiler-kapiler dari padatan.
Adsorpsi ini bersifat endoterm dan reversibel. Dan pertukaran ion merupakan proses yang
terbentuk karena adanya gaya elektrostatik.
Laju adsorpsi keseluruhan dikendalikan oleh kecepatan difusi dari molekul-molekul zat
terlarut dalam pori-pori kapiler dari partikel adsorben. Kecepatan itu berbanding terbalik
dengan kuadrat diameter partikel, bertambah dengan kenaikan konsentrasi zat terlarut,
bertambah dengan kenaikan temperatur dan berbanding terbalik dengan kenaikan berat
molekul zat terlarut(Freeman 1989).
Morris dan Weber mengemukakan bahwa laju adsorpsi bervariasi seiring dengan akar
pangkat dua dari waktu kontak dengan adsorben. Kecepatan ini juga meningkat dengan
11
menurunnya pH sebab perubahan muatan pada permukaan adsorben. Kapasitas adsorpsi dari
suatu adsorben terhadap suatu zat terlarut tergantung pada keduanya, adsorben dan zat
terlarutnya. Kebanyakan limbah cair adalah kompleks dan bervariasi dalam hal kemampuan
adsorpsi dari campuran-campuran yang ada. Struktur molekul, kelarutan, dan lain
sebagainya, semuanya berpengaruh terhadap kemampuan adsorpsi(Subiarto 2000).
Efektivitas adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:
(1) jenis adsorban
(2) temperatur lingkungan (udara, air, cairan)
(3) jenis adsorbat, bergantung pada bangun molekul zat, kelarutan zat (makin mudah larut,
makin sulit diadsorpsi), taraf ionisasi (zat organik yang tidak terionisasi lebih mudah
diadsorpsi).
Berdasarkan jenis adsorbatnya, tingkat adsorpsi digolongkan menjadi tiga, yaitu lemah,
terjadi pada zat anorganik kecuali golongan halogen (salah satunya adalah klor). Adsorpsi
menengah, terjadi pada zat organik alifatik dan adsorpsi kuat terjadi pada senyawa aromatik
(zat organik yang berbau (aroma) dengan struktur benzena, C6H6)(Cahyana 2009).
2.2.2.
Isoterm adsorpsi
Isoterm adsorpsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi adsorben antara fasa
teradsorpsi pada permukaan adsorben dengan fasa ruah saat kesetimbangan pada temperatur
tertentu. Ada tiga jenis hubungan matematik yang umumnya digunakan untuk menjelaskan
isoterm adsorpsi(Rosen 1989).
1) Isoterm Langmuir
Pada tahun 1916, Irving Langmuir menetapkan suatu model isoterm untuk gas yang
teradsorpsi pada suatu padatan, yang diberi nama sama dengan namanya. Isoterm ini
berdasar pada asumsi bahwa :
Adsorben mempunyai permukaan yang homogen dan hanya dapat mengadsorpsi satu
molekul adsorbat untuk setiap molekul adsorbatnya. Tidak ada interaksi antara molekulmolekul yang terserap.
Semua proses adsorpsi dilakukan dengan mekanisme yang sama.
Hanya terbentuk satu lapisan tunggal saat adsorpsi maksimum.
12
Namun, biasanya asumsi-asumsi ini sulit diterapkan karena ada hal-hal berikut: selalu ada
ketidaksempurnaan pada permukaan, molekul teradsorpsi tidak inert dan mekanisme
adsorpsi molekul pertama sangat berbeda dengan mekanisme pada molekul terakhir yang
teradsorpsi.
Langmuir mengemukakan bahwa mekanisme adsorpsi yang terjadi adalah sebagai berikut :
A(g) + S AS, dimana A adalah molekul gas dan S adalah permukaan adsorpsi. Persamaaan
Langmuir didasarkan pada keseimbangan diantara kondensasi dan evaporasi dari molekulmolekul yarg diadsorpsi, mengingat lapisan adsorpsi monomolekul(Subiarto 2000).
=
(Persamaan 2.1)
Persamaan ini dapat diekspresikan ulang menjadi bentuk linier dengan persamaan sebagai
berikut:
/
(Persamaan 2.2)
Dimana:
x = berat dari unsur yang diadsorpsi
m = massa dari adsorben
C = konsentrasi larutan ketika kesetimbangan
a = konstanta adsorpsi Langmuir (mg/g)
b = kapasitas monolayer dari adsorben (L/mg).
Nilai ab ini dapat diperoleh dari grafik isoterm Langmuir dengan mengalurkan antara x/m
dengan C. Grafik ini dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut.
0.002
m/x
0.0015
0.001
0.0005
0
0
0.00005
0.0001
0.00015
1/C
Dari grafik tersebut akan diperoleh persamaan garis liniernya dengan bentuk persamaan
seperti berikut, m/x = 1/abC + 1/b.
2) Isoterm Freundlich
Untuk rentang konsentrasi yang kecil dan campuran yang cair, isoterm adsorpsi dapat
digambarkan dengan persamaan empirik yang dikemukakan oleh Freundlich. Isoterm ini
berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang heterogen dan tiap
molekul mempunyai potensi penyerapan yang berbeda-beda. Persamaan ini merupakan
persamaan yang paling banyak digunakan saat ini.
Persamaannya adalah
x/m = kC1/n
(Persamaan 2.3)
dimana:
x
Dari isoterm ini, akan diketahui kapasitas adsorben dalam menyerap air. Isoterm ini akan
digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan, karena dengan isoterm ini dapat ditentukan
efisiensi dari suatu adsorben.
Hal-hal yang dapat dilihat dari kurva isoterm adalah sebagai berikut.
Kurva isoterm yang cenderung datar artinya, isoterm yang digunakan menyerap pada
kapasitas konstan melebihi daerah kesetimbangan.
Kurva isoterm yang curam artinya kapasitas adsorpsi meningkat seiring dengan
meningkatnya konsentrasi kesetimbangan.
3) Isoterm BET
Molekul-molekul sering membentuk lebih dari satu lapisan (multilayer) pada permukaan
adsorbatnya, akan tetapi isoterm Langmuir tidak dapat menjelaskan hal ini. Sehingga, pada
tahun 1938, Stephen Brunauer, Paul Emmett, dan Edward Teller mengembangkan suatu
model isoterm adsorpsi yang dapat menghitung kapasitas adsorpsi pada molekul yang
membentuk lapisan lebih dari satu. Isoterm BET ini memodifikasi mekanisme Langmuir
seperti berikut :
A(g) + S AS
A(g) + AS A2S
A(g) + A2S A3S dan selanjutnya
2.3.
Zat Warna
Warna terserap
Warna tampak
4000 4350
Violet
Kuning Hijau
4350 4800
Biru
Kuning
4800 4900
Hijau Biru
Jingga
4900 5000
Biru Hijau
Merah
5000 5600
Hijau
Ungu
5600 5800
Kuning Hijau
Violet
5800 5950
Kuning
Biru
5950 6050
Jingga
Hijau Biru
6050 7000
Merah
Biru Hijau
16
Hubungan antara warna yang terserap dengan warna tampak dijelaskan secara rinci oleh
Mohler seperti yang ditampilkan pada Tabel 2.3 di atas, yang dapat disimpulkan bahwa tiap
tiap warna terletak pada daerah panjang gelombang yang sempit, dimana pasangan dari
warna terserap dan warna tampak panjang gelombang yang sama atau disebut warna
pelengkap/komplementer atau warna pengurangan/subtraksi.
Warna merupakan hasil dari suatu perangkat kompleks dari respon faali maupun psikologis
terhadap panjang gelombang tampak, yang jatuh pada retina (selaput jala) mata.
Penginderaan warna ditimbulkan oleh berbagai proses fisis. Hitam dianggap sebagai
ketidakhadiran seluruh jenis gelombang warna. Sementara putih dianggap sebagai
representasi kehadiran seluruh gelombang warna dengan proporsi seimbang. Jika panjang
gelombang dengan rentang (range) sempit jatuh pada retina akan diamati warna warna
individu(Iqbal 2008).
Hubungan antara penyerapan cahaya dengan panjang gelombang dikemukakan dengan
menggabungkan hukum Lambert dan Hukum Beer yang didukung oleh aturan KubelkaMunk. Berkebalikan dengan teori warna, di dalam teori pigmen sensasi putih dianggap
sebagai absennya seluruh pigmen.
Teori Brewster pertama kali dikemukakan pada tahun 1831. Teori ini menyederhanakan
warna-warna yang ada di alam menjadi 4 kelompok warna, yaitu warna primer, sekunder,
tersier, dan warna netral. Kelompok warna ini sering disusun dalam lingkaran warna
brewster.
Lingkaran
warna
brewster
mampu
menjelaskan
teori
kontras
warna
al.
2008)
17
Kromogen adalah senyawa aromatik yang berisi kromofor (Yunani :chroma yang berarti
warna, phoros, yang berarti mengemban) yaitu gugus tak jenuh yang dapat menjalani transisi
dan n (teori eksitasi transisi elektron). Kromofor merupakan zat pemberi warna
yang berasal dari radikal kimia, seperti : kelompok nitroso : -NO, kelompok nitro : -NO2,
kelompok azo : -N=N, kelompok etilen : >C=C<, kelompok karbonil : >C=O, kelompok
karbon - nitrogen : >C=NH dan CH=N-, kelompok belerang : >C=S dan ->C-S-S-C<.
Macam macam zat warna dapat diperoleh dari penggabungan radikal kimia tersebut
dengan senyawa kimia lain(Iqbal 2008).
Zat warna juga diperoleh dari senyawa anorganik dan dari mineral alam. Zat warna yang
diperoleh dari senyawa anorganik dan dari mineral alam sering disebut dengan pigmen
(tahun 1935 mulai dikenal pigmen yang mempunyai kromofor). Beberapa contoh warna
pigmen yang berasal dari senyawa anorganik dan mineral alam adalah sebagai berikut:
warna putih : titanium dioksida, seng oksida, seng sulfit, timbal sulfit. Warna merah : besi
oksida, kadmium merah, timbal merah. Warna hitam : grafit, karbon hitam, magnetik hitam.
Warna biru : ultramin, kobal biru, besi biru, tembaga Ptalosianin. Warna kuning : seng
kromat, ferit kuning.
Berdasarkan sumber perolehannya, zat warna tesktil dibagi menjadi dua, yaitu:
18
Zat warna alami, yaitu zat warna yang diperoleh dari alam/tumbuh-tumbuhan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Bahan pewarna alam yang biasa digunakan untuk
tekstil adalah berasal dari tumbuhan bagian daun, buah, kulit kayu, kayu atau bunga.
Zat warna sintetik, yaitu zat warna buatan yang berasal dari proses kimia. Zat warna ini
mudah diperoleh, stabil dan praktis pemakaiannya. Zat warna sintetik dalam tekstil
merupakan zat warna turunan hidrokarbon aromatik seperti benzen, toluen, naftalen dan
antrasen(Budiyono, Sudibyo et al. 2008).
19
Zat warna reaktif, yang dapat mencelup serat dalam kondisi tertentu dan membentuk
reaksi kovalen dengan serat. Biasanya mencelup serat selulosa, serat wol dan sutera dan
poliamida buatan berdasarkan reaksi kondensasi dengan gugus amina dari serat-serat
hewani atau poliamida(Isminingsih and Djufri 1978). Salah satu contoh zat warna reaktif ini adalah
remazol brilliant red F3B yang mempunyai struktur molekul seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2.9.
20