Anda di halaman 1dari 30

PRESENTASI KASUS

STRUMA NODOSA NON TOKSIK


Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Bedah RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh :
Vitis Finivera S., S. Ked
(20080310043)

Dokter Penguji :
dr. Gunawan Siswadi, Sp.B
1

SMF ILMU BEDAH


RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
2013

HALAMAN PENGESAHAN
STRUMA NODOSA NON TOKSIK
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti
Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Bedah
RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun Oleh:
Vitis Finivera S., S. Ked
20080310043

Telah disetujui dan dipresentasikan pada Maret 2013


Oleh :
Dokter Penguji

dr. Gunawan Siswadi, Sp. B

BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTIFIKASI
Nama

: Ny. R

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 56 tahun

Pekerjaan

: ibu rumah tangga

Alamat

: Jaten RT2, Sendangsari, Pajang, Bantul

Agama

: Islam

Bangsa

: Indonesia

MRS

: 27 Maret 2013

RM

: 495016

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Benjolan di leher sebelah kiri.

Riwayat Perjalanan Penyakit


2 tahun sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh
timbulnya benjolan di leher sebelah kiri sebesar kelereng. Perubahan suara
menjadi serak (+), nyeri (-), susah menelan (-), sesak nafas (-), demam (-),
benjolan di tempat lain (-), jantung berdebar-debar (-), tangan gemetar (-),
tangan berkeringat (-), rasa penuh di ulu hati (-).
3 bulan sebelum masuk rumah sakit benjolan makin lama makin
membesar sebesar buah rambutan. Perubahan suara menjadi serak (+),
nyeri (-), susah menelan (+), sesak nafas (-), demam (-), benjolan di tempat
lain (-), jantung berdebar-debar (-), tangan gemetar (-), tangan berkeringat
(-), rasa penuh di ulu hati (-).

Riwayat Penyakit Terdahulu/Lainnya


Tidak ada riwayat radiasi

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


Riwayat penyakit yang sama disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
Kesadaran

: Compos mentis

Keadaan Gizi

: Cukup

Tekanan Darah

: 130/80 mmHg

Pernafasan

: 20x/menit

Nadi

: 76x/menit

Suhu

: 36,6 C

Pupil

: Isokor, Refleks cahaya (+/+)

Mata

: Exophtalmus (-)

Kepala

: Konjungtiva (-/-), sklera ikterik (-/-)

Leher

: lihat status lokalis

Thorax

: Jantung: HR 76x/menit, murmur (-), gallop (-),


Paru: vesikuler (+) / N, ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen

: Datar, BU (+) / N

Genitalia Eksterna

: tidak ada kelainan

Ekstremitas Atas

: tidak ada kelainan

Status Lokalis
Regio colli anterior sinistra
I : Tampak benjolan sebesar buah rambutan, warna kulit sama dengan
sekitar.
P : Teraba sebuah massa soliter, ukuran 5cm x 3cm x 3cm. Konsistensi
kenyal, permukaan rata, batas tidak tegas, nyeri tekan (-), mobile,
massa ikut bergerak saat menelan (+), pembesaran KGB di servikal,
jugular, submandibular atau klavikular (-).
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Darah Rutin


Hb

: 12,8 g/dl

(N : 12-16 g/dl)

Ht

: 38,7 vol%

(N : 36-46 vol%)

AL

: 9600 mm

(N : 4000-10000/mm)

AT

: 309000 mm

(N : 150000-450000/mm)

Pemeriksaan Kimia Klinik


Ureum

: 24 mg/dL

(N : 17-43 mg/dL)

Creatinine

: 0,65 mg/dL

(N : 0,6-1,1 mg/dL)

Na+

: 140,9 mmol/L

(N : 135-148 mmol/L)

K+

: 4,19 mmol/L

(N : 3,5-5,3 mmol/L)

Pemeriksaan Seroimunologi

T3

: 2,14 nmol/mL

(N: 1,30 3,10 nmol/mL)

T4

: 8,4 nmol/dL

(N : 5,1 14,1 nmol/dL)

TSH

: 0,83 uIU/mlL

(N : 0,27 4,20 uIU/mL)

Pemeriksaan AJH
Makroskopis : Thyroid membesar diameter 5 cm. kenyal mobile
Mikroskopis : Sediaan sitologi menunjukkan sedikit sel bulat dan oval,
sitoplasma cukup, banyak makrofag dengan massa koloid, tidak ditemukan
sel ganas.

Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan Rontgen Thorax AP: cor, pulmo, tulang normal. Kesan :
cor dan pulmo dalam batas normal.
Vertical servical AP dan vertical servical lateral : hasil kelengkungan
servical vertebra baik, tak tampak fraktur, kompresi maupun listhesis.
Tak tampak penyempitan discus vertebralis, tak tampak osteofit.
Tak tampak bayangan soft tissue mass
Tak tampak kalsifikasi soft tissue
Kesan : tak tampak kelaian pada vertebra servical.
Susp. Struma sinistra
E. DIAGNOSIS BANDING

Struma Nodosa non toksik

Tiroiditis

Karsinoma Tiroid
F. DIAGNOSIS KERJA
Struma Nodosa Non Toksik
G. PENATALAKSANAAN

Rencana isthmolobektomi

H. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam: dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Struma nodosa atau struma adenomatosa terutama di temukan di
daerah pegunungan karena defisiensi iodium. Struma endemik ini dapat
dicegah dengan substitusi iodium. Di luar daerah endemik, struma nodosa
ditemukan secara insidental atau pada keluarga tertentu. Etiologinya umumnya
multifaktorial. Biasanya tiroid sudah membesar sejak usia muda dan
berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.
Struma multinodosa biasanya ditemukan pada wanita berusia lanjut,
dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasia sampai bentuk
involusi. Kebanyakan struma multinodosa dapat dihambat oleh tiroksin.
Penderita struma nodosa biasanya tidak mengalami keluhan karena tidak ada

hipotiroidisme

atau

hipertiroidisme.

Nodul

mungkin

tunggal,

tetapi

kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi.


Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena
pertumbuhannya yang sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar
tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian penderita dengan struma
nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa gangguan.
A

DEFINISI
Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi
karena folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun
sebagian folikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar
tersebut menjadi noduler. Struma nodosa non toksik adalah pembesaran
kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai
tanda-tanda hipertiroidisme.

EMBRIOLOGI
Glandula thyroidea mula-mula berkembang dari penonjolan endodermal
pada garis tengah dasar pharynx, diantara tuberculum impar dan copula.
Nantinya penebalan ini berubah menjadi divertikulum yang disebut ductus
thyroglossalis. Dengan berlanjutnya perkembangan, duktus ini memanjang
dan ujung distalnya menjadi berlobus dua. Duktus ini merubah menjadi tali
padat dan bermigrasi menuruni leher, berjalan di sebelah anterior, atau
posterior terhadap os hyoideum yang sedang berkembang. Pada minggu ke
tujuh, tiba pada posisi akhirnya di dekat larynx dan trachea. Sementara itu tali
padat yang menghubungkan glandula thyroidea dengan lidah, terputus dan
lenyap. Tempat asal ductus tyroglossalis pada lidah menetap sebagai suatu
sumur yang disebut foramen caecum linquae. Kemudian, dua lobus pada
ujung terminal ductus thyroglossalis akan membesar sebagai akibat proliferasi
epitel dan membentuk glandula thyroidea.

ANATOMI
Glandula thyroidea terdiri atas lobus kiri dan kanan yang dihubungkan
oleh isthmus yang sempit. Setiap lobus berbentuk buah avokad, dengan
puncaknya ke atas sampai linea oblique cartilaginis thyroidea dan basisnya
terdapat dibawah, setinggi cincin trachea ke-4 atau ke-5. Glandula thyroidea
merupakan organ yang sangat vascular, dibungkus oleh selubung yang berasal
dari lamina pretrachealis. Selubung ini melekatkan kelenjar ini ke larynx dan
trachea.
Juga sering didapatkan lobus piramidalis, yang menjalar ke atas dari
isthmus, biasanya ke kiri garis tengah. Lobus ini merupakan sisa jaringan
embryonic thyroid yang ketinggalan pada waktu migrasi jaringan ini ke bagian
anterior di hipofaring. Bagian atas dari lobus ini dikenal sebagai pole atas dari
kelenjar tiroid, dan bagian bawah disebut sebagai pole bawah. Suatu pita
fibrosa atau muscular sering menghubungkan lobus piramidalis dengan os
hyoideum; jika ia muscular disebut sebagai m. levator glandulae thyroidea.
Berat tiroid pada orang dewasa normal adalah 10-30 gram tergantung
kepada ukuran tubuh dan suplai Iodium. Lebar dan panjang dari isthmus
sekitar 20 mm, dan ketebalannya 2-6 mm. Ukuran lobus lateral dari pole
superior ke inferior sekitar 4 cm. Lebarnya 15-20 mm, dan ketebalan 20-39
mm.
Kelenjar tiroid terletak antara fascia colli media dan fascia prevertebralis.
Di dalam ruangan yang sama terdapat trakea, esophagus, pembuluh darah
besar, dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrachealis
dan melingkari duapertiga bahkan sampai tigaperempat lingkaran. A. carotis
communis, v. jugularis interna, dan n. vagus terletak bersama di dalam suatu
ruang tertutup di laterodorsal tiroid. N. recurrens terletak di dorsal sebelum
masuk ke laring. N. phrenicus dan truncus symphaticus tidak masuk ke dalam
ruang antara fascia media dan prevertebralis.
Limfe dari kelenjar tiroid terutama dicurahkan ke lateral, ke dalam nl.
cervicales profundi. Beberapa pembuluh limfe berjalan turun ke nl.
paratracheales.

10

Seluruh cincin tiroid dibungkus oleh suatu lapisan jaringan yang


dinamakan true capsule. Sedangkan extension dari lapisan tengah fascia
servicalis profundus yang mengelilingi tiroid dinamakan false capsule atau
surgical capsule. Seluruh arteri dan vena, plexus limphaticus dan kelenjar
paratiroid terletak antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi
penghubung di bagian posterior antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum
Berry menjadi penghubung di bagian posterior antara kedua lobus tiroid.
Aa. carotis superior dextra et sinistra, dan kedua aa. thyroidea inferior
dextra et sinistra memberikan vaskularisasi untuk tiroid. Kadang kala
dijumpai a. ima, cabang truncus brachiocephalica. Sistem vena berjalan
bersama arterinya, persarafan diatur oleh n. recurrens dan cabang dari n.
laryngeus superior, sedangkan sistem limfatik yang penting menerima aliran
limfe tiroid terdiri dari pembuluh limfe superior yang menerima cairan limfe
dari pinggir atas isthmus, sebagian besar permukaan medial lobus lateral, dan
permukaan ventral dan dorsal bagian atas lobus lateral dan pembuluh limfe
inferior yang menerima cairan limfe dari sebagian besar isthmus dan bagian
bawah lobus lateral.
Pada pembedahan tiroid penting memperhatikan jalan arteri pada pool atas
kanan dan kiri, karena ligasi tinggi pada arteri tersebut dapat mencederai n.
laryngeus superior, kerusakan nervus ini dapat mengakibatkan perubahan
suara menjadi parau yang bersifat sementara namun dapat pula permanen.

11

Gambar 1. Anatomi kelenjar tiroid


D FISIOLOGI
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang
kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium
nonorganic yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormone
tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai
afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. Sebagian besar T4
kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap didalam
kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormone tiroid
akan terikat dengan protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding
globulin, TBG) atau prealbumin pengikat albumin (thyroxine binding
prealbumine, TBPA). Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulatimg hormone,
TSH) memegang peranan penting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid.
TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal
sebagai negative feedback sangat penting dalam pengeluaran hormone tiroid
ke sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikuler yang
menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolism kalsium,
yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang.

Gambar 2. Metabolisme T3 dan T4


12

E HISTOLOGI
Kelenjar tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel
kecil yang dipisahkan satu dengan yang lainnya dengan jaringan ikat. Folikelfolikel tiroid dibatasi oleh epitel kubus dan lumennya terisi oleh koloid.
Kelenjar tiroid mengandung 2 tipe sel utama yaitu thyroid follicular cells
dan C cells (parafollicular cells). Sel folikular menggunakan iodine dari darah
untuk membuat hormone, yang membantu meregulasi metabolisme tubuh. Sel
parafolikular

membuat

calcitonin,

suatu

hormone

yang

membantu

meregulasikan bagaimana tubuh menggunakan kalsium

ETIOLOGI
Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma nodosa tidak
diketahui, namun sebagian besar penderita menunjukkan gejala-gejala
tiroiditis ringan; oleh karena itu, diduga tiroiditis ini menyebabkan
hipotiroidisme ringan, yang selanjutnya menyebabkan peningkatan sekresi
TSH (thyroid stimulating hormone) dan pertumbuhan yang progresif dari
bagian kelenjar yang tidak meradang. Keadaan inilah yang dapat menjelaskan
mengapa kelenjar ini biasanya nodular, dengan beberapa bagian kelenjar
tumbuh namun bagian yang lain rusak akibat tiroiditis.
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid
merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
1

Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di
daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium,

misalnya daerah pegunungan.


Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
a Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam
kol, lobak, kacang kedelai).
b Penghambatan sintesa hormon
c

oleh

obat-obatan

(misalnya

thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).


Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.
Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuhan, puberitas,
menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan stress lainnya.
13

Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan


arseitektur yang dapat bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah
didaerah tersebut.
Akhirnya, ada beberapa makanan yang mengandung substansi goitrogenik
yakni makanan yang mengandung sejenis propiltiourasil yang mempunyai
aktifitas antitiroid sehingga juga menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid
akibat rangsangan TSH. Beberapa bahan goitrogenik ditemukan pada
beberapa varietas lobak dan kubis.
G

KLASIFIKASI
Pada struma gondok endemik, Perez membagi klasifikasi menjadi:
1
2
3
4

Derajat 0: tidak teraba pada pemeriksaan


Derajat I: teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakkan
Derajat II: mudah terlihat pada posisi kepala normal
Derajat III: terlihat pada jarak jauh.
Pada keadaan tertentu derajat 0 dibagi menjadi:
a Derajat 0a: tidak terlihat atau teraba tidak besar dari ukuran normal.
b Derajat 0b: jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak terlihat bila
kepala ditegakkan.

Burrow menggolongkan struma nontoksik sebagai berikut:


1 Nontoxic diffuse goiter
2 Endemic
3 Iodine deficiency
4 Iodine excess
5 Dietary goitrogenic
6 Sporadic
7 Conngenital defect in thyroid hormone biosynthesis
8 Chemichal agents, e.g lithium, thiocyanate, p-aminosalicylic acid
9 Iodine deficiency
10 Compensatory following thyroidectomy
11 Nontoxic nodular goiter due to causes listed above
12 Uninodular or multinodular
13 Functional, nonfunctional, or both.
Dari aspek fungsi kelenjar tiroid, yang tugasnya memproduksi hormon
tiroksin, maka bisa dibagi menjadi:

14

1 Hipertiroidi; sering juga disebut toksik (walaupun pada kenyataannya pada


penderita ini tidak dijumpai adanya toksin), bila produksi hormon tiroksin
berlebihan.
2 Eutiroid; bila produksi hormon tiroksin normal.
3 Hipotiroidi; bila produksi hormon tiroksin kurang.
4 Struma nodosa non toksik; bila tanpa tanda-tanda hipertiroidi
Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu:
1

Berdasarkan jumlah nodul;


a bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter
(uninodosa)
b bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.
Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif dikenal 3 bentuk
nodul tiroid yaitu :
a nodul dingin
b nodul hangat
c nodul panas.
Berdasarkan konsistensinya
a nodul lunak
b nodul kistik
c nodul keras
d nodul sangat keras.

PATOFISIOLOGI
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus,
masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar
tyroid..
Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang
distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi
molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk
dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul
yoditironin (T3).
Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi
Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis,
sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif.
15

Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan


metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui
rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar
hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.
I

GAMBARAN KLINIS
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat.
Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma
cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan
pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.
Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertirodisme.
Benjolan di leher. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan
meningkatnya denyut nadi. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi
berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar,
dan kelelahan.
Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal :
1
2
3
4
5

Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel).


Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras
Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada
Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.
Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.

DIAGNOSIS
Diagnosis struma nodosa non toksik ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, penilaian resiko keganasan, dan pemeriksaan penunjang.
Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena
tidak ada hipo- atau hipertiroidisme. Biasanya tiroid mulai membesar pada
usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena
pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala
kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa
dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan.
Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena
menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila
16

pembesarannya bilateral. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan


pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral. Pendorongan demikian
mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan. Penyempitan yang
berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea
dengan stridor inspirator.
Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik
untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena terfiksasi
pada trakea.
Pemeriksaan pasien dengan struma dilakukan dari belakang kepala
penderita sedikit fleksi sehingga muskulus sternokleidomastoidea relaksasi,
dengan demikan tiroid lebih mudah dievaluasi dengan palpasi. Gunakan kedua
tangan bersamaan dengan ibu jari posisi di tengkuk penderita sedang keempat
jari yang lain dari arah lateral mengeveluasi tiroid serta mencari pole bawah
kelenjar tiroid sewaktu penderita disuruh menelan.
Pada struma yang besar dan masuk retrosternal tidak dapat di raba trakea
dan pole bawah tiroid. Kelenjar tiroid yang normal teraba sebagai bentukan
yang lunak dan ikut bergerak pada waktu menelan. Biasanya struma masih
bisa digerakkan ke arah lateral dan susah digerakkan ke arah vertikal. Struma
menjadi terfiksir apabila sangat besar, keganasan yang sudah menembus
kapsul, tiroiditis dan sudah ada jaringan fibrosis setelah operasi.
Untuk memeriksa struma yang berasal dari satu lobus (misalnya lobus kiri
penderita), maka dilakukan dengan jari tangan kiri diletakkan di medial di
bawah kartilago tiroid, lalu dorong benjolan tersebut ke kanan. Kemudian ibu
jari tangan kanan diletakkan di permukaan anterior benjolan. Keempat jari
lainnya diletakkan pada tepi belakang muskulus sternokleidomastoideus untuk
meraba tepi lateral kelenjar tiroid tersebut.
Pada pemeriksaan fisik nodul harus dideskripsikan:
1
2
3
4
5
6

lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus


ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)
konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus
17

sternokleidomastoidea
7 pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada atau tidak.
Inspeksi : leher dibatasi di cranial oleh tepi rahang bawah, di kaudal oleh
kedua tulang selangka dan tepi cranial sternum, di lateral oleh
pinggir depan m. trapezius kiri dan kanan. Kedua m.
sternocleidomastoideus selalu jelas terlihat, dan pada garis tengah
dari cranial ke kaudal terdapat tulang hyoid serta kartilago tiroid,
krikoid, dan trakea.
Palpasi : palpasi dapat dilakukan pada pasien dalam sikap duduk atau
berbaring, dengan kepala dalam sikap fleksi ringan supaya regangan
otot pita leher tidak mengganggu palpasi. Pada sikap duduk
dilakukan pemeriksaan dari belakang penderita maupun dari depan.
Sedangkan pada sikap berbaring digunakan bantal tipis di bawah
kepala. Tulang hyoid, kartilago tiroid dan krikoid sampai cincin
kedua trakaea biasanya mudah diraba di garis tengah. Cincin trakea
yang lebih kaudal makin sukar diraba karena trakea mengarah ke
dorsal. Pada gerakan menelan, seluruh trakea bergerak naik turun.
Satu-satunya struktur lain yang turut dengan gerakan ini adalah
kelenjar tiroid atau sesuatu yang berasal dari kelenjar tiroid.
Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu dibedakan
nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki karakteristik:
1 Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan
sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik
dan kemudian menjadi lunak.
2 Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun
nodul yang mengalami kalsifikasi dapat dtemukan pada hiperplasia
adenomatosa yang sudah berlangsung lama.
3 Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan tanda keganasan,
walaupun nodul ganas tidak selalu mengadakan infiltrasi. Jika ditemukan
ptosis, miosis dan enoftalmus (Horner syndrome) merupakan tanda
infiltrasi atau metastase ke jaringan sekitar.

18

4 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang
ganas, tetapi nodul multipel dapat ditemukan 40% pada keganasan tiroid
5 Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurgai ganas
terutama yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba
membesar progresif.
6 Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah
bening regional atau perubahan suara menjadi serak.
7 Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus sternokleido
mastoidea karena desakan pembesaran nodul (Berrys sign).
Kecurigaan suatu keganasan pada nodul tiroid bisa dirangkum:
1 Sangat mencurigakan
a riwayat keluarga karsinoma tiroid medulare
b cepat membesar terutama dengan terapi dengan levotirosin
c nodul padat atau keras
d sukar digerakkan atau melekat pada jaringan sekitar
e paralisis pita suara
f metastasis jauh
2 Kecurigaan sedang
a umur di bawah 20 tahun atau di atas 70 tahun
b pria
c riwayat iradiasi pada leher dan kepala
d nodul >4cm atau sebagian kistik
e keluhan penekana termasuk disfagia,disfonia, serak, dispnu dan batuk.
3 Nodul jinak
a riwayat keluarga: nodul jinak
b struma difusa atau multinodosa
c besarnya tetap
d FNAB: jinak
e kista simpleks
f nodul hangat atau panas
g mengecil dengan terapi supresi levotiroksin.
Index Wayne digunakan untuk menentukan apakah pasien mengalami
eutiroid, hipotiroid atau hipertiroid
Gejala subjektif
Dispneu d effort
Palpitasi

Angka
+1
+2

Gejala objektif
Ada
Tiroid teraba
+3
Bruit
diatas +2

Tidak
-3
-2

Capai/lelah
Suka panas

+2
-5

systole
Eksoftalmus
Lid retraksi

+2
+2

19

Suka dingin
Keringat banyak
Nervous
Tangan basah
Tangan panas
Nafsu makan
Nafsu makan
BB
BB
Fibrilasi atrium
Jumlah

+5
+3
+2
+1
-1
+3
-3
-3
+3
+3

Lid lag
Hiperkinesis
Tangan panas
Nadi
<80x/m
80-90x/m
>90x/m
< 11 eutiroid

+1
+4
+2

-2
-2

+3

-3

11-18 normal
> 19 hipertiroid

Pemerikasaan laboratorium yang digunakan dalam diagnosa


penyakit tiroid terbagi atas:
1

Pemeriksaan

untuk

mengukur

fungsi

tiroid

Pemerikasaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan


radioimmuno-assay (RIA) dan cara enzyme-linked immuno-assay
(ELISA) dalam serum atau plasma darah. Pemeriksaan T4 total
dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar normal pada
orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3 sangat membantu
untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang dewasa antara 1,0-2,6
nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk mengetahui
hipotiroidisme primer di mana basal TSH meningkat 6 mU/L. Kadang2

kadang meningkat sampai 3 kali normal.


Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab

gangguan

tiroid.

Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum


penderita dengan penyakit tiroid autoimun.
a antibodi tiroglobulin
b antibodi mikrosomal
c antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
d antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
e thyroid stimulating hormone antibody (TSA)
Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas
adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada
umumnya secara klinis pun sudah bisa diduga, foto rontgen leher [posisi
AP dan Lateral diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan

20

dengan intubasi anastesinya, bahkan tidak jarang intuk konfirmasi


diagnostik

tersebut

sampai

memelukan

CT-scan

leher.

USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk:


1 Dapat menentukan jumlah nodul
2 Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik,
3 Dapat mengukur volume dari nodul tiroid
4 Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak
5

menangkap iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.


Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat
dilakukan, pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya

pembesaran tiroid.
Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan

dilakukan biopsi terarah


Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.
Pemeriksaan tiroid dengan menggunakan radio-isotop dengan

memanfaatkan metabolisme iodium yang erat hubungannya dengan


kinerja tiroid bisa menggambarkan aktifitas kelenjar tiroid maupun bentuk
lesinya. Penilaian fungsi kelenjar tiroid dapat juga dilakukan karena
adanya sistem transport pada membran sel tiroid yang menangkap iodida
dan anion lain. Iodida selain mengalami proses trapping juga ikut dalam
proses organifikasi, sedangkan ion pertechnetate hanya ikut dalam proses
trapping. Uji tangkap tiroid ini berguna untuk menentukan fungsi dan
sekaligus membedakan berbagaii penyebab hipertiroidisme dan juga
menentukan dosis iodium radioaktif untuk pengobatan hipertiroidisme.
Uji tangkap tiroid tidak selalu sejalan dengan keadaan klinik dan
kadar hormon tiroid. Pemeriksaan dengan sidik tiroid sama dengan uji
angkap tiroid, yaitu dengan prinsip daerah dengan fungsi yang lebih aktif
akan

menangkap

radioaktivitas

yang

lebih

tinggi.

Pemerikasaan histopatologis dengan biopsi jarum halus (fine needle


aspiration biopsy FNAB) akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat agar
jangan sampai menentukan terapi definitif hanya berdasarkan hasil FNAB
saja.
Berikut ini penilaian FNAB untuk nodul tiroid.
21

Jinak (negatif)
Tiroid normal
Nodul koloid
Kista
Tiroiditis subakut
Tiroiditis Hashimoto
Curiga (indeterminate)
Neoplasma sel folikuler
Neoplasma Hurthle
Temuan kecurigaan keganasan tai tidak pasti
Ganas (positif)
Karsinoma tiroid papiler
Karsinoma tiroid meduler
Karsinoma tiroid anaplastik.5
Pemeriksaan potong beku (VC = Vries coupe) pada operasi

tiroidektomi diperlukan untuk meyakinkan bahwa nodul yang dioperasi


tersebut suatu keganasan atau bukan. Lesi tiroid atau sisa tiroid yang
dilakukan VC dilakukan pemeriksaan patologi anatomis untuk memastika
n proses ganas atau jinak serta mengetahui jenis kelainan histopatologis
dari nodul tiroid dengan parafin block.

K PENATALAKSANAAN
Pilihan terapi nodul tiroid:
1
2
3
4
5
6

Terapi supresi dengan hormon levotirosin


Pembedahan
Iodium radioaktif
Suntikan etanol
US Guided Laser Therapy
Observasi, bila yakin nodul tidak ganas.

Indikasi operasi pada struma adalah:


a
b
c
d

struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa


struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan
struma dengan gangguan tekanan
kosmetik.

Kontraindikassi operasi pada struma:

22

a struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya


b struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik yang lain
c

yang belum terkontrol


struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit
digerakkan yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang
demikian biasanya sering dari tipe anaplastik yang jelek prognosanya.
Perlekatan pada trakea ataupun laring dapat sekaligus dilakukan
reseksi trakea atau laringektomi, tetapi perlekatan dengan jaringan

lunak leher yang luas sulit dilakukan eksisi yang baik.


d struma yang disertai dengan sindrom vena kava superior. Biasanya
karena metastase luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah
dilakukan sternotomi, dan bila dipaksakan akan memberikan mortalitas
yang tinggi dan sering hasilnya tidak radikal.
Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah
nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna.
Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus
tersebut operabel atau inoperabel.

Bila kasus yang dihadapi

inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan


histopatologi secara blok parafin.

Dilanjutkan dengan tindakan

debulking dan radiasi eksterna atau khemoradioterapi.


Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan
isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (VC ).
Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat :
1

Lesi jinak.
Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi

Karsinoma papilare.
Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi
AMES.
a

Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan

observasi.
Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.
23

Karsinoma folikulare.
Dilakukan tindakan tiroidektomi total

Karsinoma medulare.
Dilakukan tindakan tiroidektomi total

Karsinoma anaplastik.
a Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total.
b Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking
dilanjutkan dengan radiasi eksterna atau khemoradioterapi.
Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan

FNAB ( Biopsi Jarum Halus ). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin


didapat yaitu :
1

Hasil FNAB suspek maligna, foliculare Pattern dan Hurthle


Cell. Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan

potong beku seperti diatas.


Hasil FNAB benigna.
Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6
bulan kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti
dengan tindakan observasi dan apabila nodul tersebut tidak ada
perubahan atau bertambah besar sebaiknya dilakukan tindakan
isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.
Teknik operasi :
Insisi kolar pada dua jari diatas jugulum, diperdalam sampai fascia
colli superfisialis/platisma. Dibuat flap keatas sampai prominen
kartilago tiroid dan flap ke bawah sampai fossa jugularis, sambil
kontrol perdarahan. Kemudian di teugel. Fascia colli superfisialis
dibuka pada garis median, mm. Pretrakhealis disisihkan ke lateral
kanan dan kiri sampai mencapai kapsul tiroid. Tiroid beserta
tonjolannya diluksir keluar dengan menggunakan telunjuk. Bila waktu
meluksir ada pembuluh darah parasit yang cukup besar antara otot dan
tiroid maka perlu di ligasi pada dua tempat dan dipotong diantara
keduanya. Vasa toroidea superior dibersihkan dari jaringan sekitar,

24

selanjutnya dilkukan ligasi dua tempat pada ujung kutub atas tiroid dan
dipotong diantar dua ligasi tersebut. Hal ini mencegah komplikasi
terpotongnya n.laryngeus superior. Setelah kelenjar tiroid dipotong,
pada subtotal thyroidektomi sisa lobus dijahitkan pada fascia
pretrakhealis dengan zyde. M. sternothyroid kanan dan kiri dijahit
dengan zyde. Pasang drain. Fascia colli dijahit. M. platisma dan kulit
ditutup, operasi selesai.

Bagan Penatalaksanaan Nodul Tiroid

Bagan I

Nodul Tiroid
Klinis
Suspek Maligna
Inoperabel

Suspek Benigna

Operabel
FNAB

Biopsi Insisi
Lesi jinak

Isthmolobektomi
VC

Suspek maligna
Benigna
Folikulare pattern
Hurthle cell

25

Papilare

Folikulare

Risiko
Rendah

Risiko
Tinggi

Medulare

Anaplastik

Membesar
Tidak ada
Perubahan

Supresi TSH
6 bulan
Mengecil

Debulking
Observasi

Tiroidektomi total

Radiasi eksterna/
Khemotherapi

KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi adalah perubahan kearah keganasan
(Ca tiroid). Komplikasi karena operasi yang dilakukan juga dapat mungkin
terjadi. Komplikasi dini dari operasi tiroid yang sering terjadi adalah
hipoparatiroiditi dan lesi n. rekurens, dan pada tiroid toksik maka selain
kedua itu dapat terjadi perdarahan dan krisis tiroid (kondisi hipermetabolik
yang mengancam jiwa dan ditandai oleh demam tinggi dan disfungsi
sistem kardiovaskular, sistem saraf dan sistem saluran cerna). Komplikasi
ini berbanding terbalik dengan pengalaman dari operator. Cedera pada
trakhea dan esophagus juga dapat terjadi. Struma besar juga dapat
mengakibatkan malakia trakhea, yaitu hilangnya cincin rawan trakhea
akibat tekanan terlalu lama sehingga terjadi kolaps trakhea setelah
strumektomi. Penyulit yang berbahaya dapat terjadi apabila terjadi
hematoma pada lapang operasi.

26

BAB III
ANALISIS KASUS
Pada anamnesis didapatkan data bahwa penderita ini berusia 59 tahun.
Perjalanan penyakit yang relatif lama (4 tahun), pertumbuhan nodul dari mulai
sebesar kelereng lalu menjadi sebesar telur ayam, tidak disertai nyeri, tidak
disertai demam atau riwayat trauma dapat menyingkirkan kemungkinan penyebab
penyakit adalah infeksi atau trauma. Tidak adanya riwayat keluarga atau
masyarakat di lingkungan sekitar yang mengidap penyakit yang sama dapat
membantu menyingkirkan diagnosis bahwa kasus ini adalah penyakit endemik.
Kemungkinan bahwa kasus ini adalah hipertiroidisme juga dapat disingkirkan
karena tidak ditemukannya gejala tremor, tangan berkeringat atau jantung
berdebar-debar. Pada anamnesis lebih lanjut diketahui bahwa 5 bulan SMRS
penderita tidak mengalami sesak nafas, tidak disertai gangguan bicara (suara
menjadi serak) dan sulit menelan.
27

Pada pemeriksaan fisik didapatkan sebuah nodul soliter, berukuran sebesar


telur ayam, dengan konsistensi kenyal, permukaan

rata, terfiksir, ikut dalam

gerakan menelan, tanpa disertai nyeri. Disimpulkan bahwa penyakit yang diderita
pasien ini adalah suatu pembesaran kelenjar.
Tidak didapatkannya nodul lain baik di servikal, jugular, submandibular,
ataupun klavikulair, juga pada tulang tengkorak atau ekstremitas menuntun
diagnosis bahwa neoplasma tersebut mungkin bersifat jinak atau dapat juga ganas
namun belum terdapat metastasis jauh.
Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan radiologis berupa foto rontgen thoraks AP, foto
rontgen leher AP/Lateral. Dari pemeriksaan laboratorium hasil yang didapat
menunjukkan angka yang normal. Dari pemeriksaan radiologis, foto thoraks
menunjukkan kelengkungan vertebra servical yang baik. Tak tampak fraktur,
kompresi maupun listhesis. Tak tampak penyempitan discus vertebralis dan tak
tampak osteofit.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan disimpulkan diagnosis kerja bahwa pasien ini menderita
struma nodosa non toksik ( SNNT ). Penatalaksanaan yang tepat untuk pasien ini
adalah isthmolobektomi. Prognosis quo ad vitam penderita ini adalah dubia ad
bonam sementara quo ad functionam penderita ini adalah dubia ad bonam.

28

DAFTAR PUSTAKA
1. Widjosono Garjitno, Sistem Endokrin : Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor
Syamsuhidayat R.Jong WB, Edisi Revisi, EGC,Jakarta, 2010 : 925 952.
2. Sachdova R. K., Tiroid : Catatan Ilmu Bedah, Editor Erlan, Edisi Kelima,
Hipokrates, 1996 : 85 86.
3. Kariadi KS Sri hartini, Sumual A., Struma Nodosa Non Toksik &
Hipertiroidisme: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Ketiga, Penerbit FKUI,
Jakarta, 1996 : 757 778.
4. Lyberty Kim H, Kelenjar Tiroid : Buku Teks Ilmu Bedah, Jilid Satu, Penerbit
Binarupa Aksara, Jakarta, 1997 : 15 19.
5. Allo D. Maria, L. John Cameron, Goiter Non Toksik Terapi Bedah Mutakhir,
Edisi Keempat, Jilid Dua, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, 1993 : 146 150.
6. Clark oila H, Bedah Endoktrin, Ilmu Bedah, Editor Dharma Asdji Petrus L.,
Edisi Ketujuh, EGC, Jakarta, 1995 : 146 150.
7. Schteingert David E., Penyakit Kelenjar Tiroid, Patoksiologi, Edisi Keempat,
Buku Dua, EGC, Jakarta, 1995 : 1071 0178.

29

8. Sri hartini KS Kariadi, Struma Nodosa Non Toksik : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Editor Noor Syaifullah, Edisi Ketiga, Penerbit FKUI, Jakarta, 1996 : 762
763.

30

Anda mungkin juga menyukai