Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Besarnya jumlah penduduk Indonesia yaitu sekitar 237, 641 juta (Badan Pusat
Statistik, 2010) merupakan pasar potensial susu impor. Untuk itu, pemanfaatan
sumberdaya ternak lokal selain sapi merupakan salah satu cara untuk mengurangi
ketergantungan akan susu impor karena produksi susu dalam negeri baru dapat memenuhi
sekitar 30% kebutuhan nasional. Salah satu usaha bidang peternakan yang belum
memperoleh penanganan secara intensif dan masih perlu didorong serta dikembangkan
adalah usaha peternakan kerbau perah.
Usaha ternak kerbau merupakan komponen penting dalam usahatani penduduk
pedesaan karena dapat membantu pendapatan rakyat di pedesaan dengan pemanfaatan
sumberdaya alam yang tersedia di sekitarnya (Kusnadi, 2004; Kusnadi et al., 2005). Ternak
kerbau adalah salah satu komoditas yang berfungsi sebagai sumber protein hewani bagi
masyarakat, sebagai tabungan, tambahan penghasilan, sebagai tenaga kerja dan kotorannya
bisa dijadikan pupuk sekaligus memberikan sumber keuntungan/pendapatan bagi petani.
(Devendra, 1993). Namun demikian, sampai saat ini usaha pemeliharaan ternak kerbau di
pedesaan belum banyak mempertimbangkan aspek keuntungan, pemeliharaan kerbau
belum diupayakan oleh peternak agar dapat berproduksi secara optimal. Sistem
pemeliharaan kerbau masih diusahakan oleh petani kecil (peternakan rakyat) yang berada
di wilayah pedesaan dengan keterbatasan penguasaan sumberdaya (lahan, pendapatan,
inovasi dan teknologi). Keadaan demikian menunjukkan bahwa pola usaha ternak kerbau
belum merupakan usaha komersial, yakni merupakan usaha sampingan yang ditandai
dengan skala usaha relatif kecil dan tatalaksana pemeliharaan seadanya.
1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang
informasi tampilan produksi susu kerbau yang berada di daerah Kabupaten Gayo Lues
Provinsi Aceh.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Ternak Kerbau
Di Indonesia terdapat dua rumpun ternak kerbau yaitu kerbau lumpur (swamp
buffalo) dan kerbau sungai (riverine buffalo), dengan total populasi 2.246.000 ekor
(Direktorat Jenderal Peternakan, 2007). Populasi kerbau sungai hanya ditemukan di daerah
Sumatera Utara dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Kerbau lumpur hampir tersebar di
seluruh daerah di Indonesia, terutama di 6 provinsi yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Direktorat
Jenderal Peternakan, 2007). Kerbau lumpur dipelihara terutama sebagai ternak kerja dan
untuk produksi daging, namun di beberapa daerah kerbau ini juga diperah (Muhammad,
2002; Bahri dan Talib, 2008; Wirdahayati, 2008). Sebaliknya kerbau sungai adalah
termasuk tipe perah, dan salah satu diantaranya adalah kerbau Murrah yang berasal dari
India yang terkenal dengan produksi susu dapat mencapai 1.029 2.565 kg/laktasi (Shafie ,
1985; Dhanda, 2006). Populasi kerbau sungai di India sekitar 95 juta ekor, dan hampir 56%
dari total produksi susu nasionalnya adalah susu kerbau (Dhanda, 2006).
1980). Mason (1974) melaporkan produksi susu swamp buffalo di Indonesia 1 - 2 liter per
hari dan di Vietnam dapat mencapai 6 liter per hari pada awal laktasi.
Nilai gizi susu kerbau terlihat lebih tinggi dari kandungan gizi susu sapi dengan kadar
protein 5,25 vs 3,27 %; kadar lemak 8,79 vs 3,45 %; kadar air 82,42 vs 87,96 % (Sirait dan
Setyanto, 1995). Kadar lemak susu kerbau pada umumnya (tipe perah dan tipe daging)
antara 6,6 9,0% di atas kadar lemak susu sapi 3,6 4,9 % (Dhana, 2006) yang antara lain
dipengaruhi oleh bangsa ternak dan faktor pakan.
Menurut Chantalakhana (1980), lama laktasi Swamp Buffalo (kerbau lumpur) di Asia
Tenggara 7 11 bulan. Hal yang sama dilaporkan pula oleh Madamba dan Eusebio (1980)
Swamp Buffalo di Asia Tenggara lama laktasinya 10 bulan. Akan tetapi Ali (1980)
melaporkan swamp buffalo yang dipelihara di Malaysia lama laktasinya 5 - 6 bulan.
Total produksi susu dalam satu masa laktasi yang dapat dihasilkan oleh seekor kerbau
berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan berbedanya bulan dan tingkat laktasi, penampilan
individu, latar belakang pemeliharaan dan pemberian pakan. Pada bulan-bulan awal laktasi
produksi susu kerbau banyak, puncaknya dicapai pada bulan kedua (Chutikul,1975).
Bulan-bulan berikut produksi susu kerbau mulai menurun seiring dengan meningkatnya
umur anak dan umur kebuntingan. Perbedaan periode laktasi dapat menyebabkan berbeda
jumlah susu yang diperoleh dalam satu masa laktasi. Jumlah produksi susu bertambah dari
laktasi pertama ke laktasi berikutnya, produksi susu paling banyak diperoleh pada laktasi
enam (Chutikul, 1975). Produksi susu kerbau dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain:
Murrah Bulgaria
2.023
300
Murrah Malaysia
1.030
300
Nili/Ravi India
2.440
326
Murrah India
1.635 1.813
283 296
Surti India
1.460 1.934
313 315
1.165
276
926
295
Italia
1.030 2.981
100 558
Rusia
669 1.500
300
778
293
Bhadawari India
Nagpuri India
China/Taiwan rawa
42 48 bulan
8.719
>48 bulan
9.196
Kerbau perah yang terlambat beranak pertama kali akan mengurangi jumlah gudel
yang dihasilkan, karena akan mengurangi kehidupan produktifnya sebagai hewan ternak.
Tingginya umur beranak pertama kali (dilihat dari tabel diatas) disebabkan oleh jenis pakan
bermutu rendah yang diberikan kepada kerbau dibanding sapi. Dengan demikian,
pertumbuhan kerbau akan sedikit lebih lambat apabila dibanding sapi. Ada korelasi yang
kuat antara umur beranak pertama kali dan produksi susu laktasi I serta lama laktasi.
5
Lama Laktasi
(kg)
(hari)
1.618,5
1.573,4
217,8
1.880
1.790,4
300
1.964
1.878
298,3
2.039,5
1.963,8
291
2.024,3
1.959,4
290
1.823,7
1.767,5
270
Laktasi ke-
Fat
Laktosa
Protein
Whey
0,62
0,65
0,62
0,63
0,54
0,60
0,56
0,76
0,71
0,66
Abu
0,82
0,80
0,80
0,75
0,77
0,80
0,78
0,83
0,81
0,83
yang dihasilkan. Kerbau Murrah biasanya melahirkan anak dengan rata-rata interval
beranaknya 428,7 hari.
Selain itu produksi susu kerbau dipengaruhi oleh layanan perkawinan, periode
kebuntingan, panjang laktasi, dan non-genetik. Faktor non genetik disini meliputi:
1. waktu keluarnya susu (let down time) : waktu dihitung sejak putting disentuh hingga
keluar susu pertama. Apabila waktu keluarnya susu semakin lama, maka itu berarti
jumlah produksi susu yang dihasilkan semakin sedikit / turun.
2. waktu pemerahan (milking time) : waktu sejak keluarnya susu pertama hingga terakhir.
Waktu pemerahan dipengaruhi oleh hormone oksitosin. Dan jumlah kadar hormone
yang dikeluarkan tergantung pada ukuran ternak, tahapan laktasi, total produksi susu,
berat badan ternak.
3. kecepatan lewat susu (rate of milk flow) : rasio antara produksi susu dan waktu
pemerahan total. Kecepatan keluarnya susu yang lebih besar diperkirakan akan
menaikkan jumlah produksi susu.
Jika ternak tidak dikawinkan pada waktunya setelah beranak, maka hal ini
cenderung akan menyebabkan periode laktasi yang lama, bahkan sampai 400 hari
(minimalnya < 350 hari).
Selain unsur-unsur yang mempengaruhi produksi susu yang telah dijelaskan di atas,
susunan gizi susu kerbau pun dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni :
1.
Spesies dan Ragam Jenis Bangsa. Susu kerbau perah pada umumnya lebih kaya akan
bahan dasar penyusunan susu dibanding susu sapi, kecuali kadar air dan kandungan
karotennya. Tidak adanya karoten membuat warna susu lebih putih daripada susu
sapi.
2.
Ragam Musim. Susunan gizi susu kerbau dapat berubah-ubah sesuai musimnya, baik
musim dingin, panas, semi, maupun gugur. Hal ini sangat berkaitan dengan pakan
yang diberikan saat itu.
3.
Banyaknya Pemerahan Setiap Harinya. Pada awal pemerahan susu kerbau akan
memiliki susunan gizi yang berbeda dengan pertengahan ataupun akhir pemerahan.
Pada awal pemerahan, susu kerbau umumnya memiliki kandungan lemak yang
sedikit, ini dikarenakan kelenjar ambing tidak menutup katup penutup untuk
menghambat kecepatan produksi susu tersebut. Sementara pada pemerahan akhir,
susu kerbau akan kaya lemak. Let down of milk membutuhkan waktu 32 37 detik,
sedangkan akhir laktasi 62 67 detik.
4.
Unsur Genetik. Kawin silang sangat mempengaruhi jumlah protein susu. Walaupun
dalam satu spesies, jika terjadi kawin silang akan tetap mempengaruhi hasil dari
protein susu. Produksi susu selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi
oleh faktor lingkungan termasuk manajemen pemeliharaannya.Kerbau Sungai spesies
Kerbau Murah mempunyai kemampuan produksi susu yang lebih baik dari Kerbau
Lumpur, namun lama laktasi kedua jenis kerbau tidak jauh berbeda. Di bawah ini
dapat dilihat produksi susu pada Kerbau Lumpur, Kerbau Sungai dan Crossbred
(persilangan).
10
Tabel 5. Jumlah produksi susu, laju pertumbuhan dan lama laktasi kerbau
berdasarkan breed
Kriteria
Kerbau Lumpur
Kerbau Sungai
Crossbred
0,4 - 0,8
0,4 - 0,7
0,4 - 0,7
236 - 277
240 - 300
236 - 277
1,0 - 2,5
4 - 15
3-4
per hari)
Sumber : Thac dan Vuc (1979); Khajarern dan Khajarern (1990); Thu, Dong, Quaq
dan Hon (1993); Sanh, Preston dan Ly (1997); Thu, Pearson dan Preston (1996);
Gongzhen (1995) dan Puslitbang Peternakan (2008) dalam Bahri dan Talib (2007).
5.
Produksi susu selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan termasuk manajemen pemeliharaannya.
Per 100 g
g
g
g
k cal
kJ
g
Kerbau
4.5
8,0
4,9
110
463
4,9
Sapi
3,2
3,9
4,8
66
275
4,8
Kambing
3,1
3,5
4,4
60
253
4,4
Domba
5,4
6,0
5,1
95
396
5,1
g
g
mg
lu
4,2
1,9
8
195
2,4
1,2
14
120
2,3
0,9
10
100
4,2
1,9
8
195
Ada baiknya bila mengetahui beberapa susunan/komposisi dari jenis masing - masing
susu.
Air %
Laktosa %
Mineral %
Susu Sapi
87,75
4,95
0,70
Susu Kambing
87,23
4,23
0,84
Susu Kerbau
78,50
4,30
0,80
Susunan air susu tidak selalu sama dan akan selalu berubah ubah. Hal ini
dikarenakan berbagai macam faktor .
Susu kerbau memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi karena itu, potensi dan
kandungan gizinya yang sangat besar, susu kerbau dijuluki sebagai Emas Putih. Jika dilihat
dari komposisi nilai gizi yang terdapat di dalamnya, susu kerbau tidak kalah dengan susu
asal ternak ruminansia lainnya. Bahkan kandungan protein dan lemaknya sangat tinggi
yaitu 5,5-10,5% dua kali lipat dari susu lain.
Dalam susu terdapat beberapa komponen, salah satunya lemak. Lemak susu adalah
komponen yang paling beragam. Sebagian besar lemak susu terdiri dari trigliserida. Bahan
12
utama pembentuk lemak susu adalah glukosa, asam asetat, asam beta hidroksobutirat,
trigliserida dasri kilomikra dan LDL serta darah. 75 90 % dari asam lemak berantai
pendek (C4 C14) dan 30 % dari asam palmitat yang disusun dalam kelenjar susu berasal
dari asam asetat. Dan sisanya berasal dari asam lemak. Asetil Co-A yang digunakan oleh
kelenjar susu dibentuk dari asetat yang terdapat dalam sitoplasma. Pakan ternak pun sangat
berperan dalam kualitas susu, sehingga di dalam pakan ternak harus memenuhi criteria gizi
yang baik, yakni terdapat jumlah protein yang tinggi, energi (yang diperlukan untuk
membentuk lemak susu) tinggi, mineral yang kaya akan Ca dan P (tak lupa Na dan Cl
karena cukup penting bagi ternak), vitamin yang cukup.
Dibanding dengan jumlah laktasi yang sama, kerbau akan menghasilkan lebih banyak
lemak dan bahan padat bukan lemak (Solid Non Fat/SNF) daripada sapi lokal.
1980
1987
1999
26
21
22
0,5
China
1390
1800
1938
3,7
India
17358
23323
23600
3,7
Nepal
500
547
603
Pakistan
6383
8790
10538
5,4
Srilanka
55
67
55
-1,3
Bangladesh
Sumber : Mudgal,1999
Produksi susu tiap harinya dan di tiap negara pastilah berbeda beda. Produksi susu
tiap hari dari kerbau laktasi di India dan Pakistan bisa mencapai 2-2,5 kg pada kerbau
kualitas jelek, dan bisa mencapai 20 kg pada kerbau yang baik pengelolaannya. Rata rata
produksi susu kerbau di India didapat lebih kurang 2.005 kg per laktasi. Sedangkan pada
kelompok kerbau kualitas baik / tinggi hasil susunya sebesar 2,7 % dari kerbau laktasi
menghasilkan susu melebihi 3.630 kg per laktasinya.
13
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kerbau merupakan salah satu ternak yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai
salah satu ternak perah secara lebih optimal. Jumlah produksi susu kerbau di daerah
Kabupaten Gayo Lues berkisar antara 0,9 1,5
3.2. Saran
Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia besar yang yang sangat potensial
dikembangkan di Indonesia. Pemeliharaan kerbau oleh petani dan peternak umumnya
masih dilakukan secara ekstensif. Oleh sebab itu diisarankan kepada mahasiswa dan para
ilmuan untuk meneliti lebih lanjut masalah pengemangan ternak kerbau, sehingga dapat
meningkatkan kualitas dan kuantisas ternak tersebut.
14
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Syed, A. B. 1980. Buffalo Production And Development In Malaysia. Dalam Buffalo
Production For Small Farms. FFTC Series No. 15, Taipei.
Chantalakhana, C. 1980. Breeding Improvement of Swamp Buffalo for Small Farms. In
Southeast Asia. Dalam Buffalo Production For Small Farms. FFTC Series No. 15,
Taipei.
Chutikul, K. 1975. Ruminant (Buffalo) Nutrition. Dalam The Asiatic Water Buffalo.
FFTC, Taipei
Devendra , C. 1993. Ternak ruminansia di Asia. Dalam Woszika-Tomaszewska, I.M.
Mastika, A. Djajanegara, S. Garniner dan T. R. Wiradarya (Eds.). Produksi Kambing
dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press. Surakarta.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2007. Statistik Peternakan 2007. Direktorat Jenderal
Peternakan, Departemen Pertanian RI, Jakarta.
El-Shibiny, S,.Abd El-Salam,M.H & Ahmed, N.S., 1966.Milchwissensshalft, 27.217
Hadiwiyoto, S., 1994. Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Penerbit Liberty.
Yogyakarta.
Kusnadi , U. 2004. Kontribusi Ternak dalam Meningkatkan Pendapatan Petani di
Lahan Marginal Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten. J. Pembangunan
Peternakan Tropis . Special Edition Oktober 2004.
Mahadevan, P. 1978. Water Buffalo Research-Possible Future Trends. World Animal
Review 25: 2-7.
Mason, I.L. 1974. The Husbandry and Health of The Domestic Buffalo. Food And
Agriculture Organization of The United Nation, Rome
Mudgal,V.1992.Reproduction in River Buffaloes.In :BuffaloProduction.Ed. NM.Tulloh
and J.H.G.Holmes.Elsevier-LondonMuhammad, Z. 2002. Model Pengembangan
Kerbau Perah. Laporan Direktorat Budidaya Peternakan, Jakarta.
Shafie , M.M. 1985. Physiological Responses and Adaptation of Water Buffalo. In :
Stress Physiology in Livestock, vol. 2: Ungulates. YOUSEF, M.K. (Ed.). Florida,
USA, CRC. pp. 1 4
Zulbardi, M. 2002. Upaya Peningkatan Produksi Susu Kerbau bagi Ketersediaan dan
Mempertahankan Potensi Dadih. Pros. Seminar Nasional Teknol ogi Peternakan
dan Veteriner. Puslitbang Peternakan. Bogor. Hal: 186 189
15