Anda di halaman 1dari 28

LI.

Memahami dan Menjelaskan Anatomi Pendengaran


LO 1.1 Makroskopik

Telinga dibagi menjadi 3, yaitu :


A. Telinga Luar
Telinga luar terdiri atas auricular dan meatus
acusticus
externus.
Auricula
berfungsi
mengumpulkan getaran udara. Terdiri atas
lempeng tulang rawan elastic yang tipis ditutupi
kulit. Auricula memilki otot intrinsik dan ektrinsik,
yang disarafi n.facialis.
Meatus acusticus externus adalah tabung
berkelok yang terbenang antara auricular dan
membrane tympani, berfungsi menghantar
gelombang suara dari auricular ke membrane
tympani. Pada orang dewasa panjangnya lebih
kurang 2,5 cm. Daerah meatus yang paling sempit
lebih kurang 5 mm dari membrane tympani dan
bagian ini disebut isthmus.
Gambar 1. Telinga luar
Meatus dilapisi kulit dan sepertiga bagian luarnya memiliki rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
serumen. Yang terakhir ini adalah modifikasi kelenjar keringat, yang mengahasilkan lilin coklat kekuningkuningan. Rambut dan lilin ini merupakan sawar lengket yang mencegah masuknya benda-benda asing.
B. Telinga Tengah (Cavum Tympani)
Adalah ruang berisi udara dalam pars petrosa ossis temporalis yang dilapisi membrane mukosa.
Didalamnya didapatkan tulang-tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membrane
tympani ke perilimf telinga dalam. Atas cavum tumpani dibentuk oleh lempeng lempeng tulang tipis,
tegmen tympani yang merupakn bagian dari pars petropsa ossis temporalis. Memisahan cavum tympani
dari meningens dan lobus temporalis.
Gambar 2. Tulang telinga

Dasar cavum tympani memisahkan cavum dari bulbus superior v.jugularis interna. Bagian bawah
dinding anterior memisahkan cavum dari a.carotis interna dan plexus sympathicus. Pada bagian atas
terdapat dua saluran, menuju ke tuba auditiva dan saluran untuk m.tensor tympani. Bagian atas dinding
posterior terdapat adtus ad antrum, dan dibawahnya terdapat pyramis, dan dipuncaknya keluar tendo
m.stapedius.
Dinding lateral dibentuk oleh membran tympani. Membran tympani permukaannya konkaf ke lateral
dan pada dasar sekungan terdapat lekukan kecil, yaitu umbo, yang ditimbulkan oleh ujung manubrium
mallei. Terdapat daerah segitiga kecil pada membrana tympani yaitu pars flacida dan bagian lainnya
tegang disebut pars tensa. Membran tympani sangat peka terhadap nyeri dan permukaan luarnya
dipersyarafi oleh n.auriculotemporalis dan cabang auricular n.X.
Tuba Auditiva
Meluas dari dinding anterior cavum tympani ke bawah, depan, dan medial sampai ke nasopharynx.
Sepertiga posteriornya adalah tulang, dan dua pertiga anteriornya tulang rawan. Berfungsi membuat
seimbang tekanan udara dalam cavum tympani dengan nasopharynx.
C. Telinga Dalam (Labyrinthus)
Labyrinthus osseus
* Vestibulum
Merupakan bagian pusat, terletak posterior terhadap cochlea dan anterior terhadap canalis
semicircularis. Pada dinding lateral vestibulum didapatkan fenestra vestibule yang ditutupi oleh basis
stapes dan lig.anularenya serta fenestra cochlea yang ditutupi oleh membran tympani secundaria. Di
dalam vestibulum terdapat sacculus dan utriculus.

Gambar 3. Labirin Osseum


* Canalis semicircularis
Dibagi menjadi 3 kanalis: Superior, posterior, dan leteralis. Tiap canalis melebar pada salah satu
ujungnya yang disebut ampulla. Ketiganya bermuara ke dalam vestibulum melalui lima lubang, salah
satunya dipakai bersama oleh dua canalis. Didalam canalis terdapat ductus semicircularis.
Canalis semicircularis superior terletak vertical dan tegak lurus terhadap sumbu panjang os
petrosus. Canalis posterior juga vertical, namun sejajar dengan sumbu panjang os petrosus. Canalis
lateralis terletak horizontal, pada dinding medial aditus ada antrum.
* Cochlea
Bermuara pada bagian anterior vestibulum. Umumnya terdiri atas satu tiang di pusat, yaitu
modiolus, yang dikelilingi tabung tulang sebanyak dua setengah putaran. Setiap putaran berikutnya,
memiliki radius yang makin kecil, sehingga bangunannya keseluruhannya berbentuk kerucut.

Puncaknya menghadap ke anterolateral dan basisnya ke posteromedial. Putaran basal pertama dari
cochlea inilah yang tampak sebagai promontorium pada dinding medial cavum tympani.

Labyrinthus membranaceus
* Utriculus
Adalah yang terbesar sari dua buah sakus yang ada. Mempunyai hubungan tidak langsung dengan
sacculus dan duktus endoliymphatikus melalui duktus utrikulosakularis.
* Sacculus
Berbentuk bulat dan berhubungan dengan utriculus. Ductus endolymphaticus setelah bergabung
dengan ductus utriculosaccularis terus berlanjut dan berakhir dalam kantung buntu kecil, yaitu saccus
endolymphaticus.
Utriculus dan sacculus terdapat reseptor sensoris khusus, yang peka terhadap orientasi kepala
akibat gaya berat atau tenaga percepatan lain.

Gambar 4. Labirin membranasea


Perdarahan
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a.auditori interna (a.labirintin) yang bersal dari a.serebelli
inferior anterior atau langsung dari a.basillaris. Setelah masuk meatus akustikus internus dibagi menjadi
3:
1. a. vestibularis anterior memperdarahi : Makula utrikuli, macula sakuli, Krista ampularis, dan
canalis semicircularis superior dan lateralis.
2. a. vestibulokoklearis memperdarahi : Makula sakuli, canalis semicircularis posterior, dan inferior
dari utrikulus.
3. a. koklearis memperdarahi : modiolus (organ corti, skala vestibuli, dan skala tympani)
Aliran vena pada telinga melalui 3 jalur :
1. Vena auditori interna
2. Vena akuaduktus koklearis
3. Vena akuaduktus vestibularis
Persarafan
N. vestibularis mengembang membentuk ganglion vestibulare. Cabang-cabang saraf kemudian menembus
ujung lateral meatus acusticus internus dan masuk ke dalam labyrinthus membranaceus, untuk memasok
utriculus, sacculus, dan ampullae ductus semicircularis.
N. cochlearis bercabang-cabang, masuk ke foramina pada basis modiolus. Ganglion sensoris saraf ini
berbentuk ganglion spiral memanjang, terletak dalam canalis yang mengelilingi modiolus, pada basis
lamina spiralis. Cabang-cabang perifer saraf ini berjalan dari ganglion ke organ corti.
M. Tensor tympani depersarafi oleh n.trigeminus berfungsi secara reflex meredam getaran malleus lebih
menegangkan membrana tympani.

M. Stapedius dipersyarafi dari n.facialis, yang terletak di belakang pyramis. Fungsi adalah reflex
meredam getaran stapes dengan menarik collumnya.
LO 1.2 Mikroskopik
Telinga luar terdiri atas daun telinga (auricle/pinna), liang telinga luar (meatus accus-ticus externus) dan
gendang telinga (membran timpani)
Daun telinga /aurikula disusun oleh tulang rawan elastin yang ditutupi oleh kulit tipis yang melekat erat
pada tulang rawan. Dalam lapisan subkutis terdapat beberapa lembar otot lurik yang pada manusia
rudimenter (sisa perkembangan), akan tetapi pada binatang yang lebih rendah yang mampu menggerakan
daun telinganya, otot lurik ini lebih menonjol. Liang telinga luar merupakan suatu saluran yang
terbentang dari daun telinga melintasi tulang timpani hingga permukaan luar membran timpani. Bagian
permukaannya mengandung tulang rawan elastin dan ditutupi oleh kulit yang mengandung folikel rambut,
kelenjar sebasea dan modifikasi kelenjar
keringat yang dikenal sebagai glandula
seruminosa.. Sekret kelenjar sebacea bersama
sekret kelenjar serumen merupakan komponen
penyusun serumen.
Telinga Tengah
Membran timfani terdiri dari bagian :
Pars flaccida (membran sharpnell)
terdapat 2 lapis yaitu
Lapisan luar : lanjutan kulit
liang telinga, epitel squamosa
Lapisan dalam: sel kubis
bersilia

Pars tensa (lamina propia) terdapat 3 lapis :


Lapisan luar : lanjutan kulit liang telinga, epitel squamosa
Lapisan tengah : serat kolagen dan sedikit serat elastin
Lapisan dalam : sel kubus bersilia

Tuba auditiva (Eustachius) menghubungkan rongga


timpani dengan nasofarings lumennya gepeng, dengan
dinding medial dan lateral bagian tulang rawan biasanya
saling berhadapan menutup lumen. Epitelnya bervariasi
dari epitel bertingkat, selapis silindris bersilia dengan sel
goblet dekat farings. Dengan menelan dinding tuba saling
terpisah sehingga lumen terbuka dan udara dapat masuk ke
rongga telinga tengah. Dengan demikian tekanan udara
pada kedua sisi membran timpani menjadi seimbang.
Di bagian dalam rongga telinga tengah terdapat 3 jenis
tulang pendengaran yaitu tulang maleus, inkus dan stapes.
Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak tanpa rongga sumsum tulang. Tulang maleus melekat pada
membran timpani. Tulang maleus dan inkus tergantung pada ligamen tipis di atap ruang timpani.
Lempeng dasar stapes melekat pada tingkap celah oval (fenestra ovalis) pada dinding dalam. Ada 2 otot
kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot tensor timpani terletak dalam saluran di

atas tuba auditiva, tendonya berjalan mula-mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah
tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke
dalam gagang maleus. Tendo otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam
dinding posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes. Otot-otot ini berfungsi
protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi.
Telinga Dalam
Labirin bertulang atau labyrinthus
osseus
cochlearis
berputar
mengelilingi sumbu pusat tulang
spongiosa disebut modiolus. Di
dalam modiolus terdapat ganglion
spirale, yang terdiri dari banyak
aferen bipolar. Dendrit dari neuron
bipolar ini menjulur dan menyarafi
sel rambut yang terletak di aparatus
pendengeran yaitu Organ Corti.
Labirin bertulang telinga dalam
dibagi menjadi dua rongga utama
oleh lamina spiralis dan membran
basilar. Kanal koklea dibagi menjadi
skala timpani sebelah bawah dan
skala vestibuli di atas. Skala timpani
dan skala vestibuli berhubungan di
apeks koklea melalui sebuah lubang
kecil yaitu helicotrema. Membarana Reissner (vestibularis) memisahkan skala vestibuli dan skala media.
Sel-sel sensorik untuk deteksi suara terletak di organ corti, yang terletak di atas membran basilar skala
media. Membrana tectoria menutupi sel-sel di organum spirale.
ORGAN CORTI

Organ Corti terdiri atas sel-sel penyokong dan sel-sel rambut. Sel-sel yang terdapat di organ Corti adalah
1. Sel tiang dalam merupakan sel berbentuk kerucut yang ramping dengan bagian basal yang lebar
mengandung inti, berdiri di atas membran basilaris serta bagian leher sempit dan agak melebar di bagian
apeks.
2. Sel tiang luar mempunyai bentuk yang serupa dengan sel tiang dalam hanya lebih panjang. Di antara
sel tiang dalam dan luar terdapat terowongan dalam.

3. Sel falangs luar merupakan sel berbentuk silindris yang melekat pada membrana basilaris. Bagian
puncaknya berbentuk mangkuk untuk menopang bagaian basal sel rambut luar yang mengandung seratserat saraf aferen dan eferen pada bagian basalnya yang melintas di antara sel-sel falangs dalam untuk
menuju ke sel-sel rambut luar. Sel-sel falangs luar dan sel rambut luar terdapat dalam suatu ruang yaitu
terowongan Nuel. Ruang ini akan berhubungan dengan terowongan dalam.
4. Sel falangs dalam terletak berdampingan dengan sel tiang dalam. Seperti sel falangs luar sel ini juga
menyanggah sel rambut dalam.
5. Sel batas membatasi sisi dalam organ corti
6. Sel Hansen membatasi sisi luar organ Corti. Sel ini berbentuk silindris terletak antara sel falangs luar
dengan sel-sel Claudius yang berbentuk kuboid. Sel-sel Claudius terletak di atas sel-sel Boettcher yang
berbentuk kuboid rendah. Permukaan organ Corti diliputi oleh suatu membran yaitu membrana tektoria
yang merupakan suatu lembaran pita materi gelatinosa. Dalam keadaan hidup membran ini menyandar di
atas stereosilia sel-sel rambut.
Labyrinth Membranosa merupakan kantong-kantong dan saluran yang terdapat di dalam labyrinth osea,
berisi cairan endolymph. Labyrinth membranosa terdiri dari labyrinth vestibularis dan labyrinth
cochlearis.
Labyrinth vestibularis terdiri dai dua kantong yaitu utriculus dan sacculus dan tiga buah ductus
semicircularis. Pada dinding lateral utriculus terdpat penebalan horizontal berbentuk oval disebut macula
utriculi. Pada dinding medial sacculus terdapat penebalan vertikal disebut macula sacculi. Ductus
semicircularis membranosa
yang pangkalnya melebar
disebut
ampulla
membranosa. Pada dasra
masing-masing
ampulla
terdapat crista ampullaris
berupa
penebalan
transversal.
Aparatus Vestibular :
Terdiri
dari
utikulus,
sakulus,
dan
kanalis
semisirkularis. Organ-organ
yang sensitif ini berespons
terhadap percepatan linier
atau angular atau gerkan
kepala. Input sensorik dari aparatus vestibular melalui jalur persarafan mengaktifkan otot-otot rangka
tertentu untuk mengoreksi keseimbangan, dan mengembalikan tubuh ke posisi yang normal.

LI. 2

Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pendengaran

Pendengaran
Proses pendengaran
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran udara
yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah nertekanan tinggi karena komporesi (pemampatan)
molekul-molukel udara yang berselang-seling dengan daerah-daerah bertekanan rendah karena
penjarangan molekul tersebut. Setiap alat yang ammapu menghasilkan pola gangguan molekul udara
seperti itu adalah sumber suara.
Gelombang suara juga dapat berjalan melalui medium selain udara, misalnya air. Namun, perjalan
gelombang suara dalam media tersebut kurang efisien, diperlukan tekanan yang lebih besar untuk
menimbulkan pergerakan cairan udara karena resistensi terhadap perubahan cairan yang lebih besar.
Suara ditandai oleh nada (tone, tinggi rendahnya suara), intensitas (kekuatan, kepekakan, loudness,
dan timbre (kualitas, warna nada).
o Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin tinggi frekuensi getaran , semakin
tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara dengan frekuensi dari 20-20.000
siklus per detik, tetapi paling peka terhadap frekuensi antara 1000 dan 4000 siklus per detik.
o Intensitas atau kepekakan (kekuatan) suatu suara bergantung pada amplitudo gelombang suara, atau
perbedaan tekanan anatar daerha pemampatan yang bertekanan tinggi dan daerah penjarangan yang
bertekanan tinggi. Dalam rentang pendengaran, semakin besar amplitudo, semakin keras (pekak)
suara. Kepekakan dinyatan dalam desibel (dB), yaitu ukuran logaritmik intensitas dibandungkan
dengan suara teredam (terhalus) yang dapat terdengar ambang pendengaran-. Karena hubungan yang
bersifat logaritmik, setiap 10 dB menandakan peningkatan kepekakan 10 kali lipat.
o Kualitas atau warna nada (timbre) bergantung pada nada tambahan, yaitu frekuensi tambahan yang
menimpa nada dasar.
Telinga luar dan tengah mengubah gelombang suara dari hantaran udara menjadi getaran
cairan di telinga dalam.
Reseptor-reseptor khusus untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan. Dengan demikian,
gelombang suara hantaran udara yang harus disalurkan ke arah dan dipindahkan ke telinga dalam, dan
dalam prosesnya melakuakan kompensai terhadap berkurangnya energi suara terjadi secara alamiah
sewaktu gelombang suara berpindah dari udara ke air. Fungsi ini dilakukan oleh telinga liar dan telinga
tengah.
Telinga luar terdiri dari pinna (bagian daun telinga, auricula), meatus auditorius eksternus (saluran
telinga), dan memebran timpani (gendnag telinga). Pinna, suatu lempeng tulang rawan terbungkus kulit,
mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke slauran telinga luar. Karena bentuknya, daun

telinga secra parsial menahan gelombang suara yang mendekati telinga dari arah belakang, dan dengan
demikian, membantu seseorang membedakan apakah suara datang dari arah depan atau belakang.
Lokalisasi suara untuk menentukan apakah suara datang sari kanan atau kiri ditentukan berdasarkan
dua petunjuk. Pertama, gelombang suara mencapai telinga yang terletak lebih dekat ke sumber suara
sedikit lebih cepat daripada gelombang tersebut mencapai telinga satunya. Kedua, sura terdengar kurang
kuat sewaktu mencapai telinga yang terletak lebih jauh, krena kepala berfungsi sebagai sawar suara yang
secara parsial mengganggu perambatan gelombang suara.
Pintu masuk ke kanalis telinga (saluran telinga) dijaga oleh rambut-rambut halus. Kulit yang
melapisi saluran telinga mengandung kelenjar-kelenjar keringat termodifikasi yang menghasilkan
serumen (kotoran telinga), suatu sekersi lengket yang menangkap partikel-partikel asing yang halus.
Rambut halus dan serumen tersebut membantu mencegah partikel-partikel dari udara masuk ke bagian
dalam saluran telinga, tempat mereka dapat menumpuk atau mencederai membrana timpani dan
menggangu pendengaran.
Membrani timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga tengah, bergetar sewaktu
terkena gelombang suara. Daerah-daerah gelombang suara yang bertekanan tinggi dan rendah berselangseling menyebabkan gendang telinga yang sangat peka tersebut menekuk keluar masuk seirama dengan
frekuensi gelombang suara.
Tekanan udara istirahat di kedua sisi membran timpani harus setara agar membrana dapat bergerak
bebas sewaktu gelombang suara mengenainya. Bagian luar gendang telinga terpajan ke tekanna atmosfer
yang mencapainya melalui saluran telinga. Bagian dalam gendang telinga yang berhadapan dengan
rongga telinga tengah juga terpajan ke tekanan atmosfer melalui tuba eustachius (auditoria) yang
menghubungkan telinga tengah ke faring. Tuba eustakius dalam keadaan normal tertutup, tetapi dapat
dibuat terbuka dengan gerakan menguap, mengunyah, atau menelan. Pembukaan tersebut
memeungkinkan tekanan udara di dalam telinga tengah menyamakan diri dengan tekanan atmosfer,
sehingga tekanan di kedua sisi membran setara.
Selama perubahan tekanan eksternal yang berlangsung cepat (contohnya sewaktu pesawat lepas
landas), kedua gendang telinga menonjol ke luar dan menimbulkan nyeri karena tekanan di luar telinga
berubah sedangkan tekanan di telinga tengah tidak berubah. Membuka tuba eustakius dengan menguap
memungkinkan tekanan di kedua sisi membrana timpani seimbang, sehingga menghilangkan distorsi
tekanan dan gendang telinga kembali ke posisinya semula. Infeksi yang berasal dari tenggorokan kadangkadang menyebar melalui tuba eustakius ke telinga tenagah. Penimbunan cairan yang terjadi di telinga
tengah tidak saja menimbulkan nyeri tetapi juga menganggu hantaran suara melintasi telinga tengah.
Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar memebrana timpani ke cairan di telinga dalam.
Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga tulang yang dapat beregrak atau
osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan melintasi telinga tengah. Tulang pertama maleus
melekat ke membrana timpani, dan tulang terakhir stapes melekat ke jendela oval, pintu masuk ke
koklea yang berisi cairan. Ketika membrana timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara,
rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan frekuensi gerakan
tersebut dari membrana timpani ke jendela oval. Tekanan di jendela oval akibat setiap getaran yang
dihasilkan menimbulkan gerakan seperti gelombang pada cairan telinga dalam dengan frekuensi yang
sama dengan frekuensi gelombang suara semula.
Namun, seperti dinyatakan sebelumnya, diperlukan tekanan yang lebih besar untuk menggerakan
cairan. Terdapat dua mekanisme yang berkaiatan dengan sistem osikuler yang memperkuat tekanan
gelombang suara daru udara untuk menggetarkan cairan di koklea. Pertama, karena luas permukaan
membran timpani jauh lebih besar daripada luas permukaan jendela oval, terjadi peningktan tekanan
ketika gaya yang bekerja di membrana timpani disalurkan ke jendela oval (tekanan= gaya/satuan luas).
Kedua, efek pengungkit tulang-tulang pendnegaran menghasilkan keuntungan mekanis tambahan. Kedua
mekanisme ini bersama-sama meningkatkan gaya yang timbul pada jendela oval sebesar 20 kali lipat dari
gelombang suara yang langsung mengenai jendela oval. Tekanan tambahan ini cukup untuk menyebabkan
peregrakan cairan koklea.

Beberapa otot halus di telinga tengah berkontraksi secara refleks sebgai respons terhadap suara keras
(> 70 dB), menyebabkan membrana timpani menegang dan pergerakan tulang-tulang di telinga tengah
dibatasi. Pengurangan pergerakan struktur-struktur telinga tengah ini menghilangkan transmisi gelombang
suara keras ke telinga dalam untuk melindungi perangkat sensorik yang sangat peka dari kerusakan.
Namun, respons refleks ini relatif lambat, timbul plaing sedikit 40 mdet setelah pajanan suatu sura keras.
Dengan demekian, refleks ini hanya memberikan perlindungan terhadap suara keras yang
berkepankangan, bukan terhadap suara keras yang timbul mendadak, misalnya suara ledakan.
Sel rambut di organ corti mengubah gerakan cairan menjadi sinyal saraf.
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan timbulnya gelombang
tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat ditekan, tekanan dihamburkan melalui dua cara
sewaktu stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke dalam:
1. Perubahan posisi jendela bundar
2. Defleksi membran basilaris.
Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke depan di kompartemen atas,
kemudian mengelilingi helikotrema, dan ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut
menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar ke dalam rongga telinga tengah untuk mengkompensasi
peningkatan tekanan. Ketika stapes beregerak mundur dan menarik jendela oval ke luar ke arah telinga
tengah, perilimfe mengalir dalam arah berlawanan, mengubah posisi jendela bundar ke arah dalam. Jalur
ini tidak menyebabkan timbulnya persepsi suara, tetapi hanay menghamburkan tekanan.
Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil jalan pintas.
Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan melalui membrana vestibular yang tipis, ke dalam
duktus koklearis, dan kemudian melalui membrana basilaris ke kompartemen bawah, tempat gelombang
tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar masuk bergantian.
Perbedaan utama pada jalur ini adalah bahwa transmisi gelombang tekanan melalui membrana
basilaris menyebabkan membran ini bergerak ke atas dan ke bawah, atau bergetar secara sinkron dengan
gelombang tekanan. Karena organ corti menumpang pada membrana basilaris, sel-sel rambut juga
bergerak naik turun sewaktu membrana basilaris bergetar. Karena rambut-rambut dari sel reseptor
terbeanam di dalam membrana tektorial yang kaku dan stasioner, rambut-rambut tersebut akan
membengkok ke depan dan belakang sewaktu membrana basilaris menggeser posisinya terhadap
membrana tektorial.
Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju mundur ini menyebabkan sluran-saluran ion gerbang
mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini menyebabkan perubahan
potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantian.
Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui sinaps kimiawi dengan ujungujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius(koklearis). Depolarisasi sel-sel rambut
(sewaktu membrana basilaris bergerak ke atas) meningkatkan kecepatan pengeluaran zat perantara
mereka, yang menaikkan kecepatan potensial aksi di serat-serta aferen. Sebaliknya, kecepatan
pembentukan potensial aksi berkurang ketika sel-sel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara karena
mengalami hiperpolarisasi (sewaktu membrana basilaris bergerak ke bawah).

Gambar 9. Transmisi gelombang suara


Dengan demikian, telinga mengubha gelombang suara di udara menjadi gerakan-gerakan berosilasi
membrana basilaris yang membengkokkan pergerakan maju mundur rambut-rambut di sel reseptor.
Perubahan bentuk mekanis rambut-rambut tersebut menyebabkan pembukaan dan penutupan (secara
bergantian) saluran di sel reseptor, yang menimbulkan perubahan potensial berjenjang di reseptor,
sehingga mengakibatkan perubahan kecepatan pembentykan potensial aksi yang merambat ke otak.
Dengan cara ini, gelombang suara diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang dapat dipersepsikan oleh otak
sebagai sensasi suara.
Diskriminasi nada bergantung pada daerah membrana basilaris yang bergetar, diksriminasi
kepekakan suara bergantung pada amplitudo getaran.
Diskriminasi nada (yaitu, kemampuan membedakan berbagai frekuensi gelombang suara yang
datang) bergantung pada bentuk dan sifat membrana basilaris, yang menyempit dan kaku di ujung
helikotremanya.
Berbagai daerah di membrana basilaris secra alamiah bergetar secara maksimum pada frekuensi yang
berbeda, yaitu setiap frekuensi memperlihatkan getaran puncak di titik-titik tertentu sepanjang membrana.
Ujung sempit paling dekat jendela oval bergetar maksimum pada nada-nada tinggi, sedangkan ujung lebar
paling dekat dengan helikotrema bergetar maksimum pada nada-nada rendah. Nada-nada antara berada di
sepanjang membrana basilaris dari frekuensi tinggi ke rendah.
Korteks pendengaran dipetakan berdasarkan nada
Neuron-neuron aferen yang menangkap sinyal auditorius dari sel-sel rambut keluar dari koklea
melalui saraf auditorius. Jalur saraf antara organ corti dan korteks pendengaran melibatkan beberapa
sinaps di batang otak dan nukleus genikulatus medialis talamus. Batang otak menggunakan masukan
pendangaran untuk kewaspadaan. Talamus menyortir dan memancarkan sinyal ke atas. Tidak seperti jalur
penglihatan, sinyal pendengaran dari kedua telinga dislaurkan ke kedua lobus temporalis karena seratsertanya bersilangan secara parsial di batang otak. Karena itu, gangguan di jalur pendengaran tidak
mengganggu pendengaran di kedua telinga.
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang
yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani
diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendngarab yang akan mengamfikasi getaran
melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap
lonjong.

Energi getar yang telah diampfikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong
sehingga perlimfa pada skala vestibuli brgerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan
membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
streosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari
badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan meenimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu
lanjutkan ke ukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.
Keseimbangan

Gambar 10. Aparatus vestibularis


Apratus vestibularis mendeteksi posisi dan gerakan kepala,serta penting untuk keseimbangan
dan koordinasi gerakan kepala,mata, dan tubuh.
Selain perannya dalam pendengaran yang bergantung pada koklea, telinga dalam memiliki komponen
khusus lain,yakni aparatus vestibularis, yang memberikan informasi yang penting untuk sensasi
keseimbangan dan untuk koordinasi gerakan kepala dengan gerakan mata dan postur tubuh. Paratus
vestibularis terdiri dari dua struktur yang teretak dalam tulang temporalis di dekat koklea,yaitu kanalis
semisirkularis dan organ otolit yang mencakup utrikulus dan sakulus.
Kanalis samisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselerasi anguler atau rotasional kepala. Tiaptiap telinga memiliki tiga kanalis semisirkularis yang secara tiga dimensi tersusun dalam bidang-bidang
yang tegak lurus satu sama lain. Sel-sel rambut di tiap kanalis terletak pada ampula dan terbenam dalam
suatu lapisan gelatinosa yang d sebut dengan kupula, yang menonjol dalam endolimfe di dalam ampula.
Kupula akan bergoyang sesuai arah gerakan cairan.
Akselerasi atau deselarisasi selama rotasi kepala selama gerakan kepala ke segala arah menyebabkan
pergerakan endolimfe. Ketika kepala mulai bergerak, saluran tulang dan sel rambut yang terbenam dalam
kupula mengikuti gerakan kepala. Namun, caoran di dalam kanalis yang tidak melekat ke tengkorak,
mula-mula tidak ikut bergerak sesuai arah gerakan rotasi tetapi tertinggal di belakang karena adanya
inersia. Ketika endolimfe tertinggal saat kepala mulai berputar, endolimfe yang terletak sebidang dengan
gerakan kepala pada dasarnya bergeser dengan arah yang berlawanan dengan arah gerakan kepala.
Gerakan ini mengakibatkan kupula condong ke arah yang berlawanan dengan gerakan kepala,
membengkokkan rambut-rambut sensorik yang terbenam di dalamnya. Apabila gerakan kepala berlanjut
dengan arah dan kecepatan yang sama, endolimfe akan menyusul dan bergerak bersama dengan kepala,
sehingga rambut-rambut kembali ke posisi tegak mereka.
Sel-sel rambut dalam aparatus vestibularis akan membentuk sinaps zat perantara kimiawi dengan
ujung-ujung terminal neuron aferen yang aksonnya menyatu dengan akson struktur vestibularis yang lain
untuk membentuk saraf vestibularis. Saraf ini bersatu dengan saraf auditorius dari koklea untuk
membentuk saraf vestibulokoklearis. Depolarisasi sel-sel rambut meningkatkan kecepatan pembentukan
potensial aksi di serat-serat aferen.
Organ otolit memberikan informasi mengenai posisi kepala relatif terhadap gravitasi dan juga
mendeteksi perubahan dalam kecepatan linear. Utrikulus dan sakulus adalah organ yang terletak di dalam

rongga tulang yang terletak di anatarakanalis semisirkularis dan koklea. Sel-sel rambut dalam organ ini
juga tertanam dalam jaringan gelatinosa yang disebut dengan membarana otolit. Ketika seseorang berada
dalam posisi tegak, rambut-rambut dalam utrikulus berorientasi secara vertikal dan disakulus berorientasi
secara horizontal.
Tuli atau hilangnya pendengaran diklasifikasikan menjadi dua , yaitu :

Tuli hantaran atau konduktif


Tuli hantaran terjadi jika grlombang suara tidak secara adekuat dihantarkan melalui telinga bagian
luar dan bagian tengah untuk menggetarakan cairan bagian dalam. Kemungkinan penyebabnya
adalah penyumbatan fisik saluran telinga oleh serumen, pecahnya gendang telinga, infeksi telinga
tengah disertai penimbunan cairan, atau restriksi gerakan osikulus akibat perlekatan tulang antar
stapes dan oval window.

Tuli sensorineural atau perseptif


Pada tuli sensorinueral gelombang suara di hantarkan ke tilnga bagian dalam, tetapi tidak
diterjamahkan menjadi sinyal saraf yang dapat diinterpretasikan oleh otak sebagai sensasi suara.
Defeknya dapat terletak di organ corti atau nervus auditorius atau di jalur auditorius ascendens atau
korteks auditorius.
Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (kongenital), labirintitis (oleh bakteri/virus),
intoksikasi obat streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal, atau alkohol. Selain itu
juga dapat disebabkan oleh tuli mendadak (sudden deafness), trauma kapitis, trauma akustik, dan
pajanan bising.
Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum,
mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, dan kelainan otak lainnya.
Kerusakan telinga oleh obat, pengaruh suara keras, dan usia lanjut akan menyebabkan kerusakan
pada penerimaan nada tinggi di bagian basal koklea. Presbikusis ialah penurunan kemampuan
mendengar pada usia lanjut.
Pada trauma kepala dapat terjadi kerusakan di otak karena hematoma, sehingga terjadi gangguan
pendengaran.

Derajat ketulian ISO:


0-25 dB
:
>25-40 dB
:
>40-55 dB
:
>55-70 dB
:
>70-90 dB
:
>90 dB
:
LI. 3

normal
tuli ringan
tuli sedang
tuli sedang berat
tuli berat
tuli sangat berat

Memahami dan Menjelaskan Otitis Media Akut


LO 3.1 Definisi

Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius,
antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif
dan otitis media non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu,
juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis
media yang lain adalah otitis media adhesiva (Djaafar, 2007).
LO 3.2 Epidemiologi

Otitis media lebih sering timbul di musim dingin daripada musim semi. Di beberapa penelitian disebutkan
penyakit ini banyak diderita laki-laki, sementara diantara anak-anak Amerika kulit putih dan kulit hitam
tidak ada perbedaan. Insidens tertinggi otitis media akut (OMA) pada kelompok umur 6-11 bulan dan
75% anak mengalami episode ini dalam umur 12 bulan. Anak-anak yang menderita pertama sekali
episode OMA kurang dari umur 12 bulan secara signifikan akan lebih mudah mendapatkan OMA rekuren.
Data epidemiologi OMSK bervariasi, prevalensi tertinggi didapatkan pada anak- anak Eskimo, Indian
Amerika, dan Aborigin Australia (7-46%). Negara industri seperti Amerika Serikat dan Inggris
prevalensinya kurang 1% (Chole dan Nason, 2009).
Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari
pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia (Aboet, 2007). Tahun 2008
kunjungan baru penderita OMSK sebanyak 208 dengan perbandingan laki-laki dan perempuan hampir
sama.
LO 3.3 Etiologi
1. Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian, 65-75% kasus OMA
dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga
tengah. Kasus lain tergolong sebagai non-patogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme
penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%),
diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus
dijumpai patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A beta-hemolytic),
Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif
banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus
influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga
sama dengan yang dijumpai pada anak-anak.
2. Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau bersamaan dengan bakteri
patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus
(RSV), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza
virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius,
menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba
dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya (Kerschner, 2007). Dengan menggunakan teknik
polymerase chain reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA),
virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada 75% kasus.
Faktor Risiko
1. Intrinsic
Predisposisi genetic
Usia
Bayi dan anak lebih mudah mengalami OM karena tuba eustachius pendek, lebar dan agak
horizontal.
Jenis kelamin : laki-laki>perempuan
Ras tertentu : kulit putih Amerika dan Kanada, suku Aborigin Australia lebih rentan daripada AfrikaAmerika.
Kelainan anatomi :
- Palatoskisis : insersio tensor veli palatine di palatum mole tidak ada sehingga sulit membuka
tuba dengan adekuat saat proses mengunyah.

- Kelainan kraniofasial lain


- Sindrom Down
Kelainan system imun :
- Imaturitas imun
- Alergi : alergi inhalasi berpengaruh besar, terutama pada anak (5-80% kasus)
a. Alergi degranulasi sel mast kenaikan permeabilitas vascular aliran darah bertambah
produksi mucus meningkat obstruksi nasal
b. Alergi meluas dari nasal anterior ke nasofaring edema tuba, perbedaan tekanan,
transudasi obstruksi nasal
Immunokompromais : tumor ganas, AIDS, terapi imunosupresif, defisiensi immunoglobulin.

2.

Ekstrinsik
Kurang/tidak memperoleh ASI
Riwayat ISPA semakin sering infeksi berulang, semakin mudah terjadi OM
Penyakit hidung dan/atau sinus
Kunjungan rutin ke pusat layanan kesehatan meningkatkan risiko pajanan pathogen.
Pajanan asap rokok mengganggu bersihan mukosilier risiko infeksi naik

LO 3.4 Klasifikasi
Otitis media
Otitis media supuratif

Otitis media nonsupuratif

Otitiskronik
mediaOtitis
serosa
akutserosa
Otitis media
supuratif
media
Otitis subakut
media serosa kronik
Otitis Otitis
mediamedia
akut supuratif
subakut

Otitis media rekuren

Otitis media rekuren


Otitis media akut

Otitis media rekuren

Berdasarkan durasi waktu, proses pada otitis media dibedakan menjadi:

Akut : 0-3 minggu


Subakut : 3-12 minggu
Kronik : >12 minggu

LO 3.5 Patofisiologi
Pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran pernapasan atas (ISPA)
atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan
tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga

tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau
bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah
bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring.
Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi
efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media
dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta
terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret.
Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang
dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan
kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika
sekret dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena
membran timpani dan tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi
cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi.
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah
seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi
sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan dengan
riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius, sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor
ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi adenoid.
Penyebab-penyebab Anak Mudah Terserang OMA
Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserang OMA dibanding dengan orang dewasa. Ini karena pada
anak dan bayi, tuba lebih pendek, lebih lebar dan kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa,
sehingga infeksi saluran pernapasan atas lebih mudah menyebar ke telinga tengah. Panjang tuba orang
dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah umur 9 bulan adalah 17,5 mm (Djaafar, 2007). Ini
meningkatkan peluang terjadinya refluks dari nasofaring menganggu drainase melalui tuba Eustachius.
Insidens terjadinya otitis media pada anak yang berumur lebih tua berkurang, karena tuba telah
berkembang sempurna dan diameter tuba Eustschius meningkat, sehingga jarang terjadi obstruksi dan
disfungsi tuba. Selain itu, sistem pertahanan tubuh anak masih rendah sehingga mudah terkena ISPA lalu
terinfeksi di telinga tengah. Adenoid merupakan salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang
berperan dalam kekebalan tubuh. Pada anak, adenoid relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi
adenoid yang berdekatan dengan muara tuba Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu
terbukanya tuba Eustachius. Selain itu, adenoid dapat terinfeksi akibat ISPA kemudian menyebar ke
telinga tengah melalui tuba Eustachius (Kerschner, 2007).
Perbedaan Antara Tuba Eustachius pada Anak-anak dan Orang Dewasa

LO 3.6 Manifestasi Klinis

membrane tymphani normal


OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung pada perubahan pada
mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius, stadium hiperemis atau stadium presupurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium resolusi (Djaafar, 2007).
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi membran timpani akibat
terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi
membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang.
Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran
timpani kadang-kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi
mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis
media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini.
2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi
Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di
timpani, yang ditandai oleh membran timpani mengalami
edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit
Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan
terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses
inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani
kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang
menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh
dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi
gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis.
Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat
di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam
sampai dengan satu hari.
3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen
bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu
edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel
epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen
di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau
bulging ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini, pasien akan
tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di
telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat
tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran
konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.
Membran
Bulging dengan Pus Purulen

membran
hiperemis,
terlihat.
sehingga
menjadi

atau

Timpani

Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan iskemia membran
timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah
yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan
kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek
dan berwarna kekuningan atau yellow spot.
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan
dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju
liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi
ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak menutup
kembali jikanya tidak utuh lagi.
4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani
sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak
mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadangkadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut).
Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya
pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman.
Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang,
suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak.
Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran
sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu,
maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut.
Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama
lebih satu setengah sampai dengan dua bulan, maka
keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik.

akan

5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan berhentinya otore.
Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani
menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal.
Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh
baik, dan virulensi kuman rendah.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik.
Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara
terus-menerus atau hilang timbul.
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis media serosa
terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani.
Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat
berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya
terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa
nyeri, terdapat gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang mendengar. Pada
bayi dan anak kecil, gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai 39,5C (pada stadium
supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan
kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret
mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tidur tenang (Djaafar, 2007).

Penilaian klinik OMA digunakan untuk menentukan berat atau ringannya suatu penyakit. Penilaian
berdasarkan pada pengukuran temperatur, keluhan orang tua pasien tentang anak yang gelisah dan
menarik telinga atau tugging, serta membran timpani yang kemerahan dan membengkak atau bulging.
Menurut Dagan (2003) dalam Titisari (2005), skor OMA adalah seperti berikut:

Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Bila didapatkan angka 0 hingga 3, berarti OMA ringan
dan bila melebihi 3, berarti OMA berat.Pembagian OMA lainnya yaitu OMA berat apabila terdapat
otalgia berat atau sedang, suhu lebih atau sama dengan 39C oral atau 39,5C rektal. OMA ringan bila
nyeri telinga tidak hebat dan demam kurang dari 39C oral atau 39,5C rektal (Titisari, 2005).
LO 3.7 Diagnosis
Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut, yaitu:
1 Penyakit ini onsetnya mendadak (akut)
2 Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga tengah.
Efusi dibuktikan dengan memperhatikan tanda berikut:
a Mengembangnya gendang telinga
b Terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga
c Adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga
d Cairan yang keluar dari telinga
3 Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah yang dibuktikan dengan adanya salah satu diantara
tanda berikut :
a Kemerahan pada gendang telinga
b Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal
Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun telinga pada bayi,
keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan, mual dan muntah serta
rewel. Namun gejala-gejala ini tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat
didasarkan pada riwayat semata.
Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop untuk melihat dengan jelas keadaan gendang
telinga/membrane timpani yang menggembung, eritema bahkan kuning dan suram serta adanya cairan
berwarna kekuningan di liang telinga.
Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatic (alat untuk melihat
gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga
terhadap perubahan tekanan udara). Gerakan gendang telinga yang kurang dapat dilihat dengan

pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai pemeriksaan tambahan untuk memperkuat
diagnosis OMA. Namun umunya OMA sudah dapat ditegakkan dengan pemeriksaan otoskop biasa.
Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan terhadap gendang
telinga). Namun pemeriksaan ini tidak dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis
anatara lain OMA pada bayi berumur di bawah 6 minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah
sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak member respon pada beberapa pemberian
antibiotic atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dipertimbangkan:
- Darah perifer lengkap : leukositosis pada OM berat
- Kultur darah : bacteremia pada saat demam tinggi
- Kultur secret telinga : mengetahui bakteri etiologi
- Pemeriksaan kadar immunoglobulin jika diperlukan
PEMERIKSAAN TELINGA
Alat-alat :
- Lampu kepala
- Corong telinga
- Otoskop
- Pelilit kapas
- Pengait serumen
- Pinset telinga
- Garputala
Cara umum
Pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit kedepan dan kepala lebih tinggi sedikit dari
kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan membrane tympani.
Mula-mula dilihat keadaan dan bentuk daun telinga, daerah belakang daun telinga,
apakah terdapat tanda peradanagn atau sikatriks bekas operasi.
Daun telinga ditarik ketas dan kebelkanag sehingga liang telinga menjadi lebih lurus dan akan
mempermudah untuk melihat keadaan liang telinga dan membrane tympani.
Untuk lebih jelas pakailah otoskop. Otoskop dipegang dengan tangan kanan untuk memeriksa telinga
kanan dan sebaliknya. Untuk stabil, jari kelingking diletakkan pada pipi pasien.
Bila terdapat serumen dalam liang telinga yang menyumbat maka harus dikeluarkan.
Jenis-jenis Tes Pendengaran
1. Tes berbisik
Syarat:
- Tempat : ruangan sunyi dan tidak ada echo (dinding dibuat rata atau dilapisi soft board / gorden)
serta ada ajarak sepanjang 6 meter
- Penderita (yang diperiksa) :
Mata ditutup atau dihalangi agar tidak membaca gerak bibir.
Telinga yang diperiksa dihadapkan ke arah pemeriksa.
Telinga yang tidak diperiksa ditutup (bisa ditutupi kapas yang dibasahi gliserin).
Mengulang dengan keras dan jelas kata-kata yang dibisikkan
- Pemeriksa

Kata-kata dibisikkan dengan udara cadangan paru-paru, sesudah ekspirasi biasa.


Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 1 atau 2 suku kata yang dikenal penderita, biasanya katakata benda yang ada di sekeliling kita.
Pemeriksaan :
Mula-mula penderita pada jarak 6 m dibisiki beberapa kata. Bila tidak menyahut pemeriksa maju 1 m (5
m dari penderita) dan tes ini dimulai lagi. Bila masih belum menyahut pemeriksa maju 1 m, demikian
seterusnya sampai penderita dapat mengulangi 8 kata-kata dari 10 kata-kata yang dibisikkan. Jarak
dimana penderita dapat menyahut 8 dari 10 kata disebut sebagai jarak pendengaran. Cara pemeriksaan
yang sama dilakukan untuk telinga yang lain sampai ditemukan satu jarak pendengaran
Hasil tes :
Pendengaran dapat dinilai secara kuantitatif (tajam pendengaran) dan secara kualitatif (jenis ketulian)
KUANTITATIF
FUNGSI
PENDENGARAN
Normal
Dalam batas normal
Tuli ringan
Tuli sedang
Tuli berat

KUALITATIF
SUARA BISIK
6m
5m
4m
3-2m
1m

TULI SENSORINEURAL
Sukar mendengar huruf desis (frekuensi tinggi),
seperti huruf s sy c
TULI KONDUKTIF
Sukar mendengar huruf lunak (frekuensi rendah),
seperti huruf m n w

Pemeriksaan audiometri

Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini menghasilkan nada-nada murni
dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan
pada sebuah grafik sebagai prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif
derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.
Definisi
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran).
Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat
dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan
pendengaran.
Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level pendengaran seseorang. Dengan
bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat ketajaman pendengaran seseorang
dapat dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran
atau seseorang yag akan bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman pendngaran.

Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis dan pasien yang
kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :
Audiometri nada murni
Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan bunyi nadanada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam
satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga orang
yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui hntaran
udara dan hantran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkankurva hantaran
tulang dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang
pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan
berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada muri.
Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwuensi 20-20.000 Hz. Frekwensi
dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-hari.
Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran
Kehilangan dalam Klasifikasi
Desibel
0-15
>15-25
>25-40
>40-55
>55-70
>70-90
>90

Pendengaran normal
Kehilangan pendengaran kecil
Kehilangan pendengaran ringan
Kehilangan pendengaran sedang
Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat
Kehilangan pendengaran berat
Kehilangan pendengaran berat sekali

Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran psien pada stimulus nada murni. Nilai
ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa pendengaran yang normal
grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara dipresentasikan dengan aerphon (air
kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan
adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.
Audiometri tutur
Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih yang telah
dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk mrngukur beberapa aspek

kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir sama dengan audiometri nada murni, hanya
disni sebagai alat uji pendengaran digunakan daftar kata terpuilih yang dituturkan pada penderita. Katakata tersebut dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan dengan
audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya,
atau kata-kata rekam lebih dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali
dan disalurkan melalui audiometer tutur.
Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setip kata yang didengar, dan apabila kata-kata yang
didengar makin tidak jelas karena intensitasnya makin dilemahkan, pendengar diminta untuk mnebaknya.
Pemeriksa mencatata presentase kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap
intensitas. Hasil ini dapat digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah intensitas suara katakata yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan benar.
Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran yaitu :
o
o

Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang dituturkan pada
suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut persepsi tutur atau NPT, dan
dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).
Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan bunyi (fonem) dalam
kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi tutur atau NDT. Satuan
pengukuran NDT itu adalah persentasi maksimal kata-kata yang ditirukan dengan benar, sedangkan
intensitas suara barapa saja. Dengan demikian, berbeda dengan audiometri nada murni pada
audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran tidak saja pada tingkat nilai ambang (NPT),
tetapi juga jauh diatasnya.

Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang jelas artinya pada intensitas
mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat menirukan kata-kata dengan tepat.
Kriteria orang tuli :
o Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dB
o Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dB
o Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB
o Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB
Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih memiliki sisa
pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD/hearing AID) suara yang ada
diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa terdengar. Prinsipnya semua tes pendengaran agar
akurat hasilnya, tetap harus pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena kita memberikan tes paa
frekuensi tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara pasti akan mengganggu penilaian.
Pada audiometri tutur, memng kata-kata tertentu dengan vocal dan konsonan tertentu yang dipaparkan
kependrita. Intensitas pad pemerriksaan audiomatri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB
dan seterusnya, bila mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum
dilakukan audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga : apakah congok atau tidak (ada cairan dalam
telinga), apakah ada kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk menentukan
penyabab kurang pendengaran.
Tujuan
Mediagnostik penyakit telinga

Mengukur kemampuan pendengaran dalam menagkap percakpan sehari-hari, atau dengan kata lain
validitas sosial pendengaran : untuk tugas dan pekerjaan, apakah butuh alat pembantu mendengar atau
pndidikan khusus, ganti rugi (misalnya dalam bidang kedokteran kehkiman dan asuransi).
Skrinig anak balita dan SD
Memonitor untuk pekerja-pekerja dinetpat bising.
Tes Penala
Test Rinne

Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan hantaran udara
pada satu telinga pasien.
Ada 2 macam tes rinne , yaitu :
Garputal 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum
mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya,
segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika
pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat
mendengarnya
Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara tegak lurus pada
planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus akustikus eksternus. Kita
menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras
dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika pasien
mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien
mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne :
Normal : tes rinne positif
Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama)
Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :
o Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala.
o posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)
o Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I yang mendengar justru
telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul.
Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun pasien. Kesalah
dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus, tangkai garputala mengenai rambut
pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid
pasien tebal.

Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi
garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki
garputala sudah berhenti saat kita memindahkan garputala kedepan meatus akustukus eksternus.
Test Weber
Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga
pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan garputala 512 Hz lalu tangkainya kita
letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau
mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi
lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sam-sama
mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi.
Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan terdengar diseluruh
bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau cavum timpani missal:otitis media purulenta pada
telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di dalam cavum timpani ini akan bergetar, biala ada bunyi
segala getaran akan didengarkan di sebelah kanan.
Interpretasi:
Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai ke kanan, disebut
normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.
Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya:
o Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah kanan.
o Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan ebih hebat.
o Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di dengar sebelah kanan.
o Tuli persepsi pada kedua teling, tetapi sebelah kiri lebih hebat dari pada sebelah kanan.
o Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kanan jarang terdapat.
Test Swabach
Tujuannya untuk membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa
(normal) dengan probandus.
Dasar gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh getaran yang datang melalui
udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo temporale
Cara kerjanya yaitu penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak
kepala probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin melemah dan
akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala tidak mendengar suara garputala,
maka penguji akan segera memindahkan garputala itu, ke puncak kepala orang yang diketahui normal
ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi : akan
mendengar suara, atau tidak mendengar suara.
Tes Rinne

Tes Weber

Tes Schwabach

Diagnosis

Positif

Tidak
lateralisasi

Negatif

Positif

ada

Sama
dengan
pemeriksa

Normal

Lateralisasi
ke
telinga yang sakit

Memanjang

Tuli konduktif

Lateralisasi
ke
telinga yang sehat

Memendek

Tuli sensorineural

Catatan: Pada tuli konduktif <30 dB, Rinne bisa masih positif

LO 3.8 Diagnosis Banding


OMA dapat dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA. Efusi telinga
tengah (middle ear effusion) merupakan tanda yang ada pada OMA dan otitis media dengan efusi.
Efusi telinga tengah dapat menimbulkan gangguan pendengaran dengan 0-50 decibels hearing loss.
Table 2.2. Perbedaan Gejala dan Tanda Antara OMA dan Otitis Media dengan Efusi

LO 3.9 Tatalaksana
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan
untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan
antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan

ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari
perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik.
Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga
tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan
fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang
berumur atas 12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik.
Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Dianjurkan
pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi
dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar
konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan
pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien
alergi tehadap penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari yang
terbagi dalam empat dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi
dalam 3 dosis.
Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi
bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.
Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut atau pulsasi.
Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3 sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang
adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7
sampai dengan 10 hari.
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi
menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di
membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin
telah terjadi mastoiditis.
Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Observasi dapat dilakukan.
Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam dua sampai tiga hari, atau ada perburukan gejala.
Menurut American Academy of Pediatrics (2004) mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan
yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut:
Usia
Diagnosis pasti (certain)
Diagnosis
meragukan
(uncertain)
Kurang dari 6 bulan
Antibiotik
Antibiotik
Menurut
6 bulan sampai 2 tahun
Antibiotik
Antibiotik jika gejala berat,
observasi jika gejala ringan
2 tahun ke atas
Antibiotik jika gejala berat, Observasi
observasi jika gejala ringan
American Academic of Pediatric (2004), amoksisilin merupakan first-line terapi dengan pemberian
80mg/kgBB/hari sebagai terapi antibiotik awal selama lima hari. Amoksisilin efektif terhadap
Streptococcus penumoniae. Jika pasien alergi ringan terhadap amoksisilin, dapat diberikan sefalosporin
seperti cefdinir. Second-line terapi seperti amoksisilin-klavulanat efektif terhadap Haemophilus
influenzae dan Moraxella catarrhalis, termasuk Streptococcus penumoniae
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren, seperti miringotomi
dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi.
1. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi drainase sekret dari
telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak
harus tenang sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran
posterior-inferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali
jika terdapat pus di telinga tengah. Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri berat,

demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf
pusat. Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali
terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis
dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi second-line, untuk
menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur.
2. Timpanosintesis
Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis merupakan pungsi pada membran
timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi
timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru
lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah. Menurut Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat
menurun morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara signifikan
dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial yang telah dijalankan.
3. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan OMA rekuren,
pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih
tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba,
tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren.
LO 3.10

Komplikasi

Komplikasi
Sebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi, mulai dari abses subperiosteal
sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi tersebut biasanya didapat pada otitis
media supuratif kronik. Mengikut Shambough (2003) dalam Djaafar (2005), komplikasi OMA terbagi
kepada komplikasi intratemporal (perforasi membran timpani, mastoiditis akut , paresis nervus fasialis,
labirinitis, petrositis), ekstratemporal (abses subperiosteal), dan intracranial (abses otak, tromboflebitis).
LO 3.11

Prognosis

Prognosis otitis media akut adalah dubiaat bonam, biasanya gejala membaikdalam 24 jam dan dapat
sembuh dalam 3hari dengan pengobatan yang adekuat.
LO 3.12

Pencegahan dan Deteksi Dini serta Promosi Kesehatan

Pencegahan
Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah ISPA pada bayi dan anakanak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan pemberian ASI minimal enam bulan,
menghindarkan pajanan terhadap lingkungan merokok, dan lain-lain (Kerschner, 2007).
LI. 4

Memahami dan Menjelaskan Menjaga Telinga dan Pendengaran sesuai Syariat Islam

Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta'la berfirman: "Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati semua itu akan diminta pertanggung jawabannya". (QS. al-Isra': 36). Betapa banyak manusia di
zaman sekarang ini yang tidak mau menjaga pendengarannya, sehingga ia gunakan pendengaran tersebut
kepada hal yang haram, seperti mendengarkan musik, nyanyian yang mengumbar dan membangkitkan
syahwat. Dan betapa banyak diantara manusia yang tidak mau menjaga penglihatan-penglihatannya,
sehingga ia gunakan kepada melihat yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'la. Lidah wajib
dijaga dengan berkata benar, kalau tidak hendaklah diam, karena salah satu sebab terbesar yang

menyebabkan seseorang masuk ke dalam api neraka adalah karena tidak mau memelihara lidah mereka.
Dalam hal ini Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang bisa menjaga yang
terletak antara dua jenggot maka dia akan masuk syorga" (HR. al-Hakim yang dishahihkan oleh Imam
adz-Dzahabi)
Jaga telinga atau indera pendengaran kita dari mendengar suara atau perkataan yang tidak berguna.
Tutup telinga kita dari kabar-kabar burung, kalimat-kalimat ghibah, perkataan fitnah, atau musik dan lagu
yang syairnya bisa membawa mudharat, serta menjauhkan hati dari mengingat Allah. Gunakan anugerah
pendengaran kita untuk menyimak lantunan ayat suci Al Qur'an, mendengarkan taushiyah ulama faqih
serta perkataan orang-orang shalih. Insya Allah, ilmu kita akan bertambah, amal shalih akan meningkat,
dan Allah akan menghiasi jiwa kita dengan hikmah- diri kita dengan akhlaqul karimah.

Anda mungkin juga menyukai