Imunisasi Lanjutan 2
Imunisasi Lanjutan 2
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda
(double burden), yaitu beban masalah penyakit menular dan penyakit degeneratif.
Pemberantasan penyakit menular sangat sulit karena penyebarannya tidak mengenal batas
wilayah administrasi. Imunisasi merupakan salah satu tindakan pencegahan penyebaran
penyakit ke wilayah lain yang terbukti sangat cost effective. Dengan imunisasi, penyakit
cacar telah berhasil dibasmi, dan Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar pada
tahun 1974.
Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, imunisasi
merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya penyakit menular yang
merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan sebagai salah satu bentuk
nyata komitmen pemerintah untuk mencapai Millennium Development Goals (MDGs)
khususnya untuk menurunkan angka kematian pada anak.
Kegiatan imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Mulai tahun
1977 kegiatan imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi (PPI)
dalam rangka pencegahan penularan terhadap beberapa Penyakit yang Dapat Dicegah
Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Tetanus
serta Hepatitis B.
Cakupan imunisasi harus dipertahankan tinggi dan merata di seluruh wilayah. Hal
ini bertujuan untuk menghindarkan terjadinya daerah kantong yang akan mempermudah
terjadinya kejadian luar biasa (KLB). Untuk mendeteksi dini terjadinya peningkatan
kasus penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB, imunisasi perlu didukung oleh upaya
surveilans epidemiologi.
1.1.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat ditentukan rumusan
1.2.
Tujuan Penulisan
1.2.1. Tujuan Umum
1. Mahasiswa dapat mengetahui mengenai jenis imunisasi
2. Mahasiswa dapat mengetahui mengenai cara penyelenggaraan
imunisai
3. Mahasiswa dapat mengetahui tentang imunisasi lanjutan
4. Mahasiswa dapat mengetahui kapan dilaksanakan imunisasi.
1.2.2. Tujuan Khusus
Untuk memenuhi syarat kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu
Penyakit Anak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan
penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. 1
Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup tapi
dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah, berupa toksin mikroorganisme
yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan yang bila diberikan kepada
seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit infeksi
tertentu. 1
2.2 Penyelenggaraan Imunisasi
Penyelenggaraan Imunisasi adalah serangkaian kegiatan perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi kegiatan imunisasi. Berdasarkan sifat penyelenggaraannya,
imunisasi dikelompokkan menjadi imunisasi wajib dan imunisasi pilihan. 1
Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah untuk
seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan
masyarakat sekitarnya dari penyakit menular tertentu. 1
Imunisasi pilihan merupakan imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang
sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit
menular tertentu. 1
Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum berusia 1 (satu) tahun. Jenis
imunisasi dasar terdiri atas:
a) Bacillus Calmette Guerin (BCG);
b) Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Diphtheria
Pertusis Tetanus-Hepatitis B-Hemophilus Influenza type B (DPT-HBHib);
c) Hepatitis B pada bayi baru lahir;
d) Polio; dan
e) Campak.
Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia bawah tiga
tahun (Batita) terdiri atas Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B
(DPT-HB) atau Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B-Hemophilus
Influenza type B (DPT-HB-Hib) dan Campak.
b) anak usia sekolah dasar
Imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar diberikan pada Bulan
Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Jenis imunisasi lanjutan yang
diberikan pada anak usia sekolah dasar terdiri atas Diphtheria Tetanus
(DT), Campak, dan Tetanus diphteria (Td).
c) wanita usia subur
Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada wanita usia subur berupa
Tetanus Toxoid (TT).
b. Imunisasi tambahan
Imunisasi tambahan diberikan pada kelompok umur tertentu yang paling berisiko
terkena penyakit sesuai kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu.
Pemberian imunisasi tambahan tidak menghapuskan kewajiban pemberian
imunisasi rutin.
c. Imunisasi khusus
Imunisasi khusus merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan untuk
melindungi masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu. Situasi
tertentu tersebut antara lain persiapan keberangkatan calon jemaah haji/umroh,
persiapan perjalanan menuju negara endemis penyakit tertentu dan kondisi
kejadian luar biasa.
Jenis
imunisasi
khusus
antara
lain
terdiri
atas
imunisasi
Meningitis
a. Diphteria pertusis tetanus-hepatitis B (DPT-HB) atau diphteria pertusis tetanusHepatitis B-hemophilus influenza type B (DPT-HB-HiB)
Vaksin DPT-HB-Hib berupa suspense homogeny yang berisikan difteri murni,
toxoid tetanus, bakteri pertusis inaktif, antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) murni
yang tidak infeksius dan komponen Hib sebagai vaksin bakteri sub unit berupa kapsul
polisakarida Haemophillus influenza tipe b (Hib) tidak infeksius yang dikonjugasikan
kepada protein toksoid tetanus (Kemenkes, 2013)
Digunakan untuk pencegahan terhadap difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan),
hepatitis B dan infeksi Haemophilus influenza tipe b secara simultan. Strategic Advisory
Group of Expert on Immunization (SAGE) merekomendasikan vaksin Hib dikombinasi
dengan DPT-HB menjadi vaksin pentavalent (DPT-HB-Hib) untuk mengurangi jumlah
suntikan pada bayi. Penggabungan berbagai antigen menjadi satu suntikan telah
dibuktikan melalui uji klinik, bahwa kombinasi tersebut secara materi tidak akan
mengurangi keamanan dan tingkat perlindungan (Kemenkes, 2013).
Pemberian imunisasi DPT-HB-Hib diberikan sebanyak 3 (tiga) kali pada usia 2, 3
dan 4 bulan. Pada tahap awal hanya diberikan pada bayi yang belum pernah mendapatkan
imunisasi DPT-HB. Apabila sudah pernah mendapatkan imunisasi DPT-HB dosis pertama
atau kedua, tetap dilanjutkan dengan pemberian imunisasi DPT-HB sampai dengan dosis
ketiga. Untuk mempertahankan tingkat kekebalan dibutuhkan imunisasi lanjutan kepada
anak batita sebanyak satu dosis pada usia 18 bulan.
Jenis dan angka kejadian reaksi simpang yang berat tidak berbeda secara
bermakna dengan vaksin DPT, Hepatitis B dan Hib yang diberikan secara terpisah. Untuk
DPT, beberapa reaksi lokal sementara seperti bengkak, nyeri dan kemerahan pada lokasi
suntikan disertai demam dapat timbul. Vaksin hepatitis B dan vaksin Hib dapat ditoleransi
dengan baik. Reaksi lokal dapat terjadi dalam 24 jam setelah vaksinasi dimana penerima
vaksin dapat merasakan nyeri pada lokasi penyuntikkan. Reaksi ini biasanya bersifat
ringan dan sementara, pada umumnya akan sembuh dengan sendirinya dan tidak
memerlukan tindakan medis lebih lanjut.
Terdapat beberapa kontraindikasi terhadap dosis pertama DPT, kejang atau gejala
kelainan otak pada bayi baru lahir atau kelainan saraf serius lainnya merupakan
kontraindikasi terhadap komponen pertusis. Dalam hal ini vaksin tidak boleh diberikan
sebagai vaksin kombinasi, tetapi vaksin DT harus diberikan sebagai pengganti DPT,
vaksin Hepatitis B dan Hib diberikan secara terpisah
DPT
Mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang dimurnikan dan
pertusis yang inaktifasi serta vaksin Hepatitis B yang merupakan sub unit vaksin virus
yang mengandung HbsAg murni dan bersifat non infectious.
Dosis
Kemasan
:Vial 5 ml
Efek samping :gejala yang bersifat sementara seoerti lemas, demam, pembengkakan
dan kemerahan daerah suntikan. Kadang terjadi gejala berat seperti
demam tinggi, iritabilitas, meracau yang terjadi 24 jam setelah
imunisasi. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang
dalam 2 hari.
Kontra indikasi:gejala keabnormalan otak pada bayi baru lahir atau gejala serius
keabnormalan pada saraf yang merupakan kontraindikasi pertusis,
hipersensitif terhadap komponen vaksin, penderia infeksi berat yang
disertai kejang.
2) HB
Imunisasi aktif dilakukan dengan suntikan 3 kali dengan jarak waktu satu bulan
antara suntikan 1 dan 2, lima bulan antara suntikan 2 dan 3. Namun cara pemberian
imunisasi tersebut dapat berbeda tergantung pabrik pembuat vaksin. Vaksin hepatitis
B dapat diberikan pada ibu hamil dengan aman dan tidak membahayakan janin,
bahkan akan membekali janin dengan kekebalan sampai berumur beberapa bulan
setelah lahir.
Reaksi imunisasi
atau
pembengkakan. Akan menghilang dalam 2 hari.
Dosis
Kemasan
:HB PID
Efek samping
samping yang
berarti
Indikasi kontra
HiB
Pemberian vaksin Hib bertujuan mencegah infeksi bakteri Haemophilus
influenzae tipe B (Hib) yang sering menyerang anak-anak berusia 3 bulan hingga 3
tahun, dan puncaknya pada anak usia 6-7 tahun. Infeksi Hib dapat menyebabkan berbagai
penyakit yang cukup serius pada selaput otak (meningitis), radang paru-paru
(pneumonia), sulit bernapas akibat epiglotitis (infeksi dan pembengkakan epiglotis atau
katup tulang rawan di dalam tenggorokan yang menutup saat kita menelan, agar makanan
tidak masuk dalam tenggorokan).
Vaksin Hib dianjurkan diberikan pada anak saat berusia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
dan 12-15 bulan. Anak berusia 5 tahun yang tidak pernah mendapatkan vaksin Hib
lengkap saat bayi, juga perlu mendapatkan vaksin Hib.
Reaksi Imunisasi :
Dosis
Kemasan
: Vial
Efek samping
b. Campak
Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan aktif terhadap penyakit campak (morbilli/measles). Saat ini ada beberapa
macam vaksin campak yaitu monovalen, kombinasi vaksin campak dengan vaksin
Rubella (MR), kombinasi dengan mumps dan rubella (MMR), Kombinasi dengan mumps,
rubella dan varisella (MMRV) (Ranuh, 2011).
Pemberian imunisasi campak pada bayi usia 9 bulan, secara subkutan walaupun
demikian dapat diberikan secara intramuskular. Dianjurkan pemberiannya sesuai jadwal,
karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan.
Vaksin campak dapat mengakibatkan sakit ringan dan bengkak pada lokasi
suntikan yang terjadi 24 jam setelah vaksinasi. Pada 5-15% kasus terjadi demam (selama
1-2 hari), pada 2 % terjadi kasus kemerahan (selama 2 hari). Kasus ensefalitis pernah
dilaporkan terjadi (perbandingan 1/1.000.000 dosis), kejang demam (perbandingan
1/3.000 dosis).
Terdapat beberapa kontraindikasi pada pemberian vaksin campak. Hal ini sangat
penting, khususnya untuk imunisasi pada anak penderita malnutrisi. Vaksin ini sebaiknya
tidak diberikan bagi orang yang alergi terhadap dosis vaksin campak sebelumnya, anak
dengan infeksi akut disertai demam, anak dengan defisiensi sistem kekebalan serta anak
dengan pengobatan intensif yang bersifat imunosupresif.
Mengandung vaksin campak hidup yang telah dilemahkan. Kemasan untuk
program imunisasi dasar berbentuk kemasan kering tunggal. Namun ada vaksin
dengan kemasan kering kombinasi dengan vaksin gondong/ mumps dan rubella
(campak jerman) disebut MMR
Penyimpanan
Dosis
Kemasan
Masa kadaluarsa
Reaksi imunisasi
Efek samping
Kontra Indikasi
Catatan:
-
Bayi lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik dan Bidan Praktik Swasta,
imunisasi BCG dan Polio 1 diberikan sebelum dipulangkan.
2. Imunisasi Lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk melengkapi imunisasi
dasar pada bayi yang diberikan kepada anak Batita, anak usia sekolah, dan wanita
usia subur (WUS) termasuk ibu hamil.
Imunisasi lanjutan pada WUS salah satunya dilaksanakan pada waktu melakukan
pelayanan antenatal. Batasan Wanita Usia Subur WUS adalah antara 15-49 tahun.
Tabel 2.2 Jadwal imunisasi lanjutan pada anak bawah tiga tahun
Tabel 2.3 Jadwal imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar
Catatan:
-
Catatan:
-
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan