Anda di halaman 1dari 16

Definisi Katarak

Katarak adalah suatu opasifikasi dari lensa yang normalnya transparan seperti Kristal, jernih.
(Brunner dan suddarth, 2000) Menurut WHO (2016) katarak adalah kekeruhan dari lensa mata
yang menyebabkan penglihatan yang tidak jelas. Terjadinya kekeruhan dapat disebabkan dari
penimbunan air di antara susunan serabut-serabut lensa dan absorbs intra selular maupun karena
koagulasi dari kandungan protein lensa yang semula larut air menjadi tidak larut. (Irwan, 2016)

Etiologi
Lensa tersusun dari sebagian besar air dan protein. Protein diatur dalam alur tertentu sehingga
lensa mata tetap jernih dan cahaya dapat masuk dan memberikan pencitraan yang baik pada
permukaan retina. Sejalan dengan proses penuaan, beberapa protein dapat berkumpul dan
membentuk awan yang menyebabkan kekeruhan pada area lensa. Semakin lama awan-awan
tersebut akan menghalangi cahaya masuk ke dalam lensa sehingga penderita katarak akan
semakin kesulitan untuk melihat. Katarak tidak bersifat seperti tumor atau tidak tumbuh. (Dahl,
2016)
Sebagian besar kasus katarak terkait dengan proses penuaan, kadang-kadang terdapat kelahiran
anak- anak dengan kondisi katarak atau dapat terjadi akibat cedera mata, peradangan dan
beberapa penyakit mata lainnya.(WHO, 2016)
Sedangkan menurut Duke Elder (dalam Irwan, 2016) penyebab katarak dibagi menjadi:
Sebab-sebab biologic
o Karena usia tua
o Pengaruh genetic
Sebab-sebab imunologik
Sebab-sebab fungsional
Akomodasi yang sangat kuat (intoksikasi ergot, keadaan tetani, dan aparathyroidisme)
Gangguan yang bersifat lokal terhadap lensa
o Gangguan nutrisi pada lensa
o Gangguan permeabilitas kapsul lensa
o Efek radiasi cahaya matahari
Gangguan metabolisme umum
o Defisiensi vitamin & gangguan endokrin (DM, hiperparathyroidea)
o Gangguan keseimbangan air dan elektrolit

Faktor Risiko
Factor risiko yang dapat meningkatkan peluang terkena katarak antara lain:

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Umur: >50 tahun, risiko meningkat


Seks: wanita lebih banyak daripada pria
Penyakit sistemik (DM, Hiperparatiroid)
Geografis : daerah tropis dengan penyinaran matahari lebih lama (sinar ultraviolet)
Dataran tinggi
Nutrisi protein yang tinggi
Obat-obatan: steroid (peroral), dinitrophenicol (obat pelangsing), echothipate iodide (obat
antiglaukoma)
8. Lingkungan fisik: radiasi dan sinar ultraviolet
9. Trauma pada bola mata
10. Merokok

Klasifikasi Katarak
Morfologi

Maturitas

Onset

Kapsular

Insipien

Kongenital

Subkapsular

Intumesen

Infantile

Kortikal

Immatur

Juvenile

Supranuklear

Matur

Presenile

Nuklear

Hipermatur

Senile

Polar

Morgagni

Ada beberapa jenis klasifikasi yang telah sering digunakan untuk menilai katarak, misalnya
berdasarkan usia timbulnya katarak disebut sebagai : (Skuta,GL. et al. 2010).
1. katarak kongenital yaitu katarak yang terjadi pada usia dibawah 1 tahun.
2. Katarak juvenil yaitu katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
3. Katarak senilis yaitu katarak yang terjadi setelah usia 40 tahun.
Ada yang membagi berdasarkan kekeruhan lensa yaitu katarak imatur atau matur, dan pembagian
berdasarkan letak kekeruhan lensa yaitu katarak kortikalis, katarak subkapsularis posterior atau
anterior, katarak nuclearis.
Klasifikasi katarak seperti dikemukakan oleh buratto dan kawankawan.
Buratto membagi densitas kekerasan lensa menjadi 5 jenis ; dimana grade 1 adalah katarak yang
paling lunak dan grade 5 adalah katarak yang sangat keras.

Klasifikasi katarak menurut burrato adalah sebagai berikut : (Soekardi I. etal. 2005).
Grade 1 : Nukleus lunak.
Pada katarak grade 1 biasanya visus masih lebih baik dari 6/12, tampak sedikit keruh dengan
warna agak keputihan. Refleks fundus juga masih dengan mudah diperoleh dan usia penderita
juga biasanya kurang dari 50 tahun.
Grade 2 : Nukleus dengan kekerasan ringan.
Pada katarak jenis ini tampak nukleus mulai sedikit berwarna kekuningan, visus biasanya antara
6/12 sampai 6/30. Reflek fundus juga masih mudah diperoleh dan katarak jenis ini paling sering
memberikan gambaran katarak subkapsularis posterior.
Grade 3 : Nukleus dengan kekerasan medium.
Katarak ini paling sering ditemukan dimana nukleus tampak berwarna kuning disertai dengan
kekeruhan korteks yang berwarna keabu-abuan. Visus biasanya antara 3/60 sampai 6/30 dan
bergantung juga dari usia pasien. Semakin tua pasien tersebut maka semakin keras nukleusnya.
Grade 4 : Nukleus keras.
Pada katarak ini warna nukleus sudah berwarna kuning kecoklatan, dimana usia penderita
biasanya sudah lebih dari 65 tahun. Visus biasanya antara 3/60 sampai 1/60, dimana reflek
fundus maupun keadaan fundus sudah sulit dinilai.
Grade 5 : Nukleus sangat keras.
Pada katarak ini nukleus sudah berwarna kecoklatan bahkan ada yang sampai berwarna agak
kehitaman. Visus biasanya hanya 1/60 atau lebih jelek dan usia penderita sudah di atas 65 tahun.
Katarak ini sangat keras dan disebut juga brumescent cataract atau black kataract

Manifestasi klinis
Tanda dan gejala umum katarak dapat digambarkan sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Tajam penglihatan berkurang


Penglihatan berkabut, berasap
Menyebabkan rasa silau
Dapat mengubah kelainan refraksi
Penglihatan ganda
Halo (warna disekitar sumber cahaya)

7. Katarak terlihat hitam terhadap reflek fundus ketika mata diperiksa dengan oftalmoskopI
direk. Katarak terkait usia biasanya terletak didaerah nukleus, kortek atau subcapsular.
(Pavan Debora- Langston. 2005).

PATOFISIOLOGI
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan dalam
serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa.
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan
pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan
terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan
serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu
enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun
dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.(Ilyas,
2010; Vaughan, 2000)
Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan sklerosis:
1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitellensa yang berada di
subkapsular anterior, sehingga air tidak dapatdikeluarkan dari lensa. Air yang banyak ini
akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik yangmenyebabkan kekeruhan lensa.
(Pascolini, 2011)
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabutkolagen terus
bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagendi tengah. Makin lama serabut
tersebut semakin bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus lensa.
(Pascolini, 2011)
Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut:8
1. Kapsula
a.
b.
c.
d.

Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)


Mulai presbiopiac
Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
Terlihat bahan granular

2. Epitel-makin tipis
a. Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)
b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa

a. Serat irregular
b. Pada korteks jelas kerusakan serat sel
c. Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah proteinnukelus lensa,
sedang warna coklat protein lensa nucleusmengandung histidin dan triptofan
disbanding normal
d. Korteks tidak berwarna karenai kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi foto
oksidasi.
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa
mengakibatkan hilangnya transparasi, akibat perubahan pada serabut halus multipel yang
memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya menyebabkan penglihatan
mengalami distorsi. Pada protein lensa menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan
pandangan dengan penghambatan jalannya cahaya ke retina.(Vaughan, 2000)

Perbandingan penglihatan normal dan penglihatan katarak

PENGKAJIAN

a. Anamnesis; Kaji keluhan utama pasien saat itu. Kaji riwayat penyakit saat ini. Kaji
riwayat penyakit dahulu. Lebih lanjut kaji riwayat kesehatan keluarga dan riwayat
psikososial (Muttaqin dan Kumala, 2009).
b. Pemeriksaan fisik; focus utama pada pemeriksaan mata. Ketika pelebaran pupil, akan
dapat

ditemukan

gambaran

kekeruhan lensa

berbentuk

berkas putih. Pasien akan mengeluhkan adanya diplopia, pandangan berkabut. Tajam
penglihata pasien juga mengalami penurunan ( myopia)
c. Pemeriksaaan penunjang;

Kartu snellen: untuk memeriksa tajam penglihatan, pada stadium insipient dan imatur
dicoba untuk dikoreksi. Dapat juga dilakukan pemeriksaan lapang pandang

Lamp senter: untuk memeriksa pupil. Reflex pupil masih normal, tampak kekeruhan
pada lensa, terutama bila pupil dilebarkan. Proyeksi sinar dan warna pada katarak
matur diperiksa untuk mengetahui fungsi retina secara garis besar.

Oftalmoskopi : pupil hendaknya dilebarkan dulu. Pada katarak insipient dan matur
tampak kekeruhan, kehitam-hitaman dengan latar belakang kemerahan, sedang pada
katarak matur hanya tampak warna kehitaman.

Slit lamp: untuk mengetahui posisi dan tebal kekeruhan.

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan USG mata

Pemeriksaan biometri.

TATALAKSANA
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Bergantung pada
integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra capsuler cataract ekstraksi
(ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE). (Vaughan, 2000)
Indikasi
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi visus,medis, dan
kosmetik.(Vaughan, 2000)
1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada tiap individu,
tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak terhadap aktivitas sehariharinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan pada lensa
matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi katarak seperti glaukoma
imbas lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan pada
retina misalnya retiopati diabetik atau ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta ekstraksi
katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk memperoleh pupil
yang hitam.
Persiapan Pre-Operasi (Pascolini, 2011)
1. Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit semalam sebelum operasi
2. Pemberian informed consent
3. Bulu mata dipotong dan mata dibersihkan dengan larutan Povidone-Iodine 5%
4. Pemberian tetes antibiotik tiap 6 jam
5. Pemberian sedatif ringan (Diazepam 5 mg) pada malam harinya bila pasien cemas
6. Pada hari operasi, pasien dipuasakan.
7. Pupil dilebarkan dengan midriatika tetes sekitar 2 jam sebelum operasi. Tetesan
diberikan tiap 15 menit
8. Obat-obat yang diperlukan dapat diberikan, misalnya obat asma, antihipertensi, atau
anti glaukoma. Tetapi untuk pemberian obat antidiabetik sebaiknya tidak diberikan
pada hari operasi untuk mencegah hipoglikemia, dan obat antidiabetik dapat diteruskan
sehari setelah operasi.
Anestesi (Vaughan, 2000)
1. Anestesi Umum

Digunakan pada orang dengan kecemasan yang tinggi, tuna rungu, atau retardasi
mental, juga diindikasikan pada pasien dengan penyakit Parkinson, dan reumatik yang
tidak mampu berbaring tanpa rasa nyeri.
2. Anestesi Lokal :
Peribulbar block
Paling sering digunakan. Diberikan melalui kulit atau konjungtiva dengan jarum 25
mm. Efek : analgesia, akinesia, midriasis, peningkatan TIO, hilangnya refleks
Oculo-cardiac (stimulasi pada n.vagus yang diakibatkan stimulus rasa sakit pada
bola mata, yang mengakibatkan bradikardia dan bisa menyebabkan cardiac arrest)
Komplikasi :
o Perdarahan retrobulbar
o Rusaknya saraf optik
o Perforasi bola mata
o Injeksi nervus opticus
o Infeksi

Subtenon Block
Memasukkan kanula tumpul melalui insisi pada konjungtiva dan kapsul tenon 5
mm dari limbus dan sepanjang area subtenon. Anestesi diinjeksikan diantar ekuator

bola mata.
Topical-intracameral anesthesia
Anestesi permukaan dengan obat tetes atau gel (proxymetacaine 0.5%, lidocaine
2%) yang dapat ditambah dengan injeksi intrakamera atau infusa larutan lidokain
1%, biasanya selama hidrodiseksi.

Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi pada ekstraksi
katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan phacoemulsifikasi, SICS.
1. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Seluruh lensa
dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan dari mata melalui
incisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada
keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder
dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer.ICCE tidak boleh
dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih

mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini
astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.(Ilyas, 2010; Pascolini,
2011; Vaughan, 2000)

Teknik ICCE

2. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )


Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan
memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat
keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien
dengan kelainan endotel, implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi
sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan
prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap
badan kaca, ada riwayat mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema,
pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak
seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder. (Ilyas, 2010; Pascolini, 2011; Vaughan, 2000)

Teknik

ECCE

ECCE dengan pemasangan IOL


3. Phacoemulsification

Phakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik


untuk membongkar dan memindahkan kristal
lensa. Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat
kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran
ultrasonic

akan

digunakan

untuk

menghancurkan katarak, selanjutnya mesin


PHACO akan menyedot massa katarak yang
telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa
Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan
melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih
dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan
aktivitas sehari-hari.Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan
kebanyakan katarak senilis. (Ilyas, 2010; Pascolini, 2011; Vaughan, 2000)
4. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8 mm. Namun tetap
dikatakan SICS sejak design arsiteknya tanpa jahitan, Penutupan luka insisi terjadi
dengan sendirinya (self-sealing). Teknik operasi ini dapat dilakukan pada stadium katarak
immature, mature, dan hypermature. Teknik ini juga telah dilakukan pada kasus
glaukoma fakolitik dan dapat dikombinasikan dengan operasi trabekulektomi. (Pascolini,
2011)

Jenis tehnik
bedah katarak

Keuntungan

Extra capsular
cataract

extraction

(ECCE)

Incisi kecil
Tidak ada komplikasi
vitreus
Kejadian
endophtalmodonesis lebih
sedikit
Edema sistoid makula
lebih jarang
Trauma terhadap
endotelium kornea lebih
sedikit

Kerugian

Kekeruhan pada
kapsul posterior
Dapat terjadi
perlengketan iris dengan
kapsul

Retinal detachment lebih


sedikit
Lebih mudah dilakukan

Intra capsular
cataract
extraction
(ICCE)

Fakoemulsifikasi

Semua komponen lensa


diangkat

Incisi lebih besar


Edema cistoid pada
makula

Komplikasi pada
vitreus

Sulit pada usia < 40


tahun

Endopthalmitis
Incisi paling kecil
Memerlukan dilatasi
pupil yang baik
Astigmatisma jarang
Pelebaran luka jika ada
terjadi
IOL
Pendarahan lebih sedikit
Teknik paling cepat

KOMPLIKASI
Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif, postoperatif awal,
postoperatif lanjut, dan komplikasi yang berkaitan dengan lensa intra okular (intra ocular lens,
IOL). (Pascolini, 2011)
A. Komplikasi preoperatif
a) Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas) akibat ketakutan
akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5 mg dapat memperbaiki keadaan.
b) Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid dan/atau
gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida oral untuk mengurangi
gejala.
c) Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik topical preoperatif,
ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.
d) Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata dengan
menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa pemberian salep antibiotik
selama satu hari dan diperlukan penundaan operasi selama 2 hari.
B. Komplikasi intraoperatif
a) Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
b) Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau selama insisi
ke bilik mata depan.

c) Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa; dapat terjadi
akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
d) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
e) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi akibat
ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama teknik ECCE.
C. Komplikasi postoperatif awal
Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema, prolaps
iris, keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan endoftalmitis bakterial.
D. Komplikasi postoperatif lanjut
Cystoid Macular Edema (CME), delayed chronic postoperative endophtalmitis,
Pseudophakic Bullous Keratopathy (PBK), ablasio retina, dan katarak sekunder
merupakan komplikasi yang dapat terjadi setelah beberapa waktu post operasi.
E. Komplikasi yang berkaitan dengan IOL
Implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-glaucomahyphema syndrome (UGH syndrome), malposisi IOL, dan sindrom lensa toksik (toxic
lens syndrome).

Komplikasi yang sering timbul akibat katarak adalah:


Glaukoma. Sebuah katarak senilis, yang terjadi pada usia lanjut, pertama kali akan terjadi
keburaman dalam lensa, kemudian pembengkakan lensa dan penyusutan akhir dengan
kehilangan transparasi seluruhnya. Selain itu, seiring waktu lapisan luar katarak akan mencair
dan membentuk cairan putih susu, yang dapat menyebabkan peradangan berat jika pecah kapsul
lensa dan terjadi kebocoran. bila tidak diobati, katarak dapat menyebabkan glaukoma.
Ada beberapa fase dari katarak yang bisa menimbulkan glaukoma, yaitu:
1. Phocomorpic Glaucoma
Lensa lebih besar karena menyarap air sehingga pada orang dengan predisposes
itertentu akan menyebabkan bilik matanya menjadi dangkal dan jaringan trabekulum bisa
tertutup
akibat
irisnya maju. Bisa menimbulkan glaucoma sekunder sudut tertutup.
Glaukomanya mirip dengan glaukoma akut, tapi glaukomanya sekunder.
2. Phacolytic Glaucoma

Terjadi pada katarak hipermatur di mana protein lensa keluar dari kapsul, bisa ke bilik mata
depan dan menyumbat trabekulum sehingga menyebabkan tekanan intraokular meningkat.
Pada kasus ini glaukomanya sudut terbuka, tetapi tersumbat oleh protein-protein lensa.
3. Phacotoxic Glaucoma
Lensa sudah keriput sehingga bisa maju ke depan atau ke belakang. Kalau lebih ke arah anterior
maka keadaan ini bisa menyebabkan blokade pupil yang bias menyebabkan glaukoma sekunder
sudut tertutup.
Uveitis
Protein lensa keluar dan dianggap benda asing, sehingga tubuh berusaha menghancurkannya.
Keadaan ini menimbulkan reaksi uveitis
Subluksasi dan Dislokasi lensa
Terjadi pada stadium hipermatur, di mana pada stadium ini zonulnya menjadi
rapuh sehingga bisa lepas dari lensa. Lensa bisa subluksasi atau dislokasi

kaku

dan

Komplikasi pembedahan katarak

Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel
vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior, yang merupakan risiko terjadinya glaukoma
atau traksi pada retina. Keadaan ini membutuhkan pengangkatan dengan satu instrumen yang
mengaspirasi dan mengeksisi gel (vitrektomi). Pemasangan lensa intraokular sesegera
mungkin tidak bisa dilakukan pada kondisi ini.
- Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode
pascaoperasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil mengalami
distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan.
Endoftalmitis. Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun jarang terjadi (kurang
dari 0,3%). Pasien datang dengan:
a. mata merah yang terasa nyeri
b. penurunan tajam penglihatan, biasanya dalam beberapa hari setelah
pembedahan
c. pengumpulan sel darah putih di bilik anterior (hipopion).
d. Pasien membutuhkan penilaian mata segera, pengambilan sampel akueous dan
vitreous untuk analisis mikrobiologi, dan terapi dengan antibiotik intravitreal, topikal,
dan sistemik.
Astigmatisnne pascaoperasi. Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea untuk
mengurangi astigmatisme kornea. Ini dilakukan sebelum melakukan pengekuran kacamata
baru namun setelah luka insisi sembuh dan tetes mata steroid dihentikan. Kelengkungan

kornea yang berlebih dapat terjadi pada garis jahitan bila jahitan terlalu erat. Pengangkatan
jahitan biasanya menyelesaikan masalah ini dan bisa dilakukan dengan mudah di klinik
dengan anestesi lokal, dengan pasien duduk di depan slit lamp. Jahitan yang longgar harus
diangkat untuk mencegah infeksi namun rnungkin diperlukan penjahitan kembali jika
penyembuhan lokasi insisi tidak sempurna. Fakoemulsifikasi tanpa jahitan melalui insisi
yang kecil rnenghindarkan komplikasi ini. Selain itu, penempatan luka memungkinkan
koreksi astigmatisme yang telah ada sebelurnnya.
Edema makular sistoid. Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama bila disertai
hilangnya vitreous. Dapat sembuh seiring waktu namun dapat menyebabkan penurunan tajam
penglihatan yang berat.
Ablasio retina. Teknk-teknik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan dengan rendahnya
tingkat kornplikasi ini. Tingkat komplikasi ini bertambah bila terdapat kehilangan vitreous.
Opasifikasi kapsul posterior. Pada sekitar 20% pasien, kejernihanan kapsul posterior
berkurang pada beberapa bulan setelah pembedahan ketika sel epitel residu
bermigrasi melalui permukaannya. Penglihatan menjadi kabur dan mungkin
didapatkan rasa silau. Dapat dibuat satu lubang kecil pada kapsul dengan laser (neodymium
yttrium (ndYAG) laser) sebagai prosedur klinis rawat jalan. Terdapat risiko kecil edema
makular sistoid atau terlepasnya retina setelah kapsulotomi YAG.
Penelitian yang ditujukan pada pengurangan komplikasi ini menunjukkan bahwa bahan yang
digunakan untuk membuat lens, bentuk tepi lens. dan tumpang tindih lensa intraokular
dengan sebagian kecil cincin kapsul anterior penting dalarn mencegah opasifikasi
kapsul posterior.
Jika jahitan nilon dada tidak diangkat setelah pembedahan maka jahitan dapat lepas dalam
beberapa bulan atau tahun setelah pembedahan dan mengakibatkan iritasi atau infeksi. Gejala
hilang dengan pengangkatan jahitan.

Referensi:
WHO. 2016. Priority Eye Diseases.http://www.who.int/blindness/causes/priority/en/index1.html.
diakses 19 desember 2016: 21.47
Skuta,GL,. Cantor,LB,. Weiss JS. (2010). American Academy Ophtalmology, Lens and Cataract.
Basic and clinical Science Course, Section 11, Sanfransisco 2009 2010. 5-9,34-38.199-204.
Soekardi I., Hutahuruk., Johan A., (2005). Transisi Menuju Facoemulsifikasi. xv.

Irwan. 2016. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Ed 1. Yogyakarta: Deepublish


Pavan Debora- Langston., (2005). Manual of ocular Diagnosis and Therapy, sixth edition, The
Crystaline Lens Ans Cataract, page 153,162-168
Ilyas S. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. 2000. .Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya
Medika,
Pascolini D, Mariotti SP. 2011. Global estimates of visual impairment:2010. BR J Ophthalmol.

Anda mungkin juga menyukai