TUGAS KELOMPOK PIK Pemicu 2
TUGAS KELOMPOK PIK Pemicu 2
INDUSTRI KIMIA
Analisi Penyebab Pabrik Petrowidada Meledak
DOSEN PEMBIMBING :
Dr. Ir. Rosdanelli Hasibuan, MT;
Dr. Ir. Hamidah Harahap, MSc;
Ir. Renita Manurung, MT
DISUSUN OLEH :
TRIO FEBRIANTA L. TARIGAN
(120405047)
WALID AL ARFI
(120405051)
KENDRICK
(120405053)
ADELINA S. PURBA
(120405085)
(120405105)
KELOMPOK
: 6 (KELAS GANJIL)
phthalic
anhydride dan maleic anhydride di kawasan Petrokimia Gresik, yang beberapa tahun yang
lalu meledak serta mengakibatkan kematian dan luka bakar pada karyawannya.
Dan menurut sumber, selain dari akibat faktor internal dari proses produksi pabrik, diduga
kebakaran terjadi akibat dari kesalahan pekerja (human error). Seperti dikutip dalam berita :
Dari informasi hasil penyelidikan kepolisian, diketahui ternyata saat
terjadi ledakan dan kebakaran di PT Petrowidada Gresik (Selasa, 20/1),
kondisi "irri"ative tidak normal. Artinya, "irri"ative di bagian pabrik yang
meledak dan terbakar, panasnya tak sesuai dengan batasan normal
Diketahui temperaturnya naik dan tak normal sejak pukul 07.00, kata
sumber Suara Merdeka di Polres Gresik. Temuan itu berdasarkan
keterangan beberapa saksi yang telah diperiksa petugas. Anehnya,
kendati diketahui "irri"ative dalam posisi tak normal, proses produksi
terus berjalan sampai pabrik meledak pada pukul 15.30. Berdasarkan
keterangan saksi Agus, Karo Mekanik PT Petrowidada, dia ikut serta
mendinginkan mesin pabrik yang temperaturnya naik dengan cara
menyiram air. Hasilnya, mesin tetap panas dan suhu di "irri"ati tetap
tinggi.
Anehnya, kendati diketahui "irri"ative dalam posisi tak normal, proses
produksi terus berjalan sampai pabrik meledak pada pukul 15.30.
Anehnya, mesin utama pabrik tak segera dimatikan. Selain itu, tak ada
sinyal early warning system ("irri" peringatan dini) berupa sirine atau
lainnya untuk menyatakan bahaya dan karyawan harus dievakuasi,
tambah sumber tadi.
Karena itu, kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Sad Harunantyo,
berdasarkan keterangan para saksi, lalu melihat parahnya tingkat
kerusakan, dan banyaknya korban, kasus di PT Petrowidada ini tak
sekadar terkait aspek teknis mesin, tetapi juga kemungkinan besar terjadi
human error (Harian Suara Merdeka).
Dengan banyaknya dugaan tentang penyebab meledaknya PT Petrowidada, maka perlu
dilakukan berbagai analisis, diantaranya:
Produk utama dari reaksi ini adalah bis (2-ethylhexyl) phthalate (DEHP), yang merupakan
bahan baku pada pembuatan polyvinyl chloride. Pada proses pembuatan plastik, ester ini
ditambahkan untuk meningkatkan fleksibilitasnya tanpa mengurangi kekuatan plastik
tersebut. (www.wikipedia.com, 2008).
industri lain yang menggunakan phthalic acid anhydride sebagai bahan baku adalah industri
cat dan pernis. Di mana alkyd resin dihasilkan dengan mereaksikan phthalic acid anhydride
dengan minyak dammar (CARB, 2000).
(Wikipedia, 2008)
2. Ortho Xylene
- Fasa
: cair
- Berat molekul
: 106 gr /mol
- Titik didih
: 144 OC
- Melting point
: -25 OC
- Densitas
: 0,88 gr /ml
- Viskositas
: 812 cP pada 20 OC
- Flash point
: 17 OC
- Specific gravity : 0,7894
- Specific heat
: 2510,4 J/kg OK
- Panas pembententukan : 2005,4 kJ/mol
- Tekanan uap
: 4,4 kPa
- Temperature kritis : 235,2 OC
- Tekanan kritis
: 4760 kPa
- Kelarutan
: larut dalam air, alcohol, eter, aseton dan benzene
- Kemurnian
: > 98 %
(Wikipedia, 2008)
Dari berbagai alat di atas, yang paling menarik perhatian untuk dilakukan renovasi agar tidak
terulangnya peristiwa ledakan adalah:
Heat Exchanger
Peristiwa perpindahan panas banyak dijumpai dalam industri-industri kimia, misalnya, pada
proses pendinginan atau pemanasan umpan yang akan masuk ke reaktor, vulkanisasi karet,
pembuangan panas dari suatu pembangkit tenaga, dan lain-lain. Seperti pada PT. Petrowidada
Gresik yang merupakan perusahaan yang memproduksi Phthalic Anhydride yang digunakan
sebagai bahan baku bagi industri plastik, cat, dan lem di Indonesia. Salah satu tahapan pada
proses pengolahannya adalah proses pertukaran panas yang terjadi pada heat exchanger HT-
3120 dimana temperatur dari Ortho Xylene harus dijaga sekitar 140oC dengan memanipulasi
laju fluida pemanas yakni berupa steam. Pada saat ini alat penukar panas yang dipakai adalah
heat exchanger jenis shell and tube.
Heat Exchanger
Pengertian penukar panas atau dalam industri kimia populer dengan istilah bahasa Inggrisnya,
heat exchanger (HE), adalah suatu alat yang memungkinkan perpindahan panas dan bisa
berfungsi sebagai pemanas maupun sebagai pendingin. Biasanya, medium pemanas dipakai
uap lewat panas (super heated steam) dan air biasa sebagai air pendingin (cooling water).
Penukar panas dirancang sebisa mungkin agar perpindahan panas antar fluida dapat
berlangsung secara efisien. Pertukaran panas terjadi karena adanya kontak, baik antara fluida
terdapat dinding yang memisahkannya maupun keduanya bercampur langsung begitu saja.
Penukar panas sangat luas dipakai dalam industri seperti kilang minyak, pabrik kimia
maupun petrokimia, industri gas alam, refrigerasi, pembangkit listrik. Heat Exchanger yang
dipakai adalah tipe Shell and Tube Heat Exchanger. Dimana terdiri atas suatu bundel pipa
yang dihubungkan secara parallel dan ditempatkan dalam sebuah pipa mantel (cangkang).
Fluida yang satu mengalir di dalam bundel pipa, sedangkan fluida yang lain mengalir di luar
pipa pada arah yang sama, berlawanan, atau bersilangan. Kedua ujung pipa tersebut dilas
pada penunjang pipa yang menempel pada mantel.
Solusi yang dapat diberikan:
1. Pemodelan Sensor
Sensor temperatur yang digunakan berupa Thermocouple merupakan probe atau sensor yang
digunakan untuk mengukur suhu. Sehingga fungsi transfer dari temperature transmitter
adalah sebagai berikut:
O-xylene
3 O2
C8H4O3+
3 H2O
Oksigen
Phthalic Anhydride
Air
C4H2O3
4 CO2
7,5 O2
Oksigen
Maleic Anhydride
Karbondioksida
4 H2O
Air
Konversi = 21,91%
Reaksi (3) : C8H10
+ 10,45 O2
O-xylene
Oksigen
0,1CO
Karbonmonoksida
7,9 CO2
Karbondioksida
5 H2O
Air
Tahapan proses pembuatan Phthalic Anhydride (PA) secara umum dapat dibedakan menjadi 3
tahap, yaitu :
1. Persiapan Bahan Baku
Umpan berupa o-xylene cair dengan laju alir 1.905 kg/jam dipompa menggunakan P01 pada suhu 20oC dan tekanan 1,013 bar absolut menuju mixer untuk dicampur
dengan bahan baku udara. Umpan berupa udara (mengandung O 2= 8995 kg/jam dan
N2= 29622 kg/jam) masuk ke dalam kompressor C-01 pada suhu 20 o C dan tekanan
4,013 bar untuk dinaikkan tekanannya. Umpan udara keluar dari kompressor C-01
dengan suhu 75,4327oC dan tekanan 1,6 bar masuk menuju pemanas udara E-01
untuk dinaikkan suhunya supaya sesuai dengan spesifikasi reaktor. Selanjutnya umpan
udara dengan suhu 180oC dan tekanan 1,3 bar masuk ke dalam mixer. Hasil keluar
mixer berupa campuran o-xylene dan udara dalam fasa uap dengan suhu 150,9201 oC
dan tekanan 1,3 bar.
2. Reaksi Oksidasi
Umpan berupa campuran o-xylene dan udara dari mixer masuk menuju reaktor
oksidasi. Di dalam rekator ini terjadi reaksi oksidasi secara eksotermal dan proses
dijaga pada keadaan isotermal pada suhu 380oC dan pressure drop sebesar 0,1. Hasil
reaksi berupa campuran fasa uap yang terdiri dari PA (Phthalic Anhydride),
MA(Maleic Anhydride), karbon dioksida, karbon monoksida, air dan sisa reaktan
(nitrogen, oksigen dan o-xylene). Hasil reaksi ini kemudian diturunkan suhunya
dahulu di dalam mixer. Campuran keluar mixer berupa uap pada suhu 65oC dan
tekanan 1,1 bar, masuk menuju Maleic Anhydride Srcubber (D-01). Di dalam alat ini,
fraksi berat dalam umpan diabsorpsi dengan air (laju alir 30.405 kg/jam) sehingga
keluar sebagai hasil dasar scrubber dalam fase cair. Sedangkan fraksi ringan dalam
umpan keluar sebagai hasil atas scrubber dalam fase uap (off gas). Hasil bawah
scrubber berupa produk samping yaitu larutan Maleic Acid (larutan Maleic Anhydride
dalam air). Sedangkan hasil atas scrubber berupa off gas (gas nitrogen, gas oksigen,
gas o-xylene dan sedikit PA (Phthalic Anhydride) dan MA(Maleic Anhydride)).
3) Stripping
Hasil bawah F-01 dan F-02 masuk ke dalam mixer untuk dicampur dan selanjutnya
dipompa menggunakan pompa P-02 menuju Phthalic Anhydride Stripper (D-02).
Umpan masuk ke dalam stripper berupa fasa cair pada suhu 112,2156oC dan tekanan
1,115 bar. Umpan ini sebagian besar berupa PA (Phthalic Anhydride) dan sedikit
MA(Maleic Anhydride), karbon dioksida, karbon monoksida, air dan sisa reaktan
(nitrogen, oksigen dan o-xylene). Pada stripper ini, umpan dipisahkan berdasarkan
titik didih masing masing komponen murninya. Hasil atas kolom stripper keluar
berupa fase uap pada suhu 207,0423oC dan tekanan 1,115 bar. Hasil atas berupa
sebagian besar MA(Maleic Anhydride), karbon dioksida, karbon monoksida, air dan
sisa reaktan (nitrogen, oksigen dan o-xylene) dan sedikit PA (Phthalic Anhydride).
Hasil atas ini di-recycle menuju menuju Maleic Anhydride Srcubber (D-01).
Sedangkan hasil bawah kolom Stripper keluar berupa fasa cair pada suhu 289,6841oC
dan tekanan 1,165 bar. Hasil bawah berupa sebagian besar PA (Phthalic Anhydride)
dan sedikit MA(Maleic Anhydride). Hasil bawah ini merupakan produk utama yaitu
PA (Phthalic Anhydride) cair. Jika produk yang diinginkan berupa PA (Phthalic
Anhydride) uap, maka hasil bawah ini dialirkan menuju heat exchanger E-04 untuk
diuapkan sebagai produk PA (Phthalic Anhydride) uap pada suhu 295oC tekanan
0,865 bar.
untuk dapat menganalisis apa yang menjadi penyebab terulang kecelakaan dalam rentang
waktu yang cukup singkat termasuk pada aspek kesehatan dan keselamatan kerja.
1. Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970, Ruang lingkup keselamatan kerja,
adalah segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam
air, maupun di udara yang berada dalam wilayah Lirri kekuasaan Republik Indonesia.
Dan syarat-syarat keselamatan kerja adalah :
- Mencegah dan mengurangi kecelakaan
- Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
- Mencegah dan mengurangi peledakan
- Memberi pertolongan pada kecelakaan
- Memberi alat-alat perlindungan diri pada pekerja
- Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
- Memelihara kesehatan dan ketertiban
2. Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja
Ada empat faktor yang menjadi penyebab kecelakaan kerja,yaitu :
- Faktor manusia, diantaranya kurangnya keterampilan atau pengetahuan tentang
LirriLat dan kesalahan penempatan tenaga kerja.
- Faktor material atau peralatannya, misalnya bahan yang seharusnya dibuat dari besi
dibuat dengan bahan lain yang lebih murah sehingga menyebabkan kecelakaan
kerja.
- Faktor sumber bahaya, meliputi: perbuatan bahaya, misalnya metode kerja yang
salah, sikap kerja yang teledor serta tidak memakai alat pelindung diri.
Kondisi/keadaan bahaya, misalnya lingkungan kerja yang tidak aman serta pekerjaan
yang membahayakan.
- Faktor lingkungan kerja yang tidak sehat, misalnya kurangnya cahaya, ventilasi,
pergantian udara yang tidak LirriL dan suasana yang sumpek.
menyiram mesin dengan air saja, karena setiap alat haruslah ditangani dengan SOP yang
ada dan bukan hanya menyiram air ketika mesin mencapai batas temperatur normal.
Dengan demikian, maka mungkin kecelakaan kerja tersebut tidak akan terjadi. Dan
karyawan yang memasuki tangki juga mengenakan alat-alat pelindung diri agar terhindar
dari bahaya kecelakaan kerja.
Kemudian penyebab kecelakaan yang lain adalah kurangnya pengawasan manajemen
dalam bidang kesehatan, keselamatan, dan keamanan pada perusahaan tersebut. Sistem
manajemen yang baik seharusnya lebih ketat pengawasannya terhadap alat (mesin utama),
menyadari alat ini memiliki risiko yang besar untuk menghasilkan loss atau kerugian.
Beberapa tindakan manajemen yang bisa dilakukan adalah dengan meletakkan kamerakamera di dalam ruangan kontrol alat (mesin utama) tersebut sehingga operator reaktor
maupun karo mekanik mesin utama (mengingat pada kasus, early warning system tidak
berfungsi sebagaimana mestinya) dapat memastikan bahwa di dalam ruangan yang berisi
mesin-mesin utama tetap dalam kondisi produksi pada temperatur yang normal.
Apabila teknologi yang lebih canggih dapat diterapkan di sana, maka pada mesinmesin utama tersebut dapat dipasang sebuah alat pendeteksi di mana apabila terjadi
perubahan kondisi diluar batas normal, maka ada sebuah lampu yang menyala yang
mengindikasikan langkah penanggulan kecelakaan.
preventif dari masyarakat yang menyadari betapa berharganya keamanan pun seharusnya
dapat mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu perlunya diadakan pencerdasan
masyarakat mengenai prosedur penanggulangan kecelakaan besar yang dapat terjadi
bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat mengenai bahaya yang mungkin
tidak terbayang di benak mereka. Pada akhirnya, keamanan bersama bukan hanya menjadi
tanggung jawab pihak tertentu, akan tetapi merupakan tanggung jawab yang harus
dipertimbangkan oleh semua pihak. KEBAKARAN di pabrik PT Petrowidada jelas
mengganggu rangkaian produksi nasional. Hasil dari pabrik ini merupakan bahan baku antara
yang dibutuhkan pabrik plastik lainnya untuk menghasilkan produk akhir. Musibah memang
sulit untuk bisa diduga. Pelajaran penting yang bisa kita petik, kita harus berupaya sejauh
mungkin agar musibah itu tidak terjadi.
PABRIK PT Petrowidada, perusahaan yang memproduksi bahan baku plastik phthalic
anhydride dan maleic anhydride di kawasan industri Petrokimia Gresik, yang beberapa tahun
yang lalu meledak serta mengakibatkan kematian dan luka bakar pada karyawannya. Namun,
ini belum terhitung kemungkinan dampak terhadap penduduk sekitar.
Lagi-lagi terjadi musibah akibat kecerobohan manusia. Kali ini karena perencanaan
yang kurang sempurna, sekurang-kurangnya dari segi pencegahan (preventif). Perlu
dipertanyakan, apakah pabrik yang potensial menimbulkan ledakan dan kebakaran ini telah
dilengkapi dengan perencanaan untuk penanggulangan kondisi darurat.
Februari dua tahun lalu juga terjadi kebakaran di sumur eksplorasi minyak
Randublatung, Kecamatan Kradenan Menden, Cepu, Kabupaten Blora, sehingga lebih dari
seribu penduduk terpaksa mengungsi.
Beberapa kali kecelakaan serupa memang terdengar, mulai dari terbakarnya kilang
minyak, sejumlah bahan kimia, sampai meledaknya tangki gas. Korbannya penduduk yang
seringkali tidak berkepentingan dengan pabrik.
Pernyataan resmi perusahaan bahwa kebakaran tangki 2944 tidak akan menimbulkan
dampak negatif pada penduduk sekitar, sebagaimana dipublikasikan berbagai media massa,
sebenarnya terlalu dini. Apalagi menyebutkan bahwa zat kimia yang habis terbakar hanya
CO2. Meski perlu pengkajian lebih lanjut tentang unsur kimia apa yang memenuhi udara
ambien, bukan berarti cuma CO2 dan tidak mengganggu kesehatan masyarakat.
Aspek kesehatan masyarakat
Tidak jelas dipublikasikan, berapa kadar masing-masing gas di pemukiman terdekat
atau lokasi pengungsian berdasarkan hasil pengukuran, jika dilakukan. Namun, gas CO2
dalam kadar tinggi dapat mengganggu kesehatan.
Udara pernafasan dengan kandungan tiga persen gas tersebut dapat memicu sesak
nafas (dyspnea) dan pusing. Sedangkan kadar di udara di atas 10 persen mengakibatkan
gangguan penglihatan, bunyi denging dalam telinga (tinnitus), gemetar (tremor) dan pingsan
setelah satu menit berada di situ.
Kondisi akan bertambah buruk apabila terjadi pembakaran tidak sempurna, sehingga
menghasilkan pula gas karbonmonoksida (CO). Setiap pembakaran dan peledakan
sesungguhnya cenderung menghasilkan gas CO. Pembakaran gas alam atau minyak bumi
dapat menghasilkan sampai 5 persen daripadanya menjadi CO. Celakanya, gas ini sulit
terdeteksi oleh pengamatan biasa karena tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, dan
mudah meledak.
Di dalam darah, CO berikatan dengan hemoglobin (Hb) darah membentuk
karboksihemoglobin dan dalam jaringan gas ini berikatan dengan zat mengandung besi lain
seperti mioglobin, sitokrom, sitokrom oksidase dan katalase. Paparan kadar tinggi CO
menyebabkan keracunan akut. Gejala permulaan yang khas berupa nyeri kepala, pusing, rasa
kantuk, mual dan muntah. Tergantung kadar CO di udara dan lamanya paparan serta
karboksihemoglobin darah yang dihasilkan, dapat terjadi pingsan, koma dan kematian.
Paparan CO berjangka panjang dapat mengakibatkan keracunan kronik. Gejalanya
berupa nyeri kepala, gangguan daya ingat, penurunan hasil kerja, gangguan tidur, vertigo,
emosi labil serta gangguan saraf pusat maupun perifer. Baik paparan akut maupun menahun,
mempunyai efek membahayakan terhadap kesehatan.
Informasi terpadu
Peristiwa ledakan dan kebakaran pabrik PT Petrowidada harusnya sudah diantisipasi
oleh pengelola. Pabrik kimia yang jelas berisiko tinggi semacam ini, harus sangat cermat soal
pengamanannya. Kesan yang ada, kalau dalam istilah kesehatan dan kedokteran, lebih ke
tindakan kuratif (pengobatan) dan nantinya rehabilitatif (pemulihan) atas kerugian yang
terjadi. Padahal upaya promotif (peningkatan) dan preventif (pencegahan) lebih penting.
Tanpa mengurangi simpati terhadap upaya cepat yang telah dilakukan berbagai pihak,
ada kesan kekurangcermatan dalam penanggulangan bencana tersebut, baik bagi tenaga kerja
maupun penduduk sampai radius tertentu.
Sampai jarak berapa dianggap udara ambien aman terhadap gas yang dikeluarkan?
Bangunan atau ruang publik apa yang dapat dipakai untuk mengevakuasi tenaga kerja atau
seandainya penduduk di sekitar pabrik perlu juga dievakuasi sebagai upaya preventif?
Bagaimana cara mengevakuasi penduduk di lokasi bahaya, oleh siapa?
Terhadap penduduk yang terkena efek bencana, entah berupa kecelakaan, gangguan
kesehatan akut maupun kronik, bagaimana tatalaksananya? Semua seharusnya sudah
diketahui segenap lapisan masyarakat, termasuk yang berpotensi terkena dampak bencana.
Sebagian penatalaksanaan tentu sudah tercantum dalam dokumen Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan atau Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan, tetapi sudahkah sedetil itu? Lagi pula, keterlibatan masyarakat terutama untuk
menggali potensi terhadap kejadian yang tidak terduga, mutlak perlu.
Standard Operating Prosedur perusahaan sekaliber pabrik petrokimia sebaiknya bukan
hanya sampai sebatas pagar pabrik saja. Bagaimana dengan penanggulangan bencana yang
menyangkut masyarakat, terutama dari aspek sosial ekonomi, budaya dan kesehatan
masyarakat?
Alangkah baiknya jika setiap perusahaan yang berisiko tinggi membuat kajian
lingkungan, baik dari aspek fisik-kimia, biologi, sosial ekonomi dan budaya serta kesehatan
masyarakat. Kemudian dibuat semacam sistem informasi lingkungan terpadu yang
melibatkan semua pihak: perusahaan, masyarakat dan para pemukanya, pemerintahan daerah
setempat dengan instansi terkait, dan sebagainya. Hal ini akan sangat membantu apabila
sewaktu-waktu menghadapi bencana yang tidak terduga.
sirkit konduktor.
Detektor tidak boleh dipasang dengan cara masuk ke dalam permukaan langit-langit
kecuali hal itu sudah pernah diuji dan terdaftar (listed) untuk pemasangan seperti itu.
Detektor harus dipasang pada seluruh daerah bila disyaratkan oleh standar yang berlaku
atau oleh instansi yang berwenang. Setiap detektor yang terpasang harus dapat
Instalasi atau jaringan kabel digunakan untuk menghubungkan detector dan manual
alarm station dengan control panel. Alat ini berfungsi sebagai mediator untuk
mengaktifkan alat deteksi serta meneruskan sinyal dari alat deteksi ke control panel.
Disamping itu, instalasi juga digunakan untuk menghubungkan control panel dengan
alarm bell, lampu-lampu peringatan, dan lain-lain.
3) Fire Alarm Control Panel
Alat ini merupakan induk dari fire alarm system yang dapat mengamati kerja dari
manual alarm station ataupun detector. Dan juga berfungsi member instruksi pada
alarm bell, location indicator lamp dan lain sebagainya pada saat kebakaran terjadi.
4) Power Supply
Fungsi dari power supply adalah untuk menjalankan system.
Power supply terdiri dari listrik PLN dan apabila ada gangguan listrik atau dalam
keadaan darurat dapat memakai genset.
Apabila manual alarm station atau detector bekerja, maka sinyal akan dikirim
melaui instalasi atau jaringan kabel ke fire alarm control panel sebagai data yang
c. Hydrant
Hydrant adalah suatu system pemadam kebakaran yang menggunakan air bertekanan.
Komponen hydrant :
1) Sumber air
2) Pompa kebakaran
3) Instalasi pemompaan
4) Kopling penyambung
5) Box hydrant yang berisi selang (hose), valve hydrant dan pipa pemancar air
1) Diesel pump : Akan hidup secara otomatis bila listrik gedung tiba-tiba mati karena
kebakaran. Penggeraknya adalah genset otomatis.
2) Jockey pump :Pompa pemacu tekanan air.
3) Main pump :Pompa manual utama.
Persyaratan teknis hydrant kebakaran :
1) Sumber air hydrant gedung harus diperhitungkan minimal pemakaian selama 30 menit.
2) Pompa kebakaran dan peralatan listrik lainnya, harus mempunyai sumber daya listrik
darurat.
3) Selang (hose) berdiameter maksimum 2,5 inch, terbuat dari bahan tahan panas.
4) Harus disediakan kopling penyambung yang sama bentuknya dengan kopling dari unit
kebakaran setempat.
5) Semua peralatan hydrant kebakaran harus dicat merah.
Prinsip kerja hydrant kebakaran adalah :
Jaringan pipa telah terisi air bertekanan yang disupply dari sumber air dengan bantuan
pompa kebakaran. Dalam keadaan normal, kran pada box hydrant tertutup rapats
1) Air
Sejak dulu air digunakan untuk pemadaman kebakaran dengan hasil yang sangat
memuaskan (efektif dan ekonomis), karena harganya relative murah, pada umumnya
mudah diperoleh, aman dipakai, mudah disimpan dan dipindahkan.
2) Busa (Foam)
a) Busa Kimia (Chemical Foam)
Busa kimia adalah bahan pemadam api yang efektif untuk kebakaran minyak (biasa
ditempatkan dipompa-pompa bensin). Bahan yang biasa digunakan yaitu tepung
alumunium sulfat dan natrium bikarbonat yang keduanya dilarutkan dalam air. Hasilnya
adalah busa yang volumenya dapat mencapai 10 kali lipat. Pemadaman api oleh busa
merupakan system isolasi, yaitu mencegah oksigen untuk tidak ikut dalam reaksi.
b) Busa Mekanik (Mechanical Foam)
Busa mekanik adalah bahan pemadam api yang juga efektif untuk kebakaran minyak.
Busa ini terjadi karena adanya proses mekanisya itu berupa adukan dari bahan-bahan
pembuat busa yang terdiri dari cairan busa (foam liquid), air, dan udara. Dalam proses
pembuatan busa mekanik biasanya digunakan alat-alat pembuat busa.
3) Serbuk Kimia Kering (Dry Chemical Powder)
Bahan pemadam api serbuk kimia kering efektif untuk kebakaran kelas B dan C, dapat
juga kelas A. Tabung serbuk kimia kering berisi 2 macam bahanya itu sodium
bikarbonat atau natrium bikarbonat dan gas CO2 atau nitrogen (sebagai pendorong).
Khusus untuk pemadam kebakaran kelas D (logam) digunakan metal dry powder yaitu
campuran dari sodium, potassium, dan barium klorida.
4) Gas AsamArang (CO2)
Bahan pemadam api gas asam arang (CO2) efektif untuk kebakaran kelas B dan kelas
C. Gas CO2 dalam pemadaman kebakaran berfungsi untuk mengurangi kadar oksigen
dan efektif digunakan untuk pemadaman di dalam ruangan. Karena kekhususannya,
kebanyakan gas CO2 digunakan pada system pemadaman otomatis instalasi tetap (fixed
system). Misalnya untuk kamar-kamar mesin, ruang generator, ruang berisi panel-panel
listrik, dan lain-lain.
5) Gas Halon (Halogenated Hydrocarbon)
Bahan pemadam api gas halon biasanya terdiri dari unsur-unsur kimia seperti karbon,
fluorin, bromida, dan iodin. Halon yang biasa dipakai yaitu halon 1211 (BCF) dan
halon 1301 (BTM). Gas halon 1211 biasanya dipasang
piringan (APAR) pada bangunan gedung, pabrik, dan lain sebagainya. Gas halon 1301
biasa digunakan pada system pemadaman otomatis instalasi tetap (fire protection fixed
installations).