Anda di halaman 1dari 4

TUGAS UJIAN MID SEMESTER FILSAFAT ISLAM

NAMA

: HUSNI

JURUSAN

: KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

BIOGRAFI FILOSOF AL FARABI


Nama lengkap Al Farabi adalah Abu Nasr Muhammad bin Muhammad Ibnu Turkhan Ibnu
Uzlaq Al Farabi. Dinamai dengan AlFarabi karena dihubungkan dengan Farab, salah satu orang Turki
yang terletak di daerah Khurasan dekat dengan sungai Situn (Transoxiana). Dia kelahiran bangsa Turki
tetapi mempunyai hubungan darah dengan bangsa Persi. Dia lahir pada tahun 259 H/879 M di Farab
dan wafat di Aleppo pada tahun 339 H/950 M. (Dalam Ensiklopedi Islam lahir pada tahun 257 H/870
M dan wafat pada tahun 337 H/950 M, dalam buku Khazanah Intelektual Islam). Ayahnya adalah
seorang jendral dan seorang Iran yang menikah dengan wanita Turkistan dan kadang-kadang disebut
keturunan Iran.
Al Farabi selalu berpindah tempat dari waktu ke waktu. Di masa kecilnya ia
dikenal rajin belajar dan memiliki otak yang cerdas, belajar agama, bahasa Arab,
bahasa turki, dan bahasa Persi di kota kelahirannya, Farab. Setelah besar Al Farabi
pindah ke Baghdad dan tinggal di sana sekitar 20 tahun lamanya. Di sana ia
memperdalam filsafat, logika matematika, etika, ilmu politik, dan sebagainya. Dari
Baghdad Al Farabi pindah ke Harran (Iran). Di sana ia belajar filsafat Yunani
kepada beberapa orang ahli, diantaranya Yuhana dan Hailan. Tak lama kemuidian
meninggalkan Harran dan kembali lagi ke Baghdad.
Selama di Baghdad ia menghabiskan waktunya untuk mengajar dan
menulis. Al Farabi mengarang buku tentang logika, fisika ilmu jiwa, metafisika,
kimia, ilmu politik, musik dan lain-lain.
Menurut banyak sumber, ia bisa menguasai 70 bahasa dunia dan karenanya
Al Farabi dikenal menguasai banyak cabang keilmuan. Dalam bidang ilmu
engetahuan, keahlian yang paling menonjol ialah dalam ilmu mantiq.
Dalam filsafat AlFarabi tergolong di dalam kelompok filsuf kemanusiaan. Ia
lebih mementingkan soal-soal kemanusiaan seperti akhlaq (etika) terhadap
intelektual politik dan seni. Dan menurut Prof. Gilson menyatakan bahwa ia amat
mencintai tokoh filsafat (Plato & Aristoteles). Filsafat Al Farabi sebenarnya
merupakan campuran antara filsafat Aristoteles dan Neo Platonisme dengan
pikiran keislaman yang jelas dan aliran Syiah Imamiah. Dalam soal mantiq dan
filsafat

fisika

umpamanya,

ia

pengikut

pemikiran-pemikiran

Aristoteles.

Sedangkan dalam lapangan metafisika Al Farabi mengikuti jejak Plotinus.


Selama di Baghdad ia menghabiskan waktunya menulis karya-karyanya :

Agrad Al Kitab Ma Bada At Tabiah (Intisari buku Metafisika)

Al Jamu Baina Rayai Al Hakimaini (mempertemukan dua pendapat filsuf : Plato dan

Aristoteles)
Uyun Al Masail (Pokok-pokok Persoalan)

Pikiran-pikiran Pendidikan Kota

Ihsa Al Ulmu
Al madinatul Fadlilah (Negeri Utama)
Risalah Assiyassiyah
Assaamarotul Mardliyayah

Al Majau

Dalam bidang fisika :

On Vacum
Against Astrology

Dalam bidang Metafisika :

About the Scope of Aristoteles Metaphysizs


On the one (Fi Al Wahid dan Wahda)

METODE AL FARABI
Untuk menjadi seorang yang punya nama di mata dunia tentulah tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Ia harus menempuh perjalanan panjang
yang tidak mulus, banyak rintangan di sana-sini. Untuk memperoleh jati diri yang
sebenarnya. Melihat dari biografi dan status sosial, yang mana di masa kecilnya ia
sudah terlihat kecerdasannya tetapi karena Al Farabi tak menuliskan riwayat
hidupnya, sehingga informasi tidak terlalu memadai, namun hal itu masih dapat
kita

ketahui

keluarga

masa

kanak-kanak

dan

masa

remajanya.

Dalam

kehidupannya ia selalu berpindah tempat tinggal dari waktu ke waktu untuk


memperoleh pengetahuan yang tidak dapat ia temukan hanya pada satu tempat,
dan hal ini juga didorong karena ia tertarik dengan studi rasional, yang tidak
diperoleh

di

kota

kelahirannya,

sehingga

ia

meninggalkan

rumah

dan

mengembara menuntut ilmu pengetahuan.


Berangkat dari metode Al Farabi, maka teori yang digunakannya adalah analitic
generatif yaitu menguraikan sesuatu yang bersifat umum. Hal ini dapat kita lihat
dalam perjalanannya tersebut, yaitu pada masa Amir Saifullah. Al Farabi adalah
seorang yang tajam tanggapannya. Sifat ini terbukti ketika para pakar dalam
pelbagai ilmu pengetahuan sedang berdiskusi, dalam diskusi tersebut ia selalu
mengatasi pendapat anggota-anggota lain, hingga pada akhirnya anggota yang
lain diam semuanya. Tinggallah dia berbicara sendirian, sedang anggota lainnya
mencatat apa yang ia ucapkan.
TEORI AL FARABI

Berangkat dari metode Al Farabi, maka teori yang digunakannya adalah analitic
generatif yaitu menguraikan sesuatu yang bersifat umum. Hal ini dapat kita lihat
dalam perjalanannya tersebut, yaitu pada masa Amir Saifullah. Al Farabi adalah
seorang yang tajam tanggapannya. Sifat ini terbukti ketika para pakar dalam
pelbagai ilmu pengetahuan sedang berdiskusi, dalam diskusi tersebut ia selal
mengatasi pendapat anggota-anggota lain, hingga pada akhirnya anggota yang
lain diam semuanya. Tinggallah dia berbicara sendirian, sedang anggota lainnya
mencatat apa yang ia ucapkan.

SETTING SOSIAL AL FARABI


Pada awal abad ke 3 H/9 M di Farab berlangsung kebudayaan dan pemikiran
yang meluas bersama dengan pengenalan Islam, dan pada saat itu terkenal pula
seorang ahli bahasa Al Jauhari, yang telah menulis buku Al Shiha, salah seorang
yang sezaman dengan Al Farabi.
Pendidikan dasarnya ialah keagamaan dan bahasa, ia mempelajari fiqh, hadits
dan tafsir Al Quran. Ia mempelajari bahasa Arab, Turki, dan Persia, ia tidak
mengabaikan manfaat yang dapat diperoleh dari studi-studi rasionnal yang
berlangsung

pada

hidupnya,

seperti

matematika

dan

filsafat,

meskipun

tampaknya ia tidak berpaling keduanya sampai kemudian. Dan ketika ia demikian


tertarik dengan studi rasional, ia tidak puas dengan apa yang doperolehnya di
kota kehadirannya, terdorong oleh keinginan intelektuaqlnya itu maka ia
meninggalkan rumahnya dan mengembara menuntut ilmu pengetahuan.
Periode kedua kehidupan Al Farabi adalah periode usia tua dan kematangan
penuh. Baghdad sebagai pusat belajar yang terkemuka pada abad ke 4 H/10 M,
merupaka tempat yang pertama yang dikunjunginya, di sana ia berjumpa dengan
sarjana dari berbagai bidang, diantaranya pada filosof dan penerjemah. Ia tertarik
untuk mempelajari logika, dan diantara ahli-ahli logika terkenal dari Baghdad, Abu
Bisyr Matta Ibn Yunnus-lah yang dipandang orang sebagai ahli logika paling
terkemuka pada zamannya. Untuk beberapa lama Al Farabi belajar logika kepada
Ibn Yunnus. Ia mengungguli gurunya, dan karena pencapaiannya yang gemilang
di bidang ini, ia memperoleh sebutan Guru Kedua.
Al Farabi bermukim 10 tahun di Baghdad dan kemudian tertarik oleh pusat
kebudayaan lain di Aleppo. Di sana tempat-tempat orang brillian dan para
sarjana, istana Saif Al Daulah, berkumpul para penyair, ahli bahasa, filosof, dan
sarjana kenamaan lainnya.

Kecuali beberapa perjalanan singkatnya ke luar negeri, Al Farabi bermukim di


Syiria hingga wafat pada tahun 339 H/950 M. Ibnu Usaibiah menyebutkan bahwa
Al Farabi mengunjungi menjelang akhir hayatnya. Hal ini mungkin karena Mesir
dan Syiria mempunyai hubungan yang kuat di sepanjang rentangan sejarah yang
cukup panjang dan kehidupan kebudayaan Mesir pada masa Thutunniyah dan
Ikhsyidiyyah memang mempunyai pesona.

Tetapitersiarnya kabar tetangga

terbunuhnya Al Frabi oleh beberapa perampok dalam perjalanannya antara


Damaskus Asgalan sebagaimana dikutip Al Baihaqi adalah rekaan belaka. Al
Farabi mencapai posisi yang sangat terpuji di Istana Saif Al Daulah, sampaisampai sang raja bersama sang pengikut dekatnya mengantarkan jenazahnya ke
pemakamannya
terkemuka.

sebagai

penghormatan

atas

kematian

seorang

sarjana

Anda mungkin juga menyukai