Anda di halaman 1dari 23

BAB I

ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. MC

Umur

: 58 tahun / 04 Maret 1957

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

: Petani

Status

: Menikah

Alamat

: Jln. Jendral Sudirman GG. Suhada No. 6 Pekanbaru

Tanggal Masuk

: 28 Desember 2015

No. RM

: 9106xx

ANAMNESIS
Auto-anamnesis dan Alloanamnesis
Keluhan Utama
Perut terasa menyesak ke dada sejak 1 bulan SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
-

Sejak 2 bulan SMRS, pasien mengeluhkan perutnya mulai membuncit.


Perut terasa penuh dan tegang. Keluhan tidak disertai nyeri perut, sesak
nafas, batuk dan nyeri dada. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Wajah,
lengan dan tungkai tidak ada bengkak.

Sejak 1 bulan SMRS, pasien mengeluhkan perutnya yang membuncit


terasa semakin menyesak ke dada. Keluhan tersebut utamanya dirasakan
apabila sedang makan. Karena keluhan tersebut pasien jadi sulit makan dan
minum. Keluhan nyeri perut tidak ada, BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Selain itu pasien juga merasakan sesak nafas, sesak tidak dipengaruhi
aktifitas atau cuaca. Sesak dirasakan sedikit berkurang bila pasien tidur
miring ke kanan. Sesak disertai batuk kering, namun tidak ada keluhan nyeri
dada. Demam tidak ada. Pasien kemudian dibawa berobat ke RS Awal Bross

dan RS Syafira lalu didiagnosis massa intra abdomen. Pasien kemudian


dirujuk ke RSUD AA dengan alasan tidak ada dokter bedah digestif.
Riwayat Penyakit Dahulu
-

Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya

Riwayat tekanan darah tinggi tidak diketahui

Riwayat DM tidak ada

Riwayat hepatitis tidak diketahui

Riwayat keganasan tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga


-

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan sama

Riwayat tekanan darah tinggi tidak diketahui

Riwayat keganasan tidak ada

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan


-

Pasien adalah seorang petani padi

Riwayat merokok ada sejak usia muda

Konsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang disangkal

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
- Kesadaran

: komposmentis

- Keadaan umum

: tampak sakit sedang

- Tekanan Darah

: 160/100 mmHg

- Nadi

: 104x/menit

- Napas

: 24x/menit

- Suhu

: 36,9 0C

Kepala
-

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat,


isokor, diameter 2 mm, reflek cahaya +/+.

Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)

Penggunaan otot bantu pernapasan (-)

Toraks
Paru:

Inspeksi

: Gerakan dada kanan = kiri

Palpasi

: Vokal fremitus melemah pada lapangan paru bawah kiri dan


kanan

Perkusi

Auskultasi : suara nafas menghilang pada lapangan paru bawah kiri dan

: redup pada lapangan paru bawah kiri dan kanan

kanan
Jantung :

Inspeksi
: iktus kordis tidak terlihat
Palpasi
: iktus kordis tidak teraba
Perkusi
:
- Batas jantung kanan : Linea parasternalis dekstra SIK V
- Batas jantung kiri : 1 jari lateral linea midclavicula sinistra SIK V
Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler normal, murmur (-), gallop
(-)

Abdomen
Inspeksi

: Perut tampak membuncit, venektasi (+), distensi (+)

Palpasi

: nyeri tekan (+), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: redup seluruh lapangan abdomen, shifting dullness (-),undulasi (-)

Auskultasi : BU tidak dapat dinilai


Ekstremitas
Akral hangat, edema tungkai (-), eritema palmaris (-), clubbing finger (-), CRT < 2
detik.

Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 21 Desember 2015
Laboratorium
Hb

: 15,2 gr %

Leukosit : 7.300/mm3
Eritrosit

: 5.170.000/mm3

Trombosit : 170.000/mm3
Hematokrit: 45,9 gr %
GDS

: 194 mg/dl

Ureum

: 16,6 mg/dl

Kreatinin : 1,14 mg/dl


AST

: 22,3 U/L

ALT

: 27 U/L

Foto rontgen Toraks AP supine dan abdomen 3 posisi (RS Awal Bross)

Kesan : tidak tampak kelainan

Kesan : tidak tampak kelainan

DIAGNOSIS
Suspek Tumor Intra Abdomen

CT scan (RSUD AA 28 desember 2015)

Kesan : asites massif, efusi pleura bilateral, simple cyst renal bilateral

USG (RSUD AA 28 desember 2015)

Kesan : asites

DIAGNOSIS
1. Ascites ec ??
2. Efusi pleura bilateral

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9

2.1. Asites
2.1.1. Definisi
Asites adalah akumulasi cairan di dalam rongga peritoneum. Kata asites
berasal dari bahasa yunani askites dan askos yang berarti kantong atau perut.1
2.1.2. Etiologi
Penyebab dari asites sangat bervariasi dan yang tersering adalah sirosis hati.
Hampir sekitar 80% kejadian asites disebabkan oleh sirosis hati. Penyebab lainnya
adalah gagal jantung kongestif dan gagal ginjal kronik, yang mengakibatkan
retensi air dan garam.1,2 Tabel berikut menjelaskan beberapa penyebab asites :1

2.1.3. Patofisiologi1,2,3
Akumulasi cairan asites dalam rongga peritoneum menggambarkan
ketidakseimbangan pengeluaran air dan garam. Saat ini penyebabnya belum
diketahui dengan pasti, namun ada beberapa teori yang telah dikemukakan untuk
menjelaskan mekanisme terbentuknya asites, yaitu:
a. Hipotesis underfilling

10

Berdasarkan hipotesis ini, asites terbentuk karena sekuestrasi cairan yang


tidak memadai pada pembuluh darah splanknik akibat peningkatan tekanan
portal dan penurunan
b. Effective Arterial Blood Volume (EABV).
Hal tersebut mengakibatkan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron
dan sistem persarafan simpatis sehingga terjadi retensi air dan garam.
c. Hipotesis Overflow
Berdasarkan hipotesis ini, asites terbentuk karena ketidakmampuan ginjal
dalam mengatasi retensi garam dan air, yang berakibat tidak adanya
penurunan

volume.

Dasar

teori

ini

adalah

kondisi

hipervolemia

intravaskular yang umum dijumpai pada pasien dengan sirosis hati.


d. Hipotesis vasodilatasi arteri perifer
Hipotesis ini adalah hipotesis terbaru yang merupakan gabungan dari kedua
hipotesis sebelumnya. Hipertensi portal menyebabkan vasodilatasi arteri
perifer, dan berakibat penurunan EABV. Sesuai dengan perjalanan alami
penyakit, terdapat peningkatan eksitasi neurohumoral, dan peningkatan
retensi natrium oleh ginjal sehingga volume plasma meningkat. Urutan
kejadian antara hipertensi portal dan retensi natrium ginjal belum jelas.
Hipertensi portal juga menyebabkan peningkatan kadar nitrat oksida Nitrat
oksida merupakan mediator kimia yang menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah splanknik dan perifer. Kadar NO pada arteri hepatika
pasien asites lebih besar daripada pasien tanpa asites.
Peningkatan kadar epinefrin dan norepinefrin, dan hipoalbuminemia juga
berkontribusi dalam pembentukan asites. Hipoalbuminemia mengakibatkan
penurunan tekanan onkotik plasma sehingga terjadi ekstravasasi cairan
plasma ke rongga peritoneum. Dengan demikian, asites jarang terjadi pada
pasien sirosis tanpa hipertensi portal dan hipoalbuminemia.

2.1.4. Diagnosis1,2
Tahap awal untuk menegakkan diagnosis asites adalah dengan melakukan
anamnesis mengenai perjalanan penyakit. Saat melakukan anamnesis sebaiknya
11

mencari tahu faktor risiko yang dapat menyebabkan gangguan pada hati, seperti
riwayat kolestasis, jaundice, hepatitis kronik, riwayat transfusi atau suntikan, atau
riwayat

keluarga

dengan

penyakit

hati.

Selain

itu,

biasanya

perlu

ditanyakanapakah terjadi peningkatan berat badan yang berlebihan.


Tahap selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan fisik yang menyeluruh.
Pada awal pemeriksaan fisik, perlu dibedakan apakah pembesaran perut yang
terjadi karena asites, atau penyebab lain seperti kegemukan, obstruksi usus, atau
adanya massa di abdomen. Flank dullness yang biasanya terdapat pada 90%
pasien dengan asites merupakan tes yang paling sensitif, sedangkan shifting
dullness lebih spesifik tetapi kurang sensitif.
Tes lain yang bisa dilakukan untuk mengetahui asites adalah melalui
pemeriksaan puddle sign. Puddle sign ini bisa digunakan untuk mengetahui asites
pada jumlah yang masih sedikit (+120 ml). Untuk melakukan pemeriksaan ini
posisi pasien harus bertumpu pada siku dan lutut selama pemeriksan.
Pemeriksaan fisik yang menyeluruh dan seksama dapat memberi arahan
mengenai penyebab asites. Tanda-tanda dari penyakit hati kronis adalah eritema
palmaris, spider naevi, jaundice. Splenomegali dan pembesaran venakolateral
merupakan indikasi telah terjadi peningkatan tahanan vena porta. Asites yang
disebabkan oleh gagal jantung kronis, memberikan tambahan temuan pemeriksaan
fisik berupa peningkatan tahanan vena jugularis.
Pemeriksaan Penunjang1,3
Setelah anamnesis dan pemeriksan fisik penegakan diagnosis dapat dibantu
oleh pemeriksaan penunjang, berupa pemeriksaan radiologi, dan laboratorium.
Pemeriksaan radiologi yang dapatdilakukan meliputi pemeriksaan rontgen toraks
dan abdomen, USG, CT-Scan dan MRI abdomen.
a. Rontgen toraks dan abdomen
Asites masif mengakibatkan elevasi difragma dengan atau tanpa adanya
efusi pleura. Pada foto polos abdomen asites ditandai dengan adanya
kesuraman yang merata, batas organ jaringan lunak yang tidak jelas, seperti:
otot psoas, liver dan limpa. Udara usus juga terlihat mengumpul di tengah
(menjauhi garis lemak preperitoneal), dan bulging flanks.
b. USG

12

USG adalah cara paling mudah dan sangat sensitif, karena dapat mendeteksi
asites walaupun dalam jumlah yang masih sedikit (kira kira 5-10ml).
Apabila jumlah asites sangat sedikit, maka umumnya akan terkumpul di
Morison Pouch, dan di sekitar hati tampak seperti pita yang sonolusen.
Asites yang banyak akan menimbulkan gambaran usus halus seperti
lollipop.
Pemeriksaan USG juga dapat menemukan gambaran infeksi, keganasan
dan/atau peradangan sebagai penyebab asites. Asites yang tidak mengalami
komplikasi gambaran USG umumnya anekoik homogen, dan usus tampak
bergerak bebas. Asites yang disertai keganasan atau infeksi akan
memperlihatkan gambaran ekostruktur cairan heterogen, dan tampak debris
internal. Usus akan terlihat menempel sepanjang dinding perut belakang,
pada hati atau organ lain, atau dikelilingi cairan.
Namun demikian, USG memiliki keterbatasan untuk mendeteksi asites pada
pasien obesitas, dan asites yang terlokalisir karena gelombang ultrasound
dapat terhalang oleh jaringan lemak dan gas di dalam lumen.
c. CT Scan
CT Scan memberikan gambaran yang jelas untuk asites. Asites dalam
jumlah yang sedikit akan tampak terlokalisasir pada area perhepatik kanan,
subhepatik bawah, dan pada kavum douglas.9 Densitas dari gambaran CT
Scan dapat memberi arahan tentang penyebab dari asites.
d. MRI
MRI adalah pemeriksaan yang sangat baik digunakan dalam mendeteksi
cairan di rongga peritoneum. Pada anakanak pemeriksaan MRI ini lebih
disukai karena waktu pemeriksaan yang lebih singkat.1
e. Abdominal Parasentesis
Abdominal parasentesis umum dikerjakan pada pasien dengan asites yang
belum diketahui penyebabnya, dan pada pasien dengan penambahan jumlah
asites yang sangat cepat,perburukan klinis, disertai demam dan nyeri perut.
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi terjadinya spontaneous bacterial
peritonitis (SBP).1 Cairan asites kemudian dikirim untuk mengetahui
jumlah sel, albumin, kultur asites, protein total, gram stain dan sitologi.

2.1.5. Penatalaksanaan1,2

13

a. Tatalaksana umum

Restriksi sodium

Menjaga asupan kalori

Asupan protein 1 g/kg/hari (kecuali pasien dengan ensefalopati dan


katabolik berat)

Imunisasi : vaksin pneumococcal, vaksin influenza

b. Tatalaksana penyakit dasar

Hindari alkohol

Hepatitis B : antiviral

Hemokromatosis :flebotomi

Penyakit Wilson : terapi chelation

c. Pengobatan

Diuretik : spironolakton, furosemid

parasentesis

d. Transjugular Intrahepatic portasystemic shunts


e. Peritoneovenous shunts
f. Transplantasi hepar
2.2. Efusi Pleura
2.2.1

Definisi
Efusi pleura merupakan akumulasi cairan abnormal pada rongga pleura. 4,5

Hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan produksi cairan ataupun berkurangnya
absorbsi.5 Efusi pleura merupakan manifestasi penyakit pada pleura yang paling
sering dengan etiologi yang bermacam-macam mulai dari kardiopulmoner,
inflamasi, hingga keganasan yang harus segera dievaluasi dan diterapi.4,5,6
2.2.2. Etiologi dan Patofisiologi4,5
Rongga pleura normal berisi cairan dalam jumlah yang relatif sedikit yakni
0,1 0,2 mL/kgbb pada tiap sisinya. Fungsinya adalah untuk memfasilitasi
pergerakan kembang kempis paru selama proses pernafasan. Cairan pleura
diproduksi dan dieliminasi dalam jumlah yang seimbang. Jumlah cairan pleura
yang diproduksi normalnya adalah 17 mL/hari dengan kapasitas absorbsi

14

maksimal drainase sistem limfatik sebesar 0,2-0,3 mL/kgbb/jam. Cairan ini


memiliki konsentrasi protein lebih rendah dibanding pembuluh limfe paru dan
perifer.
Cairan dalam rongga pleura dipertahankan oleh keseimbangan tekanan
hidrostatik, tekanan onkotik pada pembuluh darah parietal dan viseral serta
kemampuan drainase limfatik Efusi pleura terjadi sebagai akibat gangguan
keseimbangan faktor-faktor di atas.
Berikut ini merupakan mekanisme-mekanisme terjadinya efusi pleura :7
a. Adanya perubahan permeabilitas membran pleura (misalnya : inflamasi,
keganasan, emboli paru)
b. Berkurangnya tekanan onkotik intravaskular (misalnya : hipoalbuminemia,
sirosis)
c. Meningkatnya permeabilitas pembuluh darah atau kerusakan pembuluh
darah (misalnya : trauma, keganasan, inflamasi, infeksi, infark pulmoner,
hipersensitivitas obat, uremia, pankreatitis)
d. Meningkatnya tekanan hidrostatik pembuluh darah pada sirkulasi sistemik
dan atau sirkulasi sirkulasi paru (misalnya : gagal jantung kongestif,
sindrom vena kava superior)
e. Berkurangnya tekanan pada rongga pleura sehingga menyebabkan
terhambatnya ekspansi paru (misalnya : atelektasis ekstensif, mesotelioma)
f. Berkurangnya sebagaian kemampuan drainase limfatik atau bahkan dapat
terjadi blokade total, dalam hal ini termasuk pula obstruksi ataupun ruptur
duktus torasikus (misalnya : keganasan, trauma)
g. Meningkatnya cairan peritoneal, yang disertai oleh migrasi sepanjang
diafragma melalui jalur limfatik ataupun defek struktural. (misalnya :
sirosis, dialisa peritoneal)
h. Berpindahnya cairan dari edema paru melalui pleura viseral
i. Meningkatnya tekanan onkotik dalam cairan pleura secara persisten dari
efusi pleura yang telah ada sebelumnya sehingga menyebabkan akumulasi
cairan lebih banyak lagi.
2.2.3. Gambaran Klinis5,6,7

15

Efek yang ditimbulkan oleh akumulasi cairan di rongga pleura bergantung


pada jumlah dan penyebabnya. Efusi dalam jumlah yang kecil sering tidak
bergejala. Bahkan efusi dengan jumlah yang besar namun proses akumulasinya
berlangsung perlahan hanya menimbulkan sedikit atau bahkan tidak menimbulkan
gangguan sama sekali. Jika efusi terjadi sebagai akibat penyakit inflamasi, maka
gejala yang muncul berupa gejala pleuritis pada saat awal proses dan gejala dapat
menghilang jika telah terjadi akumulasi cairan. Gejala yang biasanya muncul pada
efusi pleura yang jumlahnya cukup besar yakni nafas terasa pendek hingga sesak
nafas yang nyata dan progresif, kemudian dapat timbul nyeri khas pleuritik pada
area yang terlibat, khususnya jika penyebabnya adalah keganasan. Nyeri dada
meningkatkan kemungkinan suatu efusi eksudat misalnya infeksi, mesotelioma
atau infark pulmoner. Batuk kering berulang juga sering muncul, khususnya jika
cairan terakumulasi dalam jumlah yang banyak secara tiba-tiba. Batuk yang lebih
berat dan atau disertai sputum atau darah dapat merupakan tanda dari penyakit
dasarnya seperti pneumonia atau lesi endobronkial. Riwayat penyakit pasien juga
perlu ditanyakan misalnya apakah pada pasien terdapat hepatitis kronis, sirosis
hepatis, pankreatitis, riwayat pembedahan tulang belakang, riwayat keganasan,
dll. Riwayat pekerjaan seperti paparan yang lama terhadap asbestos dimana hal ini
dapat meningkatkan resiko mesotelioma. Selain itu perlu juga ditanyakan obatobat yang selama ini dikonsumsi pasien.
Hasil pemeriksaan fisik juga tergantung dari luas dan lokasi dari efusi.
Temuan pemeriksaan fisik tidak didapati sebelum efusi mencapai volume 300 mL.
Gangguan pergerakan toraks, fremitus melemah, suara beda pada perkusi toraks,
egofoni, serta suara nafas yang melemah hingga menghilang biasanya dapat
ditemukan. Friction rub pada pleura juga dapat ditemukan. Cairan efusi yang
masif (> 1000 mL) dapat mendorong mediastinum ke sisi kontralateral. Efusi
yang sedikit secara pemeriksaan fisik kadang sulit dibedakan dengan pneumonia
lobaris, tumor pleura, atau fibrosis pleura. Merubah posisi pasien dalam
pemeriksaan fisik dapat membantu penilaian yang lebih baik sebab efusi dapat
bergerak berpindah tempat sesuai dengan posisi pasien. Pemeriksaan fisik yang
sesuai dengan penyakit dasar juga dapat ditemukan misalnya, edema perifer,
distensi vena leher, S3 gallop pada gagal jantung kongestif. Edema juga dapat

16

muncul pada sindroma nefrotik serta penyakit perikardial. Ascites mungkin


menandakan suatu penyakit hati, sedangkan jika ditemukan limfadenopati atau
massa yang dapat diraba mungkin merupakan suatu keganasan.
2.2.4. Pemeriksaan Penunjang Radiologis
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk
bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada
bagian medial. Namun cairan dalam pleura bisa juga tidak membentuk kurva,
karena terperangkap atau terlokalisasi. Keadaan ini sering terdapat pada daerah
bawah paru-paru yang berbatasan dengan permukaan atas diafragma. Cairan ini
dinamakan juga sebagai efusi subpulmonik. Gambarannya pada sinar tembus
sering terlihat sebagai diafragma yang terangkat. Jika terdapat bayangan dengan
udara dalam lambung, ini cenderung menunjukkan efusi subpulmonik. Begitu
juga dengan bagian kanan dimana efusi subpulmonik sering terlihat sebagai
bayangan garis tipis (fisura) yang berdekatan dengan diafragma kanan. Untuk
jelasnya bisa dilihat dengan foto lateral dekubitus. Sehingga gambaran perubahan
efusi tersebut menjadi nyata.8,9,10
Cairan dalam pleura kadang-kadang menumpuk mengelilingi lobus paru,
biasanya lobus bawah dan terlihat dalam foto sebagai bayangan konsolidasi
parenkim lobus, bisa juga mengumpul di daerah paramediastinal dan terlihat
dalam foto sebagai fisura interlobaris, bisa juga terdapat secara paralel dengan sisi
jantung, sehingga terlihat sebagai kardiomegali. Hal lain yang dapat terlihat dari
foto dada pada efusi pleura adalah terdorongnya mediastinum pada sisi yang
berlawanan dengan cairan.8
Gambaran efusi pleura pada radiografi toraks posisi tegak sebagaimana
yang lazim diketahui adalah:8
a. penumpulan sinus kostofrenikus bila cairan >500 ml pada Foto PA, dan
>200 ml pada foto lateral
b. meniscus sign
c. perselubungan luas yang dapat disertai pendorongan jantung dan
medistinum.

17

Hal yang agak berbeda dijumpai pada posisi supine dengan ditemukannya
tanda-tanda radiologik berupa:9
a. peningkatan densitas hemitoraks yang terkena
b. meniscus sign
c. hilangnya bayangan atau batas hemidiafragma
d. berkurangnya ketajaman gambaran vaskuler di daerah basal paru
e. apical capping
f. penebalan fisura minor.
Karena berbagai kondisi, terpaksa dilakukan posisi foto supine seperti pada
penderita dengan kondisi kritis atau kesadaran menurun, pasien tidak dapat
dimobilisasi, bayi dan anak-anak dengan penyakit yang dapat menyebabkan efusi
pleura.9
Gambaran efusi pleura pada foto torak posisi supine berbeda dengan
gambaran pada posisi tegak dan lateral dekubitus yang sudah lazim diketahui ,
sehingga diperlukan kecermatan untuk mencegah salah diagnosis. Sementara itu,
USG adalah sarana diagnostik radiologis yang sangat tinggi untuk mencitrakan
efusi pleura dengan adanya gambaran anechoic pada kavum pleura. Hasil
pemeriksaan USG sebagai standar baku emas.9,10
Dua tanda radiologis yang sering luput dicermati sebagai tanda adanya efusi
pleura adalah penebalan fisura minor dan apical capping. Jumlah efusi
menentukan terdeteksi tidaknya pada radiografi torak. Pada posisi tegak, biasanya
gambaran efusi mulai terdeteksi ketika jumlah cairan mencapai 175 cc, sedangkan
pada posisi supine biasanya setelah mencapai 300 cc.7
Tomografi komputer (CT-scan) dengan kontras harus dilakukan pada efusi
pleura yang tidak terdiagnosa jika memang sebelumnya belum pernah dilakukan.8
Berikut beberapa contoh efusi pleura pada foto toraks berbagai posisi :

18

(a)

(b)

(c)

(d)

19

(e)
Gambar 1. Gambaran efusi pleura pada berbagai posisi foto toraks (a) foto PA, (b)
foto PA dengann efusi pleura terlokalisasi, (c) foto lateral, (d) foto AP supine, (e)
foto lateral decubitus8,9,10
2.3. Penatalaksanaan6
a. Thorakosentasis
b. Pemberian antibiotik jika ada infeksi
c. Pleurodesis
d. Tirah baring

BAB III
PEMBAHASAN
20

Pasien datang dengan keluhan perut membuncit dan terasa semakin


menyesak ke dada. Sebelumnya pasien telah didiagnosis suspek massa intra
abdomen di RS Awal Bross. Pada pasien kemudian dilakukan pemeriksaan foto
rontgen toraks AP supine dan abdomen 3 posisi, namun pada keluarga pasien
tidak diberikan hasil bacaan pemeriksaan. Namun pada saat dilakukan
pemeriksaan, pada pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi tidak ditemukan
adanya kelainan, sedangkan pada foto rontgen toraks AP supine ditemukan :
Cor: ukuran tidak membesar
Pulmo: hilli normal, corakan bronkovaskuler normal, tidak ada infiltrat,
tidak tampak perselubungan pada hemitoraks kiri dan kanan, diaframa dan

sinus kostofrenikus kiri dan kanan tampak normal.


Kesan : cor tidak tampak kelainan, pulmo tidak tampak kelainan.
Setelah dirawat beberapa hari di RSUD AA, pasien kemudian dilakukan

pemeriksaan USG dan CT scan abdomen, dengan hasil:


USG abdomen :
Hepar : ukuran normal, struktur echoparenkim normal, vena porta dan vena
hepatika normal, duktus biliaris intra dan ekstra hepatal normal, nodul (-),

tampak koleksi cairan disekitarnya.


Vesika felea: ukuran normal, dinding normal, batu (-), sludge (-)
Pankreas: tidak terdeteksi (tertutup bayangan udara)
Lien: ukuran normal, vena lienalis normal.
Renal dextra: ukuran normal, batu (-), PCS normal, cortex dan medula

normal
Renal sinistra: ukuran normal, batu (-), PCS normal, cortex dan medula

normal
Vesika urinaria: dinding reguler, tidak tampak gambaran batu dan massa
Tampak koleksi cairan diantara usus-usus
Kesan: ascites; USG hepar, vesica felea, lien, renal dextra dan sinistra,

vesika urinaria saat ini tidak tampak kelainan.


CT scan abdomen dengan dan tanpa kontras:
Hepar: ukuran tidak membesar, permukaan rata, densitas homogen, tidak
tampak massa, vena porta tidak melebar, vena hepatika tidak melebar,
duktus biliaris intrahepatal tidak melebar, tampak koleksi cairan

disekitarnya.
Kantung empedu: ukuran tidak membesar, dinding tidak menebal, reguler,
tidak tampak massa/batu, duktus biliaris ekstrahepatal tidak melebar.
21

Limpa: ukuran tidak membesar, densitas homogen, vena lienalis tidak

melebar, tampak koleksi cairan disekitarnya.


Pankreas: ukuran tidak membesar, densitas homogen, duktus pankreatikus

tidak melebar.
Ginjal kanan : ukuran tidak membesar, tampak lesi hipodens kistik, bulat,
berdiameter lebih kurang 1,28 cm di pool atas ginjal kanan, sistem

pelvokalises tidak melebar, tidak tampak batu.


Ginjal kiri : ukuran tidak membesar, tampak lesi hipodens kistik, bulat,
berdiameter lebih kurang 1,19 cm di pool tengah ginjal kiri, sistem

pelvokalises tidak melebar, tidak tampak batu.


Tampak koleksi cairan bebas disekitar hepar, limpa, usus-usus, dan rongga

pelvis.
Toraks yang terscanning : tampak bayangan hipodens di hemitoraks

posterior bilateral
Kesan : ascites massif, efusi pleura bilateral, simple cyst renal bilateral.
Dari hasil pemeriksaan USG dan CT scan abdomen dapat disimpulkan

adanya ascites massif disertai efusi pleura bilateral pada pasien ini. ascites
ditemukan dengan adanya tampak koleksi cairan bebas yang memenuhi sekitar
hepar, limpa, usus-usus dan rongga pelvis. Ascites massif ini memungkinkan
dengan pemeriksaan fisik pasien yang ditemukan shifting dullness dan undulasi
negatif. Namun dari pemeriksaan tersebut belum dapat ditentukan apa penyebab
ascites, sehingga perlu disesuaikan lagi dengan klinis pasien. Kesan efusi pleura
bilateral ditemukan minimal pada bagian toraks yang terscanning dengan adanya
banyangan hipodens dikedua himitoraks posterior.
DAFTAR PUSTAKA

1. Godong B. Patofisiologi dan diagnosis asites. Indon Med Assoc. 2013;


63(1): 32-6
2. How W, Sanyal AJ. Ascites: Diagnosis and Management. Med Clin N Am.
2009; 93: 801-17.
3. Sood Rita. Ascites: Diagnosis and Management. Journal of Indian Academy
of Clinical Medicine. 2010; 5(1): 81-9
4. Tobing EM, Widirahardjo. Karakteristik penderita efusi pleura di RSUP H.
Adam Malik Medan Tahun 2011. Fakultas kedokteran universitas Sumatra
Utara. Medan. 2013.

22

5. McGrath E. Diagnosis of pleural effusion: A systematic approach. American


Journal of Critical Care. 2011; 20: 119-128.
6. Light R. Pleural Effusion. NEJM 2002; 346: 1971-77.
7. Dewi PBD. Efusi pleura massif: sebuah laporan kasus. Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana. Bali. 2010.
8. http://emedicine.medscape.com/article/355524-overview#a2. Diakses pada
tanggal 5 Januari 2016.
9. Kocijancic I. Diagnostic imaging of small amounts of pleural fluid: pleural
effusion vs. physiologic pleural fluid. Coll Antropol. 2007; 31(4): 1195-9
10. Kocijancic I. Imaging of small amounts of pleural fluid. Part one small
pleural effusions. Radiol Oncol 2005; 39(4): 237-42.

23

Anda mungkin juga menyukai