Anda di halaman 1dari 9

Jihad Menurut pandangan ISLAM

BAB I
Pendahuluan
Jihad adalah salah satu ajaran Islam sebagaimana, Sholat, puasa dan zakat. Ia merupakan
pintu gerbang menggapai keridhoan Allah dan SyurgaNya. Tidak ada alasan apapun untuk
meninggalkan jihad. Bahkan Allah akan memberikan siksaan yang pedih bagi orang-orang
yang meninggalkan jihad. Jihad berarti kesungguhan, upaya kita yang kuat dalam melakukan
ketaatan kepada Allah. Jihad dalam bahasa arab bukan berarti perang karena arti perang
dalam bahasa arab disebut qital. Adapun segelintir orang yang mengaku mujahid dengan
melakukan teror di indonesia jelas jelas mempunyai pemahaman yang keliru tentang jihad.
Atau bisa jadi mereka adalah antek antek asing yang sengaja diciptakan untuk membuat citra
Islam dan bangsa Indonesia jatuh dimata dunia Internasional. Memahami konteks jihad Jihad
dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari hari kita, dengan bersungguh sungguh menuntut
ilmu, mencari nafkah, mendirikan sholat dan hal-hal lainnya yang mendekatkan diri kita
kepada Allah itupun termasuk jihad. Jihad adalah ajaran Islam dan Islam tidak pernah salah
dalam mengajari yang salah adalah penganutnya yang keliru dalam memami ajaran Islam.
Jadi inti permasalahannnya bukan pada agama. Islam agama kasih sayang Rasulullah telah
memberikan contoh keindahan Islam dengan akhlak beliau, dahulu saat beliau pergi kemasjid
untuk sholat berjamaah ada seseorang kafir Quraisy yang selalu meludahi beliau. Tapi beliau
tidak pernah membalas orang tersebut. Sampai suatu ketika saat beliau melewati jalan yang
biasa dilalui, Rasulullah heran kenapa beliau tidak menemui orang yang sering meludahi itu.
Rasulpun bertanya saat kembali dari masjid kepada orang-orang yang tinggal didaerah
tersebut dan ternyata orang yang biasa meludahi beliau jatuh sakit, maka Rasul pun
menjenguk orang tersebut. Padahal orang itu sering meludahi namun Rasul tidak pernah
menaruh dendam padanya, malah pada akhirnya orang kafir itu masuk Islam karena
terpesona oleh akhlak Rasulullah SAW.
Islam juga mengajarkan keadilan untuk semua ummat manusia bukan hanya pada kaum
muslim saja. Dahulu pada saat Ali bin Abi tholib menjadi kholifah ia pernah kehilangan baju
besinya dan usut punya usut ternyata ada seorang yahudi yang mengambil baju tersebut.
Maka Ali pun melaporkan kasus tersebut pada pengadilan. Saat di pengadilan ternyata Ali
kalah karena beliau tidak memiliki seorang saksi dalam kasus tersebut dan akhirnya orang
yahudi itu dimenangkan oleh hakim.
Namun setelah selesai persidangan orang yahudi itupun mendekati Ali dan menyatakan
masuk Islam karena ia terpesona oleh pengadilan yang begitu adil padahal yang ia lawan
adalah kholifah Islam, hakimnya orang Islam dan perundangan-undangannya pun
undangundang Islam. Islam begitu indah, sehingga pada jaman Rasulullah dan para sahabat
orang orang muslim dan non muslim dapat hidup berdampingan saling menghargai dan saling
menghormati satu sama lain. Tugas kita saat ini Dengan berhembusnya issu terorisme yang
dilakukan segelintir orang yang mengatas namakan Islam maka menurut Din Syamsudin
(Sekjen M U I) kita memiliki beberapa tugas yakni ;

Memberikan citra yang sesungguhnya tentang Islam, bahwa Islam adalah rahmatan lil
alamin (rahmat bagi seluruh alam) kita harus menghormati semua yang berada dalam

alam ini, baik terhadap muslim maupun non muslim, baik terhadap manusia maupun
terhadap hewan dan tumbuhan

Memberikan pemahaman yang benar tentang jihad kepada masyarakat dan tidak akan
pernah menyetujui aksi aksi teror dan kekerasan yang selama ini mengatas
namakan jihad. Karena kondisi kita di Indonesia berbeda dengan kondisi di Palestina
dan Irak. Kita juga harus bersinergi dengan pemerintah dalam memerangi pelaku dan
menyingkap dalang-dalangnya.

Mewaspadai ajakan ajakan yang menyimpang dari ajaran Islam walaupun dengan
dalih jihad fisabillah untuk mendirikan darul Islam ataupun khilafah Islamiyah. Jika
kita ingin berperan untuk membangun Islam, lebih baik pada organisasiorganisasi
Islam yang telah memiliki legalitas hukum di Indonesia.

Yang pasti, menjadi jihad kita bersama untuk memberikan citra yang positif dengan segala
yang berlabel Islam. Bahwa Islam adalah agama yang penuh dengan rasa.kasih sayang sesuai
firman Allah Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum menyebabkan kamu berlaku
tidak adil, berlaku adil lah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa.
BAB II
Pembahasan

Harus diakui, pemaknaan jihad selama ini cenderung pejoratif, dalam arti ia selalu
diterjemahkan dan diaktualisasi sebagai use of force against non-muslim. Penerjemahan jihad
menjadi perang suci ini bila dikombinasikan dengan pandangan Barat tentang Islam
sebagai agama pedang, jelas telah mereduksi makna substansial dan spiritual dari jihad,
serta mengubah konotasinya. Apalagi jika terminologi jihad yang semacam itu dihadapkan
pada nilai-nilai HAM, tentu saja, akan kian menguatkan asumsi Barat bahwa Islam identik
dengan ketajaman pedang.
Menurut Abdul Halim Mahmud, sebagaimana dikutip oleh KH Ali Yafie (1999), jihad bias
dikategorikan menjadi empat macam, yaitu jihad al-harb (jihad ke medan perang), jihad alnafs (jihad melawan hawa nafsu), jihad al-usrah (jihad dalam keluarga), dan jihad almujtama (jihad dalam masyarakat). Dari kategori ini, jihad bukanlah sekadar perang, bahkan
lebih dari itu, jihad justru merupakan sebuah konsekuensi keimanan atau religiositas. Karena
itu, jihad tidak bisa dilepaskan dari sejumlah aturan etika atau moralitas. Kebrutalan,
pelecehan kemanusiaan, ancaman terhadap kehidupan, dan berbagai pelanggaran HAM
lainnya adalah hal-hal yang secara esensial bertentangan dengan term jihad. Sungguh sangat
disayangkan jika kemudian sebagian orang menganggap jihad semata-mata sebagai bentuk
ekspresi kemarahan yang tak terkendali yang berakhir pada use of force untuk menghantam
musuh (non-muslim) secara membabi-buta. Dari sinilah, tampaknya, makna jihad yang
selama ini cenderung pejoratif dan distortif itu mesti didekonstruksi. Bahwa ideologi jihad
bukanlah dendam kesumat dan pelampiasan kebencian, melainkan upaya sosialisasi dan
internalisasi kebajikan (amar maruf) serta pencegahan atau penghapusan terhadap
kemungkaran (nahi munkar). Jihad adalah upaya yang sungguh-sungguh untuk menegakkan
harkat dan martabat kemanusiaan, melepaskannya dari setiap bentuk ketidakadilan,
kezaliman, dan penindasan, serta mendorongnya ke posisi di mana ia seharusnya berada.

Dalam pemaknaan ini, maka upaya kerasatas nama Tuhanuntuk memberantas


ketidakadilan, kejahatan, korupsi, kolusi, kemiskinan, dan kebodohan di kalangan saudarasaudara kita sendiri bisa dikategorikan sebagai jihad. Memang, melakukan perbaikan di
sekitar kita itu, bisa jadi, jauh dari hiruk-pikuk publikasi dan heroisme yang meletup-letup.
Meski demikian, upaya memperbaiki keadaan di sekitar kita itu seharusnya menjadi perhatian
utama bagi kita, orang-orang yang beragama dan bertuhan. Bukankah kita seharusnya malu
bahwa bangsa kita menjadi juara korupsi, padahal rakyatnya beragama dan bertuhan?
Bukankah kita seharusnya juga malu melihat kejahatan merajalela di sekitar kita? Begitu pula
kemiskinan, kebodohan, dan ketidakadilan yang masih mencengkeram jutaan wong cilik.
Inilah seharusnya yang kini menjadi agenda kita dalam berjihad di era reformasi ini, sebagai
pengamalan ajaran suci dari Tuhan.

Berjihad Melawan Orang-orang Kafir Jihad dalam arti berperang telah ada pada syariat
ummat terdahulu sebagaimana juga diakui di dalam Islam. Allah Subhanahu Wa Taala
berfirman, Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mumin, diri dan harta
mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu
mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam
Taurat, Injil dan al-Quran. (Qs. At-Taubah: 111)
Hal ini perlu sekali didudukkan mengingat dengan merebaknya aksi teror, bermunculan
paham-paham yang memojokkan jihad, mengimbangi paham ekstrem (terorisme) dengan
sikap ekstrem serupa (menafikan jihad), padahal Allah Subhanahu Wa Taala berfirman,

Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan
Allah (al-Quran) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka. (Qs.
Muhammad: 9) Pokok-pokok Aturan di dalam Berjihad. Oleh karena berperang melawan
orang-orang kafir merupakan ibadah dan ketaatan, maka pelaksanaannya juga harus
mengikuti aturan yang ditetapkan sebagaimana ibadah-ibadah yang lain. Di sini kami akan
memaparkan secara ringkas pokok-pokok aturan di dalam memerangi orang-orang kafir.
1. Tujuan Jihad Penting diketahui bahwa jihad memerangi orang kafir hanyalah salah
satu sarana dalam menegakkan agama Allah di muka bumi dan bukan tujuan utama.
Allah Subhanahu Wa Taala berfirman, Dan perangilah mereka, supaya jangan ada
fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari
kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.
(QS. Al-Anfal: 39) Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sadi Rahimahullah
berkata menafsirkan ayat di atas, dan bukanlah maksud dari berperang itu
menumpahkan darah orang-orang kafir dan mengambili harta-harta mereka, akan
tetapi maksudnya adalah supaya agama (ibadah) semata milik Allah sehingga
nampaklah agama Allah Taala di atas segala agama, dan tersingkirlah segala hal yang
menentangnya berupa kesyirikan dan selainnya, dan itulah fitnah yang diinginkan
(dalam ayat ini). Apabila maksud tersebut telah tercapai maka tidak ada pembunuhan
dan tidak ada peperangan.
Hukum Jihad Jumhur, ulama berpendapat bahwa jihad hukumnya adalah fardhu kifayah. Dan
jihad seperti ini disebut juga dengan jihad thalab atau jihad hujum, artinya ummat Islam

dalam hal ini sebagai pihak yang memulai penyerangan ke tempat-tempat musuh. Dan syariat
yang mulia telah menetapkan beberapa ketentuan dalam pelaksaan jihad thalab atau jihad
hujum ini. Pertama, dari sisi target penyerangan. Orang-orang kafir yang diserang adalah
kafir harbi, atau orang kafir yang memerangi ummat Islam. Karena di dalam Islam orangorang kafir terbagi menjadi empat golongan.
1)
Kafir muahad, yaitu orang-orang kafir yang telah terjadi kesepakatan antara mereka
dan kaum muslimin untuk tidak berperang dalam kurun waktu tertentu. Dan kafir seperti ini
tidak boleh dibunuh sepanjang mereka menjalankan kesepakatan. Allah Subhanahu Wa Taala
berfirman, Kecuali orang-orang musyirikin yang kamu mengadakan perjanjian (dengan
mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatupun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula)
mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah
janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa.
(QS. At-Taubah: 4) Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, Barangsiapa
membunuh kafir muahad ia tidak akan mencium bau surga. HR Al-Bukhari dari
Abdullah bin Amr Rhadiyallahu Anhuma.
2)
Kafir mustaman, yaitu orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari kaum
muslimin atau sebagian kaum muslimin. Seperti utusan-utusan negara, duta-duta, kafilah
dagang atau mereka yang datang melancong. Kafir jenis ini juga tidak boleh dibunuh
sepanjang masih dalam jaminan keamanan. Allah Subhanahu Wa Taala berfirman, Dan jika
seseorang dari orang-orang musyirikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka
lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia yang
aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui. (QS. AtTaubah: 6)
3)
Kafir dzimmi, yaitu orang-orang kafir yang membayar upeti (jizyah) kepada
pemerintah kaum muslimin sebagai kompensasi tinggalnya mereka di negeri-negeri kaum
muslimin dan perlindungan yang diberikan kepada mereka. Kafir seperti ini juga tidak boleh
dibunuh. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, serulah mereka kepada
Islam, apabila mereka menerima maka terimalah dari mereka dan tahanlah tangan-tangan
kalian dari mereka (jangan perangi mereka), apabila mereka menolak (Islam) mintalah
jizyah (upeti) dari mereka dan apabila mereka memberi maka terimalah dari mereka dan
tahanlah tangan-tangan kalian dari mereka (jangan perangi mereka). HR. Muslim dari
Buraidah Rhadiyallahu Anhu.
4)

Kafir harbi, yaitu orang-orang kafir yang memerangi kaum muslimin.

1. Dari sisi pihak yang menyerang, yaitu kaum muslimin yang akan melakukan
penyerangan harus terpenuhi syarat-syaratnya:
1. Dipimpin oleh seorang kepala negara.
2. Memiliki kekuatan yang memadai.
3. Memiliki wilayah kekuasaan/negara.

1. Dari sisi peserta yang turut ambil bagian dalam penyerangan, yaitu apabila ia
memiliki orang tua yang masih hidup, dia tidak boleh berangkat tanpa seizin orang
tua. Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Amr
bin Ash Rhadiyallahu Anhu, Suatu ketika datang seseorang kepada Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam meminta izin untuk turut berjihad. Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam bertanya, Apa kedua orangtuamu ada?. Ia menjawab,
ya. Beliau Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, Pada keduanyalah hendaknya
kamu berjihad (berbakti). Hal ini karena berbakti kepada kedua orang tua fardhu
ain maka ia lebih diutamakan dari jihad yang hanya fardhu kifayah.
2. Dari sisi adab dan aturan dalam melancarkan penyerangan, yaitu negeri kafir yang
telah menjadi target penyerangan tersebut tidak boleh diserang sebelum menolak
ajakan kepada Islam dan menolak menyerahkan jizyah (upeti). Hal ini berdasarkan
sabda Nabi kita Shallallahu Alaihi Wasallam, serulah mereka kepada Islam,
apabila mereka menerima maka terimalah dari mereka dan tahanlah tangan-tangan
kalian dari mereka (jangan perangi mereka), apabila mereka menolak (Islam)
mintalah jizyah (upeti) dari mereka dan apabila mereka memberi maka terimalah
dari mereka dan tahanlah tangan-tangan kalian dari mereka (jangan perangi
mereka). HR. Muslim dari Buraidah Rhadiyallahu Anhu.

Jihad berarti berjuang dengan bersungguh-sungguh dengan mencurahkan segenap kekuatan


melawan musuh. Di dalam suatu perjuangan dibutuhkan tindak kekuatan kreatif dari seorang
mujahid (pejuang) itu sendiri, yang jauh dari adanya pencekikan, terbebas dari belenggu dan
keterbatasan subyektif dirinya sendiri, untuk memperoleh suatu universalitas dan kekuatan
yang luar biasa, karena ini merupakan warisan yang meskipun terancam punah, namun tetap
dianggap sebagai realitas yang masih hidup bagi sebagian masyarakat Islam dan menjadi nilai
universal bagi seluruh dunia pada saat kebodohan dan kesewenang-wenangan mengancam
untuk mencekik kemurnian Jihad fisabilillah itu sendiri. Dengan merusak kemurnian Jihad
seorang mujahid palsu dapat menjadi kicauan burung yang terdengar dibalik suara teriakan
yang melelahkan serta melukai jiwa manusia dan melumpuhkan atau bahkan lebih menambah
gaduhnya keriuhan-kegegeran dan kekacauan dunia eksternal yang menandai zaman kita
sekarang ini. Akan tetapi, daya kreatif seorang mujahid sejati dapat menjadi sinar mentari
pagi yang menghalau kabut, suatu cahaya yang memantapkan ketentuan arah tujuan pada
apa-apa yang diperjuangkannya dan menerangkan apa yang masih samar-samar. Ia (mujahid
sejati) dapat menjadi sarana untuk mengingatkan kembali manusia akan kedamaian,
ketenangan dan kegembiraan sepanjang masa. Karena disadari atau tidak disadari, yang
hanya bisa ia dapatkan apabila mencapai suatu kesadaran tertentu tentang kesucian jihad
Fisabilillah dengan pengetahuan yang benar seperti tersebut di dalam Al-Quran: Katakanlah
apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi
perbuatannya ?, yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia
ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. (Qs. 18 : 103-104)
Islam mampu membentuk sebuah lingkungan, Islami dalam bentuk maupun isi dengan
berlandaskan kasih sayang dan kebajikan yang luhur melalui prinsip-prinsip religius dan
spiritual yang tertanam pada materi. Begitupula pemahaman tentang Jihad Fisabilillah dalam
Islam menurut kaum muslim tradisional serta penemuan prinsip-prinsip di dalam Jihad itu
sendiri, yang membuat pemikiran Islam tentang adanya suatu perjuangan yang terus menerus,
tidak dapat dicapai tanpa mencurahkan perhatian sepenuhnya kepada Nabi Saw serta ibadahibadah yang dibawanya kedunia ini sebagai perintah Tuhan. Harus pula memperhatikan bumi

dan alam sebagai kesatuan yang merefleksikan surga dan mengembalikan karakter primordial
para mujahid yang asli sebagai karya yang dicipta untuk beribadah kepada Yang Maha Esa
dengan tulus dan ikhlas melalui suatu perjuangan yang benar dan murni dengan tanpa ada
pamrih di dalamnya. Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum
nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantara kamu. Sesungguhnya orang-orang yang
menukar iman dengan kekafiran, sekali-kali mereka tidak akan dapat memberi mudharat
kepada Allah sedikitpun dan bagi mereka azab yang pedih (QS. 3 : 144:177). Jihad dapat
berarti berperang untuk menegakkan Islam dan melindungi orang-orang Islam dari kejahatan
kaum kafir, dan bukannya kaum muslim berperang melawan sesama muslim lainnya. Jika hal
ini terjadi, maka propaganda jihad itu akan menjadi terselubung dan jauh dari pada
kebenaran, ibarat suatu kedzaliman yang dikemas dengan kesucian Allah berfirman di dalam
al-Quran : Barangsiapa yang membunuh seorang mumin dengan sengaja, maka balasannya
ialah jahanam, kekal ia didalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta
disediakan azab yang besar baginya ;.
Rasulullah Saw bersabda ; Apabila dua orang Islam berkelahi dengan mengangkat pedang
(perang saudara) maka si pembunuh dan yang terbunuh kedua-duanya akan masuk neraka ;
Abu Bakar berkata ; Yaa Rasulullah, sipembunuh sudah sepantasnya masuk neraka dan
bagaimana halnya dengan orang yang terbunuh itu ? Jawab Nabi Saw orang yang terbunuh
itu mengharapkan hendak membunuh pula;.(HR. Bukhary) Ada hubungan yang khas antara
Jihad dan mujahid dalam pengertian alam Islami, sebuah hubungan yang muncul dari
pemikiran tentang patriotisme dalam keesaan dan intelektual (al-aql) pada satu sisi dan natur
primordial dari spiritualitas Islam pada sisi lainnya . Seorang mujahidin sejati (pejuang
agama) telah menjadi seorang muslim suci dalam pandangan Islam dan karenanya dapat
dengan mudah diasimilasikan ke alam Islami, namun hal inipun akan sangat menentukan asal
mula lahirnya kesucian dan kemurnian dalam Al Jihad fisabilillah pada kaum muslim.
Seorang Mujahidin sejati akan dapat menyesuaikan dirinya, dengan tujuan mencapai realitas
yang berada dibalik seluruh kebenaran dan proses pembentukan akhlak dan niat hatinya yang
tulus ikhlas karena Allah semata dengan tanpa ada kepalsuan didalamnya.
Firman Allah didalam Al Quran : Dan sesungguhnya Kami (Allah) yang menciptakan
manusia. Kami mengetahui apa-apa yang dibisikkan oleh hatinya. Karena Kami lebih dekat
kepadanya daripada urat lehernya sendiri. (QS. 50 16) Rasulullah Saw bersabda :
Sesungguhnya setiap laku perbuatan seseorang itu tergantung dari apa yang diniatkannya.
Dengan melakukan Al Jihad Fisabilillah, seorang mujahidin sejati berarti kembali ke pusat
alam, bukan secara eksternal, melainkan melalui hubungan batin yang menghubungkan
Itikad Qalbu dengan prinsip-prinsip dan irama-irama alam Islami. Seseorang dapat dikatakan
sebagai pahlawan sejati, jika ia telah berhasil dalam perjuanganya meredam atau
mengalahkan nafsu yang bergejolak yang berada di dalam dirinya sendiri . Seorang
Mujahidin akan mampu menyatukan ruang qalbunya keruang sakral alam primordial yang
luas dan teramat luas, ketingkat alam suci yang mampu menahan gencarnya seranganserangan manusia anti tradisional yang memberontak terhadap sang pencipta dan memainkan
peran ketuhanannya dimuka bumi tanpa menundukkan dirinya kepada kehendak Tuhan Yang
Maha Esa dengan berdalih sebagai pembela kebenaran. Yang menjadi pertanyaan adalah
Apakah itu suatu kebenaran, jika yang diperanginya adalah saudara semuslim sendiri ? Allah
berfirman di dalam Al-Quran ; Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda
(ayat) Kami disegenap penjuru dan didalam diri mereka sendiri sehingga jelaslah bagi mereka
kebenaran (QS. 41 : 53) Alam semesta menunjukkan pola dasar yang selaras dan seimbang.
Keabadian pola dasar alam semesta itu juga mencerminkan keberadaan universal yang lebih
tinggi dari pada segala kemungkinan yang bisa terjadi dalam alam ilahi. Dan didasarkan pada

penekanan Tuhan sebagai satu-satunya sumber segala sesuatu pada hirarki eksistensi yang
menyandarkan diri kepada Yang Maha Esa dan diatur oleh perintah-Nya. Islam akan mampu
membentuk satu kesatuan sekaligus keaneka ragaman, ketertiban dan keteduhan dimanapun,
dilingkungan kota maupun desa. Jika saja para tokoh-tokoh muslimnya mau bersatu padu
dalam membentuk nuansa Islami yang benar-benar muslim agar aroma harum semerbak kasih
dan sayang sesama saudara semuslim menjadi sebuah telaga yang jernih, agar seluruh lapisan
masyarakat muslim dapat melepaskan dahaganya dengan rasa aman -nyaman dan sejahtera.
Seandainya kaum muslim ingin sekali melakukan Jihad, boleh-boleh saja asalkan tidak
dengan sesama kaumnya sendiri, karena jika hal ini dilakukan atau terjadi, maka yang merugi
adalah diri kita sendiri. Jelasnya jangan sampai orang-orang kafir (musuh Allah) bertepuk
tangan kegirangan. Orang-orang kafir akan sangat menyukai jika umat Islam dengan umat
Islam lainnya saling beradu pedang dan selalu terjadi perselisihan yang nantinya akan
dimanfaatkan oleh mereka untuk mencari kesempatan dan menghancurkan Islam secara
bertahap dengan berbagai cara dan upaya, apalagi disaat kondisi seperti sekarang ini, sesama
saudara semuslim sedang saling ingin menjatuhkan satu sama lainnya. Apakah hal ini patut
dinamakan Jihad Fisabilillah? Firman Allah taala di dalam Al Quran : Mereka menukarkan
ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan
Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka kerjakan itu. Mereka tidak memelihara
(hubungan) kerabat terhadap orang-orang mumin dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian
dan mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Jika mereka bertaubat, mendirikan
shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaranya seagama. Dan
Kami menjelaskan ayatayat itu bagi kaum yang mengetahui. Jika mereka merusak sumpah
(janjinya) sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah
pemimpin-pemimpin dan orang orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang
(yang tidak dapat dipegang) janjinya, agar supaya mereka berhenti. Mengapakah kamu tidak
memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya), padahal mereka telah keras
kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertamakali memulai memerangi
kamu mengapakah kamu takut kepada mereka padahal Allah-lah yang berhak untuk kamu
takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman. Perangilah, niscaya Allah akan menyiksa
mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan
menolong kamu terhadap mereka serta melegakan hati orang-orang yang beriman dan
menghilangkan panas hati orang-orang mumin dan Allah menerima taubat orang yang
dikehendaki-Nya. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Apakah kamu mengira
bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan)
orang-orang yang berjihad diantara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia
selain Allah, rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan”. Al Jihad terdiri dari dua bagian, yakni Jihad Al Akbar dan Jihad
Al Shaghir. Jihad Al Akbar (Jihad Besar) adalah suatu pejuangan yang terus menerus
menyadarkan manusia dari keterlenaan dengan penuh kewaspadaan batin dalam melawan
hawa nafsu dan sifat-sifat tercela dari jiwa rendah yang menjauhkan manusia dari Tuhan
Yang Maha Esa, sekaligus membangiktkan kesadaran dalam dirinya akan realitas Yang Maha
Mutlak. Jihad Akbar ini merupakan sebuah kesadaran yang sesungguhnya merupakan
substansi dari manusia primordial dan sebab terbentuknya eksistensi manusia (raison detre).
Nabi Saw bersabda: “Semulia-mulianya peperangan itu adalah berperangnya seorang
laki-laki terhadap nafsunya. Jihad Akbar ini dilakukan oleh manusia, bukan sebagai makhluk
yang kalah melainkan sebagai wakil Tuhan (khalifatullah) dimuka bumi, karena ini
merupakan perjuangan yang hakiki dalam melawan musuh Allah yang berada di alam diri
manusia itu sendiri, juga mencerminkan keberadaan universal yang lebih tinggi daripada
segala kemungkinan yang bisa terjadi dalam ayunan kosmik yang dilandasi oleh ketertiban
dan keselarasan (tanasub) yang lebih daripada sekadar hasil perwujudan nyata terhadap

kekuasaan Yang Esa pada jiwa sang mujahid sejati. Maka janganlah kamu mengikuti orangorang kafir dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan jihad yang besar (QS.
25 : 52). Jihad Al Shaghir (Jihad Kecil) adalah suatu perjuangan lahiriah di dalam melawan
dan memerangi orang-orang kafir, orang-orang tak beriman dan orang-orang yang dzalim.
Pemahaman tentang Jihad Al Shaghir serta penemuan prinsip-prinsipnya yang membuat
pemikiran Islami tentang jihad itu sendiri, tidaklah akan dapat dicapai tanpa mencurahkan
perhatian sepenuhnya kepada Nabi Saw serta ibadah-ibadah yang dibawanya ke dunia ini
sebagai perintah Tuhan. Nabi Muhammad Saw, pernah bersabda dan membayangkan suatu
musibah yang bisa saja terjadi kapan dan dimanapun. Begitu prihatinnya beliau terhadap niat
hati manusia. Terutama lantaran beliau menghendaki agar kita jangan merusak makna dari
hakikat suatu Jihad Fisabilillah. ;Janganlah agama dijadikan sumber buat bersombong diri
dalam mencari nama dan mengangkat kedudukan didalam masyarakat Islam lainnya Manusia
harus ingat, bahwa ibadah jihad yang didasari Riya demi keuntungan pribadi atau suatu
golongan atau demi nama baik, akan menjadi sia-sia belaka, juga akan dituntut dihadapan
persidangan Allah Swt pada hari kiamat kelak.
Dalam hal ini Allah Swt berfirman : “Seperti orang yang mengorbankan hartanya
lantaran menginginkan pujian manusia dan dia tidak beriman kepada Allah serta hari
pembalasan, maka perumpamannya bagaikan sepotong batu licin yang diatasnya menempel
debu. Apabila datang hujan deras, maka lenyaplah debu itu dan kembalilah batu tersebut licin
seperti semula (QS. 2 : 264) Maka manusia yang berbuat seperti itu, berarti ia telah mencabut
agama Islam sebagai salah satu penopangnya yang paling penting didunia ini, dan
memutuskan masyarakat Islam dari salah satu kesaksian paling nyata mengenai dimensi
spiritual ajarannya. Hal ini harus kita cegah, dan harus kita hindarkan, jangan sampai apa
yang dibayangkan Rasulullah Saw itu justru menimpa kita bangsa yang tengah dilanda krisis
kemiskinan krisis moral dan krisis kepemimpinan. Penghamburan dana untuk sesuatu yang
sia-sia harus dihentikan dan kita salurkan demi syiarnya agama Allah, tegakkan rasa
prikemanusiaan yang adil dan beradab demi terhindarnya bangsa dan negara, khususnya umat
islam dari kekufuran akibat kemelaratan.
Memperhatikan bumi atau alam sebagai kesatuan yang merefleksikan surga dengan
mengembalikan karakter primordial mereka (para mujahid) yang asli sebagai karya yang
dicipta untuk beribadah pada Tuhan Yang Maha Esa dalam melawan orang-orang kafir yang
selalu mencari kesempatan didalam kesempitan, dan orang-orang tak beriman serta orangorang dzalim yang sombong, yang selalu membanggakan diri mereka dengan kekuatan dan
kegagahannya. Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri
(QS. 57 : 23) Sesungguhnya suatu kekuatan kegagahan, atau Al Karamah yang dimiliki oleh
kaum muslim adalah suatu anugerah dari Allah Swt, tinggal bagaimana cara kita
mempergunakannya, yakni harus pada jalan yang diridhai Allah taala dan bukan digunakan
untuk sewenang-wenang dalam memecah belah persatuan dan kesatuan kaum muslim. Dan
jika hal ini dilakukan (dilanggar) maka mereka yang memiliki kekuatan-kegagahan atau Al
Karamah tersebut tidak berhak memakai predikat Al Jihad fisabilillah” karena ini
merupakan suatu penghinaan dan pelecehan terhadap kesuciankemurnian dan pengertian Al
Jihad fisabilillah yang sesungguhnya. Dan itu semua adalah suatu kejahatan kejahilan yang
dikemas dalam kebajikan. Maka anjuran berbuat baik atau amal maruf harus kita galakkan.
Akan tetapi sebaliknya, melarang orang-orang Islam dari tindakan anarkis dengan kedok
keagamaan harus kita cegah agar bangsa kita, khususnya umat Islam tidak tampak terlihat
bodoh oleh mata dunia. Karena Islam yang sesungguhnya memiliki rasa kebersamaan rasa
persaudaraan yang erat sesama kaum muslim lainnya. Maka oleh karena itu, marilah
bersama-sama kita mulai dari diri kita masing-masing dengan bersama-sama menabur bunga

kasih dan sayang. Allah berfirman dalam Al Quran Barangsiapa yang mengerjakan amal
yang shaleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang berbuat jahat maka
(dosanya) atas dirinya sendiri, dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hambanNya;. (QS. 41 : 46) Sesungguhnya Allah tidak berbuat dzalim kepada manusia sedikitpun,
akan tetapi manusia itulah yang berbuat dzalim kepada diri mereka sendiri. (QS. 10 : 44)

Anda mungkin juga menyukai