Anda di halaman 1dari 12

PENGUNGKAPAN DAN SARANA INTERPRETIF

A. Pengungkapan
Secara konseptual, pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan
keuangan. Secara teknis, pengungkapan merupakan langkah akhir dalam proses
akuntansi yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh statemen
keuangan. Evans (2003) mengartikan pengungkapan sebagai berikut:
Diclosure means supplying information in the financial statements, including the
statements themselves, the notes to the statements, and the supplementary
disclosures associated with the statements. It does not extend to public or private
statements

by

management

on

information

provided

outside the

financial

statements.
Secara

lebih

spesifik,

wolk,

tearney,

dan Dodd (2001)

menginterpretasi

pengertian pengungkapan sebagai berikut:


Broadly interpreted, disclosure is concerned with information in both the financial
statements and supplementary communications including footnotes, post statement
events, managements discussion and analysis of operations for the fortcoming year,
financial and operating forecast, and additional financial statements covering
segmental disclosure and extentions beyond historical cost
Evans membatasi

pengertian pengungkapan

hanya

pada hal-hal yang

menyangkut pelaporan keuangan. Pernyataan manajemen dalam surat atau media


massa lain serta informasi di luar lingkup pelaporan keuangan tidak masuk dalam
pengertian pengungkapan. Sementara itu, Wolk, Tearney, dan Dodd memasukkan
pula statemen keuangan segmental dan statemen yang merefleksi perubahan harga
sebagai bagian dari pengungkapan.
Pengungkapan juga sering dimaknai sebagai penyediaan informasi lebih dari apa
yang dapat disampaikan dalam bentuk statemen keuangan formal. Hal ini
tampaknya sejalan dengan gagasan FASB dalam rerangka konseptualnya sebagai
berikut:
Although financial reporting and financial statements have essentially the same
objectives, some useful information is better provided by financial statements and
some is better provided, or can only be provided, by meansof financial
reportingother than financial statements.

Masalah teoritis pengungkapan dapat dinyatakan dalam bentuk pertanyaan


berikut ini:
1. Untuk siapa informasi diungkapkan?
2. Mengapa pengungkapan harus dilakukan?
3. Seberapa banyak dan informasi apa harus diungkapkan?
4. Bagaimana cara dan kapan mengungkapkan informasi?

1.

Siapa Dituju
Rerangka konseptual telah menetapkan bahwa investor dan merupakan pihak
yang dituju oleh pelaporan keuangan sehingga pengungkapan ditujukan terutama
untuk mereka. FASB misalnya menetapkan tingkat kecanggihan para investor dan
kreditor cukup tinggi sehingga pengungkapan yang diwajibkan dapat dikatakan lebih
sedikit dibanding yang dituntut oleh SEC karena SEC mempertimbangkan pula
kepentinganinvestor yang naf. SEC menuntut lebih banyak pengungkapan karena
pelaporan keuangan mempunyai aspek sosial dan public (public interest). Oleh
karena itu, pengungkapan menuntut lebih dari sekadar pelaporan keuangan tetapi
meliputi pula penyampaian informasi kualitatif atau non kuantitatif. Karena pihak
yang dituju lebih luas dan model pengambilan keputusannya kurang dapat
didentifikasi, pengungkapan cenderung untuk meluas dan jarang menjadi sempit
(spesifik).

2.

Fungsi atau Tujuan Pengungkapan


Secara umum, tujuan pengungkapan adalah menyajikan informasi yang
dipandang perlu untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan dan untuk melayani
berbagai pihak yang mempunyai kepentingan berbeda-beda.
1). Tujuan melindungi
Tujuan melindungi dilandasi oleh gagasan bahwa tidak semua pemakai cukup
canggih sehingga pemakai yang naf perlu dilindungi dengan mengungkapkan
informasi yang mereka tidak mungkin memperolehnya atau tidak mungkin mengolah
informasi untuk menangkap substansi ekonomik yang melandasi suatu pos
statemen keuangan. Dengan kata lain pengungkapan dimaksudkan untuk

melindungi perlakuan manajemen yang kurang adil dan terbuka. Dengan tujuan ini,
tingkat atau volume pengungkapan akan menjadi tinggi.
Tujuan melindungi biasanya menjadi pertimbangan badan pengawas yang
mendapat autoritas untuk melakukan pengawasan terhadap pasar modal seperti
SEC atau Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). Hal ini dapat dipahami
karena mereka bertindak demi kepentingan publik.
2). Tujuan Informatif
Tujuan informatif dilandasi oleh gagasan bahwa pemakai yang dituju sudah jelas
dengan tingkat kecanggihan tertentu. Dengan demikian, pengungkapan diarahkan
untuk menyediakan informasi yang dapat membantu keefektifan pengambilan
keputusan pemakai tersebut. Tujuan ini biasanya melandasi penyusunan standar
akuntansi untuk menentukan tingkat pengungkapan. Dalam kenyataannya, badan
pengawas seperti BAPEPAM bekerjasama dengan penyusun standar (profesi) untuk
menentuka

keluasan

pengungkapan.

Untuk

tujuan

pengawasan

oleh baankepemerintahan, terdapat pula pengungkapan yang khusus ditujukan


kepada badan pengawas melalui formulir-formulir yang harus diisi oelh perusahaan
pada waktu menyerahkan laporan tahunan maupun kuartalan.
3). Tujuan Kebutuhan Khusus
Tujuan ini merupakan gabungan dari tujuan perlindungan publik dan tujuan
informatif. Apa yang harus diungkapkan kepada publik dibatasi dengan apa yang
dipandang bermanfaat bagi pemakai yang dituju sementara untuk tujuan
pengawasan, informasi tertentu harus disampaikan kepada pangawas berdasarkan
peraturan melalui formulir-formulir yang menuntut pengungkapan secara rinci.

3.

Keluasan dan Kerincian Pengungkapan


Hal ini berkaitan dengan masalah seberapa banyak informasi harus
diungkapkan yang disebut dengan tingkat pengungkapan (levels of disclosure).
Evans (2003) mengidentifikais tiga tingkat pengungkapan yaitu memadai (adequate
disclosure), wajar atau etis (fair or ethical disclosure), dan penuh (full disclosure).
Tingkat ini mempunyai impikasi terhadap apa yang harus diungkapkan.
Tingkat memadai adalah tingkat minimum yang harus dipenuhi agar statemen
keuangan secara keseluruhan tidak menyesatkan untuk kepentingan pengambilan
keputusan yang diarah. Tingkat wajar adalah tingkat yang harus dicapai agar semua

pihak mendapat perlakuan atau pelayanan informasional yang sama. Artinya, tidak
ada satu pihak pun yang kurang mendapat informasi sehingga mereka menjadi
pihak yang kurang diuntungkan posisinya. Dengan kata lain, tidak ada preferensi
dalam pengungkapan informasi. Tingkat penuh menuntut penyajian secara penuh
semua informasi yang berpaut dengan pengambilan keputusan yang diarah.
Tingkat pengungkapan yang tepat memang harus ditentukan karena terlalu
banyak informasi sama tidak menguntungkannya dengan terlalu sedikit informasi.
Oleh karena itu, diperlukan criteria atau pertimbangan untuk menentukan dan batas
atas dan batas bawah. Batas atas (kos>benefit) dan batas bawah (materialitas)
dalam karakteristik kualitatif informasi untuk pengakuan suatu pos dapat dijadikan
pertimbangan untuk menentukan banyaknya informasi. Dalam hal pengungkapan ,
batas atas (tingkat penuh) lebih banyak menimbulkan kontroversi dibandingkan
dengan batas bawah. Artinya bagi penentu kebijakan, menentukan seberapa luas
pengungkapan harus dilakukan lebihproblematik disbanding menentukan informasi
mana yang tiak perlu diungkapkan.
Kendala Pengungkapan
Berbagi hal menjadi pertimbangan penyusun standar atau badan pengawas
untuk menentukan seberapa banyak informasi harus diungkapkan. Salah satu hal
yang menentuka keluasan dan kerincan pengungkapan adalah tujuan pegungkapan.
Tujuan perlindungan atau protektif biasanya menuntut pengungkapan yang lebih
luas dan lebih rinci. Pengungkapan yang lebih luas biasanya terkendala oleh
keengganan perusahaan untuk menyediakan informasi.
Kos penyediaan informasi harus lebih rinci dari benefit informasi yang
disediakan. Kendala kriteria ini adalah kesulitan menentukan manfaat informasi
meskipun sampai tingkat tertentu kos dapat diukur dengan cukup teliti bahkan dalam
hal tertentu kos tersebut sangat tidak berarti (mendekati nol). Oleh karena itu, kriteria
ini akhirnya tidak pernah menjadi pertimbangan.
Bila kos penyediaan suatu informasi dapat diabaikan, persoalannya adalah
perlukah informasi tersebut diungkapkan. Dalam hal seperti ini, keberlebihan
informasi harus menjadi pertimbangan. Betapapun kos penyediaan informasi dapat
diabaikan dari segi administratif, infirmasi tertentu sangat berharga bagi perusahaan
dalam

kondisi

persaingan.

Pengungkapan

informasi

dapat

menempatkan

perusahaan pada posisi yang kurang menguntungkan disbanding pesaing dan hal
inilah yang menjadi kos pengungkapan bagi perusahaan sehingga perusahaan

enggan untuk mengungkapkan informasi privatnya. Penyusun standar perlu


mempertimbangkan hal ini dalam menetapkan tingkat pengungkapan.
Bagi penyusun standard, pengungkapan wajib harus dipertimbangkan atau dasar
apakah informasi yang sama sebenarnya dapat diperoleh pemakai dari sumber
selain yang disediakn melalui pelaporan keuangan atau laporan tahunan. Sumber
lain ini dalam hal tertentu justru lebih efektif daripada informasi yang disediakan
perusahaan.
Pengungkapan Wajib dan Sukarela
Pengungkapan sukarela adalah pengungkpan yang dilakukan perusahaan di luar
apa yang iwajibkan oleh standar akuntansi atau peraturan badan pengawas. Teori
pensignalan melandasi pengungkapan sukarela ini. Manajemen selalu berusaha
untuk mengungkapkan informasi privat yang menurut pertimbangannya sangat
diminati oleh investor dan pemegang saham khususnya kalau informasi tersebut
merupakan berita baik (good news). Manajemen juga berminat menyampaikan
informasi yang dapat meningkatkan kredibilitasnya dan kesuksesan perusahaan
meskipun informasi tersebut tidak diwajibkan. Beberapa penelitian akademik juga
menunjukkan bahwa makin besar perusahaan makin banyak pengungkapan
sekarela yang disampaikan. Pengungkapan sukarela ini merupakan solusi atas
kendala pengungkapan secar penuh. Dengan keterseiaan manajemen dalam
pengungkapan sukarela ini, tingkat pengungkapan wajib yang dapat ditetapkan
iarhkan ke tingkat wajar atau bahkan memadai tidak perlu penuh.

4.

Regulasi Pengungkapan
Mempercayakan pengungkapan sepenuhnya kepada manajemen sama saja
dengan menyerahkan penyediaan informasi kepada pasar. Beberapa argumen
mendukung perlunya regulasi dalam penyediaan informasi. Alasan tersebut adalah:

1. Penyalahgunaan (abuse);
2. Eksternalitas (externalities)
3. Asimetri informasi (information asymmetry)
4. Keengganan Manajemen (management reluctance)
Semua regulasi diarahkan untuk mencegah adanya penyalahgunaan dan
kecurangan oleh para pelaku pasar modal terutama dalam masalah pengungkapan.

5.

Apa yang Diungkap


Penyusun standar dan badan pengawas seperti SEC atau BAPEPAM
mengeluarka ketentuan tentang apa yang harus diungkapkan. SEC mewajibkan
perusahaan publik untuk menyusun dua laporan tahunan. Satu laporan tahunan
harus diserahkan ke SEC untuk memenuhi ketentuan dalam Securities Exchange
Act 1934 dan datu laporan tahunan harus disusun untuk keperluan pemegang
saham dan pihak eksternal lainnya. Peraturan SEC yang berkaitan dengan
pelaporan dan pengungkapan antara lain adalah:

1. Securities Exchange Act 1934 yang harus dipenuhi dengan mengisi Form 10K.Formulir ini berisi jenis-jenis informasi apa yang harus diungkapkan dalam laporan
tahunan dalam rangka pelaporan ke SEC. Untuk laporan kuartalan, perusahaan
harus menggunakan Form 10-Q.
2. Regulation S-X yang berisi ketentuan tentang format, isi, dan persyaratan statemen
keuangan. Peraturan ini juga merupakan aturan pelaksanaan Securities Act 1933
dalam rangka registrasi. Denga peraturan ini, perusahaan harus mengisi Form S-1.
3. Regulation

S-K yang

memuat

ketentuan

tentang

pengungkapan

statemen

nonfinansial. Ketentuan ini sifatnya sama seperti Regulation S-X yaitu aturan
pelaksanaan Securities Act 1933.

Berbagai Proposal
William mengusulkan suatu model pegungkapan yang disebut model pelaporan
alternatif lima lapis (a-five layers alternative repoting models) yaitu:
Lapis pertama: pos-pos yang memenuhi kriteria pengakuan yang sama dengan
model yang sekarang berlaku (models statement keuangan sebagai ciri sentral)
Lapis kedua: pos-pos yang memenuhi kriteria pengakuan tetapi bermasalah dalam
hal reliabilitas pengukuran seperti nilai merek dagang.
Lapis ketiga: pos-pos yang tidak begitu memenuhi kriteria reliabilitas dan definisi
seperti misalnya kepuan kesan konsumen.
Lapis keempat: pos-pos yang memenuhi kriteria pengukuran, keterandalan, dan
keberpautan tetapi tidak memenuhi definisi elemen seperti angka sensitifitas-risiko.
Lapis kelima: pos-pos yang tidak memenuhi definsi elemen dan juga tidak dapat
diukur secara terandalkan seperti kapital intelektual karyawan.

Model tersebut sebenarnya merupakan penjabaran pengakuan model FASB.


Juga, model tersebut lebih merupakan kriteria pengungkapan atau penyajian daripaa
apa yang harus diungkapkan. Uraian mengenai apa yang harus diungkapkan
menunjukkan bahwa masalah pengungkapan belum terjawab secara tuntas dan
lingkup pengungkapan masih harus dikembangkan baik yang wajib maupun yang
sukarela. Walaupun demikian, model pengungkapan FASB dalam rerangka
konspetualnya sudah dapat dipandang cukup komprehensif dan mantap.

6.

Metode Pengungkapan
Metode pengungkapan berkaitan dengan masalah bagaimana secar teknis
informasi disajikan kepada pamakai dalam satu perangkat statemen keuangan
beserta informasi lain yang berpaut. Metode ini biasanya ditentukan secar spesifik
dalam standard akuntansi atau peraturan lain. Informasi dapat disajikan dalam
pelaporan keuangan sebagai antara lain pos statemen keuangan, catatan kaki
(catatan atas laporan keuangan), pengggunaan istilah teknis (terminologi),
penjelasan dalam kurung, lampiran, penjelasan auditor dalam laporan auditor, dan
komunikasi manajemen dalam bentuk surat atau pernyataan resmi.

B. SARANA INTERPRETIF
Pengungkapan dapat dikatakan sebagai saran interpretif untuk menambah
kebermanfaatan dan keterpautan informasi akuntansi yang disajikan melalui media
statemen keuangan. Dalam tataran praktis, tentu saja harus terdapat rerangka atau
struktur akuntansi pokok (basic accounting structure) atau pelaporan keuangan
pokok (financial reporting proper) yang membatasi pengungkapan sesuai denga
tujuan pelaporan keuangan. Tanpa rerangka pokok tersebut akan banyak hal yang
akan dituntu untuk diungkapkan, dilampirkan, atau dimasukkan dalam pelaporan
keuangan karena pada tataran teoritis banyak sarana interpretif yang mempunyai
potensi untuk bermanfaat atau berpaut dengan keputusan investor dan kreditor.
Pelaporan keuangan pokok adalah pelaporan yang langsung ditentukan oleh
standar

akuntansi

atas

dasar

pertimbangan

keterandalan

(realibility)

dan

keberpautan (relevans). Rerangka pokok tersebut juga diperlukan untuk membatasi


tanggungjawab auditor dalam menetapkan kewajaran statemen keuangan.

Sarana interpretif tidak hanya ditujukan dalam pelaporan keuangan eksternal


tetapi juga dalam pelaporan internal atau manajerial. Sarana interpretif dalam
pelaporan internal misalnya adalah penggunaan kos standar, pengkosan variabel
(variable

costing),

departementalisasi

pendapatan

(revenue

imputation), dan

pengkosan berbasis kegiatan (activity based costing).


1.

Kos dan Nilai


Dalam kondisi yang normal kos yang terjadi dapat dianggap menyatakan nilai
pasar (market value) suatu sumber ekonomi pada saat tia dibeli atau diperoleh. Nilai
adalah persepsi orang terhadap manfaat atau utilitas suatu objek yang dinyatakan
dalam satuan pengukur (biasanya unit moneter).
Argumen Pendukung
Argumen utama pendukung gagasan tersebut adalah keterpautan keputusan
sebagai salah satu kualitas informasi baiknuntuk kepentingan manajemen maupun
pihak luar. Untuk kepentingan manajemen, perhitungan laba tiap periode hendaknya
mencerminkan

dengan

jelas

perubahan

ekonomik

penting

termasuk

rugi

(losses) dan untung (gains) yang belum terealisasi yang terjai akibat penurunan dan
kenaikan nilai faktor-faktor yang maish belum digunakan.
Argumen Penyanggah
Paton dan Littleton (1970) berpendapat bahwa adanya perubahan nilai tidak
berarti bahwa rerangkan akuntansi pokok berbasis kos tidak lagi bermanfaat
sehingga harus diganti. Tujuan utama akuntansi adalah pengukuran laba periodic
dengan menggunakan proses menandingkan kos dan pendapatan secara
sistematik. Penggantian jumlah rupiah tercatat (kos) faktor-faktor jasa dengan
taksiran nilai pasar yang berlaku sekarang tidak dapat didukung atas dasar
argumen-argumen berikut ini:
1. Keterandalan data;
2. Saling kompensasi antarperiode;
3. Fluktuasi nilai merupakan gejala umum;
4. Nilai pasar dan posisi keuangan.
Simpulan
Penekanan pada kos historis atau aktual sebagai dasar pencatatan tidak berarti
menolak sama sekali adanay kelayakan dan manfaat untuk mengadakan
reorganisasi modal (financial reorganization) dan untuk menyesuaikan kembali

asset, kewajiban, dan ekuitas bilamana hal ini memang jelas-jelas diperlukan
khususnya dalam kejadian yang bersifat istimewa. Revisi ini hendaknya dilakukan
dengan cara yang cukup bijaksana sehingga tidak berakibat merugikan pihak-pihak
yang berkepentingan.

2.

Revisi Kos Fasilitas Fisis


Dalam beberapa hal khusus, penilaian kembali fasilitas fisis yang berakibat
revisi terhadap kos tercatat tidak dapat dihindari. Penilaian kembali biasanya
dilakukan oleh perusahaan penilai (appraisal companies). Beberapa hal khusus
yang menghendaki penilaian kembali antara lain adalah:

1. Perusahaan akn dibeli sehingga terjadi penggantian hak milik atau perubahan
entitas yang menghendaki pencatatan asset pada pada nilai perusahaan baru
berdiri (fresh start).
2. Kuarsi reorganisasi untuk penyerahan defisit.
3. Penggadaian asset yang menghendaki penialian untuk menentukan nilai gadai.
4. Peraturan pemerintah yang mengharuskan revaluasi.
5. Terjadinya musibah yang menghendaki penilaian untuk keperluan ganti rugi
asuransi.
6. Penilaian asset untuk keperluan penentuan nilai asuransi asset (insurance
coverage).
7. Penentuan nilai asset untuk keperluan penetapan pajak.
Alasan Pendukung Revisi
Alasan yang mendukung revisi kos asset tetap secara umum bersandarkan pada
alasan yang dikemukakan dalam akuntansi berbasis nilai. Berikut adalah beberapa
alasan yang sering digunakan untuk mendukung revisi yaitu:
1. Distorsi informasi ekonomik
2. Distorsi akumulasi dana penggantian
Argumen Penyanggah
Argumen memang dapat dimaklumi, akan tetapi tidak berarti bahwa revisi kos
menjadi akternatif pemecahan yang paling tepat. Dari segi akuntansi sendiri, kos
sekarang atau pengganti sebagai bagian rerangka akuntansi pokok mempunyai
beberapa kelemahan dan keterbatasan. Seperti argumen penyanggah revisi kos

secara umum, Paton dan Littleton member argumen untuk menolak revisi kos
historis fasilitas fisis.
1. Revisi terus menerus tidak praktis
Penilaian yang dilakukan terus menerus adalah pekerjaan yang mahal dan hanya
dapat diterima kalau manfaat yang diperoleh jelas-jelas menjustifikasi kos
pencatatan revisi.
2. Hasil penilaian tidak meyakinkan
Nilai pengganti fasilitas fisis yang kompleks akhirnya tidak lebih daripada
taksiran, dan taksiran tersebut dalam banyak hal tidak dapat diandalkan.
Pendekatan umum yang digunakan untuk menentukan nilai pengganti adalah
menghitung jumlah rupiah pembelian atau kos sekarang seandainya perusahaan
membeli fasilitas fisis yang sama. Hal ini dapat dilakukan kalau tedapat barang yang
sama dipasar umum. Pendekatan lain adalah menghitung jumlah rupiah proses
konstruksi hipotesis untuk jenis fasilitas yang sama fungsinya.
3. Depresiasi bukan akumulasi dana
Depresiasi harus didasarkan atas nilai pengganti untuk menjamin pengumpulan
dana yang cukup untuk mengganti fasilitas fisis pada saat umurnya habis juga
menimbulkan pertanyaan yang serius. Tujuan utama akuntansi depresiasi adalah
membebankan kos ke produksi dan ke pendapatan secara layak.
Simpulan
Akuntansi fasilitas fisis atau asset tetap berwujud atas dasar kos mempunyai
keunggulan dibandingkan dengan alternatif yang lain (misalnya akuntansi nilai
pengganti) bilaman ditinjau dari kebutuhan dan kondisi-kondisi perusahaan pada
umumnya. Bersamaan dengan itu, kalau keadaan tertentu memang mengharuskan
adanya revisi kos fasilitas fisis maka kos revision atau pengganti dapat diakui alam
buku besar secara terpisah dengan buku besar kos aktual sehingga data kos historis
tidak menjadi hilang atau tersembunyi. Statemen keuangan atas dasar kos
pengganti harus diperlakukan sebagai pelengkap terhadap statemen keuangan
berbasis kos aktual. Jadi kos historis harus tetap merupakan bagian dari rerangka
akuntansi pokok.

3.

Pengurangan Nilai Buku Fasilitas Fisis


Pengurangan dapat dilakukan kalau suatu kondisi menyebabkan terjadinya
penurunan kemampuan asset untuk mendatangkan lab atau kas dimasa datang.
Kondisi yang dapat menimbulkan penurunan kemampuan asset misalnya saja kalau
telah menjadi jelas bahwa jasa efektif suatu fasilitas fisis menjadi tidak mamadai lagi
karena timbul teknologi baru yang tidak terduga sebelumnya atau karena faktor
khusus lainnya sehingga depresiasi akumulasi sampai saat itu menjadi terlalu kecil.
Indikasi penurunan kemampuan
PSAK No.48 memberikan pedoman untuk mengidentifikasi adanya penurunan
kemampuan suatu asset. Secara teknis, suatu asset dikatakan mengalami
penurunan kemampuan bilamana nilai tercatat (nilai buku) asset melebihi apa yang
disebut jumlah rupiah atau jumlah terperoleh kembali. Jumlah terperoleh kembali
dapat diukur atas dasar harga jual neto asset atau atas dasar nilai pakai yaitu nilai
sekarang aliran-aliran kas yang dikontribusi oleh pemakaian asset bersangutan
termasuk nlai residual pada saat penghentian penggunaan.jumlah temperoleh
kembali yang digunakan untuk mengukur adanya penurunan kemampuan biasanya
adalah yang terendah antara nilai jual neto dan nilai pakai.
Pengangguran sementara
Kalau fasilitas fisis tertentu tidak digunakan karena alasan musim atau lainnya
mak pengangguran sementara ini ini tidak dapat dijadikan alasan untuk melakukan
pengurangan besar kos asset. Demikian juga pengurangan intensitas pengggunaan
sama sekali tidak dapat dijadikan alasan untuk pengurangan kos menjadi rugi.

4.

Konversi Kos ke Rupiah Daya Beli


Sering Karena daya beli dianggap stabil, rerangka akuntansi pokok atas
dasar kos histori sering disangkal manfaatnya. Hal ini didasarkan pada kenyataan
bahwa satuan uang sebagai pengukur bahan oleh akuntansi tidak stabil daya
belinya. Artinya, kos tercatat yang merupakan jumlah rupiah kesepakatan akan
berbeda dalam dua titik waktu yang berbeda kalau dinyatakan dalam tingkat harga
umum yang berlaku pada dua waktu tersebut. Sebagai konsekuensi, kos historis
yang diukur dengan daya beli pada saat tertentu dapat menyesatkan. Demikian juga,
dalm kondisi tertentu laba atau rugi yang dihasilkan oleh rerangka akuntansi pokok
tidak menggambarkan perubahan nilai ekonomik perusahaan yang sesungguhnya.

DAFTAR PUSTAKA
Suwardjono. 2005. TEORI AKUNTANSI Perekayasaan Pelaporan Keuangan Edisi Ketiga.

Anda mungkin juga menyukai