Anda di halaman 1dari 7

Occupational Noise : Dampak Kebisingan

terhadap Kesehatan di Lingkungan Kerja


Terkadang kita tidak begitu peduli dengan suara mesin yang sedang beroperasi,
suara yang mendengung dari spare part mesin yang longgar, ataupun obrolan orang-orang di
tempat umum yang membuat gaduh. Semua itu kita anggap biasa dan membiarkan fungsi
tubuh kita beradaptasi dengan kondisi seperti itu hingga pada akhirnya merasa terbiasa.
Padahal kondisi tersebut termasuk kondisi kurang nyaman dan tidak baik bagi kesehatan
khususnya pendengaran.
Di kota-kota besar kebisingan dari lalu lalang kendaraan pun cukup mengganggu.
Bapedal Kodya Bandung melaporkan, tiga sumber utama pencemaran udara adalah NO(x),
debu, dan kebisingan.
Kasus lain dialami saat mendengarkan walkman atau menikmati musik di
diskotik. Bunyi yang diperdengarkan biasanya berintensitas tinggi namun orang yang
mendengarnya tidak merasa terganggu malah menikmatinya. Kebisingan yang
ditimbulkannya setara dengan suara mesin bor yang intensitasnya mencapai 96 dB. Bahkan
hasil
penelitian
di
Australia
menyebutkan,
anak-anak
yang
sering
mendengarkan walkman sejak usia 10-an tahun, kemungkinan akan menderita tuli pada usia
30-an tahun.
Selain menimbulkan ketulian baik sementara maupun permanen, kebisingan juga
dapat menimbulkan dampak yang lain seperti terganggunya proses komunikasi, emosi di luar
kontrol, hingga masalah kesehatan lainnya seperti meningkatnya tekanan darah dan penyakit
jantung.
Pengertian Dan Jenis Kebisingan
Adapun kebisingan dapat diartikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki dan
kehadirannya dapat mengganggu kenyamanan dan membahayakan kesehatan manusia. Jika
kita tidak bisa menghindari adanya kebisingan maka yang dapat kita lakukan adalah
memperhatikan intensitas kebisingan dan lamanya kebisingan itu terjadi (waktu pemaparan) .
Intensitas kebisingan adalah arus energi per satuan luas yang dinyatakan dalam satuan decibel
(dB).
Berdasarkan sumbernya, kebisingan dapat dibagi menjadi empat. Yang pertama,
kebisingan kontinyu berspektrum luas (misal: mesin, kipas angin, dan dapur pijar). Kedua,
kebisingan kontinyu dengan spektrum sempit (contoh: gergaji sirkuler dan katup gas).
Kemudian ada kebisingan impulsif, semisal tembakan bedil, meriam. Terakhir, kebisingan
impulsif berulang, seperti mesin tempa perusahaan.
Nilai Ambang Batas Kebisingan Dan Alat Ukurnya
Masalah kebisingan ini tidak lepas dari perhatian pemerintah. Sebagai pembuat
kebijakan, pemerintah berwenang membuat aturan agar warganya terlepas dari masalah
kebisingan dan merasa terjamin kenyamanan dan kesehatannya. Untuk itu, pemerintah
mengeluarkan aturan mengenai nilai ambang batas/baku intensitas kebisingan.

Menurut
Peraturan
Menteri
Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi
No.Per.13/Men/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di
Tempat Kerja, menyebutkan bahwa NAB kebisingan adalah sebesar 85 dB dengan waktu
pemajanan selama 8 jam/hari. Sasaran dari peraturan ini adalah para pekerja yang pada
umumnya bekerja selama 8 jam/hari dan berlaku di tempat kerja. Apabila intensitas
kebisingannya melebihi NAB maka waktu pemajanannya diatur seperti pada tabel berikut
ini :
Tabel 1. NAB Kebisingan (Lampiran I.2. Permenakertrans ini)
Waktu pemajanan per hari
8
Jam
4
Jam
2
Jam
1
Jam
30
15
7,5
3,75
1,88
0,94

Menit
Menit
Menit
Menit
Menit
Menit

Intensitas kebisingan (dB)


85
88
91
94
97
100
103
106
109
112

28,12
detik
115
14,06
Detik
118
7,03
Detik
121
3,52
Detik
124
1,76
Detik
127
0,88
Detik
130
0,44
Detik
133
0,22
Detik
136
0,11
Detik
139
Catatan : Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat.
Sedangkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.48 Tahun 1996
tentang Baku Tingkat Kebisingan, menyebutkan adanya baku tingkat kebisingan yang
berbeda di setiap jenis tempat berdasarkan peruntukannya, antara lain dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel 2. Baku Tingkat Kebisingan (Lampiran I Kepmenneg LH ini)
Peruntukan Kawasan/Lingkungan Kesehatan
Tingkat kebisingan dB (A)
a. Peruntukan Kawasan,
55
Perumahan dan Pemukiman
70
Perdagangan dan Jasa
65
Perkantoran dan Perdagangan
50
Ruang Terbuka Hijau
70
Industri
60

Pemerintahan dan Fasilitas Umum


70
Rekreasi
Khusus
60
- Bandar Udara
70
- Stasiun Kereta Api
- Pelabuhan Laut
- Cagar Budaya
b. Lingkungan Kegiatan,
55
Rumah Sakit atau sejenisnya
55
Sekolah atau sejenisnya
55
Tempat ibadah atau sejenisnya
Menurut Menteri Lingkungan Hidup, kebisingan yang dihasilkan dari usaha atau
kegiatan manusia memberikan dampak yang dapat mengganggu kesehatan manusia, makhluk
lain dan lingkungan. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap
kebisingan untuk menjamin kelestarian lingkungan hidup agar dapat bermanfaat bagi
kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Hal serupa pun dilakukan oleh Menteri Kesehatan yang mengeluarkan Peraturan
Menteri Kesehatan No.718 tahun 1987 tentang kebisingan yang berhubungan dengan
kesehatan menyatakan pembagian wilayah dalam empat zona, sebagai berikut :
Zona A adalah zona untuk tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan
atau sosial. Tingkat kebisingannya berkisar 35 45 dB.
Zona B untuk perumahan, tempat pendidikan, dan rekreasi. Angka kebisingan 45 55 dB.
Zona C, antara lain perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dengan kebisingan sekitar
50 60 dB.
Zona D bagi lingkungan industri, pabrik, stasiun kereta api, dan terminal bus. Tingkat
kebisingan 60 70 dB.

Alat ukur yang biasa digunakan untuk mengukur intensitas kebisingan


adalah sound level meter. Alat ini bekerja secara manual tanpa memori penyimpan data.
bentuknya dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Sound Level Meter

Bisa juga menggunakan alat yang canggih dan mampu menyimpan data,
yaitu noise logging dosimeter. Namun alat ini menuntut keahlian khusus untuk
menggunakannya, termasuk untuk menentukan titik pengukurannya.
Dampak kebisingan
Kebisingan yang identik dengan bunyi yang mengganggu tersebut dapat
menimbulkan dampak yang negatif. Dampak kebisingan secara umum dapat dikategorikan
menjadi dua berdasarkan tinggi rendahnya intensitas kebisingan dan lamanya waktu
pemaparan, antara lain sebagai berikut :
a. Dampak kebisingan intensitas tinggi,
Umumnya menyebabkan terjadinya kerusakan pada indera pendengaran yang dapat
menyebabkan penurunan daya dengar baik yang bersifat sementara maupun bersifat
permanen atau ketulian.
Secara fisiologi, kebisingan dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan
kesehatan seperti : meningkatnya tekanan darah dan tekanan jantung, resiko serangan
jantung meningkat, dan gangguan pencernaan.
Reaksi emosional masyarakat, apabila kebisingan dari suatu proses produksi demikian
hebatnya sehingga masyarakat sekitarnya menuntut agar kegiatan tersebut dihentikan.
b. Dampak kebisingan intensitas rendah
Tingkat intensitas kebisingan rendah banyak ditemukan di lingkungan kerja seperti
perkantoran, ruang administrasi perusahaan, dan lain-lain. Kebisingan intensitas rendah
secara fisiologi tidak menyebabkan kerusakan pendengaran. Namun kehadirannya sering
dapat menyebabkan :
Penurunan performansi kerja, yang dapat menimbulkan kehilangan efisiensi dan
produktivitas kerja.
Sebagai salah satu penyebab stres dan gangguan kesehatan lainnya. Stres yang
disebabkan karena kebisingan dapat menyebabkan kelelahan dini, kegelisahan dan
depresi. Dapat pula menimbulkan keadaan cepat marah, sakit kepala, dan gangguan tidur.
Gangguan reaksi psikomotorik dan kehilangan konsentrasi.
Tinnitus yaitu bunyi denging di telinga yang sering muncul tiba-tiba. Meskipun denging
itu akan hilang dalam beberapa jam, namun bisa dijadikan sebagai indikator rusaknya
pendengaran.

Pengendalian kebisingan
Kebisingan terjadi karena ada sumber bising, media pengantar (berbentuk materi atau
udara), dan manusia yang terkena dampak. Pengendalian kebisingan dapat dilakukan
terhadap salah satu bagian di atas atau ketiga-tiganya. Tapi sebelum melakukan pengendalian
sebaiknya dilakukan dulu pengukuran.
Pengurangan kebisingan pada sumbernya dapat dilakukan dengan memodifikasi
mesin atau mereparasinya, dapat pula dengan menempatkan peredam pada sumber getaran.
Tetapi alternatif ini memerlukan penelitian intensif dan umumnya membutuhkan biaya yang
tinggi.

Sedangkan pengurangan kebisingan pada media transmisi dapat dilakukan dengan


memberi pembatas atau sekat antara mesin dan pekerja. Cara lain adalah dengan menambah
atau melapisi dinding, plafon, dan lantai dengan bahan penyerap suara, seperti busa, ijuk, dll.
Apabila sumber kebisingannya lalu lintas, penanggulangannya bisa dengan membuat
jalur hijau dan penanaman pohon. Tanaman diyakini dapat mengurangi suara bising, walau
sejauh ini belum ada penelitian berapa besar tepatnya penurunan kebisingan oleh sebuah
pohon.
Pengendalian kebisingan bisa juga dilakukan dengan memproteksi telinga dengan
menggunakan APD (alat pelindung diri). Ada tutup telinga (ear muff), ada juga sumbat
telinga (ear plug). Tutup telinga biasanya lebih efektif daripada sumbat telinga. Kalau tutup
telinga bisa menurunkan kebisingan antara 25 - 40 dB, kemampuan sumbat telinga lebih
kecil, tergantung bahannya. Sumbat karet dapat menurunkan kebisingan 18 - 25 dB. Apalagi
bahan cotton wool yang hanya menurunkan 8 dB. Gambar APD di atas dapat dilihat pada
gambar berikut :

Ear Muff

Ear Plug

Kebisingan kelihatannya wajar bagi sebagian orang, namun dampaknya bisa luar
biasa jika dibiarkan. Dampak yang paling terlihat adalah terganggunya indera pendengaran

baik yang sementara maupun permanen/ketulian. Dampak yang lainnya yaitu adanya
gangguan kesehatan seperti meningkatnya tekanan darah, penyebab penyakit jantung,
gangguan pencernaan, stres, depresi, dll. Masalah sosial juga dapat terjadi, sebagai akibat
meningkatnya emosi masyarakat karena merasa terganggu kenyamanannya. Selain itu,
kebisingan juga dapat menurunkan kinerja pekerja akibat timbulnya kelelahan dini, hilangnya
konsentrasi dan gangguan komunikasi. Menurunnya kinerja pekerja berdampak pada
terganggunya perekonomian negara. Untuk menghindari permasalahan di atas perlu
dilakukan upaya pengendalian terhadap kebisingan yang terjadi disertai dengan komitmen
kuat dari semua pihak yang terkait untuk melaksanakannya. Semoga bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.13/Men/X/2011 tentang
Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.48 Tahun 1996 tentang Baku
Tingkat Kebisingan.
Peraturan Menteri Kesehatan No.718 tahun 1987 tentang Kebisingan Yang
Berhubungan Dengan Kesehatan.
http://members.fortunecity.com/akuhajiry2k/bisingbisatimbulkantuli.htm
http://industri15hadi.blog.mercubuana.ac.id/2011/02/15/pengaruh-kebisingantemperatur-dan-pencahayaan-terhadap-performa-karyawan/

http://artikel-k3.blogspot.co.id/2015/11/occupational-noise-dampakkebisingan-terhadap-kesehatan-di-lingkungan-kerja.html

Anda mungkin juga menyukai