Anemia Defisiensi Besi
Anemia Defisiensi Besi
Anemia
Anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah berkurang sehingga kapasitas
oksigen yang ditransfer idak memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh.
Anemia merusak kemampuan tubuh untuk pertukaran gas, dan mengurangi jumlah sel darah
merah mengangkut O2 dan CO2.
Anemia terjadi karena :
Penyebab tersering anemia di Negara berkembang khususnya dikalangan kelompok yang paling
rentan ( ibu hamil dan anak-anak usia prasekolah) adalah gangguan gizi dan infeksi.
Epidemiologi
Database WHO untuk anemia 1993-2005 meliputi hampir setengah populasi dunia , jumlah
anemia diseluruh dunia yaitu 1,62 miliar dengan prevalensi 293 juta anak-anak usia presekolah, 56
juta wanita hamil dan 468 juta wanita yang tidak hamil.
Anemia diperkirakan berkontribusi 115.000 kematian ibu dan kematian perinatal 591.000/ 4
tahun, anemia ibu sangat berpengaruh terhadap anemia anak.
Table 1: Haemoglobin levels to diagnose anaemia (g/dl)
Age groups
Children 659 months of age
Children 511 years of age
Children 1214 years of age
Non-pregnant women (15 years of age and
12
1111.9 810.9
<8
above)
Pregnant women
11
1010.9 79.9
<7
Men
13
1112.9 810.9
<8
Source: Haemoglobin concentration for the diagnosis of anaemia and assessment of severity. WHO
Table 2: Prevalence of anaemia among different age groups
Age groups
Children (635 months)
Children (659 months)
All women (1549 years)
Ever married women (1549 years)
Pregnant women (1549 years)
Lactating women (1549 years)
Adolescent Girls
1214 years
1517 years
1519 years
Source: NFHS-3
68.6*
69.7*
55.8
Perdarahan akut
Penyakit kronik
Anemia hemolitik
Anemia aplastik
Talasemia
Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Ini umumnya
diakibatkan oleh berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin dan vasokonstriksi untuk
memperbesar pengiriman O2 ke organ-organ vital. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit,
suhu dan distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks
pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan dan membran mukosa mulut serta
konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
Pada umumnya anemia yang terjadi diakibatkan defisiensi nutrisi seperti defisiensi Fe, asam
folat dan vitamin B12
Anemia Defisiensi Besi
Definisi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi yang diperlukan
untuk sintesis hemoglobin. Anemia ini merupakan bentuk anemia yang paling sering ditemukan di
dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Diperkirakan sekitar 30% penduduk dunia
menderita anemia, dan lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. Anemia
defisisensi besi lebih sering ditemukan di negara yang sedang berkembang sehubungan dengan
kemampuan ekonomi yang terbatas, masukan protein hewani yang rendah dan infeksi parasit yang
merupakan masalah endemik. Saat ini di Indonesia anemia defisiensi besi masih merupakan salah
satu masalah gizi utama disamping kekurangan kalori-protein, vitamin A dan yodium.
Selain dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin yang berperan dalam penyimpanan dan
pengangkutan oksigen, zat besi juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam
metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmiter dan proses katabolisme yang dalam
bekerjanya membutuhkan ion besi. Dengan demikian, kekurangan besi mempunyai dampak yang
merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, menurunkan daya tahan tubuh, menurunkan
kosentrasi belajar dan mengurangi aktivitas kerja.
Anemia ini juga merupakan kelainan hematologi yang paling sering terjadi pada bayi dan
anak. Hampir selalu terjadi sekunder terhadap penyakit yang mendasarinya, sehingga koreksi
terhadap penyakit dasarnya menjadi bagian penting dari pengobatan.
Untuk mempertahankan keseimbangan Fe yang positif selama masa anak diperlukan 0,8 1,5
mg Fe yang harus diabsorbsi setiap hari dari makanan. Banyaknya Fe yang diabsorbsi dari makanan
sekitar 10% tiap hari, sehingga untuk nutrisi yang optimal diperlukan diet yang mengandung Fe
sebanyak 8 10 mg Fe perhari.
Fe yang berasal dari susu ibu diabsorbsi secara lebih efisein dari pada yang berasal dari susu
sapi sehingga bayi mendapat ASI lebih sedikit membutuhkan Fe dari makanan lain. Sedikitnya
macam makanan yang kaya Fe yang dicerna selama tahun pertama kehidupan menyebabkan
sulitnya memenuhi jumlah yang diharapkan, oleh karena itu diet bayi harus mengandung makanan
yang diperkaya dengan Fe sejak usia 6 bulan.
METABOLISME BESI
Besi merupakan trace element yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan
hemoglobin, mioglobin dan berbagai enzim. Besi di alam terdapat dalam jumlah yang cukup
berlimpah. Dilihat dari segi evolusinya alat penyerapan besi dalam usus, maka sejak awal manusia
dipersiapkan untuk menerima besi yang berasal dari sumber hewani, tetapi kemudian pola makanan
berubah di mana sebagian besar berasal dari sumber nabati, tetapi perangkat absorpsi besi tidak
mengalami evolusi yang sama, sehingga banyak menimbulkan defisiensi besi.
KOMPOSISI BESI DALAM TUBUH
Besi terdapat dalam berbagai jaringan dalam tubuh :
a. Senyawa fungsional, yaitu besi yang membentuk senyawa yang berfungsi dalam tubuh
b. Besi cadangan, senyawa besi yang dipersiapkan bila masukan besi berkurang
c. Besi transport, yaitu besi yang berikatan dengan protein tertentu dalam fungsinya untuk
mengangkut besi dari satu kompartemen ke kompartemen lainnya.
Besi dalam tubuh tidak pernah dalam bentuk logam bebas (free icon), tetapi selalu berikatan dengan
protein tertentu. Besi bebas akan merusak jaringan, mempunyai sifat seperti radikal bebas.
Tabel 1. Kandungan besi seorang laki-laki dengan BB 75 kg
A. Senyawa besi fungsional
Hemoglobin
2300 mg
Mioglobin
320 mg
Enzim-enzim
Transferin
Feritinin
80 mg
3 mg
700 mg
Hemosiderin
300 mg
3803 mg
Tabel1. menggambarkan komposisi besi pada seorang laki-laki dengan berat badan 75 kg.
Jumlah besi pada perempuan pada umumnya lebih kecil oleh karena massa tubuh yang juga
lebih kecil.
ABSORPSI BESI
Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal dari makanan dalam usus. Untuk
memasukkan besi dari usus ke dalam tubuh diperlukan proses absorpsi. Absorpsi besi paling banyak
terjadi pada duodenum dan jejunum proksimal, disebabkan oleh struktur epitel usus yang
memungkinkan untuk itu. Proses absorpsi besi dibagi menjadi 3 fase :
1. Fase luminal
duodenum
2. Fase mukosal
: proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan suatu proses yang
aktif.
3. Fase korporeal
: meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel
Besi heme : terdapat dalam daging dan ikan, absorpsi tinggi, tidak dihambat oleh bahan
penghambat sehingga mempunyai bioavailabilitas tinggi.
Besi non-heme : berasal dari sumber tumbuh-tumbuhan, absorpsi rendah, dipengaruhi oleh bahan
pemacu dan penghambat sehingga bioavailabilitasnya rendah.
Yang tergolong sebagai bahan pemacu absorpsi besi adalah meat factors dan vitamin C,
sedangkan yang tergolong sebagai bahan penghambat ialah tanat, phytat, dan serat (fibre). Dalam
lambung karena pengaruh asam lambung maka besi dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain.
Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri ke fero yang siap untuk diserap.
Fase mukosal
Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejenum proksimal. Penyerapan
terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks. Dikenal adanya mucosal block, suatu
mekanisme yang dapat mengatur penyerapan besi melalui mukosa usus.
Fase korporeal
Besi setelah diserap oleh eritrosit (epitel usus), melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler
usus, kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Transferin akan
melepaskan besi pada sel RES melalui proses pinositosis.
Banyaknya absorpsi besi tergantung pada :
1. Jumlah kandungan besi dari makanan
2. Jenis besi dalam makanan : besi heme atau besi non-heme
3. Adanya bahan penghambat atau pemacu absorpsi dalam makanan
4. Kecepatan eritropoesis
SIKLUS BESI DALAM TUBUH
Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang tertutup yang diatur oleh besarnya besi
yang diserap usus, sedangkan kehilangan besi fisiologik bersifat tetap. Besi yang diserap setiap hari
berkisar antara 1-2 mg, ekskresi besi terjadi dalam jumlah yang sama melalui eksfoliasi epitel. Besi
dari usus dalam bentuk transferin akan bergabung dengan besi yang dimobilisasi dari makrofag
dalam sumsum tulang sebesar 22 mg untuk dapat memenuhi kebutuhan eritropoesis sebanyak 24
mg/hari. Eritrosit yang terbentuk secara efektif yang akan beredar melalui sirkulasi memerlukan esi
17 mg, sdeangkan besi sebesar 7 mg akan dikembalikan ke makrofag karena terjadinya hemolisis
infektif (hemolisis intramedular). Besi yang dapat pada eritrosit yang beredar, setelah mengalami
proses penuaan juga akan dikembalikan pada makrofag sumsum tulang sebesar 17 mg. Sehingga
dengan demikian dapat dilihat suatu lingkaran tertutup (closed circuit) yang sangat efisien,
Epidemiologi
Prevalensi ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak usia sekolah dan
anak praremaja. Angka kejadian ADB pada anak usia sekolah (5-8 tahun) di kota sekitar 5,5%, anak
perempuan 2,6% dan gadis remaja yang hamil 26%. Di Amerika serikat sekitar 6% anak berusia 1
2 tahun diketahui kekurangan besi, 3 % menderita anemia. Lebih kurang 9% gadis remaja di
Amerika serikat kekurangan besi dan 2% menderita anemia, sedangkan pada anak laki-laki sekitar
50% cadangan besinya berkurang saat pubertas.
Prevalensi ADB lebih tinggi pada anak kulit hitam dibanding kulit putih. Keadaan ini
mungkin berhubungan dengan status sosial ekonomi anak kulit hitam yang lebih rendah.
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di indonesia prevalensi ADB pada anak balita
sekitar 25-35%. Dari hasil SKRT tahun 1992 prevalensi ADB pada anak balita di indonesia adalah
55,5%. Hasil survai rumah tangga tahun 1995 ditemukan 40,5% anak balita dan 47,2% anak usia
sekolah menderita ADB.
Etiologi
Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit yang mengandung
besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang
Berikut tabel penyebab anemia defisiensi berdasar umur :
Keadaan ini dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami perubahan
secara histologis dan fungsional. Pada orang yang telah mengalami gastrektomi parsial atau
total sering disertai ADB walaupun penderita mendapat makanan yang cukup besi. Hal ini
disebabkan berkurangnya jumlah asam lambung dan makanan lebih cepat melalui bagian atas
usus halus, tempat utama penyerapan besi heme dan non heme.
3. Perdarahan
Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting terjadinya ADB.
Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilangan darah 1 ml akan
mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, sehingga darah 3-4 ml/hari (1,5 2 mg) dapat
mengakibatkan keseimbangan negatif besi.
Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna, milk induced enteropathy, ulkus
peptikum, karena obat-obatan (asam asetil salisilat, kortikosteroid, indometasin, obat anti
inflamasi non steroid) dan infeksi cacing (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)
yang menyerang usus halus bagian proksimal dan menghisap darah dari pembuluh darah
submukosa usus.
4. Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis kedalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB pada akhir
masa fetus dan pada awal masa neonatus.
5. Hemoglobinuria
Keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memiliki katup jantung buatan. Pada
Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melaui urin rata-rata 1,8 7,8
mg/hari.
6. Iatrogenic blood loss
Pada anak yang banyak bisa diambil darah vena untuk pemeriksaan laboratorium berisiko
untuk menderita ADB
7. Idiopathic pulmonary hemosiderosis
Penyakit ini jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan paru yang hebat dan
berulang serta adanya infiltrat pada paru yang hilang timbul. Keadaan ini dapat menyebabkan
kadar Hb menurun drastis hingga 1,5 3 g/dl dalam 24 jam.
8. Latihan yang berlebihan
Pada atlit yang berolaraga berat seperti olahraga lintas alam, sekitar 40% remaja
perempuan dan 17% remaja laki-laki kadar feritin serumnya < 10 ug/dl. Perdarahan saluran
cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia yang hilang timbul pada usus selama latihan
berat terjadi pada 50% pelari.
Patofisiologi
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi yang berlangsung lama.
Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan menyebabkan cadangan besi terus
berkurang. Pada tabel berikut 3 tahap defisiensi besi, yaitu :
Hemoglobin
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
normal
Sedikit menurun
Menurun
jelas
(mikrositik/hipokromi
Cadangan besi
Fe serum
TIBC
Saturasi
< 100
Normal
360 390
20 30
transferin
Feritin serum
< 20
Sideroblas
40 60
FEP
>30
MCV
normal
Tabel 4. Tahapan kekurangan besi
0
< 60
>390
<15
k)
0
<40
>410
<10
<12
<10
>100
Normal
<12
<10
>200
Menurun
a. Tahap pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau store iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya
cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya
masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum
menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih
normal.
b. Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron limited
erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoisis. Dari
hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin
menurun, sedangkan TIBC meningkat dan free erythrocyte porphrin (FEP) meningkat.
c. Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi yang
menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb.
Dari gambaran tepi darah didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progesif. Pada tahap
ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.
Manifestasi Klinis
1. Gejala Umum Anemia
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai
pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini
berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging.
Anemia bersifat simptomatik jika hemoglobin < 7 gr/dl, maka gejala-gejala dan tanda-tanda
anemia akan jelas. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada
konjungtiva dan jaringan di bawah kuku.
2. Gejala Khas Defisiensi Besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain
adalah :
a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis
vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
Gambar 1
Hematokrit(Ht atau HCT) mengukur persentase sel darah merah dalam seluruh
volume darah.Eritrosit, Hb dan Ht yang rendah menunjukkan adanya anemia.
Nilai rujukan : pria 40-54 %, wanita 34-46 %.
Bila ukuran eritrosit beraneka ragam namun ukuran rata-arta eritrosit normal
makan RDW akan meningkat dan VER normal.
-
Hemoglobin
Eritrosit
Rata-Rata(HER)
atau
mean
corpuscular
b. Leukosit
Hitung Leukosit Dapat menggunakan pipet Thoma atau pipet Sahli. Nilai rujukan:
4,5-11 x 103 /uL
c. Trombosit
Trombosit atau platelet dapat dihitung dengan menggunakan cara kuantitatif dan
kualitatif. Nilai rujukan : 150-350 x 103 / uL.
d. Retikulosit
Retikulosit merupakan eritrosit muda tidak berinti, ada sisa RNA minimal 2 partikel
granula atau 1 partikel granula dengan filament, tidak di tepi membrane sel.Dapat
diperiksa dengan pewarnaan New Methylen Blue, Brilliant cresyl blue, purified
azure B, acridine orange. Nilai relative : 0,5-1,5 %. Nilai absolute : 25000-75000 /
uL darah.
2. Pemeriksaan Hapus Darah Tepi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk evaluasi morfologi sel darah tepi, memperkirakan jumlah
leukosit, dan trombosit serta mengidentifikasi parasit. Misalnya malaria, microfilaria,
trypanosome.
a. Eritrosit: pelaporan meliputi Size, Shape, dan warna ( staining characteristic).
Eritrosit normal ukuran 6-8 u, warna merah dengan daerah pucat bagian tengah.
Ukuran normal diesbut normosit. Bila ukuran bervariasi disebut anisositosis, variasi
abnormal bentuk disebut poikilositosis. Eritrosit hipokrom yaitu eritrosit dengan
daerah berwarna pucat di tengah lebih luas. Polikromasi adalah eritrosit berwarna
kebiruan di antara eritrosit normal berwarna merah.
b. Leukosit : Dilakukan dengan hitung jenis leukosit. Urutan baku : Basofil, eosinofil,
batang, segmen, limfosit, monosit. Dilakukan pemeriksaan terhadap 100 sel.
Tabel .Hitung Jenis Leukosit
Jenis
Leukosit
/uL
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
0-1
1-3
1-5
50-70
20-40
1-6
0-100
50-300
50-500
2500-7000
1000-4000
50-600
Tahap I
Tahap II
Tahap III
Ferritin
Saturasi
Hemoglobin
Menurun
Menurun
Menurun
Transferin
Normal
Menurun
Menurun
Normal
Normal
Menurun
6. Pemeriksaan Feses
Mencari adanya perdarahan melalui traktus digestivus. Secara makroskopik dilihat warna
tinja, mikroskopik dilihat ada tidak nya eritrosit, telur cacing, parasit, untuk pemeriksaan
kimia lakukan tes darah samar.
7. Pemeriksaan Urin
Mencari ada tidaknya perdarahan di traktus urinarius. Pemeriksaan makroskopik dilihat
warna urin, mikroskopik dilihat ada tidak nya eritrosit, silinder eritrosit, dan
hemosiderinuria. Kimia dilakukan tes darah samar.
8. Pemeriksaan Histopatologi
Tidak adanya iron stainable dijaringan tubuh, termasuk sumsum tulang dan hati, adalah
penemuan histologis yang paling berguna pada pasien yang kekurangan zat besi. Kelainan
jaringan epitel yang non spesifik dilaporkan dalam kekurangan zat besi. Ini termasuk gastric
atrophy dan clubbing dari vili usus halus.
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah:
Kadar Hemoglobin dan Indeks Eritrosit
Didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai
dari ringan sampai beart. MCV dan MCH menurun. MCV < 70 fl hanya didapatkan pada
anemia anemia defisiensi besi dan thalassemia major. MCHC menurun pada defisiensi yang
lebih berat dan berlangsung lama. Anisositosis merupakan tanda awal defisiensi besi.
Peningkatan anisositosis ditandai oleh peningkatan RDW (red cell distribution width). Dulu
dianggap pemeriksaan RDW dapat dipakai untuk membedakan ADB dengan anemia akibat
penyakit kronik, tetapi sekarang RDW pada kedua jenis anemia ini hasilnya sering tumpang
Mengenai titik pemilah MCV, ada yang memakai angka < 80 fl, tetapi apada penilitian
kasus ADB di Bagian Penyakit Dalam FK UNUD Denpasar, dijumpai bahwa titik pemilah < 78 fl
memberi sensitivitas dan spesifisitas paling bail. Dijumpai juga bahwa penggabungan MCV,
MCH. MCHC dan RDW makin meningkatkan spesifisitas indeks eritrosit. Indeks eritrosit sudah
dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun.
Hapusan darah tepi menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, dan
poikilositosis. Makin berat derajat anemia makin berat derajat hipokromia. Derajat hipokromia
dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Jika
terjadi hipokromia dan mikrositosis esktrim, maka sel tampak sebagai sebuah cincin sehingga
disebut sel cincin (ring cell), atau memanjang seperti clips, disebut sebagai sel pencil (pencil cell atau
cigar cell). Kadangkadang dijumpai sel target.
Leukosit dan trombosit pada umumnya normal. Tetapi granulositopenia ringan dapat
dijumpai pada ADB yang berlangsung lama. Pada ADB karena cacing tambang dijumpai
eosinofilia. Trombositosis dapat dijumpai pada ADB dengan episode perdarahan akut.
Konsentrasi Besi Serum Menurun pada ADB, dan TIBC (total iron binding capacity) Meningkat
TIBCmenunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan saturasi
transferin dihitung clan besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk kriteria diagnosis ADB,
kadar besi serum menurun < 50 g/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat > 350 g/dl,
dan saturasi transferin < 15%. Ada juga yang memakai saturasi transferin < 16%, atau < 18%.
Harus diingat bahwa besi serum menunjukkan variasi diurnal yang sangat besar, dengan kadar
puncak pada jam 8 sampai 10 pagi.
Feritin Serum Merupakan Indikator Cadangan Besi yang Sangat Baik, Kecuali pada Keadaan
Inflamasi dan Keganasan Tertentu
Titik pemilah (cut off point) untuk feritin serum pada ADB dipakai angka < 12 g/l, tetapi
ada juga yang memakai < 15 g/l. Untuk daerah tropik di mana angka infeksi dan inflamasi maslh
tinggi, titik pemilah yang diajukan di negeri Barat tampaknya perlu dikoreksi. Pada suatu
penelitian pada pasien anemia di rumah saint di Bali pemakaian feritin serum < 12 g/l dan < 20
g/l memberikan sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 68% dan 98% serta 68% dan 96%.
Sensitivitas tertinggi (84%) justru dicapai pada pemakaian feritin serum < 40 mg/1, tanpa
mengurangi spesifisitas terlalu banyak (92%). Hercberg untuk daerah tropik menganjurkan
memakai angka feritin serum < 20 mg/1 sebagai kriteria diagnosis ADB. Jika terdapat infeksi
atau inflamasi yang jelas seperti arthritis rematoid, maka feritin serum sampai dengan 50-60
g/l masih dapat menunjukkan adanya defisiensi besi. Feritin serum merupakan pemeriksaan
laboratorium untuk diagnosis IDA yang paling kuat oleh karena itu banyak dipakai baik di
klinik maupun di lapangan karena cukup reliabel dan praktis, meskipun tidak terlalu sensitif.
Angka feritin serum normal tidak selalu dapat menyingkirkan adanya defisiensi besi. tetapi
feritin serum di atas 100 mg/dl dapat memastikan tidak adanya defisiensi besi.
Protoporfirin Merupakan Bahan Antara pada Pembentukan Heme
Apabila sintesis heme terganggu, misalnya karena defisiensi besi, maka protoporfirin akan
menumpuk dalam eritrosit. Angka normal adalah kurang dari 30 mg/d1. Untuk defisiensi besi
protoporfirin bebas adalah lebih dan 100 mg/d1. Keadaan yang sama juga didapatkan pada anemia
akibat penyakit kronik dan keracunan timah hitam.
Kadar Reseptor Transferin Datum Serum Meningkat pada Defisiensi Besi
Kadar normal dengan cara imunologi adalah 4-9 g/L. Pengukuran reseptor transferin terutarna
dipakai untuk membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik. Akan lebih baik lagi apabila
dipakai rasio reseptor transferin dengan log feritin serum. Rasio > 1,5 menunjukkan ADS dan rasio <
1,5 sangat mungkin karena anemia akibat penyakit kronik.
Sumsum Tulang Menunjukkan Hiperplasia Normoblastik Ringan Sampai Sedang dengan Normoblas
Kecil-kecil
Sitoplasma sangat sedikit dan tepi tak teratur. Normoblas ini disebut sebagai
micronormoblast.
Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perls stain) menunjukkan cadangan
besi yang negatif (butir hemosiderin negatif). Dalam keadaan normal 40-60% normoblast
mengandung granula feritin dalam sitoplasmanya, disebut sebagai sideroblas. Pada defisiensi besi
maka sideroblast negatif. Di klinik, pengecatan besi pada sumsum tulang dianggap sebagai baku emas
(gold standard) diagnosis defisiensi besi, namun akhir-akhir ini perannya banyak diambil alih oleh
pemeriksaan feritin serum yang lebih praktis.
Studi Ferokinetik
Studi tentang pergerakan besi pada siklus besi dengan menggunakan zat radioaktif. Ada dua jenis
studi ferokinetik yaitu plasma iron transport rate (PIT)yang mengukur kecepatan besi meninggalkan
plasma, dan erythrocyte iron turn over rate (EIT) yang mengukur pergerakan besi dan sumsum
tulang ke sel darah merah yang beredar. Secara praktis kedua pemeriksaan ini tidak banyak
digunakan, hanya dipakai untuk tujuan penelitian.
Perlu Dilakukan Pemeriksaan untuk Mencari Penyebab Anemia Defisiensi Besi
Antara lain pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
semikuantitatif, seperti misalnya teknik Kato-Katz, pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi,
barium intake atau barium inloop, tergantung dari dugaan penyebab efisiensi besi tersebut.
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga tahap
diagnosis anemia defisiensi besi. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan
mengukur kadar hemoglobin atau hematokrit. Cut off point anemia tergantung kriteria WHO atau
kriteria klinik. Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi, sedangkan tahap ketiga
adalah menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi.
Secara laboratorium untuk menegakkan diagnosis anemiia defisiensi besi (tahap satu dan
tahap dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi modifikasi dari kriteria Kerlin et
al) sebagai berikut :
Anemia hipokromik mikrositer pada apusan darah tepi, atau MCV < 80 fl dan MCHC < 31 %
dengan salah satu dari a, b, c atau d :
a. Dua dari parameter ini : Besi serum < 50 mg/dl, TIBC > 350 mg/dl, Saturasi transferin < 15%
atau
b. Serum feritinin < 20 g/dl atau
c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (perls stain) menunjukan cadangan besi (butirbutir hemosiderin) negatif atau
d. Dengan pemberian sulfas fenosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara) selama 4
minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl.
Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi besi. Tahap ini
merupakan proses yang rumit yang memerlukan berbagai jenis pemeriksaan tetapi merupakan tahap
yang sangat penting untuk mencegah kekambuhan defisiensi besi serta kemungkinan untuk dapat
menemukan sumber pendarahan yang membahayakan. Meskipun dengan pemeriksaan yang baik,
sekitar 20 % kasus anemia defisiensi besi tidak diketahui penyebabnya.
Anemia akibat cacing tambang (hookworm anemia) adalah anemia defisiensi besi yang
disebabkan oleh karena infeksi cacing tambang berat (TPG > 2000). Pada suatu penelitian di Bali,
anemia akibat cacing tambang dijumpai pada 3,3 % pasien infeksi cacing tambang atau 12,2% dari
123 kasus anemia defisiensi besi yang dijumpai. Jika tidak ditemukan pendarahan yang nyata, dapat
dilakukan tes darah samar (occult blood test) pada feses, dan jika terdapat indikasi dilakukan
endoskopi saluran cerna atas atau bawah.
Diagnosis Banding
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya seperti : anemia akibat
penyakit kronik, thalassemia, anemia sideroblastik. Cara membedakan keempat jenis anemia
tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah.
Tabel. Diagnosis Banding Anemia Defisiensi Besi
Anemia
TIBC
Saturasi
Anemia
penyakit
Thalassemia
Ringan-berat
Menurun
Menurun
Menurun < 30
Meningkat >
kronik
Ringan
Menurun/N
Menurun/N
Menurun < 50
Menurun < 300
Ringan
Menurun
Menurun
Normal/
Normal/
Ringan-berat
Menurun/N
Menurun/N
Normal/
Normal/
360
Menurun
Menurun/N
Meningkat
Meningkat
10.20
Positif
>20%
Positif kuat
>20 %
Positif dengan
defisiensi besi
Derajat anemia
MCV
MCH
Besi serum
Anemia akibat
sideroblastik
transferin
Besi sumsum
< 15 %
Negatif
tulang
Protoporfirin
Meningkat
Meningkat
Normal
ring sideroblast
Normal
Menurun
Normal
Meningkat
Meningkat
< 20 g/l
N
20-200 g/l
N
>50 g/l
Hb. A2
>50 g/l
N
eritrosit
Feritinin serum
Elektofoesis-Hb
meningkat
Penatalaksanaan
Setelah diagnosis maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap anemia defisiensi besi
dapat berupa :
1. Terapi kausal : tergantung penyebab, misalnya ; pengobatan cacing tambang, pengobatan
hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan kalau tidak maka anemia akan
kambuh kembali.
2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron replacemen
theraphy).
a. Terapi besi per oral : merupakan obat piliham pertama (efektif, murah, dan aman). Preparat
yang tersedia : ferrosus sulphat (sulfas fenosus). Dosis anjuran 3 x 200 mg. Setiap 200 mg
sulfas fenosus mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian sulfas fenosus 3 x 200 mg
mengakibatkan absorpsi besi 50 mg/hari dapat meningkatkan eritropoesis 2-3 kali normal.
Preparat yang lain : ferrosus gluconate, ferrosus fumarat, ferrosus lactate, dan ferrosus
succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal, tetapi efektivitas dan efek samping hampir
sama dengan sulfas fenosus.
b. Terapi besi parenteral
Terapi ini sangat efektif tetapi efek samping lebih berbahaya, dan lebih mahal. Indikasi :
gangguan pencernaan kolitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi
keadaan dimana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup dikompensasi oleh
pemberian besi oral.
Kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada kehamilan trisemester tiga
atau sebelum operasi.
Defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoetin pada anemia gagal ginjal
kronik atau anemia akibat penyakit kronik.
Preparat yang tersedia : iron dextran complex (mengandung 50 mg besi/ml) iron sorbitol
citric acid complex dan yang terbaru adalah iron ferric gluconate dan iron sucrose yang
lebih aman. Besi parental dapat diberikan secara intrauskular dalam atau intravena. Efek
samping yang dapat timbul adalah reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual,
muntah, nyeri perut dan sinkop.
Terapi besi parental bertujuan untuk mengembalikan kadar hemoglobin dan mengisi besi
sebesar 500 sampai 1000 mg.
Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang berasal
dari protein hewani.
Transfusi darah : anemia defisiensi besi jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi
pemberian transfusi darah pada anemia defisiensi besi adalah :
-
Anemia yang sangat simpomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing yang sangat
menyolok.
Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat seperti pada kehamilan
trisemester akhir atau preoperasi.
Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi
IV. Jakarta : FK UI; 2006.h.634-40
Bakta, IM. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Sudiono, Herawati, dkk. Penuntun Patologi KlinikHematologi.
Jakarta : FK UKRIDA ; 2009. h.109