OLEH:
DITA YULIANINGSIH
135130100111021
B-5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diagnosa klinik merupakan ilmu yang mempelajari teknik diagnosis standard dari suatu
penyakit berdasarkan pada pemahaman terhadap normal atau abnormalnya parameter
patofisiologi yang dapat diidentifikasi dari tubuh dengan menggunakan teknik-teknik diagnosa
standard. Dalam menerapkan ilmu Diagnosa Klinik Veteriner, dokter hewan yang praktik
dihadapkan dengan keadaan di lapangan dengan berbagai kegiatan pelayanan jasa medik
veteriner yang menerapkan tahapan ilmu diagnosa klinik. Teknik-teknik diagnosis standard
haruslah dipahami secara benar agar mahasiswa dapat menetapkan diagnosis secara akurat dari
suatu penyakit berdasarkan perubahan-perubahan parameter patofisiologis yang dapat
diidentifikasi melalui teknik-teknik diagnosis standard secara holostik dan terintegrasi.
Penentuan diagnosa klinik yang akurat pada reptil tidak seratus persen dapat ditegakkan
dengan diagnosa klinik tetapi memerlukan bantuan teknik pemeriksaan atau uji kesehatan lain,
seperti pemeriksaan nekropsi, pemeriksaan serologi dan sebagainya. Metode pemeriksaan
diagnosa klinis ada empat cara yaitu melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi),
dan mendengar (auskultasi). Pada hewan kesayangan dikatakan sakit bila organ tubuh ataupun
fungsinya mengalami kelainan dari keadaan normal, kelainan tersebut dapat diketahui melalui
pemeriksaan dengan alat indra secara langsung atau menggunakan alat alat bantu contohnya
terlihat adanya kemerahan dan eksudat kental pada matanya, terlihat lepuh-lepuh pada lidahnya,
diare pada saat defekasi dan sebagianya. Tanda-tanda yang terlihat atau yang ditemui pada
hewan kesayangan yang menderita dinamakan sebagai gejala sakit atau symptom atau sering
dinamakan gejala klinis. Pada praktikum diagnosa klinik kali ini, mahasiswa dapat belajar
bagaimana melakukan prosedur pemeriksaan klinis reptile.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum Diagnosa Klinik Veteriner yaitu: dapat melakukan teknik diagnosis
standart terhadap kasus di klinik hewan, dapat mendiagnosa dengan teknik diagnosis standart
(diagnosa klinik) terhadap kasus reptile, dan dapat mengerti, memahami dan menjelaskan kasus
yang ditemui saat praktikum.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pemeriksaan Hewan
Metode yang digunakan dalam praktikum diagnosa klinik pemeriksaan reptil/ular adalah
dengan melakukan pemeriksaan fisik kemudian juga dengan melakukan inspeksi atau dengan
melihat, mendengar, membau tanpa menggunakan alat bantu, kemudian dengan melakukan
palpasi atau dengan perabaan, perkusi atau dengan melakukan pemukulan pada bagian tertentu
dan auskultasi atau mendengarkan dengan alat bantu (stetoskop). Sehingga melalui pemeriksaan
ini dapat diketahui hasil diagnosa dari pasien (ular).
Sinyalemen
Sinyalemen dari anjing Broni yang dilakukan diagnosa klinik guna untuk mendapat
diagnosa adalah sebagai berikut ini:
Nama
: Cacing
Jenis Hewan
: Ular Phyton
Kelamin
: Betina
Ras/Breed
: Phyton Reticulatus
Warna kulit
: coklat, garis hitam
Umur
: 2 tahun
Berat Badan
: 8 kg
Anamnesa
: Keluar lender dari pernafasan, napas berbunyi
Pemeriksaan Fisik
Temp. Rektal :-
Frek. Pulsus : 80
Frek. Nafas : 12
Berat Badan : 8 kg
Keadaan Umum
Normal
Normal
Membran Mukosa
Normal
Kelenjar Limfa
Normal
Muskuloskeletal
Normal
Sistem Sirkulasi
Abnorma
l
Sistem Respirasi
Abnorma
Sistem Urogenital
Normal
Sistem Digesti
l
Normal
Sistem Syaraf
Normal
Normal
Diagnosis
: Flu
Prognosis
: Fausta
Anamnesis
Anamnesa merupakan wawancara terhadap klien untuk mendapatkan kunci mengenai
keadaan pasien. Menurut Boddie (1962), dokter hewan harus dapat memilah-milah mana yang
relevan dan irelevan dari jawaban klien terhadap pertanyaan dokter hewan. Dengan anamnesa
dokter hewan dapat mengetahui informasi tentang Gambaran keadaan hewan mulai sakit sampai
sekarang, Kejadian-kejadian pada waktu lampau yang ada hubunganya dengan penyakit yang
sekarang diderita. Keadaan lingkungan, hewan yang serumah/ sekandang, tetangg dsb.
Menurut Boddie (1962), sejarah dari suatu kasus dapat dibagi menjadi pre history, immediate
history, dan post history.
Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan keadaan tubuhmelalui cara penentuan kondisi fisik
dengan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan fisik merupakan tindakan
untuk mengidentifikasi kelainan-kelainan klinis dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
suatu penyakit pada individu maupun populasi. Melalui informasi yang didapatkan selama
pemeriksaan dapat ditentukan beberapa penyebab penyakit, organ yang terlibat, lokasi, tipe
lesio, patogenesa, maupun tingkat keparahan penyakit. Pengendalian penyakit, prognosis dan
kesejahteraan hewan yang diharapkan dapat tercapai bila dilakukan pemeriksaan fisik yang
benar dan disertaidengan diagnosa yang tepat (Jackson & Cockroft 2002).
Inspeksi atau peninjauan atau pemantauan dapat dilakukan dengan cara melihat hewan atau
pasien secara keseluruhan dari jarak pandang secukupnya sebelum hewan didekati untuk suatu
pemeriksaanlanjut (Widodo, 2011).
Palpasi atau perabaan merupakan suatu pemeriksaan permukaan luar ragawi dapat dilakukan
dengan cara palpasi atau perabaan dengan tangan. Disetiap bagian-bagian ragawi baik bagian
tengkorak, leher, bagian rongga dada atau thoraks, bagian perut atau abdomen, bagian panggul
atau pelvis dan alat gerak atau wxtremitas dapat dinilai kualitasnya dengan cara palpasi (Widodo,
2011).
Prinsip perkusi adalah mengetuk atau memukul alat untuk mengeluarkan denting atau gema.
Pada pemeriksaan dengan cara perkusi ini adalah m,endengarkan pantulan gema yang
ditimbulkan oleh alat pleximeter yang diketuk dengan palu atau jari pemeriksa (Widodo, 2011).
Auskultasi adalah mendengarkan suara yang ada yang ditimbulkan oleh kerja organ baik
pada saat sehat fungsional maupun pada kasus-kasus tertentu. Prinsip penggunaan alat auskultasi
adalah mendengarkan suarayang ditimbulkan oleh aktifitas organ ragawi kemudian dievaluasi
untuk mendapatkan keterangan kejadian pada organ yang mengeluarkan suara tersebut (Widodo,
2011).
Prinsip pemeriksaan fisik dengan cara mencium atau membaui adalah membaui perubahan
aroma atau bau yang ditimbulkan atau dikeluarkan dari lubang umbla (Widodo, 2011).
Melakukan pemeriksaan fisik hewan dengan cara mengukur dan menghitung secara
kuantitatif menggunakan satuan-satuan yang lazim untuk pengukuran atau perhitungan, yaitu
kali/menit dan derajat celcius (Widodo, 2011).
Suhu tubuh bagian dalam tubuh hewan dapat diukur dengan menggunakan termometer.
Hasil yang diperoleh tidak menunjukkan jumlah total panas yang diproduksi tubuh tetapi
menunjukkan keseimbangan antara produksi panas dan pengeluaran panas tubuh (Kelly 1984).
Pemeriksaan suhu tubuh hewan pada umumnya dilakukandua kali sehari, yaitu pada pagi dan
sore hari. Hewan yang sehat memiliki suhu tubuh pada pagi hari yang lebih rendah
dibandingkan dengan suhu tubuh pada siang dan sore hari. Secara fisiologis, suhu tubuh akan
meningkat hingga 1.5C pada saat setelah makan, saat partus, terpapar suhu lingkungan yang
tinggi, dan ketika hewan banyak beraktifitas fisik maupun psikis (Kelly 1984).
JENIS TERNAK
Sapi
Pedet
Kerbau
Kuda
Anak kuda
Kambing
Anak kambing
Kambing muda
Domba
Domba muda
SUHU REKTAL
37,8-39,2
38,5-39,8
38,2
37,2-38
37,5-38,6
38,6-40,2
39,8
80-110
38,9-40,5
39,5
Menurut Cunningham (2002), frekuensi jantung adalah banyaknya denyut jantung dalam
satu menit. Pengamatan terhadap frekuensi jantung pada ruminansia besar (seperti sapi)
dihitung secara auskultasi dengan menggunakan stetoskop yang diletakkan tepat di atas apeks
jantung pada dinding dada sebelah kiri. Pulsus hewan dapat dirasakan dengan menempelkan
tangan pada pembuluh darah arteri coccygeal di bawah ekor bagian tengah sekitar 10 cm dari
anus (Kelly 1984).
Frekuensi jantung normal pada sapi dewasa adalah 5580 kali per menit, sedangkan
frekuensi denyut jantung anak sapi dapat mencapai 100120 kali per menit. Frekuensi denyut
jantung sapi betina yang sedang bunting hingga 15-40%, dan untuk sapi laktasi akan meningkat
hingga 10% (Kelly 1984). Frekuensi jantung juga dipengaruhi oleh aktifitas fisik tubuh, latihan
dan kondisi lingkungan seperti suhu lingkungan dan kelembaban udara. Peningkatan frekuensi
jantung disebut takikardia sedangkan penurunan frekuensi jantung disebut bradycardia. Denyut
nadi dan denyut jantung pada hewan sehat akan selalu sinkron. Frekuensi nadi yang lebih
rendah dari frekuensi jantung menandakan adanya insufisiensi jantung yang ditandai dengan
kelemahan ventrikular (Rosenberger 1979).
Penghitungan frekuensi nafas pada sapi dilakukan dengan cara menghitung gerakan flank
dan tulang rusuk yang bergerak simetris pada saat inspirasi selama 1 menit. Respirasi normal
pada sapi dewasa adalah 15-35 kali per menit dan 20-40 kali pada pedet. Frekuensi pernafasan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah ukuran tubuh, umur, aktifitas fisik,
kegelisahan, suhu lingkungan, kebuntingan, adanya gangguan pada saluran pencernaan, kondisi
kesehatan hewan, dan posisi hewan (Kelly 1984).
Frekuensi respirasi diukur dengan menghitung siklus respirasi yaitu proses inspirasi dan
ekspirasi dalam satu satuan waktu. Repirasi Normal pada beberapa Hewan (kali/menit) (Kelly,
1977) :
Sapi 10-30
Pedet beberapa hari 56
Pedet 1 bulan 37
Pedet 6 bulan 30
Kuda 10-14
Kambing 20-30
Anak kambing 12-20
Kambing muda 12-20
Domba 20-30
3. Sepertiga belakang
usus besar, gonad, saluran reproduksi, ginjal, lemak tubuh dan kloaka. Pada belakang
kloaka terdapat mast glans pada betina dan hemipenis pada jantan
Jenis toksin
1. Neurotoxin
2. Myotoxins
3. Haemotoxins
4. Haamorrhagins
5.
6.
7.
8.
Haemolysins
Nephrotoxins
Cardiotoxin
Necrotoxins
Kulit
Melakukan palpasi pada seluruh permukaan tubuh ular. Ular yang tidak sehat cenderung
kering dengan turgor yang jelel. Perhatikan adanya abnormalitas seperti kulit kering, melipat,
sisik mengelupas saat ecdysis,luka, bekas luka, benjolan bawah kulit dan abnormalitas lainnya
seperti abses dan tumor. Ektoparasit berukuran kecil sering bersembunyi diantara sisik.
Selaput Lendir
Selaput lendir yang diperiksa pada ular adalah ginggiva, buka mulut secara hati-hati dan
perhatikan gingiva. Secara umum gingival ular berwarna pink pucat sampai agak putih, pada
beberapa spesies ular berwarna hitam.
Pencernaan
Organ pencernaan membujur dari mulut sampai kloaka. Lakukan inspeksi mulut dan
rongga mulut terhadap adanya abnormalitas seperti luka, ptekie dan eksudat. Periksa juga gigi,
lidah dan glottis terhadap adanya tanda-tanda stomatitis. Adanya gigi yang tanggal dan terjebak
dalam kantung gigi sering menimbulkan masalah baru seperti stomatitis. Palpasi rahang terhadap
kemungkinan adanya kebengkakan, tumor dan abnormalitas lainnya. Palpasi lambung dan usus
mudah dilakukan pada ular kecil. Palpasi kolon dan rectum normalnya berisi feses lunak berair
atau kosong (setelah defekasi). Pada ular sakit, sfingter kloaka biasanya lemah dan membuka.
Sistem Syaraf
Sistem saraf dan anggota gerak saling berhubungan. Saraf, tulang, persendian, muskulus
merupakan bagian tak terpisahkan. Pada ular perhatikan gerakan lidah dan kepala. Periksa tonus
otot, reptile yang sehat idealnya membulat dengan tonus baik, dapat menggerakkan kepala dan
badan dengan normal dan sering menjulurkan lidah. Reptile yang sakit biasanya lemas, malas
bergerak, lemah, kurus, badan menyetiga denga rusuk yang menonjol.
Pernafasan dan Sirkulasi
Organ pernafasan utama adalah paru-paru dan saluran-salurannya sampai lubang hidung.
Lakukan inspeksi untuk melihat lubang hidung, glottis dan gerakan paru-paru saat bernafas. Ular
yang tidak sehat seringkali ditemukan adanya leleran hidung atau dari glottos, batuk, bernafas
dengan leher/kepala mendongak ke atas dan membuka mulut (star gazing posture). Lakukan
auskultasi untuk mendengarkan suara paru-paru, ular yang normal terdengar suara vesikuler.
Suara abnormal terdengar suara bronchial, ronki basah, ronki kering dan mendesis, bedakan
suara mendesis yang sifatnya patologis dan defensive. Perkusi paru-paru pada reptile tidak
mutlak dilakukan karena kadang hewannya terlalu kecil dan atau posisi organ.
Organ utama peredaran darah adalah jantung, arteri, vena dan darah. Pemeriksaaan
sirkulasi dipusatkan pada jantung. Lakukan auskultasi jantung, normalnya sitol-diastol dapat
dibedakan dengan ritme yang tetap dan irama yang ritmis. Sampel darah untuk pemeriksaan ular
dapat diambil dari vena coggygea ventralis dan intrakardial. ronkikeringdanmendesis,
bedakansuaramendesis yang sifatnyapatologisdan defensive. Perkusi paru-paru pada reptile tidak
mutlak dilakukan karena kadang hewan terlalu kecil dan atau posisi organ.
Pengambilan Spesimen
Darah ular dapat diambil secara intra cardial atau melalui vena coggcygea ventral.
BAB III
PENUTUP
Metode yang digunakan dalam praktikum diagnosa klinik pemeriksaan reptil/ular adalah
dengan melakukan pemeriksaan fisik kemudian juga dengan melakukan inspeksi atau dengan
melihat, mendengar, membau tanpa menggunakan alat bantu, kemudian dengan melakukan
palpasi atau dengan perabaan, perkusi atau dengan melakukan pemukulan pada bagian tertentu
dan auskultasi atau mendengarkan dengan alat bantu (stetoskop). Sehingga melalui pemeriksaan
ini dapat diketahui hasil diagnosa dari pasien (ular). Pada ular paling mudah menggunakan
probe. Caranya dengan memasukkan probe yang sudah dilubrikasi ke arah kaudal dari ekor
secara hati-hati. Pada ular jantan probe akan masuk ke dalam hemipenis (10-12 baris sisik) dan
pada betina masuk musk glands (2-3 baris sisik). Saat dimasukan, probe masuk hanya sampai
sisik ke 3 maka ular yang diperiksa merupakan ular betina. Terdapat abnormalitas pada sistem
respirasi dengan keluarnya discharge dari rongga hidung serta alur respirasi yang berbunyi, dapat
dikatakan ular mengalami flu.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Medicating Snake with Catheter. ww.pilbarapythons.com/medicating.html
(diakses tanggal 30 Juni 2010)
Carpenter, James W. 2001.Exotic Animal Formulary.USA : Elsevier Inc.
Greco, Charles. 2010. Handling and Restraint of Companion Animals. Suffolk County.
Society for Prevention Cruelty to Animals. 2013. Handlin and Restrain Companion Animal.
http://www.ualbanycphp.org/Media/upload/data/Handling%20and%20Restraint%20of%
20Companion%20Animals.pdf. (Diakses pada tanggal 30 juni 2010)
Indarjulianto, S., Widiyono, I., Raharjo, S., danSurono, 2005, Penuntun Praktikum Diagnosa.
Klinik Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Gadjah Mada Yogyakarta.
Lane, D. R., 2003. Veterinary Nursing. Butterworth & Heinemann, UK.
Rahardjo, S. 2009. Handling and Restraint. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Gadjah Mada.