Anda di halaman 1dari 13

3

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Otonomi Daerah
Pengertian atau Definisi Otonomi Daerah Otonomi Daerah adalah kewenangan
Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan (pasal 1 huruf (h) UU NOMOR 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah).
Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 1 huruf (i) UU
NOMOR 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah).
Secara bahasa, otonom adalah berdiri sendiri atau dengan pemerintahan sendiri.
Sedangkan daerah adalah suatu wilayah atau lingkungan pemerintah. Dengan
demikian pengertian secara istilah otonomi daerah adalah wewenang/kekuasaan pada
suatu

wilayah/daerah

yang

mengatur

dan

mengelola

untuk

kepentingan

wilayah/daerah masyarakat itu sendiri. Pengertian yang lebih luas lagi adalah
wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah yang mengatur dan mengelola untuk
kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri mulai dari ekonomi, politik, dan
pengaturan perimbangan keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya, dan ideologi
yang sesuai dengan tradisi adat istiadat daerah lingkungannya.
Pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh faktor-faktor yang meliputi
kemampuan si pelaksana, kemampuan dalam keuangan, ketersediaan alat dan bahan,
dan kemampuan dalam berorganisasi. selain berlandaskan pada acuan hukum,
pelaksanaan otonomi daerah juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang
harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas,
lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan
menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerah masing-masing.
Otonomi daerah tidak mencakup bidang-bidang tertentu, seperti politik luar
negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama. Bidang-bidang

tersebut tetap menjadi urusan pemerintah pusat. Pelaksanaan otonomi daerah berdasar
pada prinsip demokrasi, keadilan, pemerataan, dan keanekaragaman.
2.1.1

Dasar Hukum Otonomi Daerah


Otonomi Daerah berpijak pada dasar Perundang-undangan yang kuat, yaitu

sebagai berikut :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi
Daerah, Pengaturan, pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yg
Berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka
NKRI.
3. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan
dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
4. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
5. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah
2.1.2
1.
2.
3.
4.
5.

Tujuan Otonomi Daerah


Adapun tujuan pemberian otonomi daerah adalah sebagai berikut:
Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakin baik.
Pengembangan kehidupan demokrasi.
Keadilan nasional.
Pemerataan wilayah daerah.
Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah

dalam rangka keutuhan NKRI


6. Mendorong pemberdayaaan masyarakat.
7. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat,
mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Secara konseptual, Indonesia dilandasi oleh tiga tujuan utama yang meliputi:
tujuan politik, tujuan administratif dan tujuan ekonomi. Hal yang ingin diwujudkan
melalui tujuan politik dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya untuk
mewujudkan demokratisasi politik melalui partai politik dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. Perwujudan tujuan administratif yang ingin dicapai melalui
pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya pembagian urusan pemerintahan antara
pusat dan daerah, termasuk sumber keuangan, serta pembaharuan manajemen

birokrasi pemerintahan di daerah. Sedangkan tujuan ekonomi yang ingin dicapai


dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah terwujudnya peningkatan
indeks

pembangunan manusia sebagai indikator peningkatan kesejahteraan

masyarakat Indonesia.
2.1.3

Otonomi khusus
Otonomi Khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada

daerah khusus, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat


menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat. Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi. Negara mengakui
dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Yang dimaksud satuan-satuan
pemerintahan daerah yang bersifat khusus adalah daerah yang diberikan otonomi
khusus.
Daerah-daerah yang diberikan otonomi khusus ini adalah :
1. Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta
Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut UndangUndang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui dan menghormati satuansatuan pemerintahan yang bersifat khusus atau istimewa yang diatur dengan undangundang. Selain itu, negara mengakui dan menghormati hak-hak khusus dan istimewa
sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Provinsi DKI Jakarta) sebagai satuan
pemerintahan yang bersifat khusus dalam kedudukannya sebagai Ibu kota Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai daerah otonom memiliki fungsi dan peran
yang penting dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Oleh karena itu, perlu diberikan kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan
tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Untuk itulah
Pemerintah Pusat mengeluarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang
Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu kota Negara
Kesatuan Republik Indonesia (LN 2007 No. 93; TLN 4744). UU ini mengatur
kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu kota Negara. Aturan sebagai daerah

otonom tingkat provinsi dan lain sebagainya tetap terikat pada peraturan perundangundangan tentang pemerintahan daerah.
Beberapa hal yang menjadi pengkhususan bagi Provinsi DKI Jakarta antara
lain:
1. Provinsi DKI Jakarta berkedudukan sebagai Ibu kota Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
2. Provinsi DKI Jakarta adalah daerah khusus yang berfungsi sebagai Ibu kota
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus sebagai daerah otonom
pada tingkat provinsi.
3. Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung
jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat
kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga
internasional.
4. Wilayah Provinsi DKI Jakarta dibagi dalam kota administrasi dan
kabupaten administrasi.
5. Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta berjumlah paling banyak 125%
(seratus dua puluh lima persen) dari jumlah maksimal untuk kategori
jumlah penduduk DKI Jakarta sebagaimana ditentukan dalam undangundang.
6. Gubernur dapat menghadiri sidang kabinet yang menyangkut kepentingan
Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Gubernur mempunyai hak
protokoler, termasuk mendampingi Presiden dalam acara kenegaraan.
7. Dana dalam rangka pelaksanaan kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai
Ibu kota Negara ditetapkan bersama antara Pemerintah dan DPR
dalam APBN berdasarkan usulan Pemprov DKI Jakarta.
2. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Pemberian otonomi khusus kepada Daerah Yogyakarta sebagai Daerah
Istimewa Yogyakarta di karenakan dedikasi masyrakat dan raja yogyakarta yang turut
memperjuangkan kemerdekaan negara indonesia dari penjajah pada masa klonial
belanda dan sebagainya. Pemberian gelar istimewa kepada daerah Yogjakarta di
berikan oleh presiden pertama indonesia yaitu Ir. Suekarno kepada raja yogyakarta
karena telah membantu kemerdekaan indonesia dan karena yogyakarta masuk dalam

negara kesatuan republik indonesia. Jadi alasan inilah Yogyakarta di berikan otonomi
Khusus
3. Provinsi Aceh
Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang
bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur.
Pengakuan Negara atas keistimewaan dan kekhususan daerah Aceh terakhir diberikan
melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (LN 2006
No 62, TLN 4633). Undang-Undang Pemerintahan Aceh ini tidak terlepas dari Nota
Kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Pemerintah dan Gerakan
Aceh Merdeka yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 dan merupakan
suatu bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju pembangunan sosial, ekonomi,
serta politik di Aceh secara berkelanjutan.
Hal-hal mendasar yang menjadi isi Undang-Undang Pemerintahan Aceh ini
antara lain:
1. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem
NKRI berdasarkan UUD Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan
masing-masing.
2. Tatanan otonomi seluas-luasnya yang diterapkan di Aceh berdasarkan
Undang-Undang Pemerintahan Aceh ini merupakan subsistem dalam
sistem pemerintahan secara nasional.
3. Pengaturan dalam Qanun Aceh maupun Kabupaten/Kota yang banyak
diamanatkan dalam Undang-undang Pemerintahan Aceh merupakan wujud
konkret bagi terselenggaranya kewajiban konstitusional dalam pelaksanaan
pemerintahan tersebut.
4. Pengaturan perimbangan keuangan pusat dan daerah tercermin melalui
pemberian kewenangan untuk pemanfaatan sumber pendanaan yang ada.

5. Implementasi formal penegakan syariat Islam dengan asas personalitas keIslaman terhadap setiap orang yang berada di Aceh tanpa membedakan
kewarganegaraan, kedudukan, dan status dalam wilayah sesuai dengan
batas-batas daerah Provinsi Aceh.
4. Provinsi Papua dan Papua Barat
Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang diberi Otonomi Khusus dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi Khusus sendiri adalah
kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua, termasuk
provinsi-provinsi hasil pemekaran dari Provinsi Papua, untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan
hak-hak dasar masyarakat Papua. Otonomi ini diberikan oleh Negara Republik
Indonesia melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 (LN 2001 No. 135 TLN No
4151).
Hal-hal mendasar yang menjadi isi Undang-undang ini adalah:
1. Pengaturan kewenangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Provinsi Papua
serta penerapan kewenangan tersebut di Provinsi Papua yang dilakukan
dengan kekhususan.
2. Pengakuan dan penghormatan hak-hak dasar orang asli Papua serta
pemberdayaannya secara strategis dan mendasar.
3. Mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik yang berciri:
Partisipasi rakyat sebesar-besarnya dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan
pembangunan melalui keikutsertaan para wakil adat, agama, dan kaum
perempuan.
Pelaksanaan pembangunan yang diarahkan sebesar-besarnya untuk
memenuhi kebutuhan dasar penduduk asli Papua pada khususnya dan
penduduk Provinsi Papua pada umumnya dengan berpegang teguh pada
prinsip-prinsip

pelestarian

lingkungan,

pembangunan

berkelanjutan,

berkeadilan dan bermanfaat langsung bagi masyarakat.


Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang
transparan dan bertanggungjawab kepada masyarakat.

4. Pembagian wewenang, tugas, dan tanggung jawab yang tegas dan jelas antara
badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta Majelis Rakyat Papua sebagai
representasi kultural penduduk asli Papua yang diberikan kewenangan
tertentu.
Pemberian

Otonomi Khusus

bagi

Provinsi

Papua

dimaksudkan

untuk

mewujudkan keadilan, penegakan supremasi hukum, penghormatan terhadap HAM,


percepatan pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan
masyarakat Papua, dalam rangka kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan
provinsi lain. Otonomi khusus melalui UU 21/2001 menempatkan orang asli Papua
dan penduduk Papua pada umumnya sebagai subjek utama.
2.2 Otonomi Daerah Perlu Dilaksanakan Disetiap Daerah
Pokok pemikiran yang terkandung dalam penyelenggaraan otonomi daerah yang
diwujudkan

dengan

pembagian/pertimbangan

keuangan

pusat/daerah,

diselenggarakan juga dengan prinsip otonomi daerah yang dianut dalam Undangundang Nomor 35 Tahun 2004, yaitu penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan
dan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi
keanekaragaman daerah.
1. Aspek Demokrasi
Sebagaimana dijelaskan pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang menegaskan kembali pelaksanaan Otonomi Daerah.
Otonomi Daerah menurut UU ini diartikan sebagai kewenangan daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Syamsuddin (2007:97) dalam Desentralisasi & Otonomi Daerah,
otonomi daerah memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya bagi upaya
pemberdayaan masyarakat di daerah. Berbagai program dan proyek pembangunan
akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Oleh sebab itu
daerah diberi kebebasan dan peluang untuk mengatur dan menetapkan sendiri
program pembangunan yang akan dilaksanakannya sesuai dengan kondisi, kebutuhan,
dan

aspirasi

masyarakat

setempat.Rakyat

akan

membentuk

organisasi

10

pemerintahannya sendiri selaras dengan kondisi daerah setempat. Pemerintahan


daerah tersebut akan membuat dan menjalankan kebijakan daerah sesuai kehendak
masyarakatnya. Meskipun demikian, kebjakan daerah tersebut tidak boleh
bertentangan dengan perundang-undangan negara dan harus sesuai dengan bidang
kewenangan yang diserahkan oleh pemerintah pusat.
2. Aspek Keadilan
Pembangunan ekonomi harus memperhatikan keadilan dan keseimbangan
antardaerah. Oleh sebab itu, dengan adanya otonomi daerah dapat menciptakan upaya
dalam keadilan ekonomi. Dengan adanya aturan yang jelas dan adil diharapkan
perekonomian di daerah juga dapat tumbuh dengan baik, sehingga dapat membuka
lapangan-lapangan pekerjaan bagi putra-putri daerah, sebagaimana yang terjadi di
pusat.
3. Aspek Pemerataan
Perwujudan otonomi daerah dalam rangka pembangunan daerah diselenggarakan
sebagai usaha bersama harus merata di semua lapisan masyarakat, dimana setiap
warga berhak memperoleh kesempatan berperan dalam menikmati hasil-hasilnya
secara adil sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan darma baktinya yang diberikan
kepada bangsa dan negara.
4. Aspek Potensi Keanekaragaman Daerah
Pemerintah Daerah benar-benar mengakomodir dan menempatkan aspirasi
masyarakat sebagai acuan utama dalam rangka menggali dan memberdayakan potensi
serta keanekaragaman daerah dalam proses perencanaan pembangunan daerah, karena
yang lebih mengetahui perihal kondisi, karakteristik maupun kebutuhan suatu daerah
adalah masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Perbedaan budaya, geografi, dan
demografi di setiap daerah memberikan potensi keanekaragaman daerah.
2.3 Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sudah diselenggarakan lebih dari satu
dasawarsa. Otonomi daerah untuk pertama kalinya mulai diberlakukan di Indonesia
melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang
hingga saat ini telah mengalami beberapa kali perubahan. Pelaksanaan otonomi
daerah di Indonesia tersebut telah mengakibatkan perubahan dalam sistem

11

pemerintahan di Indonesia yang kemudian juga membawa pengaruh terhadap


kehidupan masyarakat di berbagai bidang.
Secara konseptual, pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dilandasi oleh tiga
tujuan utama yang meliputi tujuan politik, tujuan administratif dan tujuan ekonomi.
Hal yang ingin diwujudkan melalui tujuan politik dalam pelaksanaan otonomi daerah
diantaranya adalah upaya untuk mewujudkan demokratisasi politik melalui partai
politik dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Perwujudan tujuan administratif yang
ingin dicapai melalui pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya pembagian urusan
pemerintahan antara pusat dan daerah, termasuk sumber keuangan, serta
pembaharuan manajemen birokrasi pemerintahan di daerah. Sedangkan tujuan
ekonomi yang ingin dicapai dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah
terwujudnya

peningkatan

Indeks

pembangunan

manusia

sebagai

indikator

peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.


Dalam rangka mewujudkan tujuan pelaksanaan otonomi daerah, terdapat
beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan, antara lain : faktor manusia yang
meliputi kepala daerah beserta jajaran dan pegawai, seluruh anggota lembaga
legislatif dan partisipasi masyarakatnya. Faktor keuangan daerah, baik itu dana
perimbangan dan pendapatan asli daerah, yang akan mendukung pelaksanaan pogram
dan kegiatan pembangunan daerah. Faktor manajemen organisasi atau birokrasi yang
ditata secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan
pengembangan daerah.
2.3.1

Kewenangan Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah


Dalam susunan pemerintahan di negara kita ada Pemerintah Pusat, Pemerintah

Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, serta Pemerintahan Desa.


Masing-masing pemerintahan tersebut memiliki hubungan yang bersifat hierarkis.
Dalam UUD Negara Indonesia tahun 1945 ditegaskan, bahwa hubungan wewenang
antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau
antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah [pasal 18 A (1)]. Hubungan

12

keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan
secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang [pasal 18 A ayat (2)].
Berdasarkan kedua ayat tersebut dapat dijelaskan lebih spesifik , bahwa:
1
2

Antar susunan pemerintahan memiliki hubungan yang besifat hierarkis


Pengaturan hubungan pemerintahan tersebut memperhatikan kekhususan dan

keragaman daerah
Pengaturan hubungan sebagaimana disebutkan pasal 18A ayat (1) diatur lebih
lanjut dalam UU Republik Indonesia No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memiliki hubungan keuangan,

pelayanan umum, dan pemanfaatan sumber daya


Pengaturan hubungan sebagaimana disebutkan pasal 18 ayat (2) diatur lebih
lanjut dalam UU Republik Indonesia No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Kewenangan provinsi diatur dalam pasal 13 UU No. 32 Tahun 2004 dapat

diuraikan sebagai berikut:


1. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi meliputi:
a Perencanaan dan pengendalian pembangunan
b Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang
c Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
d Penyediaan sarana dan prasarana umum
e Penanganan bidang kesehatan
f Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial
g Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten / kota
h Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten / kota
i Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah termasuk lintas
kabupaten / kota
j Pengendalian lingkungan hidup
k Pelayanan pertahanan termasuk lintas kabupaten / kota
l Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil
m Pelayanan administrasi umum pemerintahan
n Pelayanan administrasi penanaman modal,termasuk lintas kabupaten / kota
o Penyeleggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan
oleh kabupaten / kota

13

Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundangundangan.

2. Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan


yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sesuai dengan kondisi kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Kewenangan kabupaten / kota diatur dalam pasal 14 yang dapat diuraikan sebagai
berikut:
a Perencanaan dan pengendalian pembangunan
b Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang
c Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat
d Penyediaan sarana dan prasarana umum
e Penanganan bidang kesehatan
f Penyelengggaraan pendidikan
g Penangulangan masalah social
h Pelayanan bidang ketenagakerjaan
i Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah
j Pengendalian lingkungan hidup
k Pelayanan pertahanan
l Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil
m Pelayanan administrasi umum pemerintahan
n Pelayanan administrasi penanaman modal
o Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya
Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan

2.3.2

Beberapa Contoh Kasus Penyalahgunaan Otonomi Daerah Oleh Elit


Lokal
Dalam kenyataannya, otonomi daerah yang dalam hakikatnya merupakan

suatu tujuan yang sangat baik bagi kemajuan bangsa ini, justru banyak sekali terjadi
penyalahgunaan dalam pelaksanaannya, tidak hanya di tingkat pemerintah pusat
melainkan di tingkat pemerintah daerah hingga unsur pelaksana lainnya dalam
pelaksanaan otonomi daerah ini. Walaupun pemerintah sering menyuarakan program
otonomi daerah ini di setiap sudut wilayah negara, namun pada kenyataannya
pembangunan masih belum merata di setiap daerah di Indonesia. Berbagai cara

14

dilakukan demi meratanya pembangunan dan kesejahteraan bangsa ini yang pada
kenyataannya mendapatkan hasil yang kurang memuaskan bahkan nihil. Lalu, apakah
ada yang salah dalam konteks otonomi daerah ini.
Pelaksanaan

otonomi

daerah

yang

disalahgunakan

mengakibatkan

kekecewaan masyarakat daerah setempat. Kekecewaan masyarakat Indonesia


terhadap ketidakpuasan pelaksanaan Otonomi Daerah rata-rata diwujudkan dalam
bentuk hal negatif. Beberapa contoh kasus adalah sebagai berikut:
1

Kekecewaan masyarakat Papua terhadap pelaksanaan Otonomi Daerah


yang tidak sesuai harapan.

Beberapa kasus muncul di Papua sebagai akibat kesalahan dalam pelaksanaan


Otonomi Daerah, antara lain kasus Freeport dan Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Kasus Freeport adalah kasus mengenai suatu perusahaan tambang yang sudah sekian
lama mengeruk kekayaan alam Papua, namun tidak berimbas baik bagi penduduk
pribumi Papau, justru kehadiran PT. Freeport merugikan penduduk pribumi.
Sedangkan kasus Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah kasus yang menginginkan
penduduk pribumi Papua untuk lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
membentuk negara sendiri.
Pada kasus freeport, pemerintah memberikan ijin kepada PT Freeport untuk
melakukan kegiatan pertambangan di daerah Papua. Pemberian ijin dalam melakukan
kegiatan pertambangan ini merupakan suatu bentuk kewenangan pemerintah daerah
dalam pelaksanaan Otonomi Daerah, guna membangun daerahnya. Dalam pemberian
ijin ini pemerintah pusat pun terlibat. Adanya suatu industri di suatu daerah harusnya
memberikan kemajuan bagi masyarakat sekitar, entah itu industri yang dijalankan
bangsa Indonesia itu sendiri maupun bangsa luar.
Sebagai akibat dari rasa ketidakpuasan atau kekecewaan mendapatkan
perilaku yang tidak adil, beberapa penduduk Papua menghendaki adanya negara baru,
Organisasi Papua Merdeka (OPM). Beberapa aksi gencar diluncurkan demi
mewujudkan keinginan memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Aksi yang sering mereka lakukan dalam menyampaikan aspirasinya adalah melalui

15

mengibarkan bendera bintang kejora di berbagai wilayah Papua. Namun pemerintah


Indonesia tidak tinggal diam menanggapi permasalahan ini. Aparat keamanan
dikerahkan untuk menjaga kesatuan negara Indonesia ini dan menindak tegas segala
oknum yang ikut campur dalam Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Sebab terjadinya berbagai konflik di Papua menurut Wakil Ketua Komisi I
DPR TB Hasanuddin ada 4 faktor, yakni Pertama, masih adanya perbedaan persepsi
masalah integrasi Papua dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menurut dia, pemerintah menganggap masalah Papua telah final sejak Penentuan
Pendapat Rakyat (Pepera) 1969. Kedua, adanya marjinalisasi terhadap penduduk asli
Papua.Ketiga, masih adanya pelanggaran HAM yang terus terjadi kendati memasuki
era reformasi. Keempat, masalah otonomi khusus (Otsus) yang dianggap masyarakat
Papua tak jalan.
2

Korupsi para Pejabat daerah

Otonomi daerah dibuat dengan tujuan agar daerah-daerah dapat mengelola


secara mandiri segala sumberdaya, keuangan, maupun sumber-sumber lain sebagai
pendapatan bagi daerah. Antusias yang tinggi untuk meningkatkan kemajuan
daerah terlihat dari banyaknya daerah-daerah yang meminta dimekarkan sehingga
terjadi pemekaran daerah besar-besaran di seluruh wilayah Indonesia. Yang menarik
dari proses mekarnya suatu daerah ini adalah menjamurnya praktik korupsi yang
dilakukan oleh oknum yang bernama pemimpin/petinggi di daerah. Banyak contoh
kasus yang dapat memperlihatkan hal ini. Beberapa contoh kasus korupsi yang
dilakukan pemimpin daerah dari Provinsi Sumatra.

Anda mungkin juga menyukai