Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN UMUM
2.1 Sejarah PT. Wijaya Karya Bitumen
Di belahan Bumi bagian timur terbentang Negara Republik Indonesia terdiri
dari beribu pulau yang tercipta dengan kekayaan alam nan beragam khususnya di
jazirah Tenggara Kepulau Sulawesi tepatnya di Pulau Buton terkarunia sumber daya
alam yang cukup banyak.
Pada tahun 1920 penduduk setempat menemukan batuan berwarna hitam
pekat, ringan dan melelehkan (Aspal), oleh kedatangan Belanda pada tahun 1922 Ir.
W C B Koolhoven mulai mengadakan penelitian di Pulau Buton, setahun kemudian
yaitu tahun 1923 penelitian tersebut dilanjutkan oleh Mijnbouwkunding seorang ahli
Geologish Onderzook Oost Celebes (Penelitian Geologi Tambang Sulawesi Timur)
mendapatkan endapan Aspal di bagian Selatan Pulau Buton tepatnya pada suatu jalur
dari teluk sampolawa sebelah selatan sampai ke teluk Lawele di bagian Utara yang
meliputi kawasan seluas + 70.000 Ha sampai dengan tahap ini penelitian tersebut
tidak lagi diteruskan.
Oleh A. Walker, atas izin Kesultanan Buton membuat kontrak eksplorasi dan
eksploitasi meliputi wilayah Waisiu, Kabungka, Wariti dan Lawele mengambil Aspal
Batu Buton (Asbuton) yang sebelumnya dinamakan Butas (Buton Aspal). Tahun
1926 A. Walker menyerahkan hak eksploitannya kepada MMB (Mijnbouw en Cultur
maattschapij Buton Belanda) selama 30 Tahun terhitung sejak tanggal 21 Oktober
1924 sampai dengan tanggal 21 Oktober 1954 dalam kurun waktu selama 30 tahun
itu ASBUTON tidak hanya di eksport ke beberapa negara Eropa tetapi dipakai juga
untuk permintaan pembuatan jalan di dalam Negeri karena berkwalitas sangat baik.
Tingkat produksi yang dicapai pada waktu itu masih sangat rendah oleh
karena peralatan yang digunkan untuk proses produksi sangat sederhana, alat angkut
yang sangat vital kala itu adalah Cabel Way yang saat itu masyarakat menyebutnya
Cabel Ban, rute angkutan alat angkut ini langsung dari Tambang Kabungka ke
daerah penimbunan Aspal (Stock pile) di Banabungi dan pengangkutan dari tambang

ke stasiun kabel ban dipergunakan lori dengan lokomotif dan proses produksi seperti
ini berlangsung hingga tahun 1954.
Sejak tahun 1954 MMB telah diambil alih oleh Pemerintah Republik
Indonesia menyerahkan pekerjaan pengambilan asbuton kepada kementerian
pekerjaan umum, jawatan jalan jalan dan jembatan dengan surat keputusan Menteri
Perekonomian tanggal 12 Oktober 1954 Nomor : 14.637/M dan Tanggal 15 Oktober
1955 Nomor: 13.840/M maka pada Tanggal 22 Oktober ditetapkan sebagai Hari Jadi
Perusahaan yang Mengelola Aspal Buton.
Pemerintah berusaha meningkatkan Produksi guna memenuh kebutuhan
Aspal dalam Negeri yang sangat mendesak, atas dasar ini Pemerintah melebur Butas
menjadi PN (Perusahaan Negara), periode butas berlangsung sampai dengan tahun
1960. Pada tanggal 12 Mei 1961 dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 195
Tentang Pendirian Perusahaan Aspal Negara.
Sejak masa PAN (Perusahaan Aspal Negara) Tahun 1961 menunjukan
kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat dan tingkat produktifitasnya
menunjukan angka kenaikan bila dibandingkan dengan Butas, peningkatan jumlah
produksi dan penjualan yang dicapai selama periode PAN berakhir sampai dengan
tahun 1984.
Pada tanggal 30 Januari 1984 dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 3
tentang pengalihan bentuk Perusahaan Aspal Negara menjadi Perusahaan Perseroan
(PT. Persero). Sejak saat itu Pemerintah mendirikan PT. Sarana karya (Persero)
berdasarka Akta Notaris Imas Fatimah, SH Nomor : 1 Tahun 1984 pada tanggal 1
September 1984 dengan Modal sebesar 10 Milyard.
Aspal Buton merupakan Aspal alam yang terdiri dari batuan yang
mengandung bitumen Aspal dan menurut penelitian Konsultan Bank Dunia kadar
bitumen rata-rata mencapai 10 40%. Deposit Aspal yang terdapat di Pulau Buton
dalam 3 (tiga) amatan meliputi kawasan Pasarwajo, Sampolawa dan Lasalimu dan
jumlah cadangan diperkirakan sekitar 400 Juta Ton.
Produksi tertinggi yang Pernah tercapai yaitu pada Tahun 1983 sebesar
533.000 ton dan pemakai Asbuton adalah Ditjen Binamarga hingga tahun 1985, akan
5

tetapi mulai tahun 1986 karena keterbatasan Dana pada APBN oleh Ditjen
Binamarga tidak melakukan pembelian sama sekali. Pemasaran Asbuton ke Instalasi
Daerah (Departemen Dalam Nageri) pada Tahun 1986 hanya mencapai 121.940 ton,
namun pada tahun berikutnya mengalami penurunan yang sangat drastis ini
disebabkan karena Dana Rupiah pada APBN juga dipergunakan sebagai Dana
Pendamping Bantuan Luar Negeri. Dengan menurunnya pemasaran Aspal Buton ini
maka pada Tahun 1987 di Kompleks Pelabuhan Banabungi bertumpuk Asbuton
sejumlah + 360.000 ton, dan sejak Tanggal 1 Agustus 1987 produksi dihentikan
sehingga mengakibatkan perampingan karyawan besar-besaran yang pada saat itu
jumlah karyawan mencapai 827 orang dirampingkan menjadi 343 orang.
Penghentian produksi ini bergemah di tingkat Nasional, para Menteri berdatangan,
demikian pula Pejabat DPA Anggota DPR RI dari berbagai Fraksi bahkan wapres h.
Umar wirahadikusuma Tanggal 14 November 1989 juga berkunjung ke Banabungi,
dan terakhir pada tanggal 10 September 1990 Bapak Presiden Suharto bersama
rombongan juga berkunjung ke Banabungi Pulau Buton.
Selama penghentian Produksi sebenarnya Aspal Buton masih digunakan terus
untuk konstruksi jalan terutama jalan jalan kabupaten, Propinsi Sulawesi Tenggara
dan berbagai propinsi lainnya sehingga Aspal yang bertumpuk

di Kompleks

Pelabuhan Banabungi dari Tahun 1987 berjumlah + 360.000 ton pada akhir Oktober
1990 berkurang hingga + 150.000 ton
Mulai Bulan November 1990 PT. Sarana Karya (Persero) mulai aktif
berproduksi kembali namun karena lama tidak berproduksi banyak kendala yang
dihadapi terutama peralatan banyak mengalami kerusakan. Dengan berproduksinya
kembali PT. Sarana Karya (Persero) olah departemen pekerjaan umum sebagai
pemakai utama Asbuton meminta agar kualitas produksinya ditingkatkan terutama
mengenai ukuran butiran dan kadar air, untuk ini Pemerintah akan memberikan
tambahan Dana untuk rehabilitasi peralatan produksi.
Sejak tahun 2003 Perusahaan membuka Tambang baru di Lawele yang masih
di produksi dalam bentuk curah, meskipun sejak tahun 1998 sudah banyak Investor
yang akan mengolah Aspal Lawele dengan cara di ekstraksi tapi kenyataannya
sampai saat ini belum ada yang terealisasi.

Untuk

meningkatkan

penjualan Asbuton, sejak

tahun 2006 sudah

dilakukan perintisan Expor ke Negara Cina yang diharapkan akan menjadi peluang
besar yang menjanjikan, dan Tahun 2011 terlaksanalah pemuatan Expor ke Negara
Cina tersebut yang mencapai + 200.000 ton / tahun dan hal ini masih berlanjut
hingga sekarang ini.
Walaupun sejak Tahun 2011 Perusahaan sudah mulai mengadakan penjualan
dan hasilnya dinilai cukup, namun upaya proses akuisisi yang di inginkan
Pemerintah Pusat tetap harus dilaksanakan dan akhirnya tepat pada Tanggal 30
Desember 2013 terjadi Peralihan Pemegang Saham oleh PT. Wijaya karya (Persero)
tbk terhadap PT. Sarana Karya (Persero) yang kemudian sejak saat itu status PT.
Sarana Karya berubah menjadi anak Perusahaan PT. Wijaya Karya (Persero) tbk.
2.2 Geologi Regional
Geologi regional daerah penelitian berdasarkan peta Geologi Lembar Pulau
Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara oleh Sikumbang, dkk tahun 1995 pada Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G), Bandung terdiri dari morfologi,
stratigrafi dan struktur geologi sebagai berikut:
2.2.1 Morfologi
Morfologi daerah penelitian sebagian besar terbentuk oleh batugamping,
konglomerat, batuan ultrabasa dan batuan pratersier lainnya dan membentuk daerah
perbukitan dengan kemiringan lereng antara 2050 dan pada beberapa tempat
mencapai 80. Pada beberapa tempat kenampakan morfologi batu gamping
membentuk ciri yang khas sebagai plateau. Ketinggian rata-rata didaerah
penyelidikan antara 100 m sampai 400 mdpl, pada daerah tertentu mencapai
ketinggian sampai 750 m dari permukaan laut.
Pola aliran sungai umumnya Sub Dendritik dengan Erosi sungai antara
stadium muda dan stadium dewasa. Kebanyakan sungai-sungai kecil didaerah
penyelidikan tidak berair, kemungkinan keringnya air sungai akibat kurangnya daya
serap tanah terhadap air akibat tidak adanya vegetasi yang dapat menyerap air hujan.
Atau akibat banyaknya aliran sungai bawah tanah dan membentuk rongga-rongga
atau gua-gua dalam tanah, sehingga terbentuk aliran sungai yang berada pada bawah
tanah.
7

2.2.2 Stratigrafi
Dengan mengacu pada Peta Geologi Lembar Buton , Sulawesi Tenggara,
maka di daerah selidikan terdapat 8 formasi batuan yang di urutkan dari formasi tua
ke muda.

Gambar 2.1 Peta Geologi Pulau Buton (Sikumbang,dkk. 1995)


8

a. Komplek Ultrabasa Kapontori


Merupakan komplek batuan malihan tertua, umur formasi ini sekitar Permo
Karbon. Batuannya terdiri atas peridotit, serpentinit dan gabro, setempat terbreksikan
dan tergeruskan. Penyebaran batuan komplek Ultra basa ini memanjang dengan arah
Timurlaut

Baratdaya. Dibagian Baratdaya Komplek Ultra basa Kapontori ini

muncul sebagai Horst dengan kontak tidak selaras terhadap beberapa formasi yang
lebih muda.
b. Formasi Winto
Formasi Winto terdiri atas perselingan serpih, batupasir, konglomerat, dan
sisipan batugamping berumur Trias Atas. Serpih biasanya berlapis tipis sampai
sedang, berwarna abu-abu sampai kecoklatan atau kehitaman, berbitumen, sering
bersisipan dengan batupasir halus sampai sedang dan batugamping tipis berwarna
putih. Terdapat sisa tumbuhan berwarna coklat sampai kehitaman, berlembar, sisipan
tipis batubara dijumpai hanya pada tempat tertentu berlapis dan dijumpai perlapisan
sejajar, silang siur dan gelembur gelombang.
c. Formasi Ogena
Formasi Ogena terdiri atas batugamping pelagos, bersisipan klastika halus
dan batugamping pasiran dan batupasir. Umur formasi Ogena diperkirakan Jura Atas
dan diendapkan dalam lingkungan laut dalam.. Batupasir umumnya berlapis,
berwarna abu-abu tua, padu, ukuran butir halus sangat halus, lanauan , gampingan ,
sering dijumpai struktur sedimen perlapisan sejajar.
d. Formasi Tobelo
Formasi Tobelo tersebar mengikuti pola umum perlipatan didaerah itu.
Litologi nya tersusun atas kasilitit, berlapis baik, kaya akan radilaria. Umur Formasi
diperkirakan antara KapurPaleosen dan terbentuk pada lingkungan pengendapan
Batial.
e. Anggota Batugamping Formasi Tondo
Tersusun atas batugamping, umumnya gamping terumbu dan juga kalkarenit.
Anggota batugamping ini merupakan bagian bawah dari Formasi Tondo. Kedudukan
stratigrafinya dengan Formasi Tondo menjari-jemari.
f. Formasi Tondo
9

Formasi Tondo tersusun atas konglomerat, batupasir kerikilan, perselingan


batu pasir, batulanau dan batulempung. Pada formasi Tondo ini seringkali dijumpai
rembesan aspal kepermukaan membentuk urat-urat aspal. Formasi Tondo diendapkan
dalam lingkungan pengendapan neritik hingga Batial Bawah pada Miosen Tengah
sampai Miosen Atas.
g. Formasi Sampolakosa
Litologi terutama terdiri atas batupasir gampingan-lempung gampingan.
Batupasir gampingan umumnya berukuran butir halus sampai sedang abu-abu sampai
abu-abu kehitaman, berlapis tebal sampai massif. Pada banyak tempat seperti di Desa
Wining terimpregnasi oleh aspal, mengandung bitumen,dan pada tempat-tempat
tertentu dijumpai rembesan aspal murni menembus sampai kepermukaan. Formasi
Sampolakosa diendapkan dalam lingkungan pengendapan neritik-batial pada Miosen
Atas sampai Pliosen Bawah.
h. Formasi Wapulaka
Formasi ini sebagian besar berupa batugamping, batugamping pasiran,
batupasir gampingan. Batugamping terutama sebagai gamping terumbu ganggang
atau koral, topografi batuan ini memperlihatkan undak-undak pantai purba dan
topografi karst.Diendapkan pada kala Plistosen.
2.2.3 Struktur Geologi
Struktur geologi yang terdapat didae rah penyelidikan berupa struktur lipatan
dan patahan. Sumbu lipatan umumnya Timurlaut Baratdaya. Struktur lipatan berupa
sinklin dan antilklin tersebut mempengaruhi hampir semua formasi yang ada
didaerah penyelidi kan terutama dibagian Tenggara daerah penye lidikan mulai dari
Utara sampai ke Selatan .
Patahan utama mempunyai arah TimurlautBaratdaya dan nampaknya
mengikuti arah memanjangnya tubuh batuan PraTersier dan Sumbu cekungan
Miosen Anjungan Buton-Tukangbesi. Patahan Utama ini umumnya berupa sesar naik
dan sesar normal. Salah satu patahan utama yang sangat penting ada lah sesar naik
Winto, sesar ini mengangkat Formasi Winto kepermukaan dan diperkirakan
berpotensi sebagai jalur rembesan minyak serta munculnya endapan aspal murni
kepermukaan, selain itu jalur sesar ini me munculkan beberapa mata air panas. Selain
10

patahan utama, terdapat juga patahanpatahan ikutan atau sekunder yang mempunyai
arah BaratlautTenggara dan UtaraSelatan. Patahan Utama dan sekunder didaerah
penyelidikan memotong hampir semua formasi batuan yang berumur Tersier dan Pra
Tersier.
2.2.4 Temuan Endapan Bitumen Padat
Batuan yang diduga mengandung bitumen padat terdapat pada Formasi
Winto, Formasi Ogena dan Formasi Sampolakosa. Selama penyelidikan berlangsung
ditemukan sebanyak 54 singkapan yang diduga merupakan singkapan batuan yang
mengandung bitumen.

11

Anda mungkin juga menyukai