Anda di halaman 1dari 26

GANGGUAN METABOLISME PADA HEWAN BESAR

Paper Mata Kuliah Patologi Komparatif Veteriner

Oleh
Khofifu Rizki
1302101010059
Mayanda Khoirini 1302101010075
Astri Wulandari
1302101010133
Mahfur Zurrahman 1302101010148
Nurul Asila
1302101010214

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2016

DIABETES MELLITUS PADA SAPI


PENDAHULUAN
Metabolisme berasal dari bahasa yunani yaitu metabole yang artinya
berubah. Metabolisme adalah proses pengolahan (pembentukan dan penguraian)
zat-zat yang diperlukan oleh tubuh agar tubuh dapat menjalankan fungsinya.
Metabolisme dibedakan menjadi 2 yaitu anabolisme dan katabolisme.
Anabolisme adalah peristiwa penyusunan senyawa kompleks (organik)
dari senyawa sederhana (anorganik) dengan bantuan energi dari luar seperti
cahaya (foton) atau pemecahan senyawa kimia (anorganik) serta metabolisme ini
bersifat

endotermis.

Contoh

anabolisme

adalah

fotosintesis.

Sedangkan

katabolisme adalah peristiwa pemecahan senyawa kompleks (organik) menjadi


senyawa sederhana (anorganik) yang akan membebaskan energi bersifat
eksotermis. Contoh katabolisme adalah fermentasi.
Gangguan metabolisme atau penyakit metabolik sistematik merupakan
segolongan penyakit yang berdasarkan gangguan metabolisme dan bersifat
sistemik. Gangguan metabolisme ini dapat menimbulkan kelebihan atau
kekurangan akan zat-zat yang bersangkutan atau menimbulkan metabolisme yang
abnormal. Gangguan metabolisme dibagi atas 3 golongan berhubungan dengan
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Gangguan metabolisme karbohidrat
antara lain adalah : pentosuria, fruktosuria, intoleransi fruktosa herediter,
glikogenosis, dan diabetes mellitus.
PENGERTIAN DIABETES MELITUS
Diabetes mellitus atau kencing manis adalah penyakit akibat gangguan
metabolisme karbohidrat yang disebabkan oleh jumlah insulin yang kurang atau
karena kerja insulin yang tidak optimal, sehingga insulin tidak bisa masuk ke
dalam sel dan hanya menumpuk di pembuluh darah (Suriani, 2012). Diabetes
mellitus (DM) adalah penyakit metabolik dimana hewan memiliki kadar gula
darah yang tinggi, baik karena tubuh tidak memproduksi cukup insulin, atau
karena sel tidak merespon insulin yang dihasilkan. Karena kekurangan insulin,
kadar gula dalam darah naik, sedangkan sel-sel tubuh tidak mendapatkan asupan
glukosa. Dalam keadaan ini glukosa akan dibuang melalui ginjal (kencing manis).

Jika ini berlangsung lama, hewan akan menjadi lemah dan menimbulkan kematian
karena kekurangan zat-zat makanan.
Di Indonesia kejadian penyakit DM pada hewan belum mendapat banyak
perhatian. Hal ini didukung dengan minimnya sumber data mengenai kejadian
penyakit ini dan kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan
hewan (Wardhana, 2010).
PENYEBAB
Penyebab diabetes yang utama adalah kurangnya produksi insulin (pada
tipe I DM) atau kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (tipe II DM).
Salah satu penyebab DM pada manusia dan hewan adalah sebagai akibat
gangguan dari metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.
Metabolisme karbohidrat dan DM adalah dua mata rantai yang tidak
dapat dipisahkan. Keterkaitan antara metabolisme karbohidrat dan DM dijelaskan
oleh keberadaan hormon insulin. Penderita DM mengalami kerusakan dalam
produksi maupun sistem kerja insulin, sedangkan insulin sangat dibutuhkan dalam
melakukan regulasi metabolisme karbohidrat. Akibatnya, penderita DM akan
mengalami gangguan pada metabolisme karbohidrat.
Fungsi utama dari metabolisme karbohidrat adalah untuk menghasilkan
energi dalam bentuk senyawa yang mengandung ikatan fosfat yang tinggi.
Kelainan

metabolisme

seringkali

disebabkan

oleh

kelainan

gen

yang

mengakibatkan hilangnya enzim tertentu yang diperlukan untuk merangsang suatu


proses metabolisme. Insulin berupa polipeptida yang dihasilkan oleh sel-sel beta
pankreas. Insulin terdiri atas dua rantai polipeptida (Granner, 2003). Insulin
disekresi sebagai respon atas meningkatnya konsentrasi glukosa dalam plasma
darah. Insulin merupakan enzim yang bertanggung jawab dalam metabolisme
karbohidrat di dalam tubuh manusia dan hewan.
Tipe I DM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) terjadi karena sel-sel
beta pada pankreas telah mengalami kerusakan, sehingga pankreas sangat sedikit
atau tidak sama sekali memproduksi insulin. Kerusakan sel beta pankreas dapat
disebabkan oleh adanya peradangan pada sel beta pankreas (insulitis). Insulitis
dapat disebabkan macam-macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie,
rubella, CMV (Cytomegalovirus), herpes, dan lain-lain. Hal ini mengakibatkan

tubuh sedikit memproduksi atau sama sekali tidak menghasilkan insulin, sehingga
penderita tipe I ini bergantung pada insulin dari luar, yaitu melalui
suntikan/injeksi insulin secara teratur agar pasien tetap sehat.
Tipe II DM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) atau DM yang
tidak tergantung pada insulin adalah DM yang paling sering dijumpai. Tipe II DM
terjadi karena kombinasi dari kecacatan dalam produksi insulin dan resistensi
terhadap insulin. Pankreas masih bisa menghasilkan insulin, tetapi kualitasnya
buruk, tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk memasukkan
glukosa ke dalam darah. Akibatnya, glukosa dalam darah meningkat. Pasien
biasanya tidak memerlukan tambahan suntikan insulin dalam pengobatannya,
tetapi memerlukan obat yang bekerja memperbaiki fungsi insulin dan menurunkan
kadar gula dalam darah.
Penyebab lain dari DM adalah usia (manusia atau hewan yang sudah tua
biasanya rentan terhadap DM), pola pakan dan kegemukan (obesitas), kurangnya
exercise (latihan), infeksi, dan lain-lain.
GEJALA
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah
yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa
akan dikeluarkan melalui air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan
membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang
hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan,
maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuria). Akibatnya,
maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum
(polidipsia). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, sehingga penderita
mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita
seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polfagia).
a. Poliuria (Sering Urinasi)
Poliuria pada DM menunjukkan bahwa tubuh tidak mampu untuk
memetabolisme karbohidrat dengan benar. Karbohidrat diubah menjadi
glukosa yang dikirim ke dalam darah untuk memberi makan sel-sel. Karena
kekurangan insulin, sel tubuh tidak dapat menerima glukosa, sehingga tetap
dalam darah yang menyebabkan hiperglikemia. Glukosa yang berlebihan

dalam darah terakumulasi di sana sampai ginjal melihatnya sebagai benda


ekskresi untuk disaring dan dibuang.
b. Polidipsia (Haus Meningkat)
Polidipsia merupakan tanda atau gejala yang menunjukkan kelainan
karena kurangnya insulin yang cukup, tubuh tidak mampu untuk
memetabolisme karbohidrat. Seperti tubuh buang cairan begitu banyak, akan
mengalami dehidrasi. Pertahanan alami untuk menggantikan cairan dengan
penghisapan cairan tuubuh berlebihan.
c. Polifagia (Lapar Meningkat)
Polifagia muncul karena baik pankreas tidak memproduksi insulin
(pada tipe I DM) atau tubuh telah menjadi tidak peka terhadap efek insulin
yang diprodukksi (tipe II DM). Dalam kedua kasus ini, yang terjadi adalah
bahwa gula (glukosa) dalam sistem metabolisme tidak sedang dibuat atau
tersedia untuk sel-sel tubuh yang nantinya akan menghasilkan energi.
Akibatnya, tubuh kelaparan. Untuk kompensasi, makan lebih diperlukan
dalam upaya untuk memberi makan sel-sel tubuh, maka asupan makanan
hampir tidak bisa dihindari lagi.
d. Berat Badan Turun
e. Penglihatan Kabur.
Pada komplikasi akut terlihat gejala seperti : hiperglikemia dan
ketoasidosis sindorma hiperosmolar non ketosis. Komplikasi diabetes yang terjadi
pada hewan jika tidak diobati dapat membahayakan. Ini termasuk pembentukan
katarak atau kehilangan penglihatan dan kerusakan saraf (Anonimous, 2010).
Hypoglikemia (gula darah rendah) dapat terjadi pada hewan sebagai
akibat yang terjadi pada hewan karena overdosis insulin. Gejala-gejala
hypoglikemia tersebut meliputi : kejang, gemetaran, lemah, acuh tak acuh,
ngantuk, gelisah, dan dapat terjadi koma. Ketika terjadi hypoglikemik pada hewan
peliharan, mereka tidak boleh ditinggalkan sendirian semalaman.
PATOGENESA
Di dalam saluran pencernaan makanan dipecah menjadi bahan dasar dari
makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino, dan
lemak menjadi asam lemak. Agar dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat
makanan itu harus masuk terlebih dahulu ke dalam sel agar dapat diolah. Di dalam

sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses metabolisme, yang hasil
akhirnya adalah timbulnya energi. Dalam proses metabolisme ini insulin
memegang peran yang sangat penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel,
untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Hidrat arang dalam
makanan diserap oleh usus halus dalam bentuk glukosa. Glukosa darah dalam
tubuh diubah menjadi glikogen hati dan otot oleh insulin. Sebaliknya, jika
glikogen hati maupun otot akan digunakan, dipecah lagi menjadi glukosa oleh
adrenalin. Jika kadar insulin darah berkurang, kadar glukosa darah akan melebihi
normal, menyebabkan terjadinya hiperglikemia.
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas dapat diibaratkan sebagai
anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk
kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolismekan menjadi tenaga. Bila insulin
tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, akibatnya glukosa akan
tetap berada di dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah
meningkat. Dalam keadaan ini tubuh akan menjadi lemah karena tidak ada sumber
energi di dalam sel.

BOVINE SPONGIOFORM ENCEPHALOPATHY


Pengertian
Bovine Spongioform Encephalopathy (BSE) adalah penyakit yang bersifat
progresif menyerang system syaraf pusat (central nervous system/CNS) pada sapi
dewasa. Penyakit ini juga dikenal sebagai penyakit sapi gila atau mad cow yang
pada umumnya umumnya menyerang pada sapi dewasa berumur 2 8 tahun dan
sapi perah jenis Frisien Holstein lebih peka terhadap penyakit ini.(Sani dan
Indraningsih.2006)
Etiologi
penyakit BSE disebabkan karena terserangnya sapi oleh agen scrapie-like
yang terbawa melalui protein pakan ternak berupa tepung tulang dan daging (meat
and bone meal /MBM). Namun terdapat variasi geografis (antara dataran tinggi

dan rendah) terhadap kejadian penyakit yang tidak konsisten dengan penggunaan
pakan ternak tersebut. Kemudian berkembang pendapat bahwa prion (PrP)
merupakan indikator utama dalam mendeteksi kejadian BSE. Prion (PrPc) adalah
prion protein isoform normal yang terdapat di dalam sel tubuh. PrP c yang dapat
berubah menjadi infeksius bila mengalami mutasi menjadi PrPsc maupun PrPres
pada hewan penderita spongioform encephalopathy. (Sani dan Indraningsih.2006)
Diagnosis
Encephalopathy adalah kelainan patologis pada jaringan otak yang
digambarkan berupa degenerasi dan nekrosis sistem syaraf pusat. Kelainan
encephalopathy merupakan salah satu kelainan patologis yang karakteristik pada
kasus penyakit BSE. Berbagai penyebab dapat menimbulkan kelainan
encephalopathy, antara lain keracunan organofosfat, milk fever, tanaman
beracun,chronic wasting disease, Kuru dan agen mikroorganisme seperti virus,
bakteri dan parasit. Sedangkan prion (PrPsc maupun PrPres) merupakan indikator
utama

untuk

menetapkan

diagnpsa

penyakit.Dari

beberapa

kelainan

encephalopathy, prion tersebut pernah terdeteksi dari hewan yang mengalami


keracunan organofosfat, chronic wasting disease, keracunan tanaman, milk fever,
penyakit Kuru dan CJD. (Sani dan Indraningsih.2006)
Gejala Umum

Nafsu makan tetap


Berat badan menurun
Produksi susu menurun

Gejala klinis
Gejala klinis umumnya berupa perubahan tingkah laku dan temperamen
berupa mudah terkejut, gugup dan ketakutan. Kemudian terjadi perubahan postur
tubuh dan gerakan, seperti ataksia kaki depan, tremor, mudah terjatuh, keluar air
liur yang terus menerus dan bentuk kepala yang abnormal. Hewan masih dapat
makan tetapi sangat cepat kehilangan berat badan dan menunjukan gejala kyposis.
Hewan yang terinfeksi akan terlihat sangat peka terhadap suara dan sentuhan,

menendang, gerakan berlebihan pada telinga dan menjilat hidung. Gejala ini akan
berakhir dengan inkoordinasi, paresis dan paralysis. (Sani dan Indraningsih.2006)

Patogenesa
Agen BSE ayang menyerang pusat syaraf menyebabkan degenerasi sel
syaraf, dan terbetuk vakuola-vakuola hingga terkesan seperti spons, selain
jaringan otak jaringan lain yang dicurigai yang terserang meliputi sum-sum tulang
belakang, tonsil, tymus, limpa dan usus, hingga jaringan tersebut dilarang untuk
tidak dikonsumsi terutama pada waktu kejadian BSE di Inggris. Dari pemeriksaan
pasca mati sakit yang dialami, yang sebelumnya memperlihatkan gejala klinis dan
pembuktian secara bioassay pada mencit. Terbukti bahwa agen infeksi hanya
ditemukan pada jaringan otak, sum-sum tulang belakang, belakang leher, ujung
sum-sum tulang belakang (cauda equine) dan retina (Subroto, 1991).

Patologi anatomi
Terjadi perubahan postur tubuh, keluar air liur berlebihan

Histopatologis
Tidak terdapat lesio yang spesifik untuk penyakit BSE. Kelainan
makroskopis seperti abrasi, laserasi dan kontusio pada otak merupakan perubahan
patologis sekunder akibat hewan terinfeksi mengalami inkoordinasi dan gangguan
syaraf lokomotor lainnya. Sebaliknya, lesio mikroskopis pada jaringan sistem
syaraf pusat merupakan kelainan yang sangat spesifik dan dianggap patognomonis
kelainan histopatologis ditandai dengan degenerasi pada grey matter batang otak
baik secara bilateral maupun simetris yang terdiri dari vakuolisasi dan
mikrokavitasi neuropil. Vakuolisasi neuronal perikarya dapat dijumpai pada
beberapa inti sel batang otak, khususnya pada bagian dorsal nucleus dari nervus

vagus, bentukan retikular dan nuclei vestibular. Gliosis kadang-kadang dapat


terlihat pada jaringan otak tersebut. (Sani dan Indraningsih.2006)
Tingkat kerusakan jaringan otak bervariasi diantara hewan dan bagian otak
yang diperiksa. Lesio pada penyakit BSE sering terjadi pada nucleus tractus yang
terpisah (soliter) dan tractus spinal dari syaraf trigeminus. Nuclei tersebut terdapat
dalam daerah obex dari medulla oblongata. Sehingga, obex menjadi lokasi pada
otak yang sangat penting untuk diagnosis histologis penyakit BSE. Cerebellar
pendiculus dan mesencephalon merupakan bagian penting lainnya dari otak untuk
melakukan

pengamatan

Indraningsih.2006)

histologis

terhadap

infeksi

BSE.

(Sani

dan

GANGGUAN METABOLISME LEMAK


1. Obesitas
Obesitas adalah suatu kondisi medis berupa kelebihan lemak tubuh yang
terakumulasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan dampak merugikan bagi
kesehatan, yang kemudian menurunkan harapan hidup dan/atau meningkatkan
masalah kesehata (Nikita 2012). Kegemukan pada hewan peliharaan sering

ditemukan di berbagai negara. Angka berat badan lebih dan kegemukan anjing di
Amerika Serikat berkisar antara 23% dan 41% dengan sekitar 5,1% anjing
mengalami kegemukan. Angka kegemukan pada kucing sedikit lebih tinggi, yaitu
6,4%. Di Australia, angka kegemukan anjing pada data dokter hewan adalah 7,6%.
Risiko kegemukan pada anjing dikaitkan dengan apakah pemiliknya mengalami
kegemukan atau tidak; namun, tidak ada korelasi yang serupa antara kucing dan
pemiliknya (Lund, ed all. 2006).
Obesitas atau over weight merupakan salah satu indikasi
ketidakseimbangan antara nutrisi yang diberikan dengan kebutuhan energi. Tidak
hanya pada manusia, obesitas pun dapat menjangkiti anjing dan kucing anda.
Anda mungkin akan senang ketika melihat anjing atau kucing anda berbadan
gemuk menggemaskan serta bermalasan dalam bergerak seperti garfield Anda
pun mungkin secara tidak sengaja memberikan makanan kesukaan anda kepada
kesayangan anda karena anda tidak tega melihat mereka begging. Namun tahukah
anda bahwa hal yang mungkin terlihat baik untuk kita akan membahayakan untuk
anjing dan kucing kita. Hewan dengan obesitas akan cenderung memiliki masa
hidup yang lebih pendek dibandingkan dengan hewan yang tidak obesitas (Nijland
ed all. 2009)
Etiologi
Kegemukan sangat sering disebabkan oleh kombinasi antara asupan energi
makanan yang berlebihan, kurangnya aktivitas fisik, dan kerentanan genetik,
meskipun sebagian kecil kasus terutama disebabkan oleh gen, gangguan endokrin,
obat-obatan atau penyakit psikiatri ( Baskoro, 2016).
Penyebab Obesitas pada anjing, antara lain :

Faktor genetik / Keturunan

Diet yang tidak tepat dan kurangnya olahraga yang cukup

Anjing yang baru pulih dari sakit atau cedera biasanya diperlukan untuk
tetap menetap / tidak bergerak dan hal ini juga beresiko untuk penambahan
berat badan

Gejala dari gangguan hormon seperti hypothyroidism atau sindrom


Cushing's

Gangguan kesehatan karena obesitas

Penyakit Jantung

Diabetes Mellitus

Hipertensi (tekanan darah tinggi)

Ortopedi cedera (seperti pecah atau keseleo ligamen patela)

Osteoartritis

Pernapasan gangguan

Berbagai bentuk kanker

Beberapa jenis anjing yang cenderung mengalami obesitas dibandingkan


jenis anjing lainnya adalah :

Anjing English Bulldog

Anjing Beagle

Anjing Tekel / Dachshund

Anjing Pug

Anjing Dalmatian

Anjing Cocker Spaniel

Patogenesa

Terjadi pada hipopituitarisme dan hipotiroidisme.


Kalori yg dibutuhkan menurun berat badan naik, meskipun diberi
makan tidak berlebihan

1. FELINE HEPATIC LIPIDOSIS


Feline Hepatic lipidosis adalah kolestasis umum yang berpotensi fatal
menyebabkan sindrom pada felidae domestik. Meskipun faktor predisposisi
seperti obesitas diakui namun tetap tidak sepenuhnya dipahami, jelas bahwa ada
ketidakseimbangan diakibatkan antara lemak perifer dimobilisasi ke hati,
penggunaan hati dari asam lemak (fatty acid) untuk energi, dan hati penyebaran
trigliserida (TG).
Patogenesa
Patogenesis Feline Hepatic Lipidosis masih belum ditemukn, sebagian
besar peneliti percaya bahwa beberapa faktor yang terkait yaitu metabolisme

protein dan lipid yang terlibat. mekanisme patofisiologi yang diusulkan mungkin
termasuk perubahan metabolik yang berhubungan dengan kondisi lapar, resistensi
insulin, obesitas, defisiensi protein dan asam amino kekurangan, L-carnitine,
pengurangan ketersediaan antioksidan, defisiensi vitamin B dan asam lemak
esensial.

Gejala klinis
Memiliki lesi hati, gejala patologi klinis didominasi kolestasis oleh
hepatocellular akumulasi TG, cairan elektrolit menipis, dan menyebabkan
anorexia. hematologi menunjukkan cytosispoikiloterm sel darah lengkap awal
hitung di 63% dari felidae tapi berkembang selama pengobatan Feline Lipidosis
Hati dan kecenderungan untuk pembentukan heinz body.

Vitamin D (Kalsiferol)
Vitamin D adalah grup vitamin yang larut dalam lemak prohormon, 2
bentuk utamanya adalah vitamin D2 atau ergokalsiferol dan vitamin D3 atau
kolekalsiferol. Vitamin D juga merujuk pada metabolit dan analogi lain dari
substansi ini. Vitamin D3 diproduksi di dalam kulit yang terpapar sinar matahari,
terutama radiasi ultraviolet B. Molekul aktif dari vitamin D, 1,25(OH)2D3
merupakan pemeran utama dalam metabolisme absorpsi kalsium ke dalam tulang,
fungsi otot, sekaligus sebagai immunomodulator yang berpengaruh terhadap
sistem kekebalan untuk melawan beberapa penyakit, termasuk diabetes dan
kanker. Sumber utama vitamin D adalah klit yang terpapar radiasi ultraviolet.
Vitamin D mencegah dan menyembuhkan rickets, yaitu penyakit dimana
tulang tidak mampu melakukan kalsifikasi. Vitamain D dapat dibentuk tubuh
dengan bantuan sinar matahari. Bila tubuh mendapat cukup sinar matahari
konsumsi vitamin D melalui makanan tidak dibutuhkan.karena dapat sintesis
ditubuh, vitamin D dapat dikatakan bukan vitamin, tapisuatu prohormon. Bila
tbuh tidak mendapat cukup sinar matahari, vitamin D perlu dipenuhi
melaluimakanan.
Mula-mula disangka hanya terdapat satu ikatan kimia dengan kegiatan
vitamin D, tetapi ternyata kemudian terdapat beberapa ikatan organik yang
mempunyai kegiatan vitamin D ini. Berbagai jenis vitamin D ini terdapat dari
hasil penyinaran beberapa jenis kolesterol dengan sinar ultraviolet antara lain:
1. Vitamin D1 terdapat pada penyinaran ergosterol dari bahan tumbuhan.
Kemudian ditemukan bahwa vitamin D1 adalah campuran dari dua jenis

vitamin, yang diberi nama Vitamin D2 dan vitamin D3, sedangkan struktur
molekuler vitamin D1 sendiri sebenarnya tidak ada.
2. Vitamin D3 didapat dari bahan hewani, 7-dehidrokolesterol, suatu minyak
yang terdapat dibawah kulit. Pada manusia pun vitamin D3 terbentuk di
bawah kulit dari 7-dehidrokolesterol tersebut dengan penyinaran ultraviolet
yang berasal dari sinar matahari vitamin D3 disebut juga kolekalsiferol.
3. Vitamin D yang dihasilkan dari penyinaran ergosterol kemudian diberi nama
vitamin D2 atau ergokalsiferol. Ergokalsiferol yang dilarutkan di dalam
minyak terdapat di pasaran dengan nama viosterol.
4. Ada lagi vitamin D4 yang berasal dari minyak nabati yang mengandung
22dehidrokolesterol, setelah disinari ultraviolet
Vitamin D berbentuk kristal putih yang tidak larut di dalam air, tetapi larut di
dalam minyak dan zat-zat pelarut lemak. Vitamin ini tahan terhadap panas dan
oksidasi. Penyinaran ultraviolet mula-mula menimbulkan aktivitas vitamin D,
tetapi bila terlalu kuat dan terlalu lama maka akan terjadi perusakan dari zat-zat
yang aktif tersebut.

Mrtabolisme Vitamin D

Vitamin D dimetabolisme menjadi metabolit aktif, kalsitriol di hati dan


ginjal. Kolekalsiferol, baik yang disintesis di kulit maupun dari makanan,
mengalami dua kali hidroksilasi untuk menghasilkan metabolit aktif, 1,25
dihidroksivitamin D ataun kalsitriol. Ergokalsiferol dari makanan yang diperkaya
mengalami hidroksilasi serupa untuk menghasilkan erkalsitriol. Di hati,
kolekalsiferol dihidroksilasi menjadi bentuk turunan 25-hidroksi, yaitu kalsidiol.
Senyawa ini dibebaskan ke sirkulasi dalam keadaan terikat pada globulin pengikat
vitamin D yang merupakan bentuk simpanan utama vitamin ini. Di ginjal,

kalsidiol

mengalami

1-hidroksilasi

untuk

menghasilkan

metabolit

aktif

1,25dihidroksi-citamin D (kalsitriol), atau 24-hidroksilasi untuk menghasilkan


metabolit yang mungkin inaktif, 24,25-dihidroksivitamin D (24-hidroksikalsidiol).
Metabolisme vitamin D juga mengatur dan diatur oleh homeostasis
kalsium. Kalsitriol bekerja untuk mengurangi sintesis dirinya sendiri dengan
menginduksi 24-hidroksilase dan menekan 1-hidroksilase di ginjal. Salah satu
fungsi vitamin D adalah mempertahankan konsentrasi kalsium plasma. Kalsitriol
mencapai hal inimelalu tiga cara, yaitu:
1. Senyawa ini meningkatkan penyerapan kalsium di usus.
2. Senyawa ini mengurangi ekskresi kalsium (dengan

merangsang

penyerapan di tubulus distal ginjal).


3. Senyawa ini memobilisasi mineral tulang.
Selain itu, kalsitriol berperan dalam sekresi insulin, sintesis dan sekresi
hormon paratiroid dan tiroid, inhibisi pembentukan interleukin oleh limfosit T
aktif dan imunoglobulin oleh limfosit B aktif, diferensiasi sel prekursor monosit,
dan modulasi proliferasi sel. Pada kebanyakan efek ini, vitamin D berfungsi
layaknya suatu hormon steroid, berikatan dengan reseptor di nukleus dan
meningkatkan ekspresi gen meskipun senyawa ini juga memiliki efek cepat pada
pengangkut kalsium di mukosa usus.

Defisiensi Vitamin D

Defisiensi vitamin D memberikan penyakit rakhitis (rickets) atau disebut


pula penyakit Inggris, karena mula-mula banyak terdapat dan dipelajari di Inggris.
Sebelum diketahui adanya vitamin sebagai zat gizi. Penyakit ini merupakan
problema gawat sekali di Inggris, tidak dapat dikenai cukup sinar matahari untuk
jangka waktu sangat panjang, karena lorong-lorong kota London, yang tidak
pernah terkena sinar matahari karena terlindung oleh bayangan gedung-gedung
yang tinggi.
Sementara frekuensi yang paling kekurangan vitamin rendah di Amerika
Serikat, terutama karena asupan makanan dan penggunaan multivitamin,
kekurangan vitamin D adalah umum. Prevalensi kekurangan vitamin D (35-60%)
jauh lebih tinggi dari vitamin lain antara Amerika. Frekuensi tinggi kekurangan
vitamin D berasal dari fakta bahwa kebanyakan vitamin D diproduksi secara alami
dari paparan kulit terhadap sinar matahari, dan paparan sinar matahari terbatas
untuk sebagian besar daerah di Amerika seperti di lintang utara. Selain itu, hanya
sejumlah kecil vitamin D berasal dari sumber makanan dan multivitamin. Vitamin
D memainkan peran penting dalam sejumlah fungsi tubuh termasuk penyerapan
kalsium, metabolisme tulang, fungsi kekebalan, fungsi otot, dan regulasi seluler,
dan defisiensi yang memiliki konsekuensi luas luas seperti hipokalsemia, keropos
tulang, dan kelemahan otot
Penyakit ini bersifat kronis terjadi pada hewan muda yang sedang
mengalami masa pertumbuhan, dicirikan dengan kalsifikasi tidak sempurna dari
tulang yang tumbuh yang menyebabkan abnormalitas tulang dan gangguan
kesehatan secara umum. Lesi esensialnya adalah kegagalan kalsifikasi sementara
dengan hypertrophic kartilogo secara persisten dan pembersaran epiphysis.

Faktor predisposisi:
1. Ukuran tubuh yang besar
Penyakit skeletas banyak terjadi pada anjing dengan ukuran tubuh yang
besar terkait dengan kurangnya asupan pakan yang mengandung vitamin D,
Ca dan P untuk skeletal pada masa pertumbuhan. Anjing dengan ukuran tubuh
besar membutuhan asupan ketiganya dalam jumlah yang lebih besar, namun
banyak pada kasus di lapangan mereka hanya mengonsumsinya sedikit.
2. Umur
Perkembangan penyakit skeletal rakhitis biasanya terjadi pada hewan yang
sedang mengalami pertumbuhan.
3. Breed
Biasanya yang menderita rakhitis adalah hewan dengan ukuruan tubuh
besar dari breed tertentu
4. Sex
Biasanya yang sering terkena skeletal disease adalah hewan jantan, namun
pada beberapa hewan lain lebih tinggi kejadiannya pada yang betina.
5. Pertumbuhan yang cepat
Untuk bertumbuh dengn cepat, maka membutuhkan nutrisis yang lebih
banyak, factor pentingnya adalah jumlah energy yang cukup.
6. Nutrisi

Ricktes terjadi karena defisiensi vitamin D, Ca. Asupan nutrisi yang


rendah vitamin D sedikit banyak memprngaruhi
7. Exercise
Exercise tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap kejadian
skeletal disorder. Dengan exercise, dapat membantu pertumbuhan tulang,
namun jika exercise diberi secara berlebihan dan terlalu berat maka dapat
menimbulkan kerusakan ligament, osteoarthritis.
Faktor yang menyebabkan kekurangan vitamin D
1. defisiensi pada pakan seperti susu, kuning telur dan lemak hewani.
2. Defisiensi sinar maahari karena anjing jarang dibawa keluar rumah.
3. Steatorrhea karena penyakit hepar dan pancreas.
Patogenesa Penyakit Rickets
Kekurangan vitamin D pada pakan akan peningkatan absorbs Ca di
intestinum lalu terjadi hipokalsemia dan hiperparathiroidisme sehingga mobilisasi
Ca dari tulang, peningkatan resorpsi phosphor dari ginjal menjadi phosphaturia
lalu Ca dan P tidak seimbang lagi mengakibatkan gangguan metabolisme tulang
dan mineralisasi sehingga tulang menjadi keropos, lemah.
Gangguan osifikasi endochondrial pada lempeng epifisial tulang panjang
ketika pembentukan matriks dan proliferasi sel kartilago berproses normal, kapiler
menyebar dari metafisis menuju ke daerah epifisis membentuk jaringan osteiod
dengan menggunakan protein sebagai penyusunnya dimana deposisi Ca dan P
terhambat/gagal terjadi akumulasi osteiod dan kartilago secara besar-besaran
berakibat radiolusensi garis epifisis menjadi tidak teratur dan terjadi pembesaran,

terlihat kebengkakan pada tulang extremitas mengakibatkan lapisan tebal dari


osteiod menuju metafisis dan epifisis terjadi pembesaran pada haversian canal
lalu adanya pembesaran globular terbentuk pada daerah tertentu seperti daerah
costocondral pada costae, sumsum tulang menunjukan derajat vascular dan
fibrosis yang rendah sehingga tulang menjadi lemah dan tipis, digunakan untuk
menyangga berat tubuh terjadi perubahan bentuk tulang dan kegagalan
pertumbuhan tubuh.
Pada hewan yang sedang mengalami pertumbuhan, endochondralossifikasi
terjadi ketika kartilago berproliferasi, dewasan menjadi hipertrofi dan akhirnya
degenerasi dan menjadi mineralisasi membentuk anyaman tulang. Pada kasus
rakhitis,

kondrosit

berproliferasi

namun

tidak

mengalami

pendewasaan/pematangan dan berdegenerasi dengan baik, sehingga kartilago


tertahan dan terakumulasi di tulang.
Patogenesis Rakhitis secara skematis:

Gejala Klinis Penyakit Rickets

a) Pertumbuhan terhambat
b) Pembengkakan/ pembesaran endi terutama bagian radius ulna bagian distal
c) Pembengkokan tulang (pada tulang panjang)
d) Nodule pada costochondral
e) Kekakuan sendi, hewan lemas, sering berbaring
f) Kelemahan otot
g) Kelainan pelvis yang dapt menyebabkan distokia
h) Gigi tidak tumbuh secara sempurna
i) Kondisi umum buruk

Diagnosis Penyakit Rickets

1. Anamnesa, meliputi pakan yang diberikan, exercise, sering dibawa keluar


rumah atau tidak (kaitan dengan penyinaran matahari)
2. Gejala klinis yang muncul

Gambar 2. Tulang ekstremitas yang bengkok


3. Pemeriksaan sample darah
Terjadi peningkatan Serum Alkaline Phosphate, Phosphor, sedangkan
kandungan Ca menurun (Merck, 2005). Kadar Alkaline Phospatase normal
pada anjing: 20-155 U/L, kadar Phosphor normal pada anjing: 2,8-6,1 mg/dl,
dan kadar Ca normal pada anjing: 9,8-11,7 mg/dl.
4. Pemeriksaan radiography
Densitas berkurang, pembesaran epiphyseal plate dan ephiphyseal line

Gambar 3. Hasil radiography pada penderita rakhitis

DAFTAR PUSTAKA
Carlton, W.W and M.Donald. 1995. Thomsons Special Veterinary Pathology. 2nd
edition. Mosby. USA.
Girindra, A. 1988. Biokimia Patologi Hewan. Bogor : PAU-IPB.
Granner, D.K. 2003. Hormon Pankreas dan Traktus Gastrointestinal. Dalam:
Murray, R.L., Granner, D.K., Mayes, P.A., dan Rodwell, V.W. Biokimia
Harper. Edisi 25. Jakarta: EGC, 582 593.
Harjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak.Surabaya : Airlangga
University Press.
Subronto. 2001. Ilmu Penyakit Ternak II. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Suriani, N. 2012. Gangguan Metabolisme Karbohidrat pada Diabetes Mellitus.
Malang : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Subroto, 1991. Ilmu penykit ternak. Gandjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sani,Yulvian dan Indraningsih. 2006. Kajian Encephalopathy Pada Ruminansia
Untuk Mengantisipasi Penyakit Bovine Spongioform Encephalopathy.
jurnal Balai Penelitian Veteriner Jl. R.E. Martadinata 30 Bogor 16114
Sani,Yulvian dan Indraningsih. 2006. Neuropatologi Keracunan Organofosfat
pada Sapi. jurnal Balai Penelitian Veteriner Jl. R.E. Martadinata 30
Bogor 16114
Wardhana, A. 2010. Pemberian Jintan Hitam (Nigella sativa) Sebagai Tindakan
Preventif Meningkatnya Kadar Glukosa Darah Tikus Putih (Rattus
Norvegicus)

yang

Diinjeksikan Aloksan.Artikel

Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.

Ilmiah.

Fakultas

Anda mungkin juga menyukai