Anda di halaman 1dari 37

KEPERAWATAN MATERNITAS 1

MAKALAH HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Agustinus Ola Rain


Diana Maharani K.W
Hariati
Ika Wahyu N
Inayatun Toyibbah
Kurniawan Nandrika
Rian Dwi S

Pembimbing:
Ifana Anugraheni, S.Kep.Ns., M.Kep.
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
2016

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi dan Klasifikasi
Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler
yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada
permulaan nifas. Akan tetapi yang kami bahas dalam makalah ini hanya
hipertensi yang timbul pada saat hamil. Golongan penyakit ini ditandai dengan
hipertensi dan kadang-kadang disertai proteinuria, oedema, convulsi, coma,
atau gejala-gejala lain.
Terdapat

beberapa

perbedaan

mengenai

klasifikasi

hipertensi pada hipertensi secara umum dengan hipertensi

dalam kehamilan. NHBPEP (National High Blood Pressure


Education Working Group Report on High Blood Pressure in
Pregnancy)

memiliki

klasifikasi

tersendiri

karena

pada

kehamilan, terjadi beberapa perubahan hemodinamik yang


mempengaruhi tekanan darah.
Tabel 2.1. Perbedaan Klasifikasi Kriteria Hipertensi Hamil dan
Tidak Hamil
Klasifikasi

JNC

(Tidak Klasifikasi

Hamil)
Normal:

NHBPEP

(Hamil)
Normal/acceptable

TDS 120 mmHg

kehamilan

TDD 80 mmHg

TDS 140 mmHg

pada

TDD 90 mmHg
Pre Hipertensi:
TDS 120 - 139 mmHg
TDD 80 - 89 mmHg
Hipertensi Stage 1:

Hipertensi Ringan:

TDS 120 mmHg

TDS 140 -150 mmHg

TDD 80 mmHg
Hipertensi Stage 2

TDD 90 - 109 mmHg


Hipertensi Berat

TDS 160 - 179 mmHg

TDS 160 mmHg

TDD 100 - 110 mmHg


Hipertensi Stage 3

TDD 110 mmHg

TDS 180 - 209 mmHg


TDD 110 - 119 mmHg
Hipertensi

dalam

kehamilan

memiliki

terminology

tersendiri. Disadur dari Report on the National High Blood


Pressure Education Program Working Group on High Blood
Pressure in Pregnancy (AJOG Vol 183 : S1, July 2000),
hipertensi dalam kehamilan meliputi:

1.

Hipertensi Gestasional
Didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg untuk
pertama kalinya pada kehamilan, tidak disertai dengan
proteinuria dan tekanan darah kembali normal < 12 minggu
pasca persalinan.
Hipertensi gestasional terjadi sekitar 6% dari total
kehamilan

dan

separuhnya

berkembang

menjadi

preeklamsia dengan ditemukannya proteinuri. Diagnosis


pasti sering dibuat di belakang, Jika tes laboratorium tetap
normal dan tekanan darah menurun pasca melahirkan,
maka

diagnosisnya

(sebelumnya

adalah

disebut

hipertensi

transcient

gestational

hypertension).

Wanita

dengan hipertensi gestational harus dianggap beresiko


terjadinya preeklamsia, yang dapat berkembangkan setiap
saat, termasuk minggu pertama pasca melahirkan. Sekitar
15% hingga 45% perempuan awalnya didiagnosis dengan
hipertensi gestational akan mengembangkan preeklamsia,
dan kemungkinan lebih besar pada pasien yang memiliki
riwayat preeklamsia sebelumnya, miscarriage, dan riwayat
hipertensi kehamilan sebelumnya (Davis et.al, 2007).
2.

Preeklamsi
Preeklampsia

adalah

sindrom

yang

memiliki

manifestasi klinis seperti new-onset hypertension pada saat


kehamilan (setelah usia kehamilan 20 minggu, tetapi
biasanya mendekati hari perkiraan lahir), berhubungan
dengan proteinuria: 1+ dipstick atau 300 mg dalam 24 jam
urin tampung. Sindrom ini terjadi pada 5 - 8 % dari seluruh
kehamilan. Pengobatan antihipertensi pada pasien ini bukan
ditujukkan

untuk

menyembuhkan

atau

memulihkan

preeklamsia. Preeklamsia dapat berkembangkan secara tiba-

tiba pada wanita muda, pada wanita yang sebelumnya


normotensive,

sehingga

perlu

pencegahan

gangguan

kardiovaskular dan serebrovaskular sebagai konsekuensi


dari berat dan cepat peningkatan tekanan darah,

hal ini

adalah tujuan utama manajemen klinis yang membutuhkan


kebijaksanaan penggunaan obat antihipertensi (Levine et.al,
2004).
3.

Eklampsi
Serangan konvulsi pada wanita dengan preeklampsia
yang tidak dapat dihubungkan dengan sebab lainnya
disebut eklamsi. Konvulsi terjadi secara general dan dapat
terlihat sebelum, selama, atau setelah melahirkan. Pada
studi terdahulu, sekitar 10% wanita eklamsi, terutama
nulipara, serangan tidak muncul hingga 48 jam setelah
postpartum. Setelah perawatan prenatal bertambah baik,
banyak kasus antepartum dan intrapartum sekarang dapat
dicegah, dan studi yang lebih baru melaporkan bahwa
seperempat serangan eklampsia terjadi di luar 48 jam
postpartum (Cunningham, 2005).

4.

Hipertensi

kronik

dengan

superimposed

preeklamsi
Timbulnya proteinuria 300 mg/ 24 jam pada wanita
hamil

yang

sudah

mengalami

hipertensi

sebelumnya.

Proteinuria hanya timbul setelah kehamilan 20 minggu.


5.

Hipertensi kronik (preexisting hypertention)


Ditemukannya

tekanan

darah

140/

90

mmHg,

sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan


tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan.
Wanita usia subur dengan hipertensi esensial stage I yang
tidak memiliki kerusakan organ target dan dalam kondisi

kesehatan yang baik memiliki prognosis yang baik dalam


kehamilan. Walaupun terdapat peningkatan resiko terjadi
superimposed preeclampsia, akan tetapi secara fisiologi
akan terjadi penurunan tekanan darah selama kehamilan
dan penurunan kebutuhan terhadap agen antihipertensi.
Capaian tatalaksananya adalah mempertahankan tekanan
darah

pada

level

yang

memiliki

resiko

gangguan

kardiovaskular dan serebrovaskular pada ibu yang minimal


(Abalos et.al, 2007).
Kadang-kadang, wanita dengan hypertensi kehamilan
akan tetap hipertensi setelah melahirkan. Pada pasien ini
kemungkinan besar memiliki hipertensi kronis yang sudah
ada

sebelumnya,

yang

tertutup/tak

tampak

di

awal

kehamilan oleh karena respon fisiologis dari kehamilan yakni


vasodilasi.

Kejadian

hipertensi

pada

periode

pasca

melahirkan dan waktu maksimum untuk normalisasi tekanan


darah belum diketahui. Pada umumnya, hipertensi > 140/90
mm Hg menetap lebih dari 3 bulan pasca melahirkan
didignosis sebagai hipertensi kronis.
B. ETIOLOGI
Hipertensi pada kehamilan jauh lebih besar kemungkinannya timbul pada
wanita yang :
1.
2.
3.
4.
5.

Terpajan ke vilus korion untuk pertama kali


Terpajan ke vilus korion dalam jumlah sangat besar, seperti pada
kehamilan kembar atau mola hidatiosa
Sudah mengidap penyakit vascular
Secara genetis rentan terhadap hipertensi yang timbul saat hamil

Penyebab Hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan


jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak benar.
Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah :

Teori kelainan vaskularisasi plasenta


Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks
sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras
sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi
dan

vasodilatasi.

Akibatnya,

arteri

spiralis

relative

mengalami

vasokontriksi, dan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis, sehingga


aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia
plasenta.

Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel


1) Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas.
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi
dalam kehamilan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis, dengan
akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia
dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas).
Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima electron atau
atom/molekul yang mempunyai electron yang tidak berpasangan. Salah
satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal
hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel
pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah
suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk
perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah, maka dulu
hipertensi dalam kehamian disebut toxaemia. Radikal hidroksil akan
merusak membrane sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak
jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak
membrane sel, juga akan merusak nucleus, dan protein sel endotel.
Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis,
selalu diimbangi dengan produksi anti oksidan..
2) Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar
oksidan,

khususnya

peroksida

lemak

meningkat,

sedangkan

antioksidan, missal vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan

menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak


yang relative tinggi. Perksidan lemak sebagai oksidan/radikal bebas
yang sangat toksis ini akan beredar diseuruh tubuh daam aliran darah
dan akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel lebih
mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya
langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap
oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
3) Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel
endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya
fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan
ini disebut disfungsi endotel.
Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi
HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat
invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar
jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan

terjadinaya reaksi inflamasi.


Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap
bahan-bahan vasopresor. Artinya daya refrakter pembuluh darah terhadap
bahan vasopresor hilang sehinggapembuluh darah menjadi sangat peka
terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipert ensi dalam kehamilan sudah
terjadi pada trimester I (pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan
yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan
pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai

prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.


Teori defisiensi gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi
berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian yang

penting yang pernah dilakukan di inggris ialah penelitian tentang pengaruh


diet pada preeklampsia beberapa waktu sebelum pecahnya Perang Dunia
ke II. Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan
perang menimbulkan kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan.
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termaksud

minyak hati halibut dapat mengurangi risiko preeclampsia.


Teori inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam
sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi.
Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar,
sehingga reaksi inflamasi juga msih dalam batas normal. Berbeda dengan
proses apoptosis pada preeklampsia, dimana ada preeklampsia terjadi
peningkatan stresoksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan
nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta,
misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stress
oksidatif kan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofobls juga
makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam
darah ibu menjadi juh lebih besar, dibanding reaksi inflamsi pada
kehamilan normal. Respons inflamasi ini akan mengaktifasi sel endotel,
dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi
reaksi

sistemik

inflamasi

yang

menimbulkan

gejala-gejala

pada

preeklampsia pada ibu


C. FAKTOR RESIKO
Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
yang dapat dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut.
1. Primigravida
2. Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes
3.
4.
5.
6.

mellitus, hisdrops fetalis, bayi besar


Umur yang ekstrim
Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia
Penyakitpenyakit ginjal dan hiperensi yang sudah ada sebelum hamil
Obesitas

D. PATOFISIOLOGI
Vasospasme adalah dasar patofisiologi hipertensi. Konsep ini yang pertama
kali dianjurkan oleh volhard (1918), didasarkan pada pengamatan langsung
pembulh-pembuluh darah halus dibawah kuku, fundus okuli dan konjungtiva
bulbar, serta dapat diperkirakan dari perubahan-perubahan histologis yang
tampak di berbagai organ yang terkena. Konstriksi vascular menyebabkan
resistensi terhadap aliran darah dan menjadi penyebab hipertensi arterial. Besar
kemungkinan bahwa vasospasme itu sendiri menimbulkan kerusakan pada
pembuluh darah.
Selain itu, angiotensin II menyebabkan sel endotel berkonstraksi.
Perubahan-perubahan ini mungkin menyebabkan kerusakan sel endotel dan
kebocoran di celah antara sel-sel endotel. Kebocoran ini menyebabkan
konstituen darah,termasuk trombosit dan fibrinogen, mengendap di subendotel.
Perubahan-perubahan vaskular ini, bersama dengan hipoksia jaringan di
sekitarnya,diperkirakan menyebabkan perdarahan, nekrosis, dan kerusakan
organ lain yang kadang-kadang dijumpai dalam hipertensi yang berat.
E. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis untuk Hipertensi ringan dalam kehamilan antara lain :
1.Tekanan darah diastolik < 100 mmHg
2.Proteinuria samar sampai +1
3.Peningkatan enzim hati minimal

Manifestasi klinis untuk Hipertensi berat dalam kehamilan antara lain:


1. Tekanan darah diastolik 110 mmHg atau lebih
2. Proteinuria + 2 persisten atau lebih
3. Nyeri kepala
4. Gangguan penglihatan
5. Nyeri abdomen atas
6. Oliguria
7. Kejang
8. Kreatinin meningkat
9. Trombositopenia
10. Peningkatan enzim hati
11. Pertumbuhan janin terhambat
12. Edema paru
F. DIAGNOSIS
Selain

pemantauan

tekanan

darah,

diperlukan

pemeriksaan laboratorium guna memantau perubahan dalam


hematologi,

ginjal,

dan

hati

yang

dapat

mempengaruhi

prognosis pasien dan janinnya. Pemeriksaan laboratorium yang


dianjurkan

untuk

memantau

kehamilan

adalah

memantau

hemokonsentrasi

pasien

hemoglobin

dan

yang

hipertensi

dalam

hematokrit

untuk

mendukung

diagnosis

hipertensi gestasional. Pemeriksaan enzim AST, ALT, dan LDH


untuk

mengetahui

keterlibatan

hati.

Urinalisis

untuk

mengetahui adanya proteinuria atau jumlah ekskresi protein


urin 24 jam. Kreatinin serum diperiksa untuk mengetahui
fungsi ginjal, yang umumnya pada kehamilan kreatinin serum
menurun. Asam urat perlu diperiksa karena kenaikan asam
urat biasanya dipakai sebagai tanda beratnya pre eklampsia.
Pemeriksaan EKG diperlukan pada hipertensi kronik. Seperti
juga pada kehamilan tanpa hipertensi, perlu pula dilakukan
pemeriksaan gula darah dan kultur urin (Suhardjono, 2007).
Diagnosis hipertensi dalam kehamilan berarti adalah
ditemukannya peningkatan tekanan darah pada pemeriksaan
vital sign. Standar pengukuran tekanan darah adalah sebagai

berikut. Tekanan darah sebaiknya diukur pada posisi duduk


dengan posisi cuff setinggi jantung. Adanya penekanan vena
kava inferior oleh uterus gravid pada posisi berbaring dapat
mengganggu pengukuran sehingga terjadi pengukuran yang
lebih rendah. Sebelum pengukuran, wanita hamil dianjurkan
untuk duduk tenang 5-10 menit (Gipson dan Carson, 2009).
Hipertensi didiagnosa apabila tekanan darah pada waktu
beristirahat 140/90 mmHg atau lebih besar, fase ke V Korotkof
digunakan untuk menentukan tekanan darah diastolik. Dahulu
telah dianjurkan agar peningkatan tambahan tekanan diastolik
15 mmHg atau sistolik 30 mmHg digunakan sebagai kriteria
diagnostik, bahkan apabila tekanan darah saat diukur di bawah
140/90 mmHg. Kriteria tersebut sekarang ini tidak lagi
dianjurkan karena bukti menunjukkan bahwa wanita tersebut
tidak memiliki kecenderungan untuk mengalami efek samping
merugikan saat kehamilan. Sebagai tambahan, tekanan darah
biasanya menurun pada trimester ke-II kehamilan dan tekanan
diastolik pada primigravida dengan kehamilan normotensi
kadang-kadang

naik

sebesar

15

mmHg.

Oedem

telah

ditinggalkan sebagai kriteria diagnostik karena hal tersebut


juga banyak terjadi pada wanita hamil yang normotensi.
Oedem dianggap patologis bila menyeluruh dan meliputi
tangan, muka, dan tungkai. Sebagai catatan, oedem tidak
selalu terdapat pada pasien preeklamsi maupun eklamsi
(Brooks, 2005).
Kriteria
rekomendasi

diagnosis
dari

The

hipertensi
Associety

dalam
of

kehamilan

Obstetrician

and

Gynaecologists of Canada (JOGC Vol 30 number 3, March 2008)


adalah: 1. Pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan di
rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan primer, 2.

10

Hipertensi dalam kehamilan didefinisikan sebagai tekanan


diastolic

>90

mmHg,

didapatkan

pada

minimal

kali

pemeriksaan pada lengan yang sama, 3.Wanita dengan sistolik


>140mmHg

harus

dipantau

untuk

mengawasi

adanya

perkembangan kea rah hipertensi diastolic, 4. Hipertensi berat,


didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 160 mmHg atau
tekanan darah diastolic 110mHg,5. Untuk hipertensi tidak
berat,

pemeriksaan

tekanan

darah

serial

harus

dicatat

sebelum menegakkan diagnosis hipertensi, 6. Pada hipertensi


berat, konfirmasi pemeriksaan ulang dilakukan setelah 15
menit
1. Hipertensi Gestasional
Kriteria Diagnosis pada hipertensi gestasional yaitu :

TD 140/90 mmHg yang timbul pertama kali selama


kehamilan.

Tidak ada proteinuria.

TD kembali normal < 12 minggu postpartum.

Diagnosis akhir baru bisa ditegakkan postpartum.

Mungkin ada gejala preeklampsia lain yang timbul,


contohnya nyeri epigastrium atau trombositopenia
(Cunningham, 2005).

2. Pre Eklamsia dan Eklampsia


Kriteria diagnosis pada preeklamsi terdiri dari :
Kriteria minimal, yaitu :

TD 140/90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu.

Proteinuria 300 mg/24 jam atau 1+ dipstick.

Kemungkinan terjadinya preeklamsi :

TD 160/110 mmHg.
11

Proteinuria 2.0 g/24 jam atau 2+ dipstick.

Kreatinin serum > 1.2 mg/dL kecuali sebelumnya


diketahui sudah meningkat.

Trombosit <100.000/mm3.

Hemolisis mikroangiopati (peningkatan LDH).

Peningkatan ALT atau AST.

Nyeri kepala persisten atau gangguan penglihatan atau


cerebral lain.

Nyeri epigastrium persisten. (Cunningham, 2005)


Beratnya

preeklamsi

dinilai

dari

frekuensi

dan

intensitas abnormalitas yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.


Semakin

banyak

ditemukan

penyimpangan

tersebut,

semakin besar kemungkinan harus dilakukan terminasi


kehamilan. Perbedaan antara preeklamsi ringan dan berat
sulit dibedakan karena preeklamsi yang tampak ringan
dapat berkembang dengan cepat menjadi berat.
Meskipun hipertensi merupakan syarat mutlak dalam
mendiagnosis preeklampsia, tetapi tekanan darah bukan
merupakan penentu absolut tingkat keparahan hipertensi
dalam kehamilan. Contohnya, pada wanita dewasa muda
mungkin
tekanan

terdapat
darah

proteinuria

135/85

mmHg,

+3

dan

kejang

sedangkan

dengan

kebanyakan

wanita dengan tekanan darah mencapai 180/120 mmHg


tidak mengalami kejang. Peningkatan tekanan darah yang
cepat dan diikuti dengan kejang biasanya didahului nyeri
kepala berat yang persisten atau gangguan visual.
Pada preeklamsia dapat terjadi komplikasi akibat
tekanan darah yang tinggi sehingga terjadi kejang. Kejang
terjadi tanpa adanya riwayat epilepsy dan bukan merupakan

12

proses intracranial. Keadaan ini dikenal sebagai keadaan


eklamsia.
Tabel 2.2. Gejala berat hipertensi dalam kehamilan
(Cunningham, 2005)
Abnormalitas
Tekanan

< 100 mmHg


Trace - 1+

110 mmHg
Persisten 2+

diastolik
Proteinuria
Sakit kepala
Nyeri perut

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Ada
Ada
Ada

bagian atas
Oliguria
Kejang

Tidak ada
Tidak ada

Ada
Ada

(eklamsi)
Serum

Normal

Meningkat

Kreatinin
Trombositope

Tidak ada

Ada

ni
Peningkatan

Minimal

Nyata

enzim hati
Hambatan

Tidak ada

Nyata

Tidak ada

Ada

darah

pertumbuhan
janin
Oedem paru

3. Superimposed Preeclampsia
Kriteria diagnosis Superimposed Preeclampsia adalah :

Proteinuria 300 mg/24 jam pada wanita dengan


hipertensi yang belum ada sebelum kehamilan 20
minggu.

Peningkatan tiba-tiba proteinuria atau tekanan darah


atau jumlah trombosit <100.000/mm3 pada wanita

13

dengan hipertensi atau proteinuria sebelum kehamilan


20 minggu (Brooks, 2005).
4. Hipertensi Kronis
Diagnosis hipertensi kronis yang mendasari dilakukan
apabila :

Hipertensi ( 140/90 mmHg) terbukti mendahului


kehamilan.

Hipertensi ( 140/90 mmHg) diketahui sebelum 20


minggu, kecuali bila ada penyakit trofoblastik.

Hipertensi berlangsung lama setelah kelahiran.


Hipertensi kronis dalam kehamilan sulit didiagnosis

apalagi wanita hamil tidak mengetahui tekanan darahnya


sebelum kehamilan. Pada beberapa kasus, hipertensi kronis
didiagnosis sebelum kehamilan usia 20 minggu, tetapi pada
beberapa wanita hamil, tekanan darah yang meningkat
sebelum usia kehamilan 20 minggu mungkin merupakan
tanda awal terjadinya preeklamsi.
Sebagian

dari

banyak

penyebab

hipertensi

yang

mendasari dan dialami selama kehamilan dicatat pada Tabel


2.2. Hipertensi esensial merupakan penyebab dari penyakit
vaskular pada > 90% wanita hamil. Selain itu, obesitas dan
diabetes adalah sebab umum lainnya. Pada beberapa
wanita, hipertensi berkembang sebagai konsekuensi dari
penyakit parenkim ginjal yang mendasari.Seperti:
1

Obesitas

.
2

Hipertensi esensial

.
3

Kelainan arterial :

Hipertensi renovaskular

Koartasi aorta

14

Gangguan-gangguan

Diabetes mellitus

endokrin :

Sindrom cushing
Aldosteronism primer
Pheochromocytoma
Thyrotoxicosis

Glomerulonephritis (akut dan

.
6

kronis)
Hipertensi renoprival :

Glomerulonephritis kronis

Ketidakcukupan ginjal kronis

Diabetic nephropathy
Lupus erythematosus

Penyakit jaringan konektif :

Systemic sclerosis
Periarteritis nodosa

Penyakit ginjal polikistik

.
9

Gagal ginjal

.
Pada

beberapa

wanita

dengan

hipertensi

kronis,

tekanan darah dapat meningkat sampai tingkat abnormal,


khususnya setelah 24 minggu. Jika disertai oleh proteinuria,
maka preeklamsi yang mendasarinya dapat didiagnosis.
Preeklamsi yang mendasari hipertensi kronis ini sering
berkembang lebih awal pada kehamilan daripada preeklamsi
murni, dan hal ini cenderung akan menjadi lebih berat dan
sering menyebabkan hambatan dalam pertumbuhan janin.
Indikator tentang beratnya hipertensi sudah diperlihatkan
pada Tabel 2.1 dan digunakan juga untuk menggolongkan
preeklamsi

yang

mendasari

(Cunningham, 2005).

15

hipertensi

kronis

tersebut

G. PENATALAKSANAAN
1. Deteksi prenatal dini
Waktu pemeriksaan pranatal dijadwalkan setiap 4 minggu sampai usia
kehamilan 28 mingg, kemudian setiap 2 minggu hingga usia kehamilan 36
minggu, setelah itu setiap minggu. Setiap wanita harus dievaluasi sebelum
konsepsi untuk menentukan kondisi tekanan darahnya. Jika terdapat
hipertensi, dapat ditentukan beratnya, sebab sekunder yang mungkin,
kerusakan target organ, dan rencana strategis penatalaksanaannya.
Kebanyakan wanita penderita hipertensi yang merencanakan kehamilan
harus menjalani skrining adanya faeokromositoma karena angka
morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi apabila keadaan ini tidak
terdiagnosa pada ante partum.
2. Penatalaksanaan di Rumah Sakit
Pada umumnya, frekuensi kunjungan antenatal menjadi sering pada
akhir trimester untuk menemukan awal preeklamsi. Wanita hamil dengan
tekanan darah yang tinggi (140/90 mmHg) akan dievaluasi di rumah sakit
sekitar 2-3 hari untuk menentukan beratnya hipertensi. Wanita hamil
dengan hipertensi yang berat akan dievaluasi secara ketat bahkan dapat
dilakukan terminasi kehamilan. Wanita hamil dengan penyakit yang ringan
dapat menjalani rawat jalan.
Pada wanita penderita hipertensi yang merencanakan kehamilan,
penting diketahui mengenai penggantian medikasi anti hipertensi yang
telah diketahui aman digunakan selama kehamilan, seperti metildopa atau
beta bloker. Penghambat ACE dan ARB jangan dilanjutkan sebelum
terjadinya konsepsi atau segera setelah kehamilan terjadi.
Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan pada wanita
dengan

hipertensi

berat,

terutama

apabila

terdapat

hipertensi yang persisten atau bertambah berat atau


munculnya

proteinuria.

Evaluasi

meliputi :

16

secara

sistematis

Pemeriksaan detil diikuti pemeriksaan harian terhadap


gejala klinis seperti sakit kepala, pandangan kabur, nyeri
epigastrium, dan penambahan berat badan secara cepat.

Penimbangan berat badan saat masuk rumah sakit dan


setiap hari setelahnya.

Analisis proteinuria saat masuk rumah sakit dan setiap 2


hari.

Pengukuran tekanan darah dengan posisi duduk setiap 4


jam kecuali saat pertengahan tengah malam dengan
pagi hari.

Pengukuran serum kreatinin, hematokrit, trombosit, dan


serum enzim hati, frekuensi pemeriksaan tergantung
beratnya penyakit.

Evaluasi berkala tentang ukuran janin dan cairan amnion


secara klinis dan dengan menggunakan ultrasonografi
(Brooks, 2004).
Selain itu, pasien juga dianjurkan mengurangi aktivitas

sehari-harinya yang berlebihan. Tirah baring total tidak


diperlukan, begitu pula dengan pemberian sedatif. Diet
harus mengandung protein dan kalori dalam jumlah yang
cukup. Pembatasan garam tidak diperlukan asal tidak
berlebihan (Cunningham, 2005).
3. Terminasi Kehamilan
Pada hipertensi sedang atau berat yang tidak membaik setelah rawat inap
biasanya dianjurkan pelahiran janin demi kesejahteraan ibu dan janin.
Persalinan sebaiknya diinduksi dengan oksitosin intravena. Apabila
tampaknya induksi persalinan hampir pasti gagal atau upaya induksi gagal,
diindikasikan seksio sesaria untuk kasus-kasus yang lebih parah
4. Terapi Obat Hipertensi
a. Pengobatan Hipertensi Kronis
Wanita dengan hipertensi tingkat I memiliki risiko
rendah

untuk

komplikasi
17

kardiovaskular

selama

kehamilan dan hanya menjalani terapi perubahan gaya


hidup karena tidak ada bukti bahwa terapi farmakologis
meningkatkan prognosis neonatal. Lebih lanjut lagi,
tekanan darah biasanya menurun pada awal kehamilan,
disamping itu hipertensi mudah di kontrol dengan atau
tanpa medikasi. Modifikasi gaya hidup, latihan aerobik
ringan

harus

dibatasi

berdasarkan

teori

yang

menyatakan bahwa aliran darah plasenta yang inadekuat


dapat meningkatkan risiko preeklampsia. Walaupun data
pada

wanita

hamil

bervariasi,

banyak

ahli

yang

merekomendasikan restriksi intake garam sebesar 2,4


gram. Penggunaan alkohol dan rokok harus dihentikan
(Gibson dan Carson, 2007).
Wanita

hamil

dengan

hipertensi

kronis

harus

dievaluasi sebelum kehamilan sehingga obat-obat yang


memiliki efek berbahaya terhadap janin dapat diganti
dengan obat lain seperti metildopa dan labetalol. Metil
dopa merupakan obat anti hipertensi yang umum
digunakan dan tetap menjadi obat pilihan karena tingkat
keamanan dan efektivitasnya yang baik. Banyak wanita
yang diterapi dengan diuretika, akan tetapi apakah
terapi diuretik dilanjutkan selama kehamilan masih
menjadi bahan perdebatan. Terapi diuretik berguna pada
wanita dengan hipertensi sensitif garam atau disfungsi
diastolik ventrikel. Akan tetapi diuretik harus dihentikan
apabila

terjadi

pertumbuhan

preeklamsi

janin

terhambat.

atau

tanda-tanda

Keputusan

untuk

memulai terapi anti hipertensi pada hipertensi kronis


tergantung

dari

beratnya

hipertensi,

ada

tidaknya

penyakit kardiovaskular yang mendasari, dan potensi

18

kerusakan target organ. Obat lini pertama yang biasanya


dipergunakan adalah metil dopa. Bila terdapat kontra
indikasi (menginduksi kerusakan hepar) maka obat lain
seperti

nifedipin

atau

labetalol

dapat

digunakan

(Cunningham, 2005).
Tabel 2.3. Pilihan obat pada hipertensi gestasional dan
hipertensi kronis dalam kehamilan
Obat (resiko
FDA)
Agen

Dosis

Keterangan

yang 0.5-

umum

3.0 Pilihan

gram/hari

obat

NHBEP,

berdasar

tercatat

aman

diberikan:
Methyldopa
Lini kedua
Labetalol

pada trimester awal


200-1200

Nifedipin

mg/hari
fetal growth restriction
30-120 mg/hari Dapat
menghambat

Dapat

dengan
preparat

persalinan
lepas efek

lambat
Hydralazin

dengan

dan

memiliki

sinergis

dengan

MgSO4 untuk menurunkan

tekanan darah
20-300 mg/hari Dapat digunakan bersama
dibagi dalam 2- agen
4

-Blocker

dikaitkan

dapat

dosis menyebabkan

pemberian
Tergantung
pada

simpatolitik,

trombositopenia neonates
Menurunkan tekanan darah

agen uretroplasenta,

yang dipilih

menyebabkan

stress

hipoksia

janin,

resiko

restriction

pada

growth
trimester
dosis

I-II
terlalu

(atenolol),
tinggi

menyebabkan hipoglikemi
neonates

19

Hidrochlortiazid

12.5

25 Menyebabkan

mg/hari

gangguan

elektrolit, dapat digunakan


sebagai kombinasi dengan
metildopa dan vasodilator
untuk mengurangi retensi

Kontraindikasi

cairan.
Menyebabkan fetal death,

ACE-inhibitor

gangguan

dan ARB tipe I

fetophaty,

jantung,

oligohidramnion,

growth

restriction, renal agenesis


dan neonatal anuric renal
failure

Tidak ada agen antihipertensi yang aman digunakan


pada trimester pertama. Terapi dengan obat diindikasikan
pada hipertensi kronis tanpa komplikasi dan saat tekanan
diastolic 100mmHg. Tatalaksana dengan dosis yang lebih
rendah diberikan pada pasien dengan diabetes mellitus,
gagal ginjal, atau kerusakan organ target.
b. Pilihan obat antihipertensi pada Preeklampsia dan
Eklamsia
Prinsip
dengan

pengobatan

preeklamsia

mencegah

dan

hipertensi

mempertahankan
memiliki

antihipertensi

resiko

eklamsia

meningkat

tekanan

darah

terendah

pada

pasien

adalah

untuk

secara
pada

progresif,
level

terhadap

yang

gangguan

kardiovaskular dan serebrovaskular pada ibu (Abalos


et.al, 2007). Pada keadaan hipertensi yang berat dalam
kehamilan,

didefinisikan

sebagai

tekanan

darah

>

160/110mmHg, keadaan ini membutuhkan pengobatan


karena pada keadaan ini terjadi peningkatan resiko
terjadinya perdarahaan cerebral, terapi pada keadaan ini

20

untuk

mencegah

kematian

ibu.

Target

pengobatan

terhadap kedaruratan hipertensi berat dalam kehamilan


adalah

penurunan

tekanan

diastolic

menjadi

90-

100mmHg.
Tabel 2.4 Pilihan obat dalam control kedaruratan pada
Hipertensi Berat dalam kehamilan
Obat

(resiko Dosis

FDA)
Labetalol

dan Keterangan

pemberian
10-20
mg

IV, Insidensi

hipotensi

dilanjutkan 20-80 mg maternal lebih rendah


setiap

20-30

Maksimal

menit. dan

efek

samping,

300mg, penggunaan labetalol

dengan

infuse saat ini menggantikan

kecepatan

1- hydralazin,

2mg/menit

tidak

diperbolehkan

pada

wanita dengan asma


Hydralazin

mg,

IV

atau

IM,

dan CHF.
Merupakan

dilanjutkan 5-10 mb obat


tiap

20-40

Evaluasi

pilihan

dari

NHBEP,

menit. telah lama diketahui


tekanan keamanan

dan

darah setiap 3 jam. efikasinya


Kecepatan infuse 0.510mg/jam, bila tidak
berhasil

diturunkan

dengan 20 mg IV atau
30mg IM, diganti obat
Nifedipin

lain
Hanya direkomendasi Lebih
dengan

tablet, preparat

diberikan
per

10-30mg acting,

oral,

disarankan
yang
akan

long
tetapi

diulang pada bidang obstetric

setiap 45 menit bila lebih banyak disukai


perlu

preparat short acting

21

Diazoxide

30-50mg IV setiap 5- Jarang


15 menit

digunakan,

menyebabkan
berhentinya
persalinan,
hiperglikemia
0.25-5 Dapat menyebabkan

Kontraindikasi

Drip

relatif

ug/kgBB/menit

keracunan

nitroprusid

sianoda

bila digunakan >4 jam

Pada keadaan hipertensi ensefalopati, perdarahan, atau


eklamsia membutuhkan terapi antihipertensi parenteral
untuk

menurunkan

dengan

mean

arterial

preeklamsia,perlu

pressure.

Wanita

pertimbangan

dalam

memberikan terapi hipertensi berat yang akut. Diberikan


dosis yang lebih rendah karena pada pasien ini terjadi
deplesi volume intravascular dan meningkatnya resiko
terjadi hipotensi.
c. Pengelolaan hipertensi pasca melahirkan
Pada

masa

sebelumnya

post

partum,

normotensive

wanita

mengalami

hamil

yang

peningkatan

tekanan darah, maksimum pada hari kelima post partum,


dan pada 1 penelitian 12% pasien mencapai tekanan
diastolik yang melebihi 100 mmHg. Hal ini diduga
konsekuensi

dari

ekspansi

volume

fisiologis

dan

pergerakan cairan pada periode post partum. Periode


pemulihan

tekanan

darah

secara

alamiah

dalam

hipertensi gestational dan preeklamsia tidak diketahui.


Tidak

ada

literature

yang

pasti

mengenai

obat

antihipertensi pada periode post partum. Tan dan de


Swiet

(2002)

antihipertensi

menyarankan
diberikan

22

jika

bahwa
tekanan

obat-obatan
darah

sistolik

melebihi 150 mmHg atau

tekanan darah diastolic

melebihi 100 mmHg dalam 4 hari pertama periode post


partum. Pilihan agen antihipertensi pada periode post
partum dipengaruhi juga dengan keadaan menyusui,
tetapi pada umumnya agen yang digunakan dalam
periode antepartum dilanjutkan hingga post partum
(tabel 2.3). Medikasi dihentikan ketika tekanan darah
berangsur normal. Hal ini dapat terjadi dalam hari
bahkan hingga beberapa minggu pasca melahirkan
(Beardmore dan Morris, 2002).
Dalam suatu kasus wanita dengan preeklamsia
berat, tampak beberapa manfaat pemberian diuresik
furosemide pada periode pasca melahirkan, khususnya
untuk pasien dengan hipertensi disertai gejala edema
paru dan edema perifer.
d. Penggunaan antihipertensi masa menyusui
Belum ada penelitian yang dirancang dengan baik
untuk menilai efek neonatal dari obat antihipertensi yang
dikonsumsi ibu dan kemudian dikeluarkan melalui ASI.
Pengaruh

obat

yang

ditelan

oleh

bayi

menyusu

tergantung pada volume yang ditelan, interval antara


minum obat dan menyusui, oral bioavailability, dan
kapasitas bayi untuk mengekskresi obat. Neonatus yang
terpapar methyldopa saat menyusu masih dalam batas
aman dan biasanya kemungkinannya kecil (tabel 2.5).
Atenolol dan metoprolol yang terkonsentrasi di ASI,
dapat mencapai konsentrasi yang memiliki efek terhadap
bayi. Sebaliknya, paparan labetalol dan propranolol
konsentrasinya rendah. Meskipun konsentrasi diuretik
dalam susu rendah dan dianggap aman, agen ini dapat

23

secara signifikan mengurangi produksi susu. Terdapat


laporan bahwa Calsium channel blocker dapat masuk ke
dalam air susu ibu, akan tetapi tanpa efek samping.
Terdapat cukup data yang memaparkan keamanan 2
obat dari golongan ACEinhibitor, yakni captopril dan
enalapril; konsentrasi captopril adalah 1% dari yang
ditemukan

dalam

darah,

dengan

konsentrasi

yang

diterima bayi 0.03% dari dosis reguler (Shannon et.al,


2000). Kadar enalapril tidak signifikan berada di ASI,
berdasarkan

penelitian

ini,

American

Academy

of

Pediatrics menganggap obat ini dapat diterima pada


masa

menyusui.

Saat

ini

tidak

cukup

data

pada

penelitian terhadap angiotensin II receptor blocker;


variasi kadar obat dalam ASI hewan coba sangat tinggi
dan sebagai rekomendasi keamanan, obat jenis ini tidak
diberikan (Tiina dan Phyllis, 2008).
Tabel 2.5. Pengobatan antihipertensi ibu yang dapat
digunakan saat masa menyusui
Captopril

Minoxidil

Diltiazem

Nadolol

Enalapril

Nifedipine

Hydralazine

Oxprenolol

Hydrochlorothiazide

Propranolol

Labetalol

Spironolactone

Methyldopa

Timolol

Verapamil
Diuretik (furosemid, hidrochlortiazid, dan spironolacton)
dapat

menurunkan

produksi

ASI.

Metroprolol

dapat

digunakan pada masa menyusui meskipun terkonsentrasi


dalamASI. Acebutolol dan atenolol tidak boleh digunakan.

24

5. Penundaan pelahiran pada hipertensi berat


Wanita dengan hiperetensi berat biasanya harus segera menjalani
pelahiran. Pada tahun-tahun terakhir, berbagai penelitian diseluruh dunia
menganjurkan pendekatan yang berbeda dalam penatalaksanaan wanita
dengan hiperetensi berat yang jauh dari aterm. Pendekatan ini
menganjurkan penatalaksanaan konservatif atau menunggu terhadap
kelompok tertentu wanita dengan tujuan memperbaiki prognosis janin
tanpa mengurangi keselamatan ibu.

H. KOMPLIKASI
1. Perubahan Kardiovaskuler
Perubahan ini pada dasarnya berkaitan dengan meningkatnya afterload
jantung

akibat

hipertensi,

preload

jantung

yang

secara

nyata

dipengaruhioleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan.


2. Perubahan hematologis
3. Gangguan fungsi ginjal
4. Edema paru
Prognosis selalu dipengaruhi oleh komplikasi yang menyertai penyakit
tersebut. Prognosis untuk hipertensi dalam kehamilan selalu serius.
Penyakit ini adalah penyakit paling berbahaya yang dapat mengenai
wanita hamil dan janinnya. Angka kematian ibu akibat hipertensi ini telah
menurun selama 3 dekade terakhir ini dari 5% -10% menadi kurang dari
3% kasus.
I. GAMBAR

25

Gambar 1: Tanda gejala

Gambar 2: Keadaan pembuluh


darah pada ibu hamil dengan PE

Preeklampsi-eklampsi

Gambar 3: Edema pada HDK

Gambar 4: Kondisi
plasenta pada
preeklampsia

26

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN
Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik yaitu
proses keperawatan. Proses keperawatan dipakai untuk membantu perawat dalam
melakukan praktek keperawatan secara sistematis dalam mengatasi masalah
keperawatan yang ada (Budianna Keliat, 1994, 2 ).
Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan
hubungan kerja sama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai
tingkat kesehatan yang optimal ( Carpenito, 2000, 2 ).
2.1 PENGKAJIAN
Pengumpulan data. Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
a. Identitas pasien
Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insiden lebih tiga
kali lipat. Pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun dapat terjadi
hipertensi laten. Meskipun proporsi kehamilan dengan hipertensi
kehamilan di Amerika Serikat pada dasawarsa yang lalu meningkat

27

hampir

sepertiga.

Peningkatan

ini

sebagian

diakibatkan

oleh

peningkatan jumlah ibu yang lebih tua dan kelahiran kembar. Sebagai
contoh, pada tahun 1998 tingkat kelahiran di kalangan wanita usia 3044 dan jumlah kelahiran untuk wanita usia 45 dan lebih tua berada pada
tingkat tertinggi dalam 3 dekade, menurut National Center for Health
Statistics. Lebih jauh lagi, antara 1980 dan 1998, tingkat kelahiran
kembar meningkat sekitar 50 persen secara keseluruhan dan 1.000
persen di kalangan wanita usia 45-49; tingkat triplet dan orde yang
lebih tinggi kelahiran kembar melompat lebih dari 400 persen secara
keseluruhan, dan 1.000 persen di kalangan wanita di mereka 40-an.
b. Keluhan utama
Pasien dengan hipertensi pada kehamilan didapatkan keluhan berupa
seperti sakit kepala terutama area kuduk bahkan mata dapat berkunangkunang, pandangan mata kabur, proteinuria (protein dalam urin), peka
terhadap cahaya, nyeri ulu hati.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien jantung hipertensi dalam kehamilan, biasanya akan diawali
dengan tanda-tanda mudah letih, nyeri kepala (tidak hilang dengan
analgesik biasa ), diplopia, nyeri abdomen atas (epigastrium), oliguria
(<400 ml/ 24 jam)serta nokturia dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan
apakah klien menderita diabetes, penyakit ginjal, rheumatoid arthritis,
lupus atau skleroderma, perlu ditanyakan juga mulai kapan keluhan itu
muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
d. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti
kronis hipertensi (tekanan darah tinggi sebelum hamil), Obesitas,
ansietas, angina, dispnea, ortopnea, hematuria, nokturia dan sebagainya.
Ibu beresiko dua kali lebih besar bila hamil dari pasangan yang
sebelumnya menjadi bapak dari satu kehamilan yang menderita

28

penyakit ini. Pasangan suami baru mengembalikan resiko ibu sama


seperti

primigravida.

Hal

ini

diperlukan

untuk

mengetahui

kemungkinan adanya faktor predisposisi.


e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab jantung hipertensi
dalam kehamilannya. Ada hubungan genetik yang telah diteliti. Riwayat
keluarga ibu atau saudara perempuan meningkatkan resiko empat
sampai delapan kali
f. Riwayat psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
g. Riwayat maternal
Kehamilan ganda memiliki resiko lebih dari dua kali lipat.
h. Pengkajian sistem tubuh

B1 (Breathing)
Pernafasan meliputi sesak nafas sehabis aktifitas, batuk dengan
atau tanpa sputum, riwayat merokok, penggunaan obat bantu
pernafasan, bunyi nafas tambahan, sianosis.

B2 (Blood)
Gangguan fungsi kardiovaskular pada dasarnya berkaitan dengan
meningkatnya afterload jantung akibat hipertensi. Selain itu
terdapat perubahan hemodinamik, perubahan volume darah berupa
hemokonsentrasi. Pembekuan darah terganggu waktu trombin
menjadi memanjang. Yang paling khas adalah trombositopenia dan
gangguan faktor pembekuan lain seperti menurunnya kadar
antitrombin III. Sirkulasimeliputi adanya riwayat hipertensi,
penyakit jantung coroner, episodepalpitasi, kenaikan tekanan darah,
takhicardi, kadang bunyi jantung terdengar S2 pada dasar , S3 dan
S4, kenaikan TD, nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,
29

radialis, takikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena


jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin.

B3 (Brain)
Lesi ini sering karena pecahnya pembuluh darah otak akibat
hipertensi. Kelainan radiologis otak dapat diperlihatkan dengan CTScan atau MRI. Otak dapat mengalami edema vasogenik dan
hipoperfusi. Pemeriksaan EEG juga memperlihatkan adanya
kelainan EEG terutama setelah kejang yang dapat bertahan dalam
jangka waktu seminggu.Integritas ego meliputi cemas, depresi,
euphoria, mudah marah, otot muka tegang, gelisah, pernafasan
menghela, peningkatan pola bicara. Neurosensori meliputi keluhan
kepala pusing, berdenyut , sakit kepala sub oksipital, kelemahan
pada salah satu sisi tubuh, gangguan penglihatan (diplopia,
pandangan kabur), epitaksis, kenaikan terkanan pada pembuluh
darah cerebral.

B4 (Bladder)
Riwayat penyakit ginjal dan diabetes mellitus, riwayat penggunaan
obat diuretic juga perlu dikaji. Seperti pada glomerulopati lainnya
terdapat peningkatan permeabilitas terhadap sebagian besar protein
dengan berat molekul tinggi. Sebagian besar penelitian biopsy
ginjal menunjukkan pembengkakan endotel kapiler glomerulus
yang disebut endoteliosis kapiler glomerulus. Nekrosis hemoragik
periporta dibagian perifer lobulus hepar kemungkinan besar
merupakan penyebab meningkatnya kadar enzim hati dalam serum.

B5 (Bowel)
Makanan/cairan meliputi makanan yang disukai terutama yang
mengandung tinggi garam, protein, tinggi lemak, dan kolesterol,
mual, muntah, perubahan berat badan, adanya edema.

B6 (Bone)

30

Nyeri/ketidaknyamanan

meliputi

nyeri

hilang

timbul

pada

tungkai,sakit kepala sub oksipital berat, nyeri abdomen, nyeri dada,


nyeri ulu hati. Keamanan meliputi gangguan cara berjalan,
parestesia, hipotensi postural
2.2 DIAGNOSA
Diagnosa keperawatan ditegakkan melalui analisis cermat terhadap hasil
pengkajian. Diagnosa keperawatan yang umum untuk orang tua dengan
gangguan hipertensi pada kehamilan meliputi hal-hal berikut.
1) Perubahan perfusi jaringan/organ, menurun, b.d
Hipertensi
Vasospasme siklik
Edema serebral
Perdarahan
2) Risiko tinggi gangguan pertukaran gas b.d
Terapi magnesium sulfat
Edema paru
3) Penurunan curah jantung, menurun b.d
Terapi antihipertensi yang berlebihan
Jantung terkena dalam proses penyakit
4) Risiko tinggi mengalami solusio plasenta b.d
Vasospasme sistemik
Hipertensi
Penurunan perfusi uteroplasenta
5) Risiko tinggi cedera ibu b.d
Iritabilitas SSP akibat edema otak, vasospasme, penurunan perfusi ginjal
Terapi magnesium sulfat dan antihipertensi
6) Risiko tinggi cedera pada janin b.d
Insufisiensi uteroplasenta
Kelahiran premature

31

Solusio plasenta
7) Nyeri ( kepala) berhubungan dengan retensi pembuluh darah otak
2.3 INTERVENSI
.3.1Nyeri (kepala) berhubungan dengan peningkatan retensi pembuluh
darah otak
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 jam diharapkan
masalah nyeri kepala dapat teratasi
KH:
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri.
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
Intervensi

Rasional

1. Lakukan pengkajian nyeri


P.Q.R.S.T
2. Observasi reaksi nonverbal dari

1.

Untuk mengetahui P.Q.R.S.T

2.

Untuk mengetahui reaksi pada


pasien.

ketidaknyamanan pasien
3. lakukan pengkajian ke pada

3.

pasien dan tim kesehatan lain

Untu mengetahui ada tidaknya


Kontrol nyeri pada pasien.

untuk mengetahui tentang

4.

Agar pasien dapat termotifasi.

ketidakefektifan kontrol nyeri


4. Bantu pasien dan keluarga

5.

Supaya tidak terjadi nyeri yg di


akibatkan oleh misal: suhu ruanga,

untuk mencari dan menemukan

pencahayaan dan kebisingan.

dukungan
5. Kontrol lingkungan yang dapat

6.

Teknik distraksi dan relaksasi


dapat mengurangi nyeri

mempengaruhi nyeri seperti


suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
6. Ajarkan ibu mengantisipasi

32

nyeri dengan teknik distraksi


dan relaksasi

.3.2 Ketidakefektifan perfusi jaringan/organ b.d. Hipertensi, Vasospasme


siklik,Edema serebral, Perdarahan
Tujuan : tidak terjadi vasospasme dan perfusi jaringan tidak terjadi
Kriteria hasil : klien akan mengalami vasodilatasi ditandai dengan
diuresis, penurunan tekanan darah, edema

Intervensi
Pantau asupan oral dan

Rasional
MGSO4 adalah obat anti kejang yang

infus intravena MGSO4

bekerja pada sambungan mioneural dan

Pemantau urin yang keluar


Pantau edema yang

merelaksasi vasospasme sehingga

Terlihat

ginjal, mobilisasi cairan ekstra seluler

Pertahankan tirah baring

(edema dan diuresis


Tirah baring menyebabkan aliran darah

menyebabkan peningkatan perfusi

total dengan posisi miring

urtero plasenta, yang seringkali


menurunkan tekanan darah dan
meningkatkan dieresis

.3.3

Resiko tinggi cedera pada janin b.d fetal distress, hipoksia jaringan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi fetal
distress pada janin

33

Kriteria hasil : - DJJ ( + ) : 12-12-12, menunjukkan profil darah dengan


hitung SDP, Hb, dan pemeriksaan koagulasi normal
Intervensi

Rasional

Monitor DJJ sesuai indikasi


Kaji tentang pertumbuhan
janin
Jelaskan adanya tanda-tanda

terjadinya hipoxia, prematur dan

solutio plasenta ( nyeri perut,

diberi SM
Kolaborasi dengan medis dalam

solusio plasenta
Penurunan fungsi plasenta mungkin
diakibatkan karena hipertensi

perdarahan, rahim tegang, aktifitas


janin turun )
Kaji respon janin pada ibu yang

Peningkatan DJJ sebagai indikasi

sehingga timbul IUGR


Ibu dapat mengetahui tanda dan
gejala solutio plasenta dan tahu

pemeriksaan USG dan NST

akibat hipoxia bagi janin


Reaksi terapi dapat menurunkan
pernafasan janin dan fungsi jantung

serta aktifitas janin


USG dan NST untuk mengetahui
keadaan/kesejahteraan janin

34

DAFTAR PUSTAKA
Abalos E, Duley L, Steyn D, dan Henderson-Smart D. 2007.
Antihypertensive drug therapy for mild to moderate
hypertension
during
pregnancy.
http:
//hyper.ahajournals.org/content/51/4/960. (3 Januari 2013)
AJOG. 2000. Working group on high blood pressure in keywords:
eclampsia,
hypertension,
preeclampsia,
pregnancy,
treatment.
American
Journal
of
Obstetrics
and
Gynecology. 183(1)
August P. 2009. Management of Hypertension in Pregnancy. http
://www.uptodate.com/patients/content/topic.
(29
Desember 2012)
Beardmore KS dan Morris JM. 2002. Excretion of antihypertensive
medication into human breast milk: a systematic review.
Hypertensi Pregnancy.
Brooks

M. 2005. Pregnancy and Preeclampsia.


//www.emedicine.com.
(1 Januari 2013).

http

Cunningham FG. 2005. Obstetri William Edisi 21. Jakarta: EGC.


Davis GK, Mackenzie C, Brown MA, Homer CS, Holt J, dan McHugh
Mangos G. 2007. Predicting transformation from
gestational hypertension preeclampsia in clinical practice:
a possible role for 24 hour ambulat blood pressure
monitoring. Hypertens Pregnancy.
Gibson P dan Carson M. 2009. Hypertension and Pregnancy.
http : //emedicine.medscape.com/article/261435. (3
Januari 2013)
Levine RJ, Maynard SE, Qian C, Lim KH, England LJ, Yu KF,
Schisterman EF, Thadhani R, Sachs BP, Epstein FH, Sibai
BM, Sukhatme VP, dan Karumanchi SA. 2004. Circulating
angiogenic factors and the risk of preeclampsia. N Engl J
Med. 350.

35

National Heart, Lung, and Blood Institute, Prevention, Detection,


Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. 2004.
The Seventh Report of the Joint National Committee. NIH
publication.
Purwanto B. 2009. Pathogenesis, Etiology, and Management of
Hypertension and Nefrotoxic Agents. Disampaikan pada
Half Day Simposium: Renal Disease Induced by Nefrotoxic
Agents. Surakarta
Reynolds C, Mabie W, dan Sibai B. 2003. Hypertensive States of
Pregnancy. In: Current Obstetrics and Gynecologic
Diagnosis and Treatment, edisi ke-9. New York : McGrawHill, pp: 338-353

36

Anda mungkin juga menyukai