Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN ULKUS PEPTIKUM DI RUANG ANTURIUM


RSD dr. SOEBANDI JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN
disusun guna memenuhi tugas pada Program Profesi Ners (P2N)
Stase Keperawatan Medikal

oleh
Siti Marina Wiastuti, S. Kep
NIM 122311101072

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016

LAPORAN PENDAHULUAN ULKUS PEPTIKUM


A. KONSEP TEORI
1. Definisi
Ulkus peptikum atau tukak peptik secara anatomis didefinisikan sebagai suatu
defek mukosa/ submukosa yang berbatas tegas yang dapat menembus muskularis
mukosa sampai lapisan serosa.Ulkus Peptikum adalah putusnya kontinuitas mukosa
gastrointestinal

atau lesi pada lambung dan duedenum yang meluas sampai ke

epitel.Ulkus peptikum adalah ekskavasasi (area berlubang) yang terbentuk dalam


dinding mucosal saluran pencernaan.Kerusakan yang tidak meluas kebawah epitel
disebut erosi.Tukak peptik bisa terjadi di setiap bagian saluran pencernaan yang
terpapar asam lambung atau gastrin yaitu esofagus, lambung, duedenum dan
jejenum.Tukak

peptik

lebih

mungkin

terjadi

pada

doudenum

daripada

lambung.Biasanya, ini terjadi secara tunggal, tapi dapat terjadi dalam bentuk
multipel.Tukak peptik kronik cenderung terjadi pada kurvatura minor dari lambung,
dekat pilorus. Secara klinis, suatu tukak adalah hilangnya epitel superfisial atau
lapisan lebih dalam dengan diameter 5 mm yang dapat diamati secara endoskopis
atau radiologis.

2. Epidemiologi

Ulkus peptikum dapat terjadi pada semua orang dan semua golongan umur.
Kejadian pada kaum pria dan wanita sangat bervariasi. Secara klinis ulkus
duodenumlebih sering dijumpai daripada ulkus gaster. Ulkus peptikum merupakan
penyakit yang masih banyak ditemukan dalam klinik terutama pada kelompok umur
di atas 45 tahun. Kelompok umur terbanyak adalah 45-65 tahun, dengan
kecenderungan makin tua umur prevalensi makin meningkat dan perbandingan antara
laki-laki dan perempuan 2:1.

3. Etiologi
Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab adalah :
1. Infeksi kuman Helicobacter pylori
Terapi eradikasi kuman Helicobacter pylori menyebabkan kesembuhan
dan menangkal kekambuhan ulkus sehingga mendukung pendapat bahwa
kuman Helicobacter pylori memegang peranan penting dalam etiologi
ulkus peptikum.
2. Faktor asam lambung
Bahan iritan akan menimbulkan defek mukosa barrier dan terjadi difusi
balik ion H+. Histamin terangsang untuk lebih banyak menghasilkan asam
lambung, akibatnya terjadi dilatasi dan peningkatan permeabilitas
pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung, gastritis akut /kronis dan
ulkus gaster.
3. Disfungsi pylori
Bila mekanisme penutupan Sphincter pylorus tidak baik (tidak cukup
berespons terhadap rangsangan sekretin dan kolesistokinin) akan terjadi
refluks empedu dari duodenum ke antrum lambung sehingga terjadi defek
mukosa barrier yang menimbulkan difusi balik ion H+. Refluks ini lebih
sering terjadi pada usia lanjut namun mekanismenya belum jelas.

4. Obat-obat NSAID
Mekanisme NSAID sebagian besar adalah dengan menghambat sintesa
prostaglandin, dimana kedua enzim Cyclo-oxygenase diblok. Sedangkan
NSAID ideal hendaknya hanya bekerja dengan menghambat enzim COX2 yang berperan dalam inflammasi dan tidak menghambat COX-1 yang
berperan memberikan perlindungan mukosa lambung.
5. Merokok
berdasarkan penelitian perokok mempunyai resiko 2 kali lebih besar untuk
terjadinya ulkus peptikum. Merokok dapat menghambat sekresi bicarbonat
pankreas, menambah refluk gastroduodenal akibat relaksasi sphinter
pilorus.
6. Herediter
7. stress fisiologis berat
misalnya pada luka bakar, trauma susunan saraf pusat, pembedahan dan
penyakit medis yang berat.
8. Keadaan-keadaan yang ditandai adanya hipersekresi asam lambung seperti
gastrinoma (Zollinger-Elison Syndrome), atau neoplasma endokrin yang
multiple, hiperplasia sel G pada antrum, sistemik mastositosis, leukemia
basofilik.
9. penyakit-penyakit yang memiliki resiko tinggi untuk terjadinya ulkus
peptikum seperti sirosis hepatis, penyakit PPOK, gagal ginjal dan
transplantasi organ.

4. Patogenesis

Ulkus peptikum merupakan suatu penyakit dimana tidak terjadi ketidakseimbangan


antara factor agresif dan factor defensive saluran pencernaan. Adapun yang factor
agresif dan factor defensive antara lain :
Faktor-faktor agresif
1. Helicobacter pylori
H.pylori adalah bakteri gram negatif yang dapat hidup dalam suasana asam dalam
lambung/duodenum (antrum, korpus, dan bulbus), berbentuk kurva/S-shaped.
Bakteri ini ditularkan secara feko-oral atau oral-oral. Pada lambung terutama
terkonsentrasi dalam antrum, berada pada lapisan mukus pada permukaan epitel
yang sewaktu-waktu dapat menembus sel-sel epitel.

Tubuh akan memberikan respon untuk mengeliminasi H.pylori dengan


mobilisasi sel-sel PMN/limfosit yang menginfiltrasi mukosa secara intensif
dengan mengeluarkan bermacam-macam mediator inflamasi atau sitokinin,
seperti interleukin 8, gamma interferon alfa, tumor necrosis faktor, yang bersama
reaksi imun yang muncul justru mnyebabkan kerusakan sel-sel epitel
gastroduodenal yang lebih parah tetapi tidak dapat mengeliminasi bakteri dan
infeksi menjadi kronik.
H.pylori mengeluarkan sitotoksin yang secara langsung dapat merusak sel
epitel mukosa gastroduodenal, seperti vacuolating cytotoxin (Vac A gen) yang
menyebabkan vakuolisasi sel-sel epitel, cytotoxin associated gen A (Cag A gen)

merupakan petanda virulensi H.pylori dan hampir selalu ditemukan pada tukak
peptik. H.pylori juga melepaskan bermacam-macam enzim, seperti urease,
protease, lipase, dan fosfolipase. Urease memecah urea dalam lambung menjadi
amonia yang toksik terhadap sel-sel epitel, sedangkan protease dan fosfolipase A2
menekan sekresi mukus yang menyebabkan daya tahan mukosa menurun,
merusak lapisan yang kaya lipid pada apikal sel epitel. Asam lambung dapat
berdifusi balik melalui kerusakan sel-sel epitel ini sehingga menyebabkan
nekrosis yang lebih luas.
H.pylori yang terkonsentrasi dalam antrum menyebabkan kerusakan sel D
yang mengeluarkan somatostatin, yang berfungsi membatasi produksi gastrin. Hal
ini menyebabkan produksi gastrin meningkat, yang nantinya merangsang sel-sel
parietal menghasilkan asam lambung yang berlebihan. Asam lambung masuk ke
duodenum sehingga keasaman meningkat. Asam lambung yang tinggi pada
duodenum menyebabkan gastrik metaplasia yang dapat menjadi tempat hidup
H.pylori dan sekaligus dapat memproduksi asam sehingga lebih menambah
keasaman dalam duodenum. Keasaman yang tinggi akan menekan mukus dan
bikarbonat sehingga menyebabkan daya tahan mukosa lebih menurun
2. Obat antiinflamasi non steroid (OAINS)
Pemakaian obat antiinflamasi non steroid (OAINS) dan asam asetil salisilat
(ASA) secara kronik dan reguler dapat menyebabkan terjadinya risiko perdarahan
gastrointestinal 3 kali lipat. Pemakaian OAINS/ASA tidak hanya menyebabkan
kerusakan pada gastroduodenal, tetapi juga pada usus halus dan usus besar berupa
inflamasi, ulserasi, dan perforasi.

Bila membran mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik


maupun mekanis, maka enzim fosfolipaseakan mengubah fosfolipida menjadi
asam

arachidonat.

Kemudian

sebagiannya

diubah

oleh

enzim

cyclooxigenasemenjadi asam endoperoksida. Bagian lainnya akan diubah oleh


enzim lipooxigenase menjadi asam hidroperoksida dan selanjutnya akan
menjadileukotrien. Leukotrien bertanggung jawab bagi sebagian besar gejala
peradangan.Cyclooxygenase mempunyai dua iso-enzim yaitu, COX-1 dan COX2.COX-1 terdapat pada plat darah, ginjal, dan saluran cerna. COX-1 berperan
melindungi lambung dengan membentuk bikarbonat dan mukosa serta
menghambat produksi asam.COX-2 bertanggung jawab bagi sebagian besar
peradangan .
NSAID bekerja pada asam endoperoksida sehingga produksi COX-1 dan COX-2
akan di hambat. Dengan dihambatnya COX-1 oleh NSAID maka produksi
mukosa lambung dan bikarbonat tidak dihasilkan untuk menetralisir asam
lambung yang terus diproduksi oleh sel epitel lambung sehingga asam lambung
dapat langsung terpapar pada lapisan dinding lambung, yang akhirnya dapat
menyebabkan ulkus.
Beberapa faktor risiko yang memudahkan terjadinya tukak peptik pada
penggunaan OAINS adalah umur tua (60 tahun); riwayat adanya tukak peptik

sebelumnya; dispepsia kronik; intoleransi terhadap penggunaan OAINS


sebelumnya; jenis, dosis, dan lamanya penggunaan OAINS sebelumnya;
penggunaan secara bersamaan dengan kortikosteroid, antikoagulan, dan
penggunaan 2 jenis OAINS secara bersamaan; dan penyakit penyerta lainnya
yang diderita oleh pengguna OAINS.3
3. Beberapa faktor lingkungan dan penyakit lain
Merokok (tembakau, sigaret) meningkatkan kerentanan terhadap infeksi H.pylori
dengan menurunkan faktor pertahanan dan menciptakan keadaan yang sesuai
dengan H.pylori; faktor stres, malnutrisi, makanan tinggi garam, defisiensi
vitamin; beberapa penyakit tertentu seperti Zollinger Elison (kelainan pada non
insulin sekreting sel pankreas), mastositosis sistemik, penyakit Chron, dan
hiperparatiroidisme; faktor genetik; faktor kejiwaan pada orang yang psikisnya
sangat labil, pada ketegangan jiwa, emosi, dan mempunyai ambisi besar
mengakibatkan mereka hidup tidak teratur; hormon wanita, berdasarkan statistik
bahwa wanita usia produktif jarang menderita ulkus peptikum jika dibandingkan
dengan pria pada usia yang sama, atau jika dibandingkan dengan wanita setelah
masa menopause.
Faktor-faktor defensif
Gangguan pada satu atau beberapa faktor pertahanan mukosa, menyebabkan daya
tahan mukosa akan menurun sehingga mudah dirusak oleh faktor agresif yang
menyebabkan terjadinya tukak peptik. Ada tiga faktor pertahanan yang berfungsi
memelihara daya tahan mukosa gastroduodenal, yaitu :

1. Faktor preepitel terdiri dari :


a.

Mukus/bikarbonat yang berguna untuk menahan pengaruh asam


lambung/pepsin.

b.

Mucoid cap, yaitu suatu struktur yang terdiri dari mukus dan fibrin,
yang terbentuk sebagai respon terhadap rangsangan inflamasi.

c.

Active surface phospholipid yang berperan untuk meningkatkan


hidrofobisitas membran sel dan meningkatkan viskositas mukus.

2. Faktor epitel
a.

Kecepatan perbaikan mukosa yang rusak, dimana terjadi


migrasi sel-sel yang sehat ke daerah yang rusak untuk perbaikan.

b.

Pertahanan seluler, yaitu kemampuan untuk memelihara


electrical gradient dan mencegah pengasaman sel.

c.

Kemampuan

transporter

asam-basa

untuk

mengangkut

bikarbonat ke dalam lapisan mukus dan jaringan subepitel dan untuk


mendorong asam keluar jaringan.
d.

Faktor pertumbuhan, prostaglandin dan nitrit oksida.

3. Faktor subepitel
a. Aliran darah (mikrosirkulasi) yang berperan mengangkut nutrisi, oksigen, dan
bikarbonat ke epitel sel.
b. Prostaglandin endogen menekan perlekatan dan ekstravasasi leukosit yang
merangsang reaksi inflamasi jaringan.
5. Klasifikasi Ulkus Peptikum
1. Waktu timbulnya
1.1

Ulkus Peptikum Akut


Pada ulkus peptikum akut biasanya ada penyebab yang mendahuluinya,
seperti misalnya luka bakar yang berat, operasi berat, dan gastritis erosiva
akibat obat-obatan. Ulkus biasanya multipel dan timbulnya secara
mendadak. Ulkus sering ditemukan pada duodenum dan lambung. Berbagai
macam rangsangan stres yang dapat menimbulkan ulkus peptik akut
diantaranya ialah : syok, trauma, kebakaran, pembedahan, perubahan udara

yang mendadak, dan obat-obatan. Sifat dari tukak peptik akut adalah cepat
sembuh dan biasanya tanpa meninggalkan bekas, dan kadang-kadang
disertai perdarahan.
1.2

Ulkus Peptikum Kronik


Gejala ulkus peptik kronis biasanya bersifat menahun. Adanya riwayat nyeri
ulu hati yang bersifat periodik, nyeri timbul berhubungan dengan makanan
atau minuman yang dikonsumsi, dialami lebih dari 2 bulan dan mempunyai
masa penyembuhan yang lama. Secara patologis gambaran dari ulkus yang
kronik adalah berupa jaringan ikat pada tepi dan dasar dari ulkus.

Letak Ulkus
Pada bagian bawah esofagus, lambung, dan duodenum bagian atas (first portion
of duodenum). Ulkus yeyunum bisa ditemukan pada penderita yang mengalami
gastroyeyunostomi. Ulkus ileum bisa ditemukan pada penderita yang mengalami
gastroileostomi. Ulkus biasanya terdapat di dekat anastomose yang dapat disebut
pula ulkus marginalis atau stomal ulcer.
2.1 Ulkus esofagus
Ulkus ini jarang ditemukan dan bila ditemukan biasanya terdapat di bagian
distal esofagus. Kelainan yang menyertai atau mendahului, seperti hernia,
striktura, akalasia, dan tumor. Nyeri terletak di bagian bawah sternum atau
tepat di ulu hati yang menjalar ke manubrium sterni dan ke punggung di
daerah interskapuler, terutama saat makan atau minum. Nyeri akan
bertambah berat jika membungkukkan badan. Selain itu terdapat keluhan
berupa panas di dada dan ulu hati, mual dan muntah-muntah. Pada
pemeriksaan jasmani tidak ditemukan kelainan yang jelas.
2.2 Ulkus lambung
Letak tukak terbanyak di angulus, antrum, prepilorus, dan jarang terjadi
pada korpus dan fundus. Keluhan berupa rasa nyeri di perut kiri atas atau
epigastrium yang ada hubungan dengan makanan, dan mulut terasa asam.
Nyeri bisa menjalar ke punggung kiri. Nyeri dirasakan setelah makan,

kemudian diikuti dengan rasa enak yang berakhir 30-90 menit, kemudian
diikuti dengan periode nyeri yaitu sampai lambung kosong selama 90 menit.
Jadi ritme nyeri pada tukak lambung adalah makan-nyeri-enak. Pada
pemeriksaan jasmani ditemukan nyeri tekan pada epigastrium antara
umbilikus dan prosesus sifoideus.
2.3 Ulkus duodeni
Letak tukak duodeni terbanyak di dinding anterior dan posterior dari bulbus
dan postbulber atau pars desendens duodeni di sebelah proksimal dari papila
vatereii. Jarang sekali ditemukan di distal papila vatereii. Nyeri, pedih, dan
panas di perut kanan atas, terutama tengah malam saat tidur sehingga
terbangun. Rasa nyeri kadang-kadang menjalar ke perut kiri dan ke
pinggang kanan. Nyeri bisa dikurangi dengan makan, minum susu, dan
minum obat antasida (Hunger Pain Food Relief). Nyeri timbul saat pasien
merasa lapar dan terasa enak setelah makan 2-4 jam, kemudian timbul rasa
nyeri sampai waktu makan lagi. Jadi timbul triple ritme, makan-enak-nyeri.
Pada pemeriksaan jasmani ditemukan, nyeri tekan di perut kanan atas dekat
umbilikus.
2.4 Ulkus jejunum
Tukak di jejunum jarang terjadi, baru timbul setelah penderita mengalami
gastroyeyunostomi. Letak tukak terbanyak di distal, tidak lebih dari 3 cm
dari anastomose di dinding anterior. Keluhan umumnya berupa rasa nyeri,
pedih, dan panas di perut di sebelah kiri umbilikus, mual dan muntahmuntah, serta mulut terasa asam. Kadang-kadang nyeri menjalar ke
pinggang kiri.
Ulkus duodenal
Insiden
Usia 30-60 tahun
Pria: wanita 3:1
Terjadi lebih sering daripada ulkus lambung
Tanda dan gejala

Ulkus Lambung
Insiden
Biasanya 50 tahun lebih
Pria:wanita 2:1
Tanda dan gejala

Hipersekresi asam lambung


Normal sampai hiposekresi
Dapat mengalami penambahan berat badan
asam lambung
Nyeri terjadi 2-3 jam setelah makan; sering Penurunan berat badan dapat
terbangun dari tidur antara jam 1 dan 2 pagi.
terjadi
Makan makanan menghilangkan nyeri
Nyeri terjadi sampai 1 jam
Muntah tidak umum
setelah
makan;
jarang
Hemoragi jarang terjadi dibandingkan ulkus terbangun pada malam hari;
lambung tetapi bila ada milena lebih umum dapat hilang dengan muntah.
daripada hematemesis.
Makan
makanan
tidak
Lebih mungkin terjadi perforasi daripada ulkus membantu
dan
kadang
lambung.
meningkatkan nyeri.
Muntah umum terjadi
Hemoragi lebih umum terjadi
daripada
ulkus
duodenal,
hematemesis
lebih
umum
terjadi daripada melena.
Kemungkinan Malignansi
Kemungkinan malignansi
Jarang
Kadang-kadang
Faktor Risiko
Faktor Risiko
Golongan darah O, PPOM, gagal ginjal kronis, Gastritis, alkohol, merokok,
alkohol, merokok, sirosis, stress.
NSAID, stress

3. Kedalamam tukak
3.1

Kerusakan jaringan hanya terbatas pada mukosa, dan disebut erosi.

3.2

Kerusakan jaringan atau ulserasi sampai submukosa.

3.3

Ulserasi meluas ke bagian yang lebih dalam yaitu pada sebagian dari lapisan
muskularis.

3.4

Ulkus menembus ke bagian yang lebih dalam, terutama sebagian lapisan


muskularis dan terjadi peradangan sampai lapisan serosa.

Modifikasi kriteria forrest untuk stratifikasi risiko ulkus peptikum


Tipe 1

Perdarahan aktif
1a. Spurting
1b. Oozing

Tipe 2

Ulkus dengan perdarahan tidak aktif


2a. Non bleeding visible vessel

2b. Ulkus with surface clot


2c. Ulkus with red or dark blue spot
Tipe 3

Ulkus dengan dasar yang bersih ( tanpa perdarahan )

Tipe 1 dan 2 membutuhkan endoterapi dengan risiko perdarahan ulang 4355%, sedangkan tipe 2c dan 3 tidak memerlukan endoterapi karena risiko perdarahan
ulang hanya 5-10%.
6. Gejala Klinis
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau
beberapa bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering
tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi.Banyak individu mengalami gejala
ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa adanya
manifestasi yang mendahului.
1. Nyeri : biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk
atau sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini
bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat
menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori lain
menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang mekanisme refleks
local yang mamulai kontraksi otot halus sekitarnya. Nyeri biasanya hilang
dengan makan, karena makan menetralisasi asam atau dengan menggunakan
alkali, namun bila lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri
kembali timbul. Nyeri tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan
memberikan tekanan lembut pada epigastrium atau sedikit di sebelah kanan
garis tengah. Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan local
pada epigastrium.Rasa nyeri pada ulkus duodenum timbul waktu pasien
merasa lapar, dan rasa nyeri tersebut bisa membangunkan pasien tengah
malam (antara tengah malam dan jam 3 dini hari). Nyeri ini spesifik pada
ulkus duodenum (75%). Rasa nyeri hilang setelah makan, dan minum obat

antasida. Sedangkan rasa nyeri pada ulkus gaster timbul setelah makan. Rasa
nyeri pada ulkus gaster dirasakan di sebelah kiri, sedangkan rasa nyeri ulkus
duodenum dirasakan di sebelah kanan dari garis tengah perut. Rasa nyeri
bermula dari bermula pada satu titik (pointing sign) yang akhirnya difus, dan
menjalar hingga ke punggung. Hal ini kemungkinan disebabkan penyakit
yang bertambah berat atau komplikasi berupa penetrasi ke organ pankreas.
Rasa nyeri pada ulkus peptikum bersifat kronik, periodik, ritmik, dan
kualitasnya steady and continue
2. Pirosis (nyeri uluhati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada
esophagus dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi
asam. Eruktasi atau sendawa umum terjadi bila lambung pasien kosong.
3. Muntah : meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah
dapat menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan
pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa
yang mengalami inflamasi di sekitarnya pada ulkus akut. Muntah dapat terjadi
atau tanpa didahului oleh mual, biasanya setelah nyeri berat yang dihilangkan
dengan ejeksi kandungan asam lambung.
4. Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus,
kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga
datang dengan perdarahan gastrointestinal sebagian kecil pasien yang
mengalami akibat ulkus akut sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi
mereka menunjukkan gejala setelahnya.Perdarahan pada ulkus peptikum bisa
terjadi disetiap tempat, namun yang tersering adalah dinding bulbus
duodenum bagian posterior, karena dekat dengan arterigastroduodenalis atau
arteri pankreatikoduodenalis. Kehilangan darah ringan dan kronik dapat
mengakibatkan anemi defisiensi besi. Disamping itu perdarahan juga dapat
memunculkan gejala hemateneses dan melena. Pada pendarahan akut akibat
ulkus peptikum dapat mengakibatkan terjadinya kekurangan volume cairan.

7. Diagnosis
Anamnesis
Secara umum pasien tukak peptik biasanya mengeluh dispepsia. Dispepsia adalah
suatu sindroma klinik/kumpulan keluhan beberapa penyakit saluran cerna seperti
mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa panas seperti terbakar yang
biasanya timbul setelah makan atau minum yang asam, seperti ditusuk-tusuk, seperti
diperas, atau pedih, rasa penuh ulu hati, cepat merasa kenyang, dan serangan tukak
hilang-timbul secara periodik.
Keluhan utama dalah nyeri di epigastrium, dimana sifatnya kronik bisa
bulanan/tahunan, periodik secara remisi dan eksaserbasi, ritmik-iramanya hunger
pain food relief pattern, kualitasnya steady and continue. Apabila keadaan memberat,
maka pola tersebut berubah dan nyeri dirasakan lebih berat serta lebih lama.
Pada tukak duodeni rasa sakit timbul saat pasien merasa lapar atau 90 menit-3
jam setelah makan, rasa sakit bisa membangunkan pasien tengah malam, rasa sakit
hilang setelah makan dan minum susu atau obat antasida (Hunger pain food relief),
rasa sakit tukak duodeni sebelah kanan garis tengah perut. Hal ini menunjukkan
adanya peranan asam lambung/pepsin dalam patogenesis tukak duodenum. Rasa mual
disertai mulut asam merupakan keluhan pada penderita tukak di pilorus, atau
duodenum. Rasa sakit tukak gaster timbul setelah makan, dan rasa sakit tukak gaster
dirasakan sebelah kiri garis tengah perut.Muntah terutama timbul pada tukak yang
masih aktif, sering ditemukan pada penderita tukak lambung daripada tukak duodeni,
terutama yang letaknya di antrum atau pilorus.
Riwayat minum alkohol, jamu-jamuan, atau obat-obatan yang ulserogenik.
Sepuluh persen dari tukak peptik, khususnya karena OAINS menimbulkan
komplikasi (perdarahan/perforasi) tanpa danya keluhan nyeri sebelumnya sehingga
anamnesis tentang penggunaan OAINS perlu ditanyakan pada pasien. Tinja berwarna
seperti teer (melena) harus diwaspadai sebagai suatu perdarahan tukak.
Pada dispepsia kronik, untuk membedakan dispepsia fungsional dan dispepsia
organik, yaitu pada tukak peptik dapat ditemukan gejala peringatan (alarm symptom)

antara lain berupa : umur > 45-50 tahun keluhan muncul pertama kali, berat badan
menurun >10%, anoreksia/rasa cepat kenyang, riwayat tukak peptik sebelumnya,
muntah yang persisten, dan anemia yang tidak diketahui penyababnya
Sugesti seseorang menderita penyakit tukak perlu dipikirkan bila ditemukan
adanya riwayat pasien tukak dalam keluarga, rasa sakit klasik dengan keluhan yang
spesifik, faktor predisposisi seperti pemakaian OAINS, perokok berat, dan alkohol,
adanya penyakit kronis seperti PPOK atau sirosis hati, dan adanya hasil positif
H.pylori dari serologi/IgG anti H.pylori.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik hanya sedikit membantu diagnosa, kecuali bila sudah terjadi
komplikasi. Pada non komplikata jarang menimbulkan kelainan fisik. Rasa sakit/nyeri
ulu hati di kiri atau sebelah kanan garis tengah perut, terjadinya penurunan berat
badan merupakan tanda fisik yang dapat dijumpai pada tukak peptik tanpa
komplikasi.
Pada non komplikata adanya epigastric tenderness yang berlokasi di
epigastrium antara umbilikus dan prosesus sifoideus. Timbulnya diffuse superficial
tenderness kemungkinan merupakan refleks viserosomatik. Semua serabut-serabut
nyeri dari traktus gastrointestinalis melalui saraf simpatis menuju ke spinal cord.
Persarafan di lambung dan duodenum oleh nervus splanknikus menuju ke segmen
dari spinal cord. Pada beberapa penderita, palpasi dalam disertai dengan penekanan
menimbulkan rasa nyeri yang bertambah hebat. Rasa nyeri bermula pada satu titik
(pointing sign) akhirnya difus bisa menjalar ke punggung. Ini kemungkinan
diakibatkan oleh penyakit yang bertambah berat atau mengalami komplikasi.
Pada pasien dengan komplikasi obstruksi, pada pemeriksaan fisik ditemukan
penderita terlihat lemah, kurus, dan dehidrasi. Perut atas cembung dan kadang-kadang
terlihat peristaltik dari lambung.
Pertama-tama harus dinilai status hemodinamika pasien, adakah syok atau
tidak. Bila syok segera ditanggulangi tanpa melakukan formalitas pemeriksaan fisik

yang sempurna. Periksa apakah ada stigmata penyakit hati kronik (tanda-tanda
kegagalan faal hati dan hipertensi portal). Pemeriksaan colok dubur (rectal toucher)
juga perlu dikerjakan.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan

penunjang

ditujukan

untuk

memperkuat

diagnosis.

Beberapa

pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu :


1. Pemeriksaan radiologis (Barium meal)
Pemeriksaan radiologi dengan barium meal kontras ganda dapat digunakan
dalam menegakkan diagnosis tukak peptik, tetapi akhir-akhir ini lebih dianjurkan
pemeriksaan endoskopi. Pemeriksaan rontgen yang disertai dengan metoda
kontras ganda dapat memperlihatkan kelainan pada mukosa lambung.
Pemeriksaan perlu dilakukan dalam berbagai posisi, misalnya pada posisis
telentang (supine) untuk melihat dinding posterior, posisi tengkurap (prone) untuk
melihat kelainan pada dinding anterior, oblique ke kanan dan kiri.
Jika terjadi komplikasi berupa perforasi maka pada foto polos abdomen
ditemukan daerah bebas udara antara hati dan diafragma.Pada obstruksi terlihat
gambaran lambung yang membesar, dengan sisa makanan. Daerah pilorus terlihat
menyempit, dan tidak ada/sedikit sekali bubur barium yang masuk duodenum.
Pada lambung bilokuler ditemukan penyempitan di bagian korpus. Pada daerah
penyempitan kadang-kadang terlihat dibagi dua, yaitu bagian bawah dan atas
stenosis.
Lokasi tukak penting dalam menentukan sifatnya apakah benigna atau
maligna atau kemungkinan mengalami perubahaan menjadi malignitas. Pada
umumnya tukak yang jinak berlokasi di dinding kurvatura minor, atau di dinding
posterior dan anterior. Tukak yang berlokasi di kurvatura mayor sebagian besar
bersifat ganas.
2. Pemeriksaan Endoskopi

Saat ini untuk diagnosis tukak peptik lebih dianjurkan pemeriksaan endoskopi
saluran cerna bagian atas. Di samping itu untuk memastikan diagnosa keganasan
tukak gaster harus dilakukan pemeriksaan histopatologi, sitologi brushing dengan
biopsi melalui endoskopi. Pada obstruksi ditemukan sisa makanan pada
endoskopi.
Gambaran khas pada tukak jinak adalah pada umumnya bulat atau oval,
tepinya teratur dengan dasar licin, daerah di sekitarnya membengkak dan
hiperemi, dan sering dijumpai lipatan yang radier (radiating fold) di sekitar tukak.
Tukak yang masih aktif, tampak jelas batasnya berbentuk bulat atau oval, dengan
dasar licin berisi nanah, tepi teratur dengan daerah di sekitarnya membengkak
hiperemi. Gambaran tukak gaster untuk keganasan adalah: Boorman I /polipoid,
B-II/ulceratif, B-III/infiltratif, B-IV/linitis plastika (scirrhus). Biopsi dan
endoskopi perlu dilakukan ulang setelah 8-12 minggu terapi eradikasi, karena
tingginya kejadian keganasan pada tukak gaster (70%).

3. Infeksi Helycobacter pylori dapat didiagnosis dengan test antibodi (tes serologi),
biopsi lambung pada pemeriksaan endoskopi, tes antigen tinja, dan tes napas urea
yang non invasif, yang dapat mengidentifikasikan produksi enzim bakteri dalam
lambung.
4. Hematologi
Hemoglobin, hematokrit, lekosit, eritrosit, trombosit, morfologi darah tepi, dan
golongan darah. Jika diperlukan periksa faal pembekuan.

5. Biokimia darah
Uji faal hati yaitu transaminase, bilirubin, elektroforesa protein, kolesterol, dan
fosfatase alkali. Uji faal ginjal yaitu urea nitrogen dan kreatinin.
6. Urine rutin
8. Diagnosis Banding Ulkus Peptikum
Diagnosis banding untuk ulkus peptikum, antara lain :
- Kanker lambung
- Kolesistitis
- Pankreatitis
- Abses hepar
9. Komplikasi Ulkus Peptikum
Komplikasi tukak peptik yang sering terjadi adalah
1. Perdarahan
Perdarahan sering terjadi dan merupakan komplikasi yang terbanyak pada
penderita tukak peptik. Insiden meningkat pada usia lanjut (> 60 tahun) akibat
adanya penyakit degeneratif dan meningkatnya pemakaian OAINS. Perdarahan
dapat terjadi secara kronis maupun akut. Perdarahan kronis umumnya bersifat
perdarahan tersembunyi (occult blood) di tinja, tidak banyak memberi keluhan
dan akan menimbulkan gejala anemi (anemia hipokromik atau anemia defisiensi
Fe). Sebaliknya jika perdarahan akut, maka akan terjadi hematemesis dan melena,
dan penderita akan mengalami syok. Tukak lambung sering menimbulkan
hematemesis, sedangkan tukak duodeni lebih sering menimbulkan melena.
2. Perforasi
Insiden perforasi meningkat pada usia lanjut karena proses aterosklerosis dan
meningkatnya penggunaan OAINS. Perforasi tukak gaster biasanya ke lobus kiri
hati, dan dapat menimbulkan fistula gastrokolik. Penetrasi adalah suatu bentuk
perforasi yang tidak terbuka/tanpa pengeluaran isi lambung karena tertutup oleh

omentum/organ perut di sekitar. Komplikasi ini sering terjadi, dan dibagi menjadi
tiga tahap, yaitu :
a. Tahap I
Nyeri dirasakan sangat hebat dan perut terasa tegang, karena cairan lambung
dan makanan masuk dalam kavum peritonii, sehingga menimbulkan
rangsangan pada peritoneum. Selain itu penderita juga mengeluh nausea dan
vomitus. Kulit penderita menjadi dingin walaupun suhu normal, auskultasi di
abdomen tidak ditemukan bising usus, frekuensi inspirasi biasanya bertambah
dangkal, terdapat pernapasan kostal, nadi normal atau bertambah cepat,
tekanan darah biasanya normal tetapi jika tekanan darah sistol di bawah 100
mmHg, mempunyai prognosa jelek.
b. Tahap II
Tahap ini terjadi 2-6 jam setelah perforasi. Nyeri bertambah berat, menjalar ke
punggung dan bahu kanan. Dinding abdomen keras seperti papan (board like
abdominal rigidity), disertai dengan pernapasan kostal, makin cepat dan
dangkal. Suhu badan naik dengan tanda syok positif dan bising usus negatif.
c. Tahap III
Pada tahap ini timbul peritonitis generalisata, yang terjadi 6-12 jam setelah
perforasi. Hal ini disebabkan karena invasi bakteri ke dalam kavum peritonii.
Keluhan bertambah berat, suhu bertambah naik, takikardi, dan pernapasan
bertambah cepat serta dangkal. Perasaan sangat nyeri dan nyeri tekan perut,
perut diam tanpa terdengar peristaltik usus merupakan tanda peritonitis.
3. Obstruksi
Retensi lambung adalah komplikasi yang sering pada tukak peptik dan mungkin
disebabkan karena pilorospasme atau akibat terjadinya parut (cicatrix). Obstruksi
pilorus menyebabkan vomitus bertambah hebat, dan lama-kelamaan akan terjadi
dehidrasi dengan serum Na, K, dan Cl akan menurun, serta akan terjadi
hemokonsentrasi dan kadar urea dalam darah naik.
4. Stenosis pilorus

Stenosis pilorus biasanya merupakan komplikasi dari tukak duodeni. Selain itu
bisa juga disebabkan oleh tukak lambung yang lokasinya dekat pilorus dan
karsinoma lambung stadium lanjut.
Keluhan pasien akibat obstruksi mekanik berupa cepat kenyang, muntah
berisi makanan tak tercerna, mual, sakit perut setelah makan,dan berat badan
turun. Serangan nyeri hebat mungkin timbul bersamaan dengan periode peristaltik
lambung. Lama kelamaan lambung semakin membesar, rasa nyeri berkurang, rasa
penuh di perut tetap ada yang disertai dengan rasa mual, dan keluhan muntah
berkurang. Badan lemah, dan kadang timbul konstipasi.
5. Penetrasi
Tukak yang terletak pada dinding posterior lambung dapat mengakibatkan
perlengketan dengan organ di sekitarnya, dan dari proses ulserasi dapat terjadi
penetrasi ke organ-organ tersebut, tanpa disertai keluarnya isi lambung ke dalam
kavum peritonii. Penetrasi biasanya terjadi ke hepar, pankreas, dan omentum
minus. Penetrasi tukak yang mengenai pankreas menyebabkan nyeri yang timbul
tiba-tiba dan menjalar ke punggung.
6. Lambung bilokuler (lambung gelas jam = hour-glass stomach)
Keadaan ini disebabkan karena tukak lambung kronik yang berbentuk seperti
pelana pada kurvatura minor, dimana saat penyembuhan terjadi parut yang
menimbulkan korpus lambung mengalami konstruksi yang hebat, sehingga
lambung terbagi menjadi 2 bagian oleh segmen stenotik. Hal ini dapat juga terjadi
peda tukak penetrasi yang melengket pada pankreas atau hepar, atau pada dinding
anterior abdomen. Komplikasi ini jarang terjadi.
10. Penatalaksanaan Ulkus Peptikum
Penatalaksanaan ulkus peptikum terdiri dari terapi medikamentosa dan non
medikamentosa.2,3,9
1. Terapi Non Medikamentosa

Istirahat
Istirahat yang cukup dapat mempercepat penyembuhan.Secara umum pasien
tukak peptik dianjurkan pengobatan rawat jalan, bila kurang berhasil atau ada
kompliksai baru dianjurkan rawat inap. Penyembuhan akan lebih cepat
dengan rawat inap walaupun mekanismenya belum jelas, kemungkinan
bertambahnya

jumlah

jam

istirahat,

berkurangnya

refluks

empedu,

menurunnya stres dan penghentian penggunaan analgesik. Stres dan


kecemasan memegang peran dalam peningkatan asam lambung dan penyakit
tukak
-

Diet
Cabai, makanan yang merangsang, dan makanan yang mengandung asam
dapat menimbulkan rasa sakit, walaupun belum didapat bukti keterkaitannya.
Pasien mungkin mengalami intoleransi terhadap makanan tersebut, atau
makanan tersebut mempengaruhi motilitas usus. Dalam hal ini dianjurkan
untuk menghindari makanan tersebut. Beberapa peneliti menganjurkan
makanan biasa, lunak, tidak merangsang, dan diet seimbang.
Merokok sebaiknya dihindari. Merokok dapat menghalangi penyembuhan
ulkus gaster kronik, menghambat sekresi bikarbonat pankreas, menambah
keasaman bulbus duodenum, menambah refluks duodenogastrik akibat
relaksasi sfingter pilorus, sekaligus meningkatkan kekambuhan ulkus.
Alkohol sebaiknya dihindari karena dapat meningkatkan risiko perdarahan
dan komplikasi lain. Air jeruk yang asam, coca cola, bir, kopi tidak
mempunyai pengaruh ulserogenik pada

mukosa lambung, tetapi dapat

menambah sekresi asam lambung sehingga sebaiknya jangan dikonsumsi saat


perut kosong.
-

Obat-obatan
Menghindari penggunaan NSAID karena seperti telah dijelaskan sebelumnya
bahwa NSAID dapat menekan produksi prostaglandin yang sangat berperan
dalam proteksi mukosa lambung. Saat ini telah tersedia COX 2 inhibitor yang

selektif

untuk

penyakit

osteoartritis/rematoid

artritis

yang

kurang

menimbulkan keluhan pada lambung.


2. Terapi Medikamentosa
-

Antasida
Antasida bekerja sebagai penetralisir asam. Antasida diberikan dengan dosis 3
x 1 tablet atau 4 x 30 cc (3 kali sehari, dan sebelum tidur/ 3 jam setelah
makan). Preparat yang mengandung magnesium dapat menyebabkan BAB
tidak berbentuk, serta tidak dianjurkan pada penderita gagal ginjal karena
dapat menyebabkan hipermagnesemia dan kehilangan fosfat. Preparat yang
mengandung aluminium dapat menyebabkan konstipasi, dan neurotoksik,
tetapi bila dikombinasi kedua komponen saling menghilangkan efek
sammping sehingga tidak terjadi diare ataupun konstipasi. Preparat kalsium
dapat menyebabkan Milk Alkaline Syndrome (MAS) yaitu hiperkalsemia,
hiperfosfatemia, renal calcinosis, dan progresi ke arah gagal ginjal.

Obat Penangkal Kerusakan Mukus ( Cytoprotective )


-

Koloid Bismuth
Mekanisme kerjanya belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan
penangkal bersama protein pada dasar ulkus dan melindunginya dari pengaruh
asam dan pepsin, berikatan dengan pepsin, merangsang sekresi prostaglandin,
bikarbonat, dan mukus. Obat ini memiliki efek bakterisidal terhadap H.pylori
sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya relaps. Obat ini diberikan
dengan dosis 2 x 2 tablet sehari. Efek sampingnya berupa tinja berwarna
kehitaman sehingga menimbulkan keraguan terhadap perdarahan. Efek
samping jangka panjang berupa neurotoksik.

Sukralfat
Mekanisme kerjanya melalui pelepasan kutub aluminium hidroksida yang
berikatan dengan kutub positif molekul protein membentuk lapisan

fisikokemikal pada dasar ulkus sehingga dapat melindungi ulkus dari


pengaruh agresif asam dan pepsin. Selain itu, sukralfat dapat membantu
sintesis prostaglandin, bekerja sama dengan EGF, meningkatkan sekresi
bikarbonat dan mukus, serta meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan
mukosa. Dosisnya 4 x 1 gram sehari. Efek samping berupa konstipasi.

Prostaglandin
Obat ini bekerja dengan cara mengurangi sekresi asam lambung, menambah
sekresi mukus, bikarbonat, dan meningkatkan aliran darah mukosa serta
meningkatkan pertahanan dan perbaikan mukosa. Biasanya digunakan sebagai
penangkal terhadap ulkus akibat pemakaian NSAID. Contoh prostaglandin
adalah misoprostol dan telah diakui oleh FDA. Dosisnya 4 x 200 mg atau 2 x
400 mg pagi dan malam hari. Efek sampingnya berupa diare, mual, muntah,
dan menimbulkan kontraksi otot uterus/perdarahan sehingga tidak dianjurkan
pada ibu hamil.

Antagonis Reseptor H2
Obat golongan ini mempunyai satu persamaan, yaitu memiliki gugus
imidazol histamin yang dianggap penting sekali menghambat reseptor
Histamin-2yang merupakan mediator untuk sekresiasam.
a. Cimetidin
Cimetidin mempunyai fungsi menghambat sekresi asam basal dan
nokturnal. Obat ini juga akan menghambat sekresi asam lambung, oleh
karena rangsangan makanan. Obat ini dapat juga digunakan untuk
pengobatan gastritis kronis dengan hipersekresi asam lambung dan tukak
peptik yang mengalami perdarahan.1
Dosis cimetidin yang dianjurkan sehari, 3 kali 200 mg,
ditambah 200 mg sebelum tidur malam yang diberikan 4-6 minggu,
kemudian dilanjutkan 200 mg tiap malam. Adapula yang memberikan

400 mg sehari 2 kali, yang juga cukup efektif. Obat ini tidak dianjurkan
untuk diberikan pada wanita hamil. Cimetidin 200-400 mg yang
diberikan pada malam hari, cukup efektif untuk mencegah kambuhnya
kembali tukak peptik.1
b. Ranitidin
Ranitidin banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tukak peptik baik
yang akut maupun yang kronis, dan khasiatnya 4-10 kali cimetidin.
Ranitidin menghambat sekresi asam lambung baik dalam keadaan basal
maupun sebagai respon terhadap berbagai rangsangan. Sifat inhibitor
terhadap sekresi asam lambung tergolong kuat dengan masa kerja lama,
sehingga cukup diberikan dua kali sehari. Ranitidin tidak mempengaruhi
fungsi hati. Sebagian besar ranitidin baik yang diberikan peroral maupun
parenteral secara intravena.1
Pemberian ranitidin dalam dosis terapi menunjukkan tidak
terjadi interaksi dengan obat lain. Ranitidin selain digunakan untuk
mengobati tukak peptik, juga digunakan untuk mengobati gastritis
dengan hipersekresi asam lambung. Ranitidin juga bermanfaat untuk
pengobatan kelainan lambung akibat pemberian obat antirematik
(NSAID = Non Steroid Anti Inflammatory Disease) baik dengan atau
tanpa perdarahan. Dosis peroral yang dianjurkan dua kali 100 mg, yang
diberikan 4-6 minggu, untuk selanjutnya dilanjutkan 150 mg diberikan
tiap malam.1
c. Roxatidin
Pemberian roxatidin asetat terbukti sangat kuat menghambat sekresi
asam lambung pada malam hari. Pengeluaran asam lambung basal juga
berkurang sekitar 90% setelah 3 jam pemberian peroral 50 mg roxatidin
asetat. Efektivitas roxatidin asetat setara dengan cimetidin dan ranitidin

dalam mempertahankan bebas tukak, tetapi dengan roxatidin hal ini


dapat dicapai dengan dosis rendah.1
Berdasarkan hasil penelitian obat ini lebih aman daripada cimetidin.
Dosis yang dianjurkan yaitu dua kali 75 mg sehari atau 150 mg yang
diberikan malam hari sebelum tidur. Pada tukak peptik sebaiknya
diberikan selama 4-6 minggu dengan dosis 150 mg/hari, selanjutnya
diberikan 75 mg tiap malam hari untuk mencegah kekambuhan. Pada
gangguan fungsi ginjal sebaiknya dosis roxatidin dikurangi menjadi 75
mg/hari.1
d. Famotidin
Famotidin dapat diberikan pada penderita tukak peptik yang disertai
sirosis hati, dan juga pada gangguan faal ginjal yang ringan. Dosis yang
dianjurkan adalah 20 mg sehari atau 40 mg yang diberikan hanya sekali
sebelum tidur malam hari. Pada tukak peptik diberikan pengobatan
selama 4-6 minggu, selanjutnya diberikan 20 mg tiap malam selama 4
minggu guna mencegah kekambuhan. Penderita tukak peptik yang
mengalami perdarahan atau pada stress ulcer dengan perdarahan
sebaiknya diberikan famotidin 20 mg secara intravena dua kali sehari.
Pemberian ini selama 3-5 hari dan biasanya perdarahan akan berhenti,
kemudian dilanjutkan peroral. Penderita dengan gastritis dapat diberikan
dosis lebih rendah yaitu 20 mg tiap malam sebelum tidur.1
-

Proton Pump Inhibitor/PPI


Contoh obat ini adalah omeprazol, lansoprazol, pantoprazol, dll. Mekanisme
kerjanya adalah memblokir kerja enzim K+H+ ATPase yang akan memecah
K+H+ ATP untuk menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan
asam HCl dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung. Efek
penekanan sekresi asam maksimal 2-6 jam dan lama efek kerjanya 72-96 jam.
Dosis yang diberikan untuk omeprazole 2 x 20 mg/ standar dosis atau 1 x 40

mg/ dobel dosis, dan lanzoprazole/pantoprazole 2 x 40 mg/standar dosis atau


1 x 60 mg/ dobel dosis. Efek sampingnya pada jangka panjang akan
menimbulkan kerusakan gastrin darah dan menimbulkan tumor karsinoid.
Tukak Peptik dengan kausa H.pylori
Untuk mencapai tujuan terapi, maka eradikasi H.pylori merupakan tujuan
utama. Walaupun terapi antibiotik cukup untuk terapi tukak peptik dengan
H. Pylori positif, namun kombinasi dengan obat Penghambat Proton Pump
dengan kombinasi 2 antibiotik (triple therapy) merupakan cara terbaik, yang
masing-masing diberikan 7-10 hari.
a. PPI
Amoksisilin

2x1 (tergantung mg preparat yang digunakan)


2x1 gr/hari

Klaritromisin 2x500mg
b. PPI
Amoksisilin

2x1
2x1 gr/hari

Metronidazol 2x500mg
c. PPI

2x1

Klaritromisin 2x500mg/hari
Metronidazol 2x500mg
Tukak peptik dengan kausa H.pylori disertai penggunaan OAINS
Eradikasi H.pylori sebagai tindakan utama tetap dilakukan dan bila mungkin
OAINS dihentikan atau diganti OAINS spesifik COX-2 inhibitor yang
mempunyai efek merugikan yang lebih kecil pada gastroduodenal.
Pengobatan yang dilakukan dengan menggunakan antibiotik dan PPI untuk
meningkatkan pH lambung di atas 4.
Tukak peptik dengan kausa OAINS

Penggunaan OAINS terutama yang terutama bekerja menghambat kerja


COX-1 akan meningkatkan kelainan struktural gastroduodenal. Usaha
pencegahan dan meminimalkan efek samping OAINS yaitu:
1. Penghentian

pemakaian

OAINS,

walaupun

biasanya

tidak

memungkinkan pada penyakit artritis.


2. Penggunaan preparat OAINS yang terikat pada bahan lain, seperti Nitrit
Oxide.
3. Pemberian obat secara bersamaan dengan pemberian OAINS seperti H2
reseptor antagonis, PPI, atau prostaglandin untuk meningkatkan pH
lambung di atas 4.
Obat Obat koagulansia
Obat-obat koagulansia yang dapat diberikan seperti tranexamic acid. Obat ini
bekerja agar darah beku yang terbentuk tidak terlepas lagi
Terapi endoskopi
Terapi hemostatik per endoskopik dengan adrenalin atau etoksisklerol atau obat
fibrinogen trombin atau tindakan hemostatik dengan heat probe atau terapi laser
atau terapi koagulasi listrik atau bipolar probe.

3. Tindakan Operasi
Indikasi operasi pada ulkus peptikum adalah :
-

Elektif, karena gagal terhadap pengobatan

Darurat, karena terdapat komplikasi berupa perforasi, perdarahan, atau stenosis


pilorik

Ulkus gaster dengan dugaan keganasan pada korpus dan fundus (70%
keganasan)
Ulkus

pada

daerah

antrum

dilakukan

anterektomi,

dan

Bilroth

anastomosis/gastroduodenostomi, bila disertai ulkus duodenum dilakukan vagotomi.


Ulkus di daerah esofago-gastrik dilakukan operasi radikal/subtotal gastrektomi
dengan Roux-en-Y/esofagogastro jejunostomi (prosedur Csendo).

11. Prognosis
Pada sebagian besar kasus ulkus peptikum, bila terapi diberikan dengan tepat dan
teratur maka kesembuhan akan terjadi dalam enam sampai delapan minggu. Beberapa
dapat mengalami kekambuhan sehingga memerlukan terapi jangka panjang.

B. CLINICAL PATHWAY

C. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktifitas dan Istirahat
Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur
Kelemahan otot dan tonus, penurunan ROM
b. Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada

Peningkatan JVP, tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub


c. Integritas Ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan
Menolak, cemas, takut, marah, irritable
d. Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin pekat
warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung
e. Makanan/Cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia,
mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan
f. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan
Gangguan status mental,penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran,
koma
g. Nyeri/Kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
Distraksi, gelisah

h. Pernafasan
Pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal), Paroksismal Nokturnal Dyspnea
(+)
Batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal
i. Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi), petekie,
ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit, ROM terbatas
j. Seksualitas

Penurunan libido, amenore, infertilitas


k. Interaksi Sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi dinding mukosa
b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan asupan nutrisi
c. Risiko kekuragan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
d. Keletihan berhubungan dengan penumpukan asam laktat jaringan
e. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional

3. Perencanaan

No
1

Diagnosa keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Ketidakseimbangan
NOC: Nutrtion status
Nutrisi Kurang dari
Kebutuhan Tubuh
Kriteria Hasil
a. Adanya peningkatan berat badan
sesuai dengan tujuan
b. Berat badan ideal sesuai dengan
tinggi badan
c. Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
e. Menunjukkan peningkatan fungsi
pengecapan dari menelan
f. Tidak terjadi penurunan berat
badan yang berarti

Intervensi
NIC
Nutrition Management
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
vitamin C
e. Berikan substansi gula
f. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
serat untuk mencegah konstipasi
g. Berikan makanan yang terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
h. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
makanan harian
i. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
j. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
k. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
a. BB pasien dalam batas normal
b. Monitor adanya penurunan berat badan
c. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
d. Monitor interaksi anak atau orang tua selama
makan
e. Monitor lingkungan selama makan
f. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama
jam makan
g. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
h. Monitor turgor kulit
i. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah
patah
j. Monitor mual dan muntah
k. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
kadar Ht
l. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
m. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
n. Monitor kalori dan intake kalori
o. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papilla
lidah dan cavitas oral
p. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, Joanne M., Wagner, Cheryl
M. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi Keenam Edisi Bahasa
Indonesia. Editor Nurjannah, Intansari dan Tumanggor, Roxsana Devi. Indonesia:
CV. Mocomedia.
Herdman, T Heather. 2015. Nanda International:Diagnosis Keperawatan: definisi
dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC
NANDA International. 2015.Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 20152017.Jakarta: EGC

Price, Sylvia Anderson., & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Volume 1 Ed 6. Jakarta: EGC.
Rasjad, C. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone

Smeltzer, Suzannce C., & Bare, Brenda G. 2008. Buku Ajar Keperawatan MedikalBedah Brunner & Suddarth Volume 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai