Epistaksis PDF
Epistaksis PDF
Abstrak: Epistaksis adalah perdarahan yang keluar dari lubang hidung, rongga hidung dan
nasofaring. Penyakit ini disebabkan oleh kelainan lokal maupun sistemik dan sumber perdarahan
yang paling sering adalah dari pleksus Kiessel-bachs. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis, pemeriksaan laboratorium dan radiologik. Prinsip penanggulangan epistaksis
adalah menghentikan perarahan, mencegah komplikasi dan kekambuhan. Epistaksis anterior
ditanggulangi dengan kauter dan tampon anterior, sedangkan epistaksis posterior dengan tampon
Bellocq dan ligasi arteri atau embolisasi.
Abstract: Epistaxis is bleeding that comes out from nostril, nasal cavity and nasopharynx. Etiologies
of epistaxis are local and systemic disorder. The most common sources of bleeding is Kiessel-bachs
plexus. Diagnostic is made by anamnesis, clinical examination, radiographs and laboratory.
Management principles of epistaxis are stop bleeding, prevent complication and recurrent. Anterior
epistaxis is stopped by cauterization and anterior packing while posterior epistaxis by posterior
packing (Bellcoq), arteri ligation or embolization.
Keywords: epistaksis, pleksus kiesselbach, bellocq, caldwell Luc
PENDAHULUAN
Epistaksis adalah perdarahan akut yang
berasal dari lubang hidung, rongga hidung atau
nasofaring dan mencemaskan penderita serta
para klinisi. Epistaksis bukan suatu penyakit,
melainkan gejala dari suatu kelainan yang mana
hampir 90 % dapat berhenti sendiri.1,2
Epistaksis terbanyak dijumpai pada usia 210 tahun dan 50-80 tahun, sering dijumpai pada
musim dingin dan kering. Di Amerika Serikat
angka kejadian epistaksis dijumpai 1 dari 7
penduduk. Tidak ada perbedaan yang bermakna
antara laki-laki dan wanita. Epistaksis bagian
anterior sangat umum dijumpai pada anak dan
dewasa muda, sementara epistaksis posterior
sering pada orang tua dengan riwayat penyakit
hipertensi atau arteriosklerosis.1,3
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi
epistaksis yaitu menghentikan perdarahan,
mencegah
komplikasi
dan
mencegah
berulangnya epistaksis.2
PATOFISIOLOGI
Pemeriksaan arteri kecil dan sedang pada
orang yang berusia menengah dan lanjut, terlihat
perubahan progresif dari otot pembuluh darah
274
2.
ETIOLOGI
Epistaksis dapat terjadi setelah trauma
ringan misalnya mengeluarkan ingus dengan
kuat, bersin, mengorek hidung atau akibat
trauma yang hebat seperti kecelakaan lalulintas.
Disamping itu juga dapat desebabkan oleh iritasi
gas yang merangsang, benda asing dan trauma
pada pembedahan. Infeksi hidung dan sinus
paranasal seperti rinitis, sinusitis serta
granuloma spesifik seperti lupus, sifilis dan lepra
dapat juga menimbulkan epistaksis. Epistaksis
berat dapat terjadi pada tumor seperti
hemangioma, karsinoma dan angiofibroma.2,3,7
Tiwari (2005) melaporkan melanoma pada
hidung sebagai penyebab pistaksis yang tidak
biasa.8 Hipertensi dan kelainan pembuluh darah
seperti yang dijumpai pada arterioskelerosis
sering menyebabkan epistaksis hebat, sering
kambuh dan prognosisnya tidak baik. Gangguan
endokrin pada wanita hamil dan menopause,
kelainan darah pada hemofilia dan leukemia
serta infeksi sistemik pada demam berdarah,
tifoid dan morbili sering juga menyebabkan
epistaksis. Kelainan kongenital yang sering
menyebabkan epistaksis adalah Rendu-OslerWeber disease. Disamping itu epistaksis dapat
terjadi pada penyelam yang merupakan akibat
perubahan tekanan atmosfer. 2,3,9
DIAGNOSIS
Anamnesis dan menentukan lokasi sumber
perdarahan serta menemukan penyebabnya harus
segera dilakukan. Perdarahan dari bagian
anterior kavum nasi biasanya akibat mencungkil
hidung, epistaksis idiopatik, rinitis anterior dan
penyakit infeksi. Sedangkan dari bagian
posterior atau media biasanya akibat hipertensi,
arteriosklerosis, fraktur atau tumor. Lakukan
pengukuran tekanan darah dan periksa faktor
Epistaksis
275
Tinjauan Pustaka
triklorasetat 40 70%.
Setelah tampon
dikeluarkan, sumber perdarahan diolesi dengan
larutan tersebut sampai timbul krusta yang
berwarna kekuningan akibat terjadinya nekrosis
superfisial. Kauterisasi tidak dilakukan pada kedua
sisi septum, karena dapat menimbulkan perforasi.
Selain menggunakan zat kimia dapat digunakan
elektrokauter
atau
laser.5 Yang
(2005)
menggunakan electrokauter pada 90% kasus
epistaksis yang ditelitinya.11
2.
Tampon Anterior
Apabila kauter tidak dapat mengontrol
epistaksis atau bila sumber perdarahan tidak
dapat
diidentifikasi,
maka
diperlukan
pemasangan
tampon
anterior
dengan
menggunakan kapas atau kain kassa yang diberi
vaselin atau salap antibiotik.2,10 Tampon ini
dipertahankan selama 3 4 hari dan kepada
pasien diberikan antibiotik spektrum luas.12
Vaghela (2005) menggunakan swimmers nose
clip untuk penanggulangan epistaksis anterior.13
B. Epistaksis Posterior
Perdarahan dari bagian posterior lebih sulit
diatasi, sebab biasanya perdarahan hebat dan
sulit dicari sumber perdarahan dengan rinoskopi
anterior.2 Epistaksis posterior dapat diatasi
dengan menggunakan tampon posterior, bolloon
tamponade , ligasi arteri dan embolisasi.10
1. Tampon Posterior
Prosedur ini menimbulkan rasa nyeri dan
memerlukan anestesi umum atau setidaknya
dengan anestesi lokal yang adekuat. Prinsipnya
tampon dapat menutup koana dan terfiksasi di
nasofaring untuk menghindari mengalirnya
darah ke nasofaring. Kemudian dilakukan
pemasangan tampon anterior. Tekhnik ini
pertama sekali diperkenalkan oleh Bellocq,
dengan menggunakan tampon yang diikat
dengan tiga pita (band). Masukkan kateter karet
kecil melalui hidung kedalam faring, kemudian
ujungnya dipegang dengan cunam dan
dikeluarkan dari mulut agar dapat diikat pada
kedua ujung pita yang telah disediakan. Kateter
ditarik kembali melalui rongga hidung sehingga
tampon tertarik ke dalam koana melalui
nasofaring. Bantuan jari untuk memasukkan
tampon kedalam nasofaring akan mempermudah
tindakan ini.4,5 Apabila masih tampak
perdarahan keluar dari rongga hidung, maka
dapat pula dimasukkan tampon anterior ke
dalam kavum nasi. Kedua pita yang keluar dari
nares anterior kemudian diikat pada sebuah
gulungan kain kasa didepan lubang hidung,
supaya tampon yang terletak di nasofaring tidak
276
Tampon Balon
Pemakaian tampon balon lebih mudah
dilakukan dibandingkan dengan pemasangan
tampon posterior konvensional tetapi kurang
berhasil dalam mengontrol epistaksis posterior.
Ada dua jenis tampon balon, yaitu: kateter Foley
dan tampon balon yang dirancang khusus.
Setelah bekuan darah dari hidung dibersihkan,
tentukan asal perdarahan. Kemudian lakukan
anestesi
topikal
yang
ditambahkan
vasokonstriktor. Kateter Foley no. 12 - 16 F
diletakkan disepanjang dasar hidung sampai
balon terlihat di nasofaring. Kemudian balon
diisi dengan 10 -20 cc larutan salin dan kateter
Foley ditarik kearah anterior sehingga balon
menutup rongga hidung posterior. Jika dorongan
terlalu kuat pada palatum mole atau bila terasa
sakit yang mengganggu, kurangi tekanan pada
balon. Selanjutnya dipasang tampon anterior dan
kateter difiksasi dengan mengunakan kain kasa
yang dilekatkan pada cuping hidung. Apabila
tampon balon ini gagal mengontrol perdarahan,
maka dilakukan pemasangan tampon posterior.
1,6,14
3.
Ligasi Arteri
Penanganan yang paling efektif untuk setiap
jenis perdarahan adalah dengan meligasi
pembuluh darah yang ruptur pada bagian
proksimal sumber perdarahan dengan segera.
Tetapi
kenyataannya
sulit
untuk
mengidentifikasi sumber perdarahan yang tepat
pada epistaksis yang berat atau persisten. Ada
beberapa pendekatan ligasi arteri yang
mensuplai darah ke mukosa hidung.12
a.
Epistaksis
277
Tinjauan Pustaka
4.
278