Anda di halaman 1dari 5

Diagnosis

Diagnosis harus ditegakkan untuk membedakan GGA pre-renal, renal, dan postrenal. Diagnosis dapat dimulai dari anamnesa yang menanyakan riwayat
penyakit untuk mengetahui awal mulai GGA, faktor-faktor pencetus, serta
riwayat penyakit dahulu (riwayat operasi kardiovaskular, riwayat infeksi, riwayat
bengkak, riwayat kencing batu). Pemeriksaan fisik yang harus diperhatikan
seperti status volume pasien, pemeriksaan kardiovaskuler, pelvis, rectum, dan
pemasangan kateter untuk memonitor jumlah cairan yang masuk dan keluar.
Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium berupa elektrolit
serum, Renal Function Test (BUN, serum kreatinin, laju filtrasi glomerulus), kadar
Cystatin C serum, pemeriksaan analisis urin, serta pemeriksaan penunjang lain
seperti USG ginjal untuk mengetahui struktur dan ukuran ginjal serta
abnormalitas pada traktus urinarius, angiografi jika diduga penyebabnya adalah
penyumbatan pembuluh darah, CT Scan, MRI, serta biopsi jika penyebab GGA
tidak dapat ditegakkan dari pemeriksaan penunjang lain (seperti pada nekrosis
tubular akut). (Schlegel, 1980; Esson, 2002; Markum, 2006)
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal,
mempertahankan homeostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi
metabolic dan infeksi serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal
ginjalnya sembuh secara spontan. Prinsip penatalaksanaan gagal ginjal dimulai
dengan identifikasi pasien beresiko AKI (sebagai upaya pencegahan), mengatasi
penyebab AKI, mempertahankan homeostasis, mempertahankan keseimbangan
cairan dan elektrolit, mencegah komplikasi metabolik (seperti hiperkalemia,
asidosis, hiperfosfatemia, mengevaluasi status nutrisi, mencegah infeksi,
mengevaluasi obat-obat yang dipakai. (Markum, 2006)
Status volume pasien harus ditentukan dan dioptimalkan dengan pemantauan berat
badan pasien serta asupan dan keluaran cairan setiap hari. Pada pasien dengan kelebihan
volume,keseimbangan cairan dapat dipertahankan dengan menggunakan diuretika
Furosemid sampaidengan 400 mg/hari. Dosis obat harus disesuaikan dengan tingkat fungsi
ginjal, obat-obat yangmengandung magnesium (laksatif dan anatasida) harus dihentikan.
Antibiotik bisa diberikan untuk mencegah atau mengobati infeksi. Untuk dukungan gizi yang
optimal pada GGA, penderita dianjurkan menjalani diet kaya karbohidrat serta rendah
protein, natrium dan kalium. (Stein, 2001; Rahardjo, 2000)
Terapi khusus GGA
Bila GGA sudah terjadi diperlukan pengobatan khusus, umumnya dalam ruang
lingkup perawatan intensif sebab beberapa penyakit primernya yang berat
seperti sepsis, gagal jantung, dan usia lanjut, dianjurkan untuk inisiasi dialysis
ini. Dialisis bermanfaat untuk koreksi akibat metabolic dari AKI. Dengan dialysis
ini dapat diberikan cairan/nutrisi, dan obat-obat lain yang diperlukan seperti
antibiotic. AKI post-renal memerlukan tindakan cepat bersama dengan ahli
urologi misalnya pembuatan nefrostomi, mengatasi infeksi saluran kemih dan
menghilangkan sumbatan yang dapat disebabkan oleh batu, striktur uretra atau
pembesaran prostat. (Markum, 2006)

Dialisis diindikasikan pada GGA untuk mengobati gejala uremia, kelebihan


volume,asidemia, hiperkalemia, perikarditis uremia, dan hiponatremia. Indikasi
dilakukannya dialisa adalah (Stein, 2001; Rahardjo, 2000; Markum, 2006):
1.Oligouria : produksi urine < 200 ml dalam 12 jam
2.Anuria : produksi urine < 50 ml dalam 12 jam
3.Hiperkalemia : kadar potassium >6,5 mmol/L
4.Asidemia : pH < 7,0
5.Azotemia : kadar urea > 30 mmol/L
6.Ensefalopati uremikum
7.Neuropati/miopati uremikum
8.Perikarditis uremikum
9.Hipertermia
10.Natrium abnormalitas plasma : konsentrasi > 155 mmol/L atau < 120 mmol/L
11.Keracunan obat
Kebutuhan gizi pada gagal ginjal akut (Cano, 2006):
1.Energi 20 30 kkal/kgBB/hari
2.Karbohidrat 3 5 (max. 7) g/kgBB/hari
3.Lemak 0.8 1.2 (max. 1.5) g/kgBB/hari
4.Protein (essential dan non-essential amino acids)
Terapi konservatif 0.6 0.8 (max. 1.0) g/kgBB/hari
Extracorporeal therapy1.0 1.5 g/kgBB/hari
5.CCRThypercatabolism maximum 1.7g/kgBB/hari

Pengobatan suportif pada GGA (Markum, 2006)


Komplikasi
Kelebihan volume
intravaskuler
Hiponatremia
Hiperkalemia
Asidosis metabolik

Hiperfosfatemia

Hipokalsemia

Pengobatan
*Batasi garam (1 2 g/hari dan air < 1 L/hari)
*Furosemid, ultrafiltrasi atau dialisis
Batasi asupan air < 1 L/hari, hindari infus larutan
hipotonik
Batasi asupan diit K < 40 mmol/hari, hindari diuretik
hemat kalium
Natrium Bikarbonat (upayakan bikarbonat serum >
15 mmol/L dan
pH > 7.2)
*Batasi asupan diit fosfat < 800 mg/hari
*Obat pengikat fosfat (Kalsium asetat, Kalsium
karbonat)
Kalsium karbonat; Kalsium glukonas (10-20 ml

Nutrisi

larutan 10%)
*Batasi asupan protein 0,8-1 g/KgBB/hari
*Nutrisi enteral atau parenteral, jika perjalanan klinik
lama atau katabolik

Komplikasi
Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia,
asidosis metabolik,
hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan
hiperkatabolik. Pada
oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru, yang dapat
menimbulkan keadaan gawat. Hiperkalemia terjadi karena beberapa
hal seperti ekskresi melalui ginjal terganggu, perpindahan kalium
keluar sel, kerusakan sel akibat proses katabolik, trauma, sepsis, infeksi,
atau dapat juga disebabkan karena asupan kalium yang berlebih, keadaan ini
berbahaya karenabisa menyebabkan henti jantung dalam keadaan diastolik.
Asidosis terjadi karena bikarbonat darah menurun akibat ekskresi asam nonvolatile
terganggu dimana juga meningkatkan aniongap. Hipokalsemia sering terjadi pada
awal GGA dan pada fase penyembuhan GGA.
Komplikasi sistemik seperti (Aspelin, 2006):
1. Jantung
Edema paru, aritmia dan efusi pericardium.
2. Gangguan elektrolit
Hiperkalemia, hiponatremia, dan asidosis
3. Neurologi:
Iiritabilitas neuromuskular, tremor, dan koma,
4. Gangguan kesadaran dan kejang.
5. Gastrointestinal:
Nausea, muntah, gastritis, dan ulkus peptikum.
6. Perdarahan gastrointestinal
7. Hematologi
Anemia, dan diastesis hemoragik
8. Infeksi
Pneumonia, septikemia, dan infeksi nosokomial.
9. Hambatan penyembuhan luka
Prognosis

24

Mortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan derajat gagal ginjal.
Perlu diperhatikan
faktor usia, makin tua makin jelek prognosanya, adanya infeksi yang
menyertai, perdarahan
gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk prognosa.
Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan
terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas (15%),
dan gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan
sebagainya. Pasien dengan GGA yang menjalani dialysis angka

kematiannya sebesar 50-60%, karena itu pencegahan, diagnosis dini, dan


terapi dini perlu ditekankan. (Stein, 2001)

BAB III
PENUTUP
Gagal ginjal akut (GGA) merupakan suatu sindrom klinik akibat adanya gangguan
fungsiginjal yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa
hari) yangmenyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen (urea/creatinin) dan non
nitrogen, dengan atautanpa disertai oligouri. Penyebab gagal ginjal akut yang dibagi
menjadi 3 besar yaitu:
a) Pre-renal (gagal ginjal sirkulatorik) yang disebabkan utama oleh hipoperfusi ginjal
dimanaterjadi hipovolemia.
b) Renal (gagal ginjal initrinsik) yang disebabkan oleh kelainan pembuluh darah
ginjal.
c) Post-renal (uropati obstruksi akut) yang disebabkan oleh obstruksi ureter dan
obstrtuksi uretra.
Gejala klinis dari gagal ginjal akut yang tampak adalah adanya oligouri,
anuria, highoutput renal failure BUN, dan kreatinin serum yang meningkat. Tujuan
utama dari pengelolaanGGA adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal,
mempertahankan hemostasis, melakukanresusitasi, mencegah komplikasi
metabolik dan infeksi, serta mempertahankan pasien tetap hidupsampai faal
ginjalnya sembuh secara spontan.
Dapus
Stein,Jay H. Kelainan ginjal dan elektrolit. Panduan klinik ilmu penyakit dalam. Edisi
ke-3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001
Markum,M.H.S. Gagal Ginjal Akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, editors. Buku ajar:
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006.
Rahardjo, J.Pudji. Kegawatan pada Gagal Ginjal. Penatalaksanaan Kedaruratan di
Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat informasi dan penerbitan FKUI
2000.
Schlegel, Computed radionuclide urogram for assesing acute renal failure. AJR
1980; 134

Esson, Robert W. Schrier. Diagnosis and treatment of acute tubular necrosis. Annals
of Internal Medicine 2002; 137
Aspelin P, Aubry P, Fransson sg. Efek nefrotoksik pada pasien resiko tinggi yang
menjalani angiografi. NEJM 2006; 348; 491

Anda mungkin juga menyukai