Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH

SEORANG PEREMPUAN USIA 8 TAHUN DENGAN TUBERCULOSIS


PARU

Diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan Senior


Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh :
Puti Arumsani

22010115210053

Natalia Carolina

22010115210151

Aldo Febriananto K

22010116210185

PRAKTEK KEDOKTERAN KLINIK KELUARGA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA
SEORANG PEREMPUAN USIA 8 TAHUN DENGAN TUBERCULOSIS PARU
Diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan Senior
Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro
Disusun Oleh:
Puti Arumsani

22010115210053

Natalia Carolina

22010115210151

Aldo Febriananto K

22010116210185

Telah disetujui dan disahkan :

Pembimbing

dr. Dodik Pramono, MSi Med

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang menyebabkan angka
kematian tinggi pada manusia. Secara global, setiap tahun sekitar 9 juta orang
mengidap tuberkulosis aktif, menyebabkan 3 juta kematian, atau sekitar lima
kematian setiap menit. Sekitar 40 persen kasus terjadi di Asia Tenggara.
Diprediksi sepertiga dari populasi dunia atau 2 milyar orang terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis secara laten. WHO memperkirakan bahwa setiap
tahun terdapat 1,3 juta kasus TB anak dan 450.000 anak usia dibawah 15
tahun meninggal dunia karena TB. Lebih dari 70.000 anak meninggal karena
TB setiap tahunnya. 70-80% terjadi akibat TB paru (pulmonary TB) dan
sisanya merupakan ekstrapulmonary TB.1
Di Indonesia, TB merupakan

masalah

utama

kesehatan

masyarakat.Indonesia merupakan peringkat ke 3 setelah India dan China


dalam jumlah pasien TB terbanyak. Pada tahun 2015 ditemukan jumlah kasus
TB sebanyak 330.910 kasus. Jumlah ini meningkat dibandingkan jumlah
kasus pada tahun 2014 yaitu 324.539 kasus. Sebanyak 8,59% dari semua
kasus TB tahun 2015 berasal dari kelompok umur 0-14 tahun.2
Salah satu penyebab kegagalan program TB di Indonesia selama ini
adalah tidak memadainya tatalaksana, yang meliputi diagnosis dan paduan
obat yang tidak standar, dan gagal menyembuhkan kasus yang telah
didiagnosis.3 Oleh karena itu, kemampuan dokter dalam mengenali kondisi
klinis penderita dan memberikan terapi dengat tepat serta memberikan
pembinaan pada penderita TB dan keluarga menjadi sangat penting. Upaya
untuk memiliki keterampilan yang baik salah satunya dapat dilakukan dengan
meninjau kasus kedokteran keluarga melalui kunjungan rumah seperti yang
dilakukan dalam laporan kasus ini.

1.2 Tujuan
Laporan kasus ini membahas seorang anak perempuan usia 8 tahun dengan
TB paru. Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui
penatalaksanaan dan pembinaan penderita TB melalui pendekatan keluarga.
1.3 Manfaat
Laporan ini diharapkan dapat digunakan sebagai media pembelajaran
kedokteran keluarga dan praktek secara langsung kepada penderita TB untuk
meningkatkan keterampilan penatalaksanaan TB melalui pendekatan keluarga.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Tuberkulosis Anak
Tuberkulosis anak adalah penyakit menular yang terjadi pada anak usia 014 tahun akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis yang terhirup
melalui droplet dari orang yang terinfeksi, bersifat sistemik sehingga dapat
mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru yang
biasanya merupakan lokasi infeksi primer.
2.2 Epidemiologi
Indonesia merupakan salah satu negara dengan kasus terbanyak, yaitu 10%
dari total kasus di seluruh dunia. Diperkirakan terdapat 1 juta kasus TB baru
tiap tahun di Indonesia, dengan insidensi 300-499 kasus per 100.000 populasi
per tahun.3
Sedangkan menurut profil kesehatan Indonesia tahun 2015, jumlah kasus
baru TB paru sebanyak 330.910 kasus, dengan kasus terbanyak berasal dari
Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah sebesar 38%. Sebanyak 8,59% dari
semua kasus TB tahun 2015 berasal dari kelompok umur 0-14 tahun.
Sebanyak 57,1% merupakan kasus TB paru yang terkonfirmasi bakteriologis
dari semua kasus TB paru yang tercatat, hal ini belum mencapai target yaitu
>70%. CNR (Case Notification Rate) kasus baru TB pada tahun 2015 sebesar
130/100.000 dengan CNR kasus yang terkonfirmasi bakteriologis sebesar
74/100.000.2
2.3 Faktor Risiko
A. Risiko infeksi TB
Faktor risiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan
dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah endemis,
kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat, dan tempat penampungan umum.4,5

B. Risiko sakit TB
Berikut adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya
infeksi TB menjadi sakit TB.4,5
1. Usia 5 tahun
2. Malnutrisi
3. Keadaan imunokompromais (infeksi HIV, keganasan, transplantasi organ,
pengobatan imunosupresi)

Gambar 1. Faktor risiko tuberkulosis6


2,4 Patogenesis
Penderita TB Paru

BTA positif mengeluarkan kuman-kuman keudara

dalam bentuk droplet yang sangat kecil pada waktu batuk atau bersin. Droplet
yang mengandung kuman ini dapat terhirup oleh orang lain dna terjadilah infeksi
dari satu orang ke orang lain. Anak umumnya mengidap TB karena tertular dari
orang dewasa. Pada orang dewasa, bakteri penyebab TB masuk keparu-paru
kemudian menyerang dinding saluran nafas dengan membentuk rongga yang
berisi nanah dan bakteri TB yang setiap kali batuk maka bakteri TB ikut keluar
dan menyebar diudara. Namun pada anak bakteri TB hanya menyerang jaringan
paru yang tidak memiliki reseptor batuk. TB pada anak tidak menularkan penyakit
kepada orang lain karena pada TB anak hampir tidak ada gejala batuk yang bisa
menjadi penyebaran penyakit. 7,8

Kuman TB dalam droplet yang ukurannya sangat kecil (<5 m), akan
terhirup dan dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat
dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak
terjadi respons imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya,
tidak seluruhnya dapat dihancurkan, sehingga makrofag alveolus akan memfagosit
kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman
TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag,
dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk
lesi di tempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon.
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke
lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran
limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Gabungan
antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer
(primary complex).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi
TB bervariasi selama 212 minggu, biasanya berlangsung selama 48 minggu.
Selama masa inkubasi tersebut, kuman berkembang biak hingga mencapai jumlah
103104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas selular.
Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB
terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin
masih negatif. Bila imunitas selular telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk
ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik (cellular
mediated immunity, CMI).
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya
akan mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi
setelah terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga
akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan

menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan


gejala sakit TB.
TB dapat menyebar melalui penyebaran limfogen dan hematogen. Pada
penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk
kompleks primer, atau berlanjut menyebar secara limfohematogen. Dapat juga
terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi
darah dan menyebar ke seluruh tubuh.Adanya penyebaran hematogen inilah yang
menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.4,5

Gambar 2. Bagan patogenesis tuberculosis4

2.5 Diagnosis
a. Anamnesis
Gejala umum dari penyakit TB tidak khas.3,4,5,8
- Nafsu makan kurang
- Berat badan sulit naik, menetap atau malah turun.
- Demam subfebril berkepanjangan
- Pembesaran kelenjar superfisial di daerah leher, aksila, inguinal, atau
tempat lain.
- Keluhan respiratorik berupa batuk kronik lebih dari 3 minggu atau nyeri
dada.
- Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku
b. Pemeriksaan fisik
Pada sebagian besar kasus TB, tidak dijumpai kelainan fisik yang khas.3,4,5,8
- Antropometri: gizi kurang dengan grafik berat badan dan tinggi badan
pada posisi daerah bawah.
- Suhu subfebris dapat ditemukan pada sebagian pasien.
Kelainan pemeriksaan fisik baru dijumpai jika TB mengenai organ tertentu.
- TB vertebra : gibbus, kifosis, paraparesis, paraplegia.
- TB koksae atau TB genu: jalan pincang, nyeri pada pangkal paha atau
lutut.
- Pembesaran KGB multipel, tidak nyeri tekan dan konfluens (saling
menyatu).
- Meningitis TB: kaku kuduk dan tanda rangsang meningeal lain.
- Skofuloderma: ulkus kulit dengan skinbridge biasanya terjadi didaerah
leher, aksila atau inguinal.
- Konjungtivitis flikenularis yaitu bintik putih di limbus kornea yang
sangat nyeri.

c. Pemeriksaan penunjang
1. Tes tuberkulin
Uji tuberkulin dilakukan dengan injeksi 0,1 ml PPD (Purified Protein
Derivative) secara intradermal dengan metode mantoux divolar atau
permukaan belakang lengan bawah. Penyuntikan dianggap berhasil jika
saat penyuntikan didapatkan indurasi diameter 6-10 mm. Uji ini dibaca

dalam waktu 48-72 jam setelah suntikan. Hasil uji tuberculin dicatat
sebagai diameter indurasi bukan ukuran kemerahan.3,4
Tabel 1. Interpretasi tes tuberkulin

2. Pemeriksaan darah
Hasilmeragukan, kurang sensitive :6
- TB mulai aktif : leukositosis ringan, shift to the left, limfopenia, LED
meningkatsedikit
- Perbaikan: leukosit kembali normal, limfosi ttinggi, LED kembali
turun
- Anemia ringan
- Gamma globulin meningkat

3. Pemeriksaan sputum ( Mikrobiologi )


Pada anak, pemeriksaan mikrobiologi langsung sulit dilakukan karena
sulit mendapatkan sputum sehingga harus dilakukan bilas lambung. Dari
hasil bilas lambung hanya 10% anak yang memberikan hasil positif.4,5
4. Radiologi
Pemeriksaan radiologis secara antero-posterior (AP) dan lateral,
gambaran radiologis tidak khas pada TB paru biasa. Gambaran TB
biasanya terdapat pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal, infiltrate,
kalsifikasi, cavitas, efusi pleura, konsolidasi, millier, atelectasis.1,2,4,6

10

Gambar 3. Radiologi (pembesaran kelenjar hilus, konsolidasi lobaris, millier,


kalsifikasi, atelectasis, efusi pleura, cavitas).
5. Patologi anatomi
Pemeriksaan PA menunjukkan gambaran granuloma yang ukurannya
kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit.
Granuloma tersebut mempunyai karakteristik perkijuan atau area
nekrosis keseosa ditengah granuloma.4,5
d. Diagnosis TB paru anak dengan Sistem Skoring
Diagnosis TB pada anak umumnya sulit ditegakkan, sehingga sering
terjadi misdiagnosis baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Oleh
karena itu Unit Kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI telah membuat
Pedoman Nasional TB Anak dengan menggunakan sistem skor (scoring
system), yaitu sistem pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis.3,8
Tabel 2. Sistem skor (scoring system)

11

2.6 Penatalaksanaan
Jika ditemukan anak dengan skor 6, anak tersebut terdiagnosis TB, maka
harus dicari sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB.
Sumber penularan adalah orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat
dengan anak tersebut. Pelacakan sumber infeksi dilakukan dengan cara
pemeriksaan radiologis dan BTA sputum (pelacakan sentripetal). Bila telah
ditemukan sumbernya, perlu pula dilakukan pelacakan sentrifugal, yaitu mencari
anak lain di sekitarnya yang mungkin juga tertular, dengan cara uji tuberkulin.

12

Sebaliknya, jika ditemukan pasien TB dewasa aktif, maka anak di sekitarnya atau
yang kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi TB (pelacakan
sentrifugal). Pelacakan tersebut dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang yaitu uji tuberkulin.3

Gambar 4. Skema tatalaksana pasien TB anak pada unit kesehatan


Prinsip dasar pengobatan TB adalah multidrugs therapy diminum teratur,
minimal 6 bulan. Dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak. Dosis
yang digunakan untuk paduan OAT KDT pada anak: 2(RHZ)/4(RH). 8 Obat TB
lini pertama saat ini adalah rifampisin (R), isoniazid (H), pirazinamid (Z),
etambutol (E), dan streptomisin (S).4,5,8 OAT diberikan selama 2 bulan, kemudian
dievaluasi. Jika respon (+), lanjutkan terapi. Jika respon (-) lanjutkan terapi sambil
mencari penyebabnya.

13

Tabel 4. Dosis OAT KDT (kombinasi dosis tetap) anak

2.7 Pencegahan
a.

b.
c.

Perlindungan terhadap sumber penularan. Prioritas sumber penularan


sekarang ditujukan terhadap orang dewasa.
Vaksinasi BCG
Kemoprofilaksis
Terdapat dua macam kemoprofilaksis yaitu primer dan sekunder, Pada
kemoprofilaksis

primer

diberikan

isoniazid

dengan

dosis

5-10

mg/kgBB/hari dengan dosis tunggal selama 6 bulan, diberikan pada anak


yang kontak dengan TB menular, terutama dengan BTA sputum positif,
tetapi belum terinfeksi (uji tuberculin negatif). Kemoprofilaksis sekunder
diberkan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi belum sakit, ditandai

14

dengan uji tuberculin positif, sedangkan klinis dan radiologis normal. Lama
d.
e.
f.

pemberian kemoprofilaksis sekunder adalah 6-12 bulan.4,5


Pengobatan terhadap infeksi dan penemuan sumber penularan.
Pencegahan terhadap penyakit dengan diagnosis dini.
Penyuluhan dan pendidikan kesehatan3

15

BAB III
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH
I. IDENTITAS PENDERITA DAN KELUARGA
1.

Identitas penderita
Nama
Jenis kelamin
Usia
Alamat
Agama
Suku Bangsa
Pendidikan

2.

Identitas Kepala Keluarga


Nama
Jenis Kelamin
Umur
Status Pernikahan
Alamat
Agama
Suku Bangsa
Pendidikan
Pekerjaan

II.

: An. LN
: Perempuan
: 8 tahun
: Dusun Wonosuko Desa Ngargoretno, Kecamatan
Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah
: Islam
: Jawa
: Sekolah Dasar

: Tn. HP
: Laki laki
: 41 tahun
: Menikah
: Dusun Wonosuko Desa Ngargoretno, Kecamatan
Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah
: Islam
: Jawa
: Tamat SMP
: Petani

PROFIL KELUARGA YANG TINGGAL SATU RUMAH

Tabel 1. Daftar Anggota Keluarga Kandung


Kedudukan
No
1

Nama

dalam

L/P

Tn. HP

Keluarga
KK

Umur
(th)
41

Pendidikan

Pekerjaan

Keterangan

Tamat SMP

Petani

Sehat

16

2
3.
4.

Ny. SK
AK
LN

Istri KK
Anak
Anak

P
L
P

36
11
8

Tamat SMP
SD
SD

Petani
-

Sehat
Sehat
TB

III. RESUME PENYAKIT DAN PENATALAKSANAAN YANG SUDAH


DILAKUKAN
a.

Keluhan Utama
Benjolan di leher kiri

b.

Riwayat Penyakit Saat Kunjungan Pertama


ANAMNESIS (autoanamnesis dan alloanamnesis pada Selasa, 15
November 2016 pukul 18.30 WIB di rumah penderita)
6 bulan yang lalu ayah pasien menyadari terdapat dua buah benjolan
bentuk bulat di leher kiri pasien sebesar biji kacang. Benjolan dirasakan
keras, tidak nyeri, tidak merah. Benjolan di tempat lain (-). Pasien juga
mengeluh batuk-batuk. Batuk dirasakan terus-menerus, sesekali berdahak
warna putih kekuningan, kental, jumlah sendok teh. Keluhan
dirasakan memberat dengan aktivitas. Demam nglemeng (+) hilang timbul,
demam hilang setelah dikompres atau minum obat penurun panas namun
muncul lagi. Keringat dingin malam hari (+), sesak napas (-), nyeri dada
(-), BAK dan BAB normal, penurunan nafsu makan (+), penurunan berat
badan (+), namun tidak diketahui berapa kilogram.
Pasien kemudian diperiksakan ke Puskesmas Salaman, dilakukan foto
rontgen dada, oleh dokter dikatakan pasien menderita TB paru. Kemudian
pasien diminta menjalani pengobatan selama 6 bulan. Sekarang pasien
sedang pengobatan bulan ke-6.

c.

Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat batuk 3 minggu berdahak campur darah sebelumnya (-)
b. Riwayat tetangga dengan batuk lama (+)
c. Riwayat tekanan darah tinggi (-)
d. Riwayat kencing manis (-)
e. Riwayat alergi (-)

17

d.

Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat batuk 3 minggu berdahak campur darah (-)
b. Riwayat kakak menderita sakit seperti ini (+), sudah menjalani
pengobatan 6 bulan dan dinyatakan sudah sembuh
c. Riwayat ayah merokok (+)
d. Riwayat tekanan darah tinggi (-)
e. Riwayat kencing manis (-)
f. Riwayat alergi (-)

e.

Riwayat Sosial Ekonomi


Penderita seorang anak kelas 3 SD, ayah dan ibu pasien bekerja sebagai
petani dengan penghasilan Rp 900.000,-/bulan (tidak tetap). Pembiayaan
kesehatan menggunakan jamkesmas.
Kesan : sosial ekonomi kurang.

f.

Hasil Pemeriksaaan Fisik


Tanggal Selasa, 15 November 2016 pukul 19.00 WIB
Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda Vital

TD : 110/80 mmHg

TB

: 129cm

BB

: 29 kg

BMI

: 17,5

: 92x/menit, isi dan tegangan cukup

RR : 20x/menit
T

: 36,5 C (aksiler)

Kepala

: Bentuk mesosefal

Mata

: Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-

Telinga

: Discharge (-), nyeri tekan mastoid (-)

Hidung

: Discharge (-), nafas cuping hidung (-)

Mulut

: Bibir pucat (-), sianosis (-)

Tenggorok

: T1-1, faring hiperemis (-), post nasal drip (-), nyeri


telan (-)

18

Leher

: Trakhea di tengah, pembesaran nnll (-)

Thorax

: Simetris, retraksi otot pernafasan (-), sela iga


melebar (-), venektasi dinding dada (-)

Cor
I

: Iktus cordis tak tampak

Pa

: Iktus cordis teraba di SIC V 2 cm lateral LMCS, tidak kuat


angkat, tidak melebar.

Pe

: Batas atas

: SIC II linea parasternal sinistra


Batas kanan : linea parasternal dektra
Batas kiri

Aus

: SIC V 2 cm medial LMCS

: SJ I II normal, bising tidak ada, gallop (-)

Pulmo
I

: Simetris, statis, dinamis

Pa : Stem fremitus kanan = kiri, friction fremitus (-)


Pe

: Sonor seluruh lapangan paru, nyeri ketuk (-)

Aus : Suara dasar vesikuler, suara tambahan: ronki basah kasar -/-,
wheezing -/-, krepitasi -/ Abdomen :
I

: Datar, venektasi (-)

Au : Bising usus dalam batas normal


Pe : Tympani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)
Pa : Supel, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan (-)
Ekstremitas

Superior

Inferior

Oedema

-/-

-/-

Sianosis

-/-

-/-

Akral dingin

-/-

-/-

<2/<2

<2/<2

Cappilary Refill
g.

Hasil Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang

19

Pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan

Pemeriksaan BTA tidak dilakukan

Hasil Pemeriksaan Rontgen


Dilakukan pemeriksaan rontgen pada bulan Mei 2016

Diagnosis Kerja
TB Paru pengobatan bulan ke -6
h.

Rencana Penatalaksanaan
Pengobatan medikamentosa yang telah diberikan : OAT Kategori 1, yang
terdiri dari 2 tahap, yaitu:
a. Tahap Intensif
Kombinasi dan dosis obat dalam 1 tablet (Fixed Dose
Combination) terdiri dari RHZ (75/50/150)
Karena berat badan penderita 29 Kg, maka obat yang harus diminum
adalah 4 tablet/hari selama 2 bulan.
b. Tahap lanjutan
Kombinasi dan dosis obat dalam 1 tablet (Fixed Dose Combination)
terdiri dari RH (75/50)
Karena berat badan penderita 29 Kg, maka obat yang harus diminum
adalah 4 tablet/hari selama 4 bulan.

Terapi edukasi

Penderita dianjurkan untuk istirahat


Penderita dianjurkan untuk makan secara teratur dan bergizi untuk
memenuhi kebutuhan gizi
Penderita dianjurkan patuh untuk meminum obat dan kontrol sesuai
jadwal

20

Memberikan arahan apabila batuk, mulut ditutup dapat menggunakan


sapu tangan, tisu, ataupun lengan atas sisi kiri sehingga tidak terjadi
penyebaran infeksi melalui percikan
Penderita tidak boleh meludah di sembarang tempat
Lingkungan sehat (ventilasi cukup) dan dianjurkan untuk rutin
membuka jendela setiap pagi dan sore hari
Tidak menggunakan barang seperti alat makan dan minum bersama
Anjuran untuk melakukan cek sputum seluruh anggota keluarga
yang tinggal satu rumah dengan penderita
i.

Hasil Penatalaksanaan Medis


Pada saat kunjungan (Selasa, 15 November 2016) penderita dalam
keadaan baik, keluhan batuk dahak sudah tidak ada.
Faktor pendukung

: - Penderita minum obat secara teratur


- Penderita memiliki keinginan untuk sembuh
- Penderita rajin kontrol 1 bulan sekali ke
Puskesmas

Faktor penghambat

: Jendela di rumah penderita tidak dibuka setiap


pagi dan sore hari, pada kamar penderita tidak ada
jendela sehingga kondisi rumah pengap dan lembab.
Penderita kurang memperhatikan dan menjaga
kesehatan dengan makan makanan bergizi karena
setiap kali makan, penderita merasa mual dan ingin
muntah.

Indikator keberhasilan: - Keluhan penderita berkurang


- Pemeriksaan SPS (-)
Genogram Keluarga Kandung (dibuat pada tanggal 17 November 2016)
Gambar 1. Pohon Keluarga

21

Keterangan :
1 & 2 kakek dan nenek dari bapak penderita
3 &4 kakek dan nenek dari ibu (meninggal)
6 & 7 bapak dan ibu pendertita
11 anak pertama

: sehat

11 penderita (anak kedua)

: sakit TB

IV.

IDENTIFIKASI FUNGSI KELUARGA


a. Fungsi Biologis
Berdasarkan hasil wawancara dengan penderita diperoleh keterangan
bahwa kurang lebih 7 bulan yang lalu ayah penderita mendapatkan 2
benjolan seberas biji kacang di leher sebelah kiri, benjolan dirasakan
tidak nyeri, keras, dan tidak merah. penderita juga mengalami batukbatuk sebulan terakhir. Tetangga di dekat rumah yang berjarak kurang
lebih 10 meter dari rumah penderita ada yang menderita keluhan
seperti ini sebelumnya. Anggota keluarga lain yang tinggal satu rumah
dengan penderita tidak ada

yang menderita batuk-batuk seperti

penderita.
b. Fungsi Psikologis
Penderita adalah seorang pelajar. Hubungan penderita dengan tetangga
dan orang-orang di sekitar rumah baik. Penderita tinggal bersama ayah
ibu dan kakanya . Hubungan dengan seluruh anggota keluarga baik.
c. Fungsi Ekonomi
Orang tua penderita bekerja sebagai petani dengan penghasilan + Rp
900.000,00 perbulan (tidak tetap). Kesan ekonomi: kurang.
d. Fungsi Pendidikan

22

Pendidikan terakhir penderita adalah SD, sehingga penderita masih


perlu arahan dan bantuan langsung dari orang tua penderita tentang
sakit yang di alaminya.
e. Fungsi Religius
Penderita dan orang tua penderita beragama Islam. Penderita
menjalankan ibadah di rumah, sesuai dengan ajaran agamanya.
Penderita rajin mengikuti mengaji sore di masjid dekat rumahnya.
Penderita menerima penyakitnya dengan ikhlas dengan tetap berikhtiar
untuk sembuh.
f. Fungsi Sosial dan Budaya
Penderita tinggal di rumah milik orangtuanya di kawasan pemukiman
milik penduduk. Hubungan dengan tetangga dan masyarakat sekitar
rumah baik.
Tabel Nilai APGAR Keluarga
Berdasarkan pengkajian APGAR score yang telah dilakukan berdasarkan
pernyataan penderita mengenai adaptation, partnership, growth, affection,
resolve, dengan total skor 10 menunjukkan tidak adanya disfungsi keluarga/fungsi
keluarga sehat dalam rumah tersebut.
Tabel 2. Tabel Apgar Score
NO PERTANYAAN
1

4
5

A : Saya puas dengan keluarga saya karena


masing-masing anggota keluarga sudah
menjalankan kewajiban sesuai dengan seharusnya
P : Saya puas dengan keluarga saya karena dapat
membantu memberikan solusi terhadap
permasalahan yang saya hadapi
G : Saya puas dengan kebebasan yang diberikan
keluarga saya untuk mengembangkan kemampuan
yang saya miliki
A : Saya puas dengan kehangatan/kasih sayang
yang diberikan keluarga saya
R : Saya puas dengan waktu yang disediakan

Hampir Kadangselalu
kadang
(2)
(1)

Hampir
tidak
pernah (0)

23

keluarga untuk menjalin kerjasama

Keterangan : Total skor 8-10 : fungsi keluarga sehat


4-7 : fungsi keluarga kurang sehat
0-3 : fungsi keluarga sakit
Tabel 3. Family SCREEM
NO ASPEK
1
Sosial

Kultural

Religius

SUMBER DAYA
Penderita dan keluarga
menjalin komunikasi serta
hubungan yang baik dengan
tetangga dan masyarakat di
sekitar rumah.
Penderita dan keluarga
merupakan suku Jawa dan lama
hidup di Jawa, namun tidak
percaya akan hal-hal yang
berbau mistis.
Penderita dan keluarga
beragama islam dan shalat 5
waktu serta penderita rutin
mengikuti kegiatan pengajian
di lingkungan sekitar.
Orang tua penderita bekerja
sebagai petani dengan
penghasilan + Rp 900.000,00
perbulan. Kesan ekonomi:
kurang.

Ekonomi

Pendidikan Pendidikan terakhir penderita


adalah SD
Kesehatan Penderita menggunakan
pelayanan kesehatan dari
Puskesmas dan penderita sudah
memiliki asuransi kesehatan
yakni Jamkesmas.

PATOLOGI

Orang tua penderita bekerja


sebagai petani dengan
penghasilan + Rp 900.000,00
perbulan. Kesan ekonomi:
kurang.
-

V. POLA KONSUMSI PENDERITA


Frekuensi makan rata-rata 3x sehari. Penderita biasanya makan di rumah.
Variasi makanan sebagai berikut : nasi, lauk (ikan laut, tahu, tempe), sayur (sop,

24

lodeh, bayam, dll), air minum (air putih dan teh). Air minum berasal dari mata air
lalu dimasak dan air minum dalam kemasan. Penderita jarang mengkonsumsi
buah.
VI.

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


KESEHATAN

1.

Faktor Perilaku
Keluarga penderita tidak memiliki kebiasaan membuka jendela rumah tiap
pagi hingga sore hari.

2.

Faktor Lingkungan
Tinggal dalam rumah yang pencahayaan oleh sinar matahari kurang, serta
sirkulasi udara dalam rumah tidak lancar. Dapur dengan saluran pembuangan
asap. Sumber air dari sumur untuk MCK. Air untuk diminum merupakan air
minum dalam kemasan dan air dari mata air yang dimasak. Saluran
pembuangan air limbah ke sungai yang ada di belakang rumah, buang air
besar di kamar mandi rumah. Pembuangan sampah dilakukan di halaman
samping rumah kemudian dibakar.

3.

Faktor Sarana pelayanan kesehatan


Terdapat Puskesmas pembantu Ngargoretno yang berjarak + 2,5km dari
tempat tinggal. Dan terdapat Puskesmas Salaman I yang berjarak + 12km dari
tempat tinggal.

4.

Faktor keturunan
Tidak ada.

VII.
1.

IDENTIFIKASI LINGKUNGAN RUMAH


Gambaran Lingkungan Rumah
Rumah penderita terletak di Desa Kiringan RT 07 RW 05, dengan ukuran
luas tanah 10 x 10 m2, bentuk bangunan 1 lantai. Secara umum gambaran
rumah terdiri dari 1 kamar tidur. Terdapat 1 kamar mandi, 1 dapur di bagian
belakang rumah dan 1 pekarangan yang tidak digunakan. Rumah beratapkan

25

genteng, dinding dari batu bata dan diplester semen, lantai dari tanah yang
juga diplester semen. Penerangan dalam rumah dan kamar kurang. Ventilasi
dan jendela yang kurang memadai, yaitu dengan luas < 25% dan tidak dibuka.
Cahaya matahari masuk lewat pintu dan jendela kaca. Sumber air bersih dari
sumur pompa, air minum dimasak sendiri. Kebersihan dapur kurang, ada
lubang asap dapur. Pembuangan air limbah ke sungai. Tempat sampah utama
di halaman samping rumah, kemudian dibakar. Tidak mempunyai hewan
peliharaan.

2.

Denah Rumah
Gambar 2. Denah Rumah
10 m

Teras
R. Kamar

R. Tamu

26

10 m

Ruang Keluarga

Kamar
mandi

Ruang
makan
Dapur

VIII.
1.

DIAGNOSIS FUNGSI KELUARGA

Fungsi Biologis
Penderita memiliki keluhan terdapat benjolan di leher kiri dan

batuk berdahak

Penderita didiagnosis TB paru sejak 6 bulan yang lalu

Riwayat penyakit menular pada keluarga (+) kakak


penderita

Riwayat penyakit kronis dalam keluarga tidak didapatkan.

Riwayat penyakit menular di lingkungan sekitar rumah (+)


tetangga penderita

2.

Fungsi Psikologi
Penderita tinggal di rumah bersama kedua orangtua dan 1

orang kakak.

3.

Hubungan dengan anggota keluarga serumah baik.

Hubungan dengan tetangga dan sekitar rumahnya baik.

Fungsi Sosial

Dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dengan baik.

Orang tua penderita aktif mengikuti kegiatan di lingkungan


seperti arisan dan pengajian.

27

4.

Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan


Menurut penderita dan keluarga dengan penghasilan tidak tetap sebesar
Rp 900.000,00 tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.

5.

Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi


Penderita dan keluarga menerima sakit TB Paru yang dideritanya dan rutin
untuk memeriksakan dirinya setiap bulan ke fasilitas pelayanan kesehatan.

6.

Faktor Perilaku

7.

Penderita dan keluarga tidak memiliki kebiasaan membuka jendela rumah

tiap pagi hingga sore hari.


Ayah penderita memiliki kebiasaan merokok di dalam rumah.
Pengelolaan sampah rumah tangga dengan cara dibakar.

Faktor Non Perilaku

IX.

Pencahayaan oleh sinar matahari kurang.


Sirkulasi udara dalam rumah tidak lancar.
Kamar lembab dan pengap.
Lantai belum bangunan belum semuanya kedap air.
PERMASALAHAN PADA PENDERITA

Berdasarkan hasil kunjungan tanggal 15 November 2016 diperoleh


permasalahan sebagai berikut:
Tabel 4 Permasalahan pada penderita dan keluarganya
No.
1.

Risiko & masalah kesehatan


An. LN dan keluarga tinggal
di lingkungan yang terdapat
orang dengan keluhan serupa.

Rencana pembinaan
Menjelaskan cara
penularan dari TB
paru
Menyarankan agar
anggota keluarga
lainnya yang tinggal
satu rumah dengan
penderita untuk
melakukan
pemeriksaan sputum
Menjelaskan fungsi
masker sebagai alat
pencegahan
penularan dan

Sasaran
Penderita dan
keluarganya

28

No.

Risiko & masalah kesehatan

2.

An. LN dan keluarga tinggal


di lingkungan yang terdapat
orang dengan keluhan serupa.

3.

An. LN tinggal di rumah yang


kurang ventilasi dan
pencahayaan yang kurang
sehingga lembab dan pengap

4.

Tn. HP memiliki kebiasaan

Rencana pembinaan
mengajarkan cara
batuk yang benar
(etika batuk) yakni
dengan mulut ditutup
menggunakan sapu
tangan, tisu, ataupun
lengan atas sisi kiri
penderita
Menyarankan untuk
melakukan
pemeriksaan sputum
dan apabila
dinyatakan (+) maka
disarankan untuk
menjalani
pengobatan
Menjelaskan fungsi
masker sebagai alat
pencegahan
penularan
Menjelaskan cara
penularan dari TB
paru dan
mengajarkan cara
batuk yang benar
(etika batuk) yakni
dengan mulut ditutup
menggunakan sapu
tangan, tisu, ataupun
lengan atas sisi kiri
penderita
Menjelaskan bahwa
kuman penyebab TB
paru menyukai
karakteristik tempat
yang lembab dan
pengap
Menjelaskan cara
mengatasinya yakni
dengan membuka
jendela pada pagi
hingga sore hari
Menjelaskan bahwa

Sasaran

Tetangga
dengan
keluhan
serupa dengan
penderita

Orang
penderita

tua

Penderita dan

29

No.

Risiko & masalah kesehatan


merokok di dalam rumah dan
berdekatan dengan anggota
keluarga yang lain, sehingga
anggota keluarga lain terpapar
asap rokok

5.

An. LN dan keluarga memiliki


kebiasaan membakar sampah
rumah tangga

6.

An. LN dan keluarga tinggal


di rumah yang dengan lantai
bangunan yang belum
semuanya kedap air

Rencana pembinaan
merokok adalah
kebiasaan yang buruk
dan menjelaskan
mengenai efek dari
merokok
Menjelaskan bahwa
asap rokok juga tidak
baik untuk anggota
keluarga lain karena
membuat yang lain
rentan mengalami
gangguan saluran
pernafasan
Menyarankan untuk
mengurangi rokok
bahkan lebih baik
jika berhenti
Menyarankan apabila
tetap ingin merokok,
dapat merokok di
luar rumah dan tidak
berdekatan dengan
anggota keluarga
yang lain
Menyarankan untuk
memilih lokasi
pembakaran yang
cukup jauh dari
rumah, dan menutup
ventilasi rumah saat
membakar sampah
sehingga asap
bakaran tidak akan
masuk ke rumah.
Menjelaskan bahwa
lantai yang tidak
kedap air akan
menjadikan
lingkungan dalam
rumah lembab
Menyarankan untuk
membuat seluruh
lantai bangunan

Sasaran
keluarganya

Orang
penderita

tua

Orang
penderita

tua

30

No.

Risiko & masalah kesehatan

X.

Rencana pembinaan
menjadi kedap air

Sasaran

DIAGRAM REALITA YANG ADA PADA KELUARGA

Gambar 3. Diagram Realita pada Keluarga


Genetik

Yankes

Lingkungan

Status
Kesehatan

Puskesmas Salaman

TB paru

Lantai bangunan belum semuanya


kedap air
Tetangga ada yang menderita sama
seperti keluhan penderita

Perilaku
Kebiasaan tidak membuka jendela pada pagi hingga sore hari,
Kebiasaan merokok di dalam rumah dan berdekatan dengan anggota keluarga lain
Kebiasaan membakar sampah

Diagnosa
Aspek I (Personal) :
1. Keluhan Utama : benjolan di leher kiri
2. Harapan penderita dan keluarga: penderita dapat sembuh
Aspek II (diagnosis kerja) :
Tuberculosis Paru pengobatan bulan ke-6
Aspek III (Faktor Internal) :
1.

Genetik

: Tidak ditemukan faktor genetik yang dapat mempengaruhi


penyakit penderita.

31

2.

Pekerjaan

: penderita seorang pelajar sekolah dasar.

3.

Gaya hidup

: Penderita kurang memperhatikan pola makan tiap hari.

4.

Pola Makan

: Penderita biasanya makan di rumah.


Variasi makanan sebagai berikut : nasi, lauk (ikan laut,
tahu, tempe), sayur (sop, lodeh, bayam, dll), air minum
(air putih dan teh). Air minum berasal dari air minum
dalam kemasan. Penderita jarang mengkonsumsi buah.

5.
6.

Pola istirahat : Penderita biasanya tidur dari 21.00 - 05.00 WIB.


Kebiasaan

: Penderita berdekatan dengan ayahnya saat sedang


merokok.

7.

Spiritual

: Penderita beragama Islam menjalankan shalat 5 waktu.

Aspek IV (Faktor Eksternal) :


1. Kebiasaan Keluarga : Anggota keluarga memiliki kesibukan masingmasing,
Ibu penderita rutin membersihkan rumah sehari sekali yaitu pada pagi hari
dengan menyapu dan mengepel lantai, namun tidak memiliki kebiasaan
untuk membuka jendela rumah pada pagi hingga sore hari. Pada siang hari
pukul 09.00 sampai pukul 12.00 biasanya membantu suami bekerja di
ladang.
Ayah penderita bekerja sebagai petani yang bekerja dari pukul 07.00
sampai 16.00.
Kakak penderita bersekolah di bangku SD. Jam sekolah dimulai pukul
07.00 sampai dengan 13.00 WIB.
Penderita juga masih bersekolah di bangku SD. Jam sekolah dimulai pukul
07.00 sampai dengan 13.00 WIB.
Interaksi penderita dengan keluarga baik. Kondisi ekonomi keluarga
kurang.
Aspek V ( Fungsional) :
Kemampuan melakukan aktifitas fisik : penderita mampu beraktifitas fisik
seperti biasa.
Pengelolaan secara komprehensif:

32

Promotif :
1. Edukasi pada penderita dan keluarga mengenai penularan TB paru
2. Menghimbau pada keluarga untuk mengingatkan penderita minum obat
TB secara teratur
3. Edukasi penderita dan keluarga tentang pola hidup bersih dan sehat
Preventif :
Menjaga kebersihan diri dan kebersihan lingkungan
Kuratif :
Minum OAT secara rutin sesuai jadwal
Rehabilitatif :
Menjaga pola makan untuk memperbaiki daya tahan tubuh karena sebelumnya
telah terjadi penurunan BB
XI.

PEMBINAAN DAN HASIL KEGIATAN


Hasil kunjungan ke dua pada tanggal 17 November 2016 telah dilakukan
kegiatan sebagai berikut:

Tabel 5 Pembinaan dan Hasil Kegiatan


Tanggal

17/11/16

Kegiatan yang Dilakukan

Keluarga yang
Terlibat

Hasil Kegiatan

-Menjelaskan kepada

Penderita dan

Keluarga memahami

penderita dan keluarga tentang

keluarga

penjelasan tentang penyakit

penyakit TB paru, meliputi

yang diberikan

penyebab, faktor
memperberat, pencegahan dan
penatalaksanaannya, dan
menjelaskan tentang pengaruh
dari kebiasaan-kebiasaan

33

penderita terhadap penyakit


17/11/16

yang dialaminya
Memotivasi penderita dan

Penderita dan

Keluarga bersedia

keluarga untuk membiasakan

keluarga

membiasakan diri membuka

membuka jendela di pagi


17/11/16

17/11/16

jendela rumah setiap pagi

hingga sore hari


Memotivasi ayah penderita

Penderita dan

hingga sore hari


Ayah penderita bersedia

untuk berhenti merokok dan

keluarga

untuk mengurangi rokok

apabila masih ingin merokok

dan apabila ingin merokok

sebaiknya di luar rumah dan

akan dilakukan di luar

tidak berdekatan dengan

rumah dan jauh dari

anggota keluarga lain

anggota keluarga lain

Memotivasi penderita dan

Penderita dan

Keluarga bersedia menutup

keluarga untuk membakar

keluarga

ventilasi rumah saat

sampah jauh dari rumah dan

membakar sampah

menutup ventilasi rumah saat


17/11/16

XII.

membakar sampah
Menjelaskan pentingnya

Penderita dan

Penderita dan keluarga

pemeriksaan dahak di akhir

keluarga

berencana untuk mengikuti

pengobatan

pemeriksaan dahak dan

Menjelaskan pentingnya

melakukan kontrol

kontrol pengobatan

pengobatan di akhir bulan

KESIMPULAN PEMBINAAN KELUARGA


1. Tingkat pemahaman

: Pemahaman

terhadap

pembinaan

yang

dilakukan cukup baik.


2. Faktor pendukung

: - Keluarga penderita dapat memahami dan


menangkap penjelasan yang diberikan
- Sikap keluarga penderita yang sangat
kooperatif

3. Faktor penyulit

: Faktor perilaku keluarga penderita yaitu :


- Tidak memiliki kebiasaan membuka jendela
rumah tiap pagi hingga sore hari
- Memiliki kebiasaan merokok di dalam rumah
- memiliki kebiasaan membakar sampah

34

4. Indikator keberhasilan : Keluarga penderita mengetahui, berkomunikasi


dua arah tentang materi yang disampaikan dan
menyetujui program yang diajukan.

LAMPIRAN FOTO

35

36

DAFTAR PUSTAKA
1.

Kementrian Kesehatan RI. (2013). Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak.


Diunduh

dari:

www.spiritia.or.id/Dok/juknisTBAnak2013.pdf

[Diakses

2.
3.

tanggal 11 April 2015].


Kementrian Kesehatan RI. (2015). Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta
Kementrian Kesehatan RI. (2014). Pedoman Nasional Pengendalian

4.

Tuberkulosis. Jakarta
Alatas, Dr. Husein et al :Ilmu Kesehatan Anak, edisi ke 7, buku 2, Jakarta:

5.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1997.


Batra,
Vandana.
Medscape.
Pediatric

6.

http://emedicine.medscape.com/article.[ Diakses tanggal 19 April 2015].


Behrman, Kliegman, Arvin, editor Prof. Dr. dr. A. Samik Wahab, SpA(K) et

7.

al: Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15, buku 2. Jakarta: EGC. 2000.
Perhimpunan
Dokter
Paru
Indonesia.
2006.
Tuberkulosis.

8.

http://www.klikpdpi.com. [ Diakses tanggal 3 Mei 2015].


Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

Tuberculosis.

2014.

Diponegoro. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. 2011. Badan Penerbit


Universitas Diponegoro: Semarang.

37

Anda mungkin juga menyukai