Anda di halaman 1dari 30

PENDEKATAN EKOLOGI PADA RANCANGAN

ARSITEKTUR, SEBAGAI UPAYA MENGURANGI


PEMANASAN GLOBAL
(METODOLOGI PERANCANGAN ARSITEKTUR)

Oleh:

SURYADI
(Non Regular)

Dosen:
Dr. Bactiar Fauzi, Ir., MT
Dr. Purnama Salura, Ir., MT, MM

PROGRAM MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
BANDUNG 2014

KATA PENGANTAR

Pertama tama penulis mengucapkan puji dan syukur ke Hadirat Tuhan Yang Maha
Esa, atas berkat anugerahNya dengan memberi kesehatan dan kemampuan, sehingga penulis
dapat menyusun dan menyelesaikan laporan penelitian ini.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan akademis pada mata kuliah
Metodologi Perancangan Arsitektur, tahun ajaran 2013/2014, program studi S2 (strata
dua/Magister) untuk Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Universitas Katolik Parahyangan Bandung.
Penelitian ini berjudul Pendekatan Ekologi Pada Rancangan Arsitektur, Sebagai
Upaya Mengurangi Pemanasan Global, dengan mengambil studi kasus di Kawasan Town
House CBD Medan yang merupakan salah satu kawasan yang mempertahankan ekosistem dan
kelestarian alam dengan memanfaatkan potensi potensi yang terdapat disekitar tapak dan
lingkungan sekitar dalam hal pemanfaatan material setempat yang dapat dimanfaatkan secara
optimal.

Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Jurusan Teknik Arsitektur Universitas


Katolik Parahyangan Bandung yang telah memberikan kesempatan yang berharga ini.

Akhir kata, memang disadari penelitian ini belumlah sempurna dan semoga dapat
bermanfaat bagi yang membacanya, TERIMA KASIH.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................ ....................................................................................... i
ABSTRAKSI
.............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii
BAB I:
1. Pendahuluan...........................................................................................................4
2. Pemahaman Terhadap Alam..................................................................................7
3. Pendekatan Ekologi Pada Perancangan Arsitektur................................................9
BAB II:
Arsitektur Ekologi................................................................................................12
(a) Prinsip prinsip Ilmu Ekologi Dalam Perancangan Arsitektur.....................12
Flutuation1..........................................................................................12
Stratifiction.........................................................................................12
Interdependence..................................................................................12
(b) Dasar dasar Ekologi Arsitektur...................................................................13
Holistik...............................................................................................13
Material Ramah Lingkungan..............................................................13
Hemat Energi......................................................................................13
Peka Terhadap Iklim...........................................................................13
(c) Tahapan Dalam Membangun Hemat Energi dan Ramah Lingkungan..........14
(d) Tujuan Prioritas..............................................................................................14
(e) Bangunan Ekologis........................................................................................14
Pearl River Tower...............................................................................15
Kiko House.........................................................................................16
Bahrain World Trade Center..............................................................18
BAB III:
Study Kasus ( Kawasan Town House Medan)........................................19
Kondisi Fisik.......................................................................................19
Konservasi Air....................................................................................23
Aplikasi Eco Material.........................................................................25
Aplikasi Material Bekasi Pada Desain Bangunan..............................25
BAB IV:
Kesimpulan............................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Abstrak
Perancangan bangunan, sering kali kurang memperhatikan keselarasan dengan alam, dalam
hal pemanfaatan sumber daya alam dan penggunaan teknologi yang tidak ramah terhadap
alam. Oleh karena itu, perancangan bangunan secara arsitektur mempunyai andil besar
memicu pemanasan global dan berakibat pada turunnya kualitas hidup manusia. Dari semua
gejala alam yang sudah terjadi, kini sudah saatnya perancangan bangunan secara arsitektur,
lebih memahami alam melalui pendekatan dan pemahaman terhadap perilaku alam lebih
dalam agar tidak terjadi kerusakan alam yang lebih parah. Sasaran utama dari upaya ini
adalah tidak memperparah pemanasan global, melalui upaya rancangan arsitektur yang
selaras dengan alam serta memperhatikan kelangsungan ekosistim, yaitu dengan pendekatan
ekologi. Pendekatan ekologi merupakan cara pemecahan masalah rancangan arsitektur
dengan mengutamakan keselarasan rancangan dengan alam, melalui pemecahan secara teknis
dan ilmiah. Pendekatan ini diharapkan menghasilkan konsep-konsep perancangan arsitektur
yang ramah lingkungan, ikut menjaga kelangsungan ekosistim, menggunakan energi yang
efisien, memanfaatan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui secara efisien,
menekanan penggunaan sumber daya alam yang dapat diperbarui dengan daur ulang. Semua
ini ditujukan bagi kelangsungan ekosistim, kelestarian alam dengan tidak merusak tanah, air
dan udara., tanpa mengabaikan kesejahteraan dan kenyamanan manusia secara fisik, social
dan ekonomi secara berkelanjutan.
Keywords :

Keselarasan rancangan dengan alam, pendekatan ekologi, rancangan yang


berkelanjutan.

BAB I
1. Pendahuluan
Dalam alam, mahluk hidup akan bersuksesi dalam ekosistimnya dan berupaya mencapai
kondisi yang stabil hingga klimaks. Kondisi stabil dan klimaks terjadi bilahubungan timbal
balik antara mahluk hidup dan lingkungannya berjalan dengan mulus,yaitu berarti semua
kebutuhan hidupnya terpenuhi. Manusia sebagai mahluk hidup juga merupakan ekosistim yang
bersuksesi dan ingin hidup stabil dan mencapai klimaks. Populasi manusia meningkat dengan
cepat disertai dengan kemanjuan teknologi yang meningkat pesat, maka terjadilah pemanfaatan
sumber daya alam secara besar-besaran dengan teknologi yang paling ekonomis, sehingga
menimbulkan dampak yang tidak semuanya bisa diterima oleh alam. Kepadatan dan
pertumbuhan penduduk membuat kebutuhan pangan dan lahan menjadi meningkat dan
berakibat pada kerusakan alam dan hutan.
Di Indonesia, menurut data dari Green Peace, setiap 1 jam kerusakan hutan mencapai
seluas 300 lapangan bola, hal ini merupakan faktor utama meningkatnya laju emisi gas rumah
kaca ke atmosfer. Padahal hutan merupakan paru-paru bumi dengan menyerap CO2 dan diolah
menjadi O2. Menyusutnya luas hutan membuat konsentrasi CO2 merupakan salah satu pemicu
suhu bumi meningkat. Disamping itu, rusaknya hutan berarti semua siklus ekosistim yang
tergantung pada hutan dan yang terkandung didalam tanah juga terganggu. Kepadatan
penduduk dibumi juga meningkatkan industri dan transportasi yang menggunakan bahan bakar
yang berasal dari sumber daya alam tak terperbarui dalam jumlah besar, yaitu energi.
Industri dan transportasi mengeluarkan emisi atau gas buang dari hasil proses pembakaran
energi. Emisi dalam jumlah terbesar adalah CO2 mencapai 80% dari total gas emisi
pembakaran bahan bakar. Dari parahnya kerusakan hutan dan melambungnya emisi dari gas
buang dari industri dan transportasi membuat konsentrasi CO2 menggantung diudara dan
menebalkan lapisan atmosfer, sehingga panas matahari terperangkap dan mengganggu
pelepasan panas bumi keluar atmosfer. Kondisi ini juga berakibat pada turunnya hujan yang
mengandung asam yang disebut sebagai hujan asam yang membahayakan kelangsungan
mahluk hidup.

Perbandingan suhu bumi antara th 1960-2004 dengan prediksi th 2070-2100


Sumber: Holcim Sustainable Construction

Dari semua kondisi di bumi tersebut suhu permukaan bumi meningkat dan
menimbulkan efek yang signifikan yaitu perubahan iklim yang drastis, dan pemanasan global..
Menurut Al-Gore, semenjak revolusi industri dalam kurun waktu 20 tahun, suhu bumi
meningkat 2 derajat, pada tahun 2100 diperkirakam naik sampai 58 derajat. Pemanasan global
5

yang terjadi diperkirakan dapat mencairkan es di kutub dan naiknya permukaan air laut.
Menurut Green Peace, akibat pemanasan global akan mencairkan es di kutub, yang
diperkirakan pada tahun 2030, sekitar 72 hektar daerah di Jakarta akan digenangi air. Tahun
2050, kemungkinan 2000 pulau di Indonesia akan tenggelam. Semua kondisi ini diawali oleh
kerusakan ekosistim di alam yang sangat parah, mulai habisnya sumber daya alam yang tak
terperbarui, dan rusaknya sumber daya alam lainnya. Kondisi ini merupakan suatu bencana
ekologis yang akan mengancam kualitas hidup manusia karena merupakan penunjang
kehidupan manusia.
Pemanasan global yang terjadi akhir-akhir ini tidak dapat hanya dikurangi dengan
upaya penggunaan energi yang efisien saja, tetapi harus ada upaya lain yang berpihak pada
penggunaan sumber daya alam secara keseluruhan dengan menjaga keberlangsungan sumber
daya alam. Kerusakan alam yang secara ekologis sudah demikian parah, kini sudah saatnya
dipikirkan dengan pendekatan dengan pengertian kearah ekologi. Manusia diharapkan menjaga
dan memelihara kelestarian alam, pada setiap kegiatannya terutama yang berkaitan sumber
daya alam. Upaya tersebut harus dilakukan oleh setiap manusia disegala kegiatannya untuk
menyelamatkan kualitas alam yang akan menjamin kualitas hidup manusia Pada setiap
rancangan kegiatan manusia termasuk rancangan bangunan diharapkan juga berpihak pada
keselarasan dengan alam, melalui pemahaman terhadap alam.
Pemahaman terhadap alam dengan menggunakan pendekatan ekologis diharapkan
mampu menjaga keseimbangan alam. Demikian pula pada rancangan bangunan secara
arsitektur sangat perlu keselarasan dengan alam karena secara global bangunan diperkirakan
menggunakan 50% sumber daya alam, 40% energi dan 16% air, mengeluarkan emisi CO2
sebanyak 45% dari emisi yang ada. Rancangan
arsitektur juga mengubah tatanan alam menjadi tatanan buatan manusia dengan sistimsistim
dan siklus-siklis rancangan manusia yang tidak akan pernah identik dengn sistimsistim dan
siklus-siklus alam.

Pengguna energi terbesar adalah karya arsitektur


Sumber : FutureArc

Oleh karena itu pendekatan rancangan bangunan yang ekologis, yaitu memahami dan
selaras dengan perilaku alam diharapkan dapat memberi kontribusi yang berarti bagi
perlindungan alam dan sumber daya didalamnya sehingga mampu membantu mengurangi
dampak pemanasan global.

2. Pemahaman Terhadap Alam


Dalam lingkungan alam, terdapat berbagai ekosistim dengan masing-masing siklus
hidupnya, dimana siklus hidup setiap mahmuk hidup mempunyai hubungan timbal balik
dengan yang organik dan anorganik, demikian juga dengan manusia. Manusia untuk
kelangsungan hidupnya juga membutuhkan penunjang kehidupaan yang organik dan
anorganik. Yang organik adalah semua yang berasal dari alam dan dapat kembali kealam, tetapi
yang menjadi masalah adalah yang anorganik, yaitu penunjang dalam bentuk fisik, seringkali
tidak selaras dengan sistim alamiah. Ketidak selarasan dengan sistim yang alamiah dapat
memicu berbagai macam perubahan di alam. Oleh karena itu perlu adanya suatu sikap
memahami perilaku alam yaitu memperhatikan bagaimana ekosistimekosistim dialam
bersuksesi. Sistim-sistim di alam pada umumnya mempunyai siklussiklus tertutup dan apabila
dari siklus tersebut mengalami gangguan sampai batas tertentu masih mampu untuk
beradaptasi. Tetapi bila sudah melampau batas kemampuan adaptasi, maka akan terjadi
perubahan-perubahan, transformasi dan sebagainya. Perubahan siklus di alam akan berdampak
pada kualitas hidup manusia.

Sistim di alam

Siklus tertutup dialam dan bila ada gangguan

Sistim buatan manusia

Rangkaian akibat kegiatan manusia pada alam


Sumber : Heinz Frick

Kebutuhan hidup manusia dalam bentuk fisik seringkali memanfaatkan sumber daya
alam, seperti energi dan bahan bangunan tetapi juga memberikan dampak yang seringkali tidak
dapat diterima oleh alam. Apalagi dengan jumlah populasi manusia yang berkembang pesat
dan kemajuan teknologi yang makin canggih. Hal ini mempercepat turunya kualitas alam dan
rusaknya siklus ekosistim didalamnya. Dari sekian banyak kebutuhan manusia dalam bentuk
fisik salah satunya adalah bangunan serta sarana dan prasarna sebagai wadah berlindung dan
beraktivitas Bangunan didirikan berdasarkan rancangan yang dibuat oleh manusia yang
seringkali lebih menekankan pada kebutuhan manusia tanpa memperhatikan dampaknya
terhadap alam sekitarnya. Seharusnya manusia sadar betapa pentingnya kualitas alam sebagai
penunjang kehidupan, maka setiap kegiatan manusia seharusnya didasarkan pada pemahaman
terhadap alam termasuk pada perancangan arsitektur.
Pemahaman terhadap alam pada rancangan arsitektur adalah upaya untuk
menyelaraskan rancangan dengan alam, yaitu melalui memahami perilaku alam., ramah dan
selaras terhadap alam. Keselarasan dengan alam merupakan upaya pengelolaan dan menjaga
kualitas tanah, air dan udara dari berbagai kegiatan manusia, agar siklus-siklus tertutup yang
ada pada setiap ekosistim, kecuali energi tetap berjalan untuk menghasilkan sumber daya alam.
Manusia harus dapat bersikap transenden dalam mengelola alam, dan menyadari bahwa
hidupnya berada secara imanen dialam. Akibat kegiatan atau perubahan pada kondisi alamiah
akan berdampak pada siklus-siklus di alam.
Hal ini dimungkinkan adanya perubahan dan transformasi pada sumber daya alam yang
dapat bedampak pada kelangsungan hidup manusia Pemikiran rancangan arsitektur yang
menekankan pada ekologi, ramah terhadap alam, tidak boleh menghasilkan bangunan fisik
yang membahayakan siklus-siklus tertutup dari ekositim sebagai sumber daya yang ada
ditanah, air dan udara. Didalam ranah arsitektur ada pula konsep arsitektur yang menyelaraskan
dengan alam melalui menonjolkan dan melestarikan potensi, kondisi dan sosial budaya
setempat atau lokalitas, disebut dengan arsitektur vernacular.
Pada konsep ini rancangan bangunan juga menyelaraskan dengan alam, melalui bentuk
bangunan, struktur bangunan, penggunaan material setempat, dan sistim utilitas bangunan yang
alamiah serta kesesuaian terhadap iklim setempat. Sehingga dapat dikatakan arsitektur
vernacular, secara tidak langsung juga menggunakan pendekatan ekologi. Menurut Anselm
(2006), bahwa arsitektur vernacular lebih menonjolkan pada tradisi, sosial budaya masyarakat
sebagai ukuran kenyamanan manusia. Oleh karena itu arsitektur vernacular mempunyai bentuk
atau style yang sama disuatu tempat tetapi berbeda dengan ditempat yang lain, sesuai tradisi
dan sosial budaya masyarakatnya. Contohnya rumah-rumah Jawa dengan bentuk atap yang
tinggi dan bangunan yang terbuka untuk mengatasi iklim setempat dan sesuai dengan budaya
yang ada, kayu sebagai material setempat dan sedikit meneruskan radiasi matahari.

Arsitektur Vernacular

Arsitektur vernacular keselarasan terhadap alam sudah teruji dalam kurun waktu yang
lama, sehingga sudah terjadi keselarasan terhadap alam sekitarnya. Pada arsitektur vernacular,
wujud bangunan dan keselarasan terhadap alam lahir dari konsep social dan budaya setempat.
3. Pendekatan Ekologi Pada Perancangan Arsitektur
Ada berbagai cara yang dilakukan dari pendekatan ekologi pada perncangan arsitektur,
tetapi pada umumnya mempunyai inti yang sama , antara lain : Yeang (2006), medefinisikannya sebagai: Ecological design, is bioclimatic design, design with the climate of the
locality, and low energy design. Yeang, menekankan pada : integrasi kondisi ekologi setempat,
iklim makro dan mikro, kondisi tapak, program bangunan, konsep design dan sistem yang
tanggap pada iklim, penggunan energi yang rendah, diawali dengan upaya perancangan secara
pasif dengan mempertimbangkan bentuk, konfigurasi, faade, orientasi bangunan, vegetasi,
ventilasi alami, warna. Integrasi tersebut dapat tercapai dengan mulus dan ramah, melalui 3
tingkatan; yaitu yang pertama integrasi fisik dengan karakter fisik ekologi setempat, meliputi
keadaan tanah, topografi, air tanah, vegetasi, iklim dan sebagainya. Kedua, integrasi sistimsistim dengan proses alam, meliputi: cara penggunaan air, pengolahan dan pembuangan limbah
cair, sistim pembuangan dari bangunan dan pelepasan panas dari bangunan dan sebagainya.
Yang ketiga adalah, integrasi penggunaan sumber daya yang mencakup penggunaan sumber
daya alam yang berkelanjutan. Aplikasi dari ketiga integrasi tersebut, dilakukannya pada
perancangan tempat tinggalnya, seperti pada gambar :

Orientasi bangunan, Pencegah radiasi matahari dan Atap ganda


Rumah Tinggal Ken Yeang, di Malaysia

Menurut Metallinou (2006), bahwa pendekatan ekologi pada rancangan arsitektur atau eko
arsitektur bukan merupakan konsep rancangan bangunan hi-tech yang spesifik, tetapi konsep
rancangan bangunan yang menekankan pada suatu kesadaran dan keberanian sikap untuk
memutuskan konsep rancangan bangunan yang menghargai pentingnya keberlangsungan
ekositim di alam. Pendekatan dan konsep rancangan arsitektur seperti ini diharapkan mampu
melindungi alam dan ekosistim didalamnya dari kerusakan yang lebih parah, dan juga dapat
menciptakan kenyamanan bagi penghuninya secara fisik, sosial dan ekonomi.
Pendekatan ekologi pada perancangan arsitektur, Heinz Frick (1998), berpendapat bahwa,
eko-arsitektur tidak menentukan apa yang seharusnya terjadi dalam arsitektur, karena tidak ada
sifat khas yang mengikat sebagai standar atau ukuran baku. Namun mencakup keselarasan
antara manusia dan alam. Eko-arsitektur mengandung juga dimensi waktu, alam, sosiokultural, ruang dan teknik bangunan. Ini menunjukan bahwa eko arsitektur bersifat kompleks,
padat dan vital. Eko-arsitektur mengandung bagianbagian arsitektur biologis (kemanusiaan dan
9

kesehatan), arsitektur surya, arsitektur bionik (teknik sipil dan konstruksi bgi kesehatan), serta
biologi pembangunan. Oleh karena itu eko arsitektur adalah istilah holistik yang sangat luas
dan mengandung semua bidang.

Perbandingan siklus energi, materi pada rumah biasa dan rumah ekologis
Sumber Heinz Frick

Mendekati masalah perancangan arsitektur dengan konsep ekologi, berarti ditujukan pada
pengelolaan tanah, air dan udara untuk keberlangsungan ekosistim. Efisiensi penggunaan
sumber daya alam tak terperbarui (energi) dengan mengupayakan energi alternatif (solar,
angin, air, bio). Menggunakan sumber daya alam terperbarui dengan konsep siklus tertutup,
daur ulang dan hemat energi mulai pengambilan dari alam sampai pada penggunaan kembali,
penyesuaian terhadap lingkungan sekitar, iklim, sosialbudaya, dan ekonomi. Keselarasan
dengan perilaku alam, dapat dicapai dengan konsep perancangan arsitektur yang kontekstual,
yaitu pengolahan perancangan tapak dan bangunan yang sesuai potensi setempat. termasuk
topografi, vegetasi dan kondisi alam lainnya.
Material yang dipilih harus dipertimbangkan hemat energi mulai dari pemanfaatan sebagai
sumber daya alam sampai pada penggunaan di bangunan dan memungkinkan daur ulang
(berkelanjutan) dan limbah yang dapat sesuai dengan siklus di alam. Konservasi sumberdaya
alam dan keberlangsungan siklus-siklus ekosistim di alam, pemilihan dan pemanfaatan bahan
bangunan dengan menekankan pada daur ulang, kesehatan penghuni dan dampak pada alam
sekitarnya, energi yang efisien, dan mempertahankan potensi setempat. Keselarasan rancangan
arsitektur dengan alam juga harus dapat menjaga kelestarian alam, baik vegetasi setempat
maupun mahluk hidup lainnya, dengan memperluas area hijau yang diharapkan dapat
meningkatkan penyerapan CO2 yang dihasilkan kegiatan manusia, dan melestarikan habitat
mahluk hidup lain.
Ukuran kenyamanan penghuni secara fisik, sosial dan ekonomi, dicapai melalui :
penggunaan sistim-sistim dalam bangunan yang alamiah, ditekankan pada sistim-sistim pasif,
pengendalian iklim dan keselarasan dengan lingkungannya. Bentuk dan orientasi
bangunan didasarkan pada selaras dengan alam sekitarnya, kebutuhan penghuni dan iklim,
tidak mengarah pada bentuk bangunan atau style tertentu, tetapi mencapai keselarasan dengan
alam dan kenyamanan penghuni dipecahkan secara teknis dan ilmiah. Untuk mendapatkan
hasil rancangan yang mampu selaras dan sesuai dengan perilaku alam, maka semua keputusan
dari konsep perancangan harus melalui analisis secara teknis dan ilmiah Pemikiran dan

10

pertimbangan yang dilakukan memerlukan pemikiran yang interdisiplin dan holistic karena
sangat kompleks dan mencakup berbagai macam keilmuan.

Integrasi sistim di alam dan sistim bangunan

Dari berbagai pendapat pada perancangan arsitektur dengan pendekatan ekologi, pada
intinya adalah, mendekati masalah perancangan arsitektur dengan menekankan pada
keselarasan bangunan dengan perilaku alam, mulai dari tahap pendirian sampai usia bangunan
habis. Bangunan sebagai pelindung manusia yang ketiga harus nyaman bagi penghuni, selaras
dengan perilaku alam, efisien dalam memanfatkan sumber daya alam, ramah terhadap alam.
Sehingga perencanaannya perlu memprediksi kemungkinankemungkinan ketidak selarasan
dengan alam yang akan timbul dimasa bangunan didirikan, beroperasi sampai tidak digunakan,
terutama dari penggunaan energi, pembuangan limbah dari sistim-sistim yang digunakan
dalam bangunan.
Semua keputusan yang diambil harus melalui pertimbangan secara teknis dan ilmiah
yang holistik dan interdisipliner. Tujuan perancangan arsitektur melalui pendekatan arsitektur
adalah upaya ikut menjaga keselarasan bangunan rancangan manusia dengan alam untuk
jangka waktu yang panjang. Keselarasan ini tercapai melalui kaitan dan kesatuan antara kondisi
alam, waktu, ruang dan kegiatan manusia yang menuntut perkembangan teknologi yang
mempertimbangkan nilai-kilai ekologi, dan merupakan suatu upaya yang berkelanjutan.

11

BAB II
ARSITEKTUR EKOLOGI
EKOLOGI berasal dari bahasa Yunani yaitu oikos yang artinya rumah atau tempat
hidup, dan logos yang berarti ilmu. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik
interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya.
Ekologi adalah cabang ilmu biologi yang banyak memanfaatkan informasi dari
berbagai ilmu pengetahuan lain, seperti : kimia, fisika, geologi, dan klimatologi untuk
pembahasannya. Arsitektur ekologi merupakan perancangan arsitektur yang ekologis atau
biasa disebut dengan arsitektur yang berwawasan lingkungan. Proses pendesainan dilakukan
dengan pendekatan dengan alam, alam sebagai dasar dalam desain si arsitek. Proses pendekatan
ini menggabungkan teknologi dengan alam. menggunakan alam sebagai basis design, strategi
konservasi, perbaikan lingkungan, dan bisa diterapkan pada semua tingkatan dan skala untuk
menghasilkan suatu bentuk bangunan, lansekap, permukiman dan kota yang revolusioner
dengan menerapkan teknologi dalam perancangannya. Perwujudan dari desain ekologi
arsitektur adalah bangunan yang berwawasan lingkungan yang sering disebut dengan green
building.
(a) PRINSIP-PRINSIP ILMU EKOLOGI DALAM PERANCANGAN
ARSITEKTUR
Prinsip-prinsip ekologi sering berpengaruh terhadap arsitektur (Batel Dinur, Interweaving
Architecture and Ecology A theoritical Perspective):
1. FLUTUATION
Prinsip fluktuasi menyatakan bahwa bangunan didisain dan dirasakan sebagai tempat
membedakan budaya dan hubungan proses alami. Dalam hal ini bangunan harus dapat
mencerminkan proses alami yang terjadi di lokasi dan tidak menganggap suatu penyajian
berasal dari proses melainkan proses benar-benar dianggap sebagai proses. Fluktuasi juga
bertujuan agar manusia dapat merasakan hubungan atau koneksi dengan kenyataan yang terjadi
pada lokasi tersebut.
2. STRATIFICTION
Stratifikasi bermaksud untuk memunculkan interaksi dari perbedaan bagian-bagian dan
tingkat-tingkat, bermaksud untuk melihat interaksi antara bangunan dan lingkungan sekitar.
Semacam organisasi yang membiarkan kompleksitas untuk diatur secara terpadu.
3. INTERDEPENDENCE (SALING KETERGANTUNGAN)
Menyatakan bahwa hubungan antara bangunan dengan bagiannya adalah hubungan timbal
balik. Peninjau (perancang dan pemakai) seperti halnya lokasi tidak dapat dipisahkan dari
bagian bangunan, saling ketergantungan antara bangunan dan bagian-bagiannya berkelanjutan
sepanjang umur bangunan.

12

(b) DASAR-DASAR EKOLOGI ARSITEKUR


1. HOLISTIK
Dasar eko-arsitektur yang berhubungan dengan sistem keseluruhan, sebagai satu
kesatuan yang lebih penting dari pada sekedar kumpulan bagian. Eko-Arsitektur mengandung
bagian-bagian; arsitektur biologis (arsitektur kemnusiaan yang memperhatikan kesehatan),
arsitektur alternatif, arsitektur matahari (dengan memanfaatkan energi surya), arsitektur bionic
(teknik sipil dan konstruksi yang memperhatikan kesehatan manusia), serta biologi
pembangunan. Maka istilah eko-arsitektur adalah istilah holistik yang sangat luas dan
mengandung semua bidang.
2. MATERIAL RAMAH LINGKUNGAN
Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber
daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas
tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti
keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut.
Penggunaan material-material yang ramah lingkungan akan sangat bermanfaat bagi
alam dan manusia. Membuat keseimbangan yang sangat baik. Seorang arsitek tidak bisa
mengesampingkan bahan atau material yang akan digunakan karena sangat berpengaruh
terhadap alam, mulai dari dampak yang akan terjadi jika menggunakan bahan yang akan
merusak alam di masa depan.
Adapun prinsip-prinsip ekologis dalam penggunaan bahan bangunan :

Menggunakan bahan baku, energi, dan air seminimal mungkin.


Semakin kecil kebutuhan energi pada produksi dan transportasi, semakin kecil pula
limbah yang dihasilkan.
Bahan-bahan yang tidak seharusnya digunakan sebaiknya diabaikan.
Bahan bangunan diproduksi dan dipakai sedemikian rupa sehingga dapat dikembalikan
kedalam rantai bahan (didaur ulang).
Menggunakan bahan bangunan harus menghindari penggunaan bahan yang berbahaya
(logam berat, chlor).
Bahan yang dipakai harus kuat dan tahan lama.
Bahan bangunan atau bagian bangunan harus mudah diperbaiki dan diganti.

3. HEMAT ENERGI
Penggunaan bahan energi yang semakin mengkhawatirkan. Manusia cenderung
memanfaatkan energi yang tidak dapat diperbaharui. Penggunaan energi untuk seluruh dunia
diperkirakan 31014 MW per tahun, yang berarti bahwa bahaya bagi manusia bukan hanya
terletak pada kekurangan energi tetapi juga pada kebanyakan energi yang dibakar dan
mengakibatkan kelebihan karbondioksida di atsmosfer yang mempercepat efek rumah kaca dan
pemanasan global.
4. PEKA TERHADAP IKLIM

13

Pengaruh iklim pada bangunan. Bangunan sebaiknya dibuat secara terbuka dengan jarak
yang cukup diantara bangunan tersebut agar gerak udara terjamin. Orientasi bangunan
ditepatkan diantara lintasan matahari dan angin sebagai kompromi antara letak gedung berarah
dari timur ke barat, dan yang terletak tegak lurus terhadap arah angin. Gedung sebaiknya
berbentuk persegi panjang yang menguntungkan penerapan ventilasi silang.
(c) TAHAPAN DALAM MEMBANGUN HEMAT ENERGI DAN RAMAH
LINGKUNGAN
1. Perhatian pada iklim; membangun sebuah bangunan yang sesuai dengan keadaan iklim
yang ada. Pembangunan harus memerhatikan arah Timur-Barat, Selatan-Utara, agar
mudah mendapatkan sinar matahari yang sesuai serta sirkulasi yang baik.
2. Mengurangi penggunaan sumber daya tidak terbaharui dan beralih ke sumber daya
terbaharui; menciptakan teknologi yang dapat memperbaharui sumber daya yang ada,
mencanangkan hemat energi dan penggunaan bahan bangunan ramah lingkungan
contohnya dengan bantuan sinar matahari.
3. Dengan adanya teknologi memperbaharui yang bertujuan untuk mengolah limbahlimbah yang ada sehingga berdampak pada keberhisan dan kesehatan lingkungan.
Memanfaatkan teknologi bekas pakai.
4. Penggunaan bahan bangunan yang hemat energi dan memiliki manfaat menyerap
daya agar ramah lingkungan.
ARSITEKTUR BERWAWASAN LINGKUNGAN atau lebih sering dikenal Arsitektur
Ekologis ini merupakan pembangunan berwawasan lingkungan yang memanfaatkan semua
potensi yang berada di alam tanpa melupakan ekosistem yang ada.
Awal mulanya pembangunan berwawasan lingkungan ini disadari karena terjadi kejadiankejadian alam yang mulai meresahkan contohnya global warming; serta semakin berkurangnya
sumber energi tidak terbaharui yang ada di bumi. Karena sumber energi tidak terbaharui inilah
muncul pemikiran-pemikiran dimana para arsitek harus membangun bangunan yang hemat
energi dan dapat beralih kepada sumber energi terbaharui.
Apabila arsitek tidak memerhatikan ekologi atau lingkungan sekitar maka akan dipastikan,
sistem pada lingkungan tersebut akan tidak stabil dan akan menimbulkan bencana alam yang
berakibat pada fungsi bangunan yang tidak bekerja dan melayani dengan baik.
(d) TUJUAN DAN PRIORITAS
1. Sebagai contoh bagi masyarakat agar dapat menggunakan manfaat alam sebaikbaiknya, serta memberikan pengetahuan tentang membangun suatu bangunan yang
sesuai dengan lingkungan atau ekosistem sekitar mereka.
2. Memberikan contoh agar masyarakat dapat merawat dan memerhatikan ekologi sekitar
dengan berbagai kegiatan yang memprioritaskan kesehatan alam, sehingga terbentuk
keseimbangan antara bangunan ekologi dengan ekologi tersebut.
3. Mengurangi dan mencegah kerusakan-kerusakan yang terjadi pada ekosistem dengan
membangun bangunan yang ramah lingkungan dengan mengajak masyarakat untuk
mengetahui dan melakukan tindakan terhadap pengolahan limbah, vegetasi, dan lainlain

14

(e) Bangunan Ekologis


1.

PEARL RIVER TOWER

Pearl River Tower yang berdiri kokoh di Guangzhou, China, disebut sebagai salah satu
arsitektur paling hemat energi di dunia. Dirancang oleh sebuah perusahaan yang berbasis di
Chicago, Skidmore, Owings & Merrill (SOM), tujuan awal dari desain Pearl River Tower
adalah untuk membangun sebuah gedung hemat energi.

Bangunan megah itu mengonsumsi energi 60% lebih sedikit dari bangunan dengan
ukuran serupa. Pearl River Tower memanfaatkan angin untuk memenuhi kebutuhan energinya,
yang mengarahkan angin ke empat bukaan di lantai mekanik bangunan tersebut.
Selain mengemudikan turbin, angin yang ditarik juga diarahkan seluruh sistem ventilasi
menara.

15

Panel surya skala besar dipasang pada bangunan fasad untuk menghasilkan energi dari
sinar matahari. Penggunaan pencahayaan alami dimaksimalkan melalui kontrol yang merespon
terhadap cahaya dan diintegrasikan ke dalam sistem tirai otomatis. Tirai itu sendiri dilengkapi
dengan sel fotovoltaik, jadi bahkan ketika tirai ditutup, energi matahari masih tetap dapat
dipanen.

2.

KIKO HOUSE

Kiko House, rumah tinggal dengan konsep hemat energi yang praktis ini terletak di Tyrol,
Austria, dengan luas total 2583 m2. Pemiliknya yaitu sebuah keluarga kecil dengan 2 putri
menginginkan konsep yang berbeda untuk rumah mereka ini. Pasangan suami istri ini
menginginkan rumah yang terbuka antara interior dan eksteriornya, sedangkan kedua putrinya
memimpikan rumah dengan sebuah menara tinggi untuk kamar tidurnya. Maka hasil akhirnya,
sebuah rumah dua lantai dengan pemandangan terbuka ke taman yang luas.

16

Rumah terbagi menjadi 2 bagian, bagian pertama merupakan living area terletak di
tengah dan dua boks hijau yang berfungsi sebagai garasi dan ruangan kosong diletakkan di luar
bangunan utama. Ruangan utama terdiri dari lantai 1 yang merupakan area publik seperti meja
makan dan dapur, lantai ke dua terdiri dari kamar tidur dan kamar anak yang mengelilingi
sebuah ruang kerja dengan pemandangan langsung ke jalan.

Yang unik adalah dibuatnya 2 buah gelembung transparan yang kemudian diisi dengan
kursi gantun yang bisa berputar untuk tempat duduk anak-anak. Bukaan di seluruh bagian
rumah memungkinkan pemilik bisa mengakses pemandangan dari berbagai sudut rumah.
Sebagai tambahan, rumah ini menyimpan banyak energi akibat melimpahnya pencahayaan dan
penghawaan alami yang ada.

17

3. BAHRAIN WORLD TRADE CENTER


Bahrain World Center atau Bahrain WTC, berlokasi di Al-Manamah, Bahrain, dengan
arsitek Shaun Killa (Atkins).

Keunikan desain dari bangunan ini adalah penggunaan Green Technology. Arsiteknya yaitu
Shaun Killa. Dia terinspirasi dari bentukkan layar kapal tradisional, dan pemanfaatan energi
angin untuk dapat berlayar. Inspirasi tersebut membuat Killla mendapatkan ide untuk konsep
bangunannya. Penerapan konsep pada bangunan ini terlihat pada desain bangunan yaitu 2
skyscrapers yang menyerupai dua layar kapal yang mengembang.

Skycrapers tersebut dihubungkan dengan 3 jembatan yang berfungsi juga sebagai pemegang
wind turbin. Bentukkan skyscrapers mengarahkan angin menuju wind turbin. Wind turbin akan
menangkap energi angin merubahnya menjadi energi listrik. Untuk dapat menerapkan konsep
tersebut Killa mencari lokasi yang tepat. Desain jembatan menjadi perhatian dalam bangunan
ini, disebabkan jembatan menerima getaran dari wind turbin. Killa juga mendesain facade
bangunan dengan menggunakan double glass untuk memperkecil beban AC.

18

BAB III
STUDI KASUS KAWASAN TOWN HOUSE CBD POLONIA MEDAN
Kawasan town house CBD Polonia ini memiliki luas 36 hektar. Untuk
pengembangannya secara sempurna baru dapat dibangun setelah Bandara Polonia pindah ke
Kawasan Bandara baru. Status lahan Kawasan town house CBD Polonia ini merupakan milik
Angkatan Udara RI, dimana sebelum dibangunnya kompleks town house CBD Polonia,
kawasan ini merupakan Taman Golf Taman Sari Polonia yang berada di dalam teritorial lahan
milik Angkatan Udara RI. Kawasan town house CBD Polonia merupakan kawasan yang
menggunakan pendekatan ekologi dalam perencanaannya baik dari segi material, lansekap, dan
pemanfaatan lingkungan sekitar. Oleh karena itu dibawah ini akan dijelaskan sejauh mana
Kawasan town house CBD Polonia Medan menerapakan arsitektur ekologis kedalam
perencanaanya.
Kondisi Fisik

Gambar : Lokasi Town houseCBD Polonia


Sumber : Google Earth
Pada Gambar dapat dilihat bahwa batasan site dari CBD Polonia seluas 36 Hektar,
dimana pada kondisi eksisting kawasan ini merupakan lapangan golf.

Gambar : Perencanaan dan Pembangunan pada Town house CBD Polonia


19

Gambar :Master Plan Town house CBD Polonia


Kegiatan yang dominan pada lokasi proyek Town house CBD Polonia ini didominasi oleh
kegiatan- kegiatan yang bersifat konstruksional seperti pembangunan fisik bangunan Town
house dan infrastruktur pendukung lainnya berhubung masih dalam pembangunan dan
pembenahan kawasan.

Gambar :Tahap Pemabangunan Town house CBD Polonia

Gambar :Impressi Town house CBD Polonia

Desain town house eksisting dinilai kurang nyaman dan tidak memiliki pencahayaan
alami dan pengudaraan yang baik, hal ini dikarenakan desain Town house Eksisting pada
20

kawasan CBD Polonia ini memiliki grid bangunan Rumah Toko, yakni 4m x 16m. Dimana
tipologi ini memiliki banyak kekurangan secara thermaldan kenyamanan fungsi ruang. Setelah
dilakukan simulasi dengan software ecotect, disimpulkan bahwa tipologi 8m x 16m merupakan
tipologi yang jauh lebih nyaman secara thermal dan fungsi ruang.
Tipologi 8m x 16m ini merupakan penggabungan dua unit town house. Dua unit town
house ini memungkinkan pergerakan udara menjadi lebih maksimal, sehingga memungkinkan
kenyamanan thermal bagi penghuni town house. Dengan ukuran yang lebih lebar
memungkinkan pencahayaan alami pada unit town house, dimana setiap bukaan akan mampu
secara maksimal menerangi unit hunian sehingga unit town house ini menjadi hemat energi.
Dari kenyamanan ruang juga sangat mempengaruhi, dimana dengan ukuran eksisting (4m x
16m) ruang yang tercipta sangat sempit dan kurang nyaman, namun dengan tipologi 8m x 16m
fungsi ruang akan nyaman bagi penghuni.Untuk melihat grid 4m x 16m yang dapat kita lihat
pada Gambar.

Gambar :Denah Existing Town house CBD Polonia

21

Gambar :Denah Disain Lantai 1 Town house CBD Polonia

Gambar :Denah Disain Lantai 2 Town house CBD Polonia

Gambar :Denah Disain Lantai Roof Top Town house CBD Polonia

22

Gambar :Fasade Town house CBD Polonia


Fasade bangunan mungil modern yang ringan, farnilier, dan hijau nyaman dipandang mata.
Kantong Semar (Nephentes) yang menjadi sumber inspirasi desain ini adalah tumbuhan
pemangsa serangga yang hidup di hutan tropis. Kantong semar mampu menghidupi dirinya
sendiri sekalipun dalam kondisi ekstrem,kondisi ekstrem yang menyebabkan lumpuhnya kota.
Konservasi Air
Dari Gambar di atas dapat kita lihat skema sistem konservasi yang diaplikasi,
yakni :
Air hujan ditarnpung untuk mandi dan mencuci pakaian.
Pengolahan greywater dengankolam + tanaman (phytoremediasi) kemudian digunakan
lagi untuk toilet flushing, siram kebun & cuci mobil.
Penggunaan bioseptictank agar air limpahan bisa langsung diresapkan ketanah.
Menyediakan 62.5% luas lahan sebagai kolam peresapan.

Gambar : Konservasi Air: Siklus Air di dalam Bangunan yang Mengolah Air Hujan dan Grey
Waterserta Menyerap Black Water dengan Bio Septik Tank
23

Pertanian lahan sempit diaplikasikan untuk memenuhi kebutuhan pangan sekaligus


memperbaiki kualitas udara. Hal ini dapat kita lihat pada Gambar, desain unit akan memiliki,
antara lain:
1.Ladang hortikultura.
2.Kebun Sayur Hidroponik.
3.Kolam ikan dan kangkung.
4.Sampah domestik diolah menjadi kompos untuk pupuk tanaman.

Gambar :Urban Farming


Pada Gambar dapat dilihat bagaimana sistem distribusi air pada konsep hidroponik,
dimana air beserta unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman didistribusikan menggunakan
media pipa PVC, sehingga kualitas tanaman dapat dikontrol dengan baik.

Gambar : Sistem Pendistribusian Unsur Hara pada Tanaman Hidroponik Melalui Media Pipa
PVC dan Meterial Botol Bekas sebagai Pot Pengganti Polibek.
Sistem pengudaraan yang diaplikasikan pada desain bangunan adalah sistem passive
cooling, skema pergerakan angin pada ruangan dapat dilihat pada Gambar, dimana beberapa
konsep yang diterapkan antara lain:
1.Sistem ventilasi silang
2.Chimney effect/stack effect (mendisain area tangga sebagai cerobong panas yang
menarik udara panes bergerak).
3.Kolam untuk menurunkan suhu lingkungan.

24

Gambar :Passive cooling: Tangga Putar Memegang Peranan Penting sebagai Cerobong yang
Mengalirkan dan Membuang Udara Panas ke atas
Aplikasi Eco Material
Material yang digunakan pada proses pembangunan town house ini adalah sebagian
besar merupakan daur ulang dan penggunaan material bekas dan memiliki PEI yang sesuai.
Aplikasi Material Bekas Pada Desain Bangunan
Pada teori arsitektur ekologi, Robert Bogatin mengatakan, bahwa jarak bangunan dan
sumber material harus dalam radius 1.000 Km.
PEI adalah sejumlah energi yang terkandung didalam sebuah material yang terakumulasi
sepanjang proses manufaktur. Nilai PEI dapat digunakan sebagai tolak ukur kadar ramah
lingkungan suatu material.Semakin rendah PEI semakin ramah lingkungan material tersebut.
Aluminium (PEI 127 MJ) dan material turunan minyak bumi seperti UPVC (PEI 67 MJ) adalah
contoh material yang tidak ramah lingkungan karena membutuhkan energi yang sangat besar
dalam proses pembuatannya.
Drum Oli Bekas.
Drum Oli bekas banyak ditemukan di Kecamatan Medan Belawan yang berjara hanya
26 km dari CBD Polonia Medan, hal ini dapat dilihat pada Gambar.

Gambar : Jarak CBD - Polonia

25

Jarak ini tentu masih masuk ke dalam ukuran yang diperbolehkan untuk kategori Desain
Bangunan Ekologis. Drum drum bekas ini berasal dari sisa pemakaian Pertamina di Jetty
Pertamina Belawan. Pemanfaatan kembali ini tentu akan memberikan pertambahan nilai dan
fungsi bagi drum-drum bekas ini. Material ini masuk dalam kategori PEI < MJ, material ini
dapat dilihat pada Gambar.

Gambar : Drum Bekas Oli Pertamina

Batu Bata

Batu bata dengan kualitas terbaik berasal dari Riau, hal ini dikarenakan Riau merupakan
kawasan yang memiliki tanah merah yang merupakan material utama untuk pembuatan batu
bata berkualitas baik, yang dapat dilihat pada Gambar. Untuk itu pengaplikasian material bata
asal riau ini, jarak tempuh yang harus dicapai juga relatif tidak terlalu jauh, yakni 454 Km dari
CBD Polonia merupakan site design yang dapat dilihat pada Gambar, dan jarak ini masih di
dalam radius yang dibenarkan untuk kategori bangunan ekologis.

Gambar : Jarak Polonia - Riau

Gambar : Bata Merah


26

Semen

Sejak zaman dahulu, Semen Padang merupakan salah satu semen terbaik di Indonesia.
Kualitas Semen Padang sampai saat ini masih yang terbaik di Pulau Sumatera. Untuk menjamin
hasil yang terbaik untuk struktur dan finishing bangunan, desain yang dilakukan juga
mengaplikasi material semen Padang. Jarak yang ditempuh dari CBD Polonia ke Padang masih
di dalam radius yang diperbolehkan untuk bangunan ekologis yakni 535 km, dimensi jarak
antara CBD Polonia dan Kota Padang dapat dilihat pada. Material ini masuk dalam kategori
PEI < MJ, yang dapat dilihat pada Gambar.

Gambar : Jarak Polonia Padan, Semen Padang

Kayu

Untuk material kayu, desain mengaplikasi kayu yang berasal dari Tarutung, Tapanuli
Utara. Secara kualitas kayu Tarutung masuk dalam kategori baik dan kualitas ekspor, yang
dapat kita lihat pada Gambar. Untuk dapat mengaplikasi material kayu yang berasal dari
Tarutung ini juga tidak membutuhkan jarak yang cukup jauh, yakni 165 Km yang masih masuk
ke dalam radius yang diperbolehkan untuk mengaplikasi material untuk bangunan ekologis.
Jarak tempuh ini dapat kita lihat pada Gambar. Kayu jenis Gaharu baik digunakan untuk
material bangunan, dan jenis kayu jati baik digunakan untuk perabot.

Gambar : Jarak Polonia Tarutung, Pohon Jati

27

Bambu

Jarak antara CBD Polonia dan Ngarai Sianok adalah 466 Km, hal ini dapat dilihat pada
Gambar. Kelurahan Puhun Pintu Kabun, Bukit tinggi Sumatera Barat, di daerah sekitar Ngarai
Sianok merupakan lokasi yang sangat baik untuk perkembangbiakan tanaman bambu, dimana
peneliti litbang hasil hutan bukan kayu menghasilkan produk bambu yang baik untuk furniture
seperti pada Gambar.

Gambar : Jarak Polonia Bukit Tinggi, Bambu

Kawasan Town House CBD medan sangat memperhatikan dan memanfaatkan material
yang sangat ramah lingkungan, dari pemakaian bahan dari alam tersenut membuat bangunan
selaras dengan daerah disekitarnya. Kawasan ini juga sangat memperhatikan efisiensi
pemakaian bahan finishing fasade rumah sehingga dari tampilan bangunan town house
kelihatan nyaman dan dapat berbaur dengan alam sekitarnya. Dengan bahan material yang
mudah didapat membuat kawasan mudah dalam melakukan perbaikan fisik maupun non-fisik
bangunan.

Gambar : Bambu
28

BAB IV
Kesimpulan
Pada pendekatan ekologi, ada berbagai macam sudut pandang dan penekanan, tetapi
semua mempunyai arah dan tujuan yang sama, yaitu konsep perancangan dengan :
Mengupayakan terpeliharanya sumber daya alam, membantu mengurangi dampak
yang lebih parah dari pemanasan global, melalui pemahaman prilaku alam.
Mengelola tanah, air dan udara untuk menjamin keberlangsungan siklus-siklus
ekosistim didalamnya, melalui sikap transenden terhadap alam tanpa melupakan
bahwa manusia adalan imanen dengan alam.
Pemikiran dan keputusan dilakukan secara holistik, dan kontekstual
Perancangan dilakukan secara teknis dan ilmiah.
Menciptakan kenyamanan bagi penghuni secara fisik, sosial dan ekonomi melalui
sistim-sistim dalam bangunan yang selaras dengan alam, dan lingkungan sekitarnya.
Penggunaan sistim-sistim bangunan yang hemat energi, diutamakan penggunaan
sistim-sistim pasif (alamiah), selaras dengan iklim setempat, daur ulang dan
menggunakan potensi setempat.
Penggunaan material yang ekologis, setempat, sesuai iklim setempat, menggunakan
energi yang hemat mulai pengambilan dari alam sampai pada penggunaan pada
bangunan dan kemungkinan daur ulang.
Meminimalkan dampak negatif pada alam, baik dampak dari limbah maupun
kegiatan.
Meningkatkan penyerapan gas buang dengan memperluas dan melestarikan vegetasi
dan habitat mahluk hidup
Menggunakan teknologi yang mempertimbangkan nilai-nilai ekologi.
Menuju pada suatu perancangan bangunan yang berkelanjutan.
Bangunan yang Ekologis menerapkan dasar 3R, yakni Reduce (mengurangi
pemborosan energi), Reuse(menggunakan kembali material sisa), dan Recycle (konsep
daur ulang energi). Dengan pola ini, diharapkan desain bangunan tidak akan
membebani alam dan lingkungan.
Jika pada kawasan perancangan tidak memiliki luasan yang cukup untuk area terbuka
hijau, maka dapat diambil langkah dengan menerapkan desain area hijau secara vertikal
yakni pada area atap bangunan(roof garden) dan pada bagian dnding dari desain
bangunan, sehingga bangunan tetap nyaman, sehat dan ramah lingkungan.
Vegetasi juga dapat berperan menjadi pelindung panas, hal ini dapat dicapai dengan
menerapkan sistem penataan vegetasi pada area dinding bangunan.
Memelihara sumber lingkungan (udara, tanah, air). Hal ini dapat dicapai dengan
pendekatan tata vegetasi dimana vegetasi dapat menjadi elemen pengudaraan alami
yakni sebagai penangkap angin (wind catcher) untuki kemudian mengarahkannya ke
dalam bangunan. Untuk menjaga kualitas tanah, vegetasi cukup baik untuk menjaga
tata hidrologi pada tanah.
Penghuni ikut serta secara aktif dalam perencanaan pembangunan dan pemeliharaan
bangunan,dan penghuni dapat menghasilkan sendiri kebutuhannya sehari-hari. Konsep
yang dapat diaplikasi adalah konsep urban farming, dimana penghuni bangunan dapat
menanam varietas vegetasi pertanian yang dapat menghasilkan buah yang dapat
dikonsumsi. Penghuni akan melewati fase 3M, yakni Menanam, Merawat, dan
Memetik hasil dari pertanian mini pada bangunan. Hal ini tentu akan menambah nilai
produktifitas bangunan. Nilai produktifitas ini akan mengurangi ketergantungan

29

terhadap sumber daya alam yang biasa mendistribusi tanaman pertanian ke kota (bensin
kendaraan/minyak bumi).
Memanfaatkan sumber daya alam terbaharui yang terdapat di sekitar kawasan
perencanaan untuk sistem bangunan, baik yang berkaitan dengan material bangunan
maupun untuk utilitas bangunan.

Dari pemikiran pendekatan diatas akan muncul pertimbangan-pertimbangan yang sangat


kompleks dan saling berhubungan secara timbal balik. Oleh karena itu dalam pendekatan
ekologis memerlukan pemecahan secara interdisipliner, yaitu keterlibatan berbagai macam
disiplin ilmu untuk mendapatkan hasil perancangan yang optimal bagi manusiadan alam.

30

Anda mungkin juga menyukai