PENDAHULUAN
terbanyak usia 19 tahun dimana laki-laki lebih banyak dari perempuan. Penyebab
terkena api (55,1%) dan terjadi di rumah (72,4%). 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
padat panas atau membara dapat mengakibatkan luka bakar derajat I, II, III, atau IV.
Zat cair panas dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II, atau III. Gas panas dapat
mengakibatkan luka bakar tingkat I, II, III, atau IV. 1,2,4
Kekerasan oleh hawa bersuhu dingin biasanya dialami oleh bagian tubuh
yang terbuka; seperti misalnya tangan, kaki, telinga atau hidung. Mula-mula
pada daerah tersebut akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah superfisial sehingga
terlihat pucat. Selanjutnya akan terjadi paralise dari vasomotor kontrol yang
mengakibatkan daerah tersebut menjadi kemerahan. Pada keadaan yang berat dapat
terjadi gangren.
Sengatan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan luka bakar sebagai
akibat berubahnya energi listrik menjadi panas. Besarnya pengaruh listrik pada
jaringan tubuh tersebut tergantung dari besarnya tegangan (voltase), kuatnya arus
(amper), besarnya tahanan (keadaan kulit kering atau basah), lamanya kontak serta
luasnya daerah terkena kontak. Bentuk
luka
pada
daerah
kontak
(tempat
masuknya arus) berupa kerusakan lapisan kulit dengan tepi agak menonjol dan di
sekitarnya terdapat daerah pucat, dikelilingi daerah hyperemis. Sering ditemukan
adanya metalisasi. Pada tempat keluarnya arus dari tubuh juga sering ditemukan luka.
Bahkan kadang-kadang bagian dari baju atau sepatu yang dilalui oleh arus listrik
ketika meninggalkan tubuh juga ikut terbakar. Tegangan arus kurang dari 65
volt biasanya tidak membahayakan, tetapi tegangan antara 65-1000 volt dapat
mematikan. Sedangkan kuat arus (amper) yang dapat mematikan adalah 100 mA.
Kematian tersebut terjadi akibat fibrilasi ventrikel, kelumpuhan otot pernafasan atau
pusat pernafasan. Sedangkan faktor yang sering mempengaruhi kefatalan adalah
4
kesadaran seseorang akan adanya arus listrik pada benda yang dipegangnya. Bagi
orang-orang tidak menyadari adanya arus listrik pada benda yang dipegangnya
biasanya pengaruhnya lebih berat dibanding orang-orang yang pekerjaannya setiap
hari berhubungan dengan listrik.
Petir
terjadi
karena
adanya
loncatan
arus
listrik
di
awan
yang
tegangannya dapat mencapai 10 mega volt dengan kuat arus sekitar 100.000 A
ke tanah. Luka-luka karena sambaran petir pada dasarnya merupakan luka-luka
gabungan akibat listrik, panas dan ledakan udara. Luka akibat panas berupa luka
bakar dan luka akibat ledakan udara berupa luka-luka yang mirip dengan luka
akibat persentuhan dengan benda tumpul. Dapat terjadi kematian akibat efek arus
listrik yang melumpuhkan susunan saraf pusat, menyebabkan fibrilasi ventrikel.
Kematian juga dapat terjadi karena efek ledakan ataun efek dari gas panas
yang ditimbulkannya. Pada korban mati sering ditemukan adanya arborescent mark
(percabangan pembuluh darah terlihat seperti percabangan pohon), metalisasi bendabenda dari logam yang dipakai. Pakaian korban terbakar atau robek-robek.
Zat-zat kimia korosif dapat menimbulkan luka-luka apabila mengenai tubuh
manusia. Ciri-ciri lukanya amat tergantung dari golongan zat kimia tersebut, yaitu
dibagi menjadi bahan kimia golongan asam dan bahan kimia golongan basa.
Termasuk zat kimia korosif golongan asam antara lain: asam mineral, yaitu: H2SO4,
HCL, NO3; asam organik, yaitu: asam oksalat, asam formiat dan asam asetat; garam
mineral, yaitu: AgNO3, dan zinc chlorida; halogen, yaitu: F, Cl, Ba dan J. Cara kerja
zat kimia korosif dari golongan ini sehingga mengakibatkan luka ialah mengekstraksi
air dari jaringan, mengkoagulasi protein menjadsi albuminat, dan mengubah
5
hemoglobin menjadi acid hematin. Ciri-ciri dari luka yang terjadi akibat zat-zat asam
korosif adalah luka terlihat kering, berwarna coklat kehitaman, kecuali yang
disebabkan oleh nitric acid berwarna kuning kehijauan, perabaan keras dan kasar.
Zat-zat kimia korosif yang termasuk golongan basa antara lain KOH, NaOH, dan
NH4OH. Cara kerja dari zat-zat tersebut sehingga menimbulkan luka ialah
mengadakan ikatan dengan protoplasma sehingga membentuk alkaline albumin dan
sabun, dan mengubah hemoglobin menjadi alkaline hematin. Ciri-ciri luka yang
terjadi sebagai akibat persentuhan dengan zat-zat ini adalah luka terlihat basah dan
edematous, berwarna merah kecoklatan, dan perabaan lunak dan licin.
2.3 Klasifikasi Luka Bakar
Derajat keparahan luka bakar ditentukan berdasarkan etiologi, kedalaman dan
luas luka.
2.3.1 Luka Bakar Berdasarkan Etiologi
Berdasarkan etiologinya dapat dibagi menjadi 3, yaitu termal, luka bakar listrik, dan
luka bakar kimiawi.
a. Termal
Luka bakar akibat panas, umumnya terjadi akibat meningkatnya suhu yang
mengakibatkan kematian sel. Pada keadaan ini dapat menyebabkan luka lepuh
akibat terpapar zat panas.
b. Luka bakar listrik
Luka bakar listrik umumnya terjadi akibat aliran listrik yang menjalar ke
tubuh.
c. Luka bakar kimiawi
Luka bakar ini terjadi akibat paparan zat yang bersifat asam maupun basa.
Karakteristik keduanya memiliki perbedaan dalam hal kedalaman luka bakar
yang terjadi. Luka bakar akibat paparan zat yang bersifat basa umumnya
mengakibatkan luka yang lebih dalam dibandingkan akibat zat asam. Hal ini
disebabkan zat basa akan menyatu dengan jaringan lemak di kulit sehingga
menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih progresif, sedangkan luka bakar
akibat asam akan menyebabkan koagulasi protein.4
2.3.2 Luka Bakar Berdasarkan Kedalaman
Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tingginya suhu yang menyebabkan
cedera, lamanya paparan dan ketebalan kulit. Berdasarkan dalamnya jaringan yang
rusak akibat luka bakar tersebut, luka bakar dapat diklasifikasikan menjadi derajat I,
II, III dan IV. Pada luka bakar derajat 1 (superficial burn), kerusakan hanya terjadi di
permukaan kulit. Kulit akan tampak kemerahan, tidak ada bulla, sedikit oedem dan
nyeri, dan tidak akan menimbulkan jaringan parut setelah sembuh. Luka bakar derajat
2 (partial thickness burn) mengenai sebagian dari ketebalan kulit yang melibatkan
semua epidermis dan sebagian dermis. Pada kulit akan ada bulla, sedikit oedem, dan
nyeri berat. Pada luka bakar derajat 3 (full thickness burn), kerusakan terjadi pada
semua lapisan kulit dan ada nekrosis. Lesi tampak putih dan kulit kehilangan sensasi
rasa, dan akan menimbulkan jaringan parut setelah luka sembuh. Luka bakar derajat 4
disebut charring injury. Pada luka bakar ini kulit tampak hitam seperti arang karena
terbakarnya jaringan. Terjadi kerusakan seluruh kulit dan jaringan subkutan begitu
juga pada tulang akan gosong.2
2.
3.
4.
5.
10
curah
jantung.
Kadar
hematokrit
meningkat
yang
menunjukan
gastrointestinal yang potensial yaitu: ileus paralitik (tidak adanya peristalsis usus) dan
ulkus curling, berkurangnya peristalsis dan bising usus merupakan manifestasi ileus
paralitik yang terjadi akibat luka bakar.
2.5 Penatalaksaan Luka Bakar
Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah
mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung
sirkulasi sistemik (airway, breathing, circulation/ABC). Intubasi endotrakea
dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat atau kecurigaan adanya jejas
inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah
terjadi edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak.
Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada
trakeostomi.12,16,17
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal
yang tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada
pasien luka bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas tersembunyi. Oleh karena
itu, setelah mempertahankan ABC, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan
menata laksana jejas lain (trauma tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa.
Riwayat terjadinya luka bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan
adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi
juga penting dalam evaluasi awal.16,17,18
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R., de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC;
2004.
2. Saraf S, Parihar S. Burns Management: A Compendium. Journal of
Clinical and Diagnostic Research 2007; 5: 426-436.
3. WHO. [online]. 2015. [cited at July 15th 2016]. Available from: URL:
http://www.who.int/violence_injury_prevention/other_injury/burns/en/
4. Deirdre, C., Elsayed, S., Reid, O., Winston, B., Lindsay, R. Burn Wound
Infection. Clin Microbiol Rev. 2006; 19(2): 403434.
5. Di Maio, V.J.M. & Dana, S.E. Fire and Thermal Injuries, in: Di Maio, V.J.M.
& Dana, S.E.(eds) Hand Book of Forensic Pathology. USA: Landes
Bioscience; 1998.
6. Moenajat, Yefta. Luka Bakar : Pengetahuan Klinis Praktis. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2003
7. Moore, Keith L. Agur, Anne M.R. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Laksaman, H
15
8. Kamolz LP. Luminta DB. Dermal replacements in general, burn, and plastic
9.
16