Ada apa dengan kakiku? Aku baik-baik saja. Aku bisa bangun sendiri jawabku memotong
pembicaraan wanita itu.
Maafkan aku nak, kakimu terjepit dan tertindih oleh becak yang kamu naikki, mobil yang
menbrak becak yang kamu tumpangi melaju dengan kencang, gelapnya jalan membuat si
pengemudi kesulitan mengendarai. Aku menemukanmu dalam keadaan tak sadarkan diri
Jadi aku tercengang, diam tanpa kata. Ternyata memang benar dugaanku. Ya, jadi biarkan
aku membantumu
Antarkan aku bertemu dengan Umi sekarang
Terdiam aku duduk di kursi roda, didorong menuju ruangan dimana Umi ditangani. Umi
mengalami benturan keras dibagian kepala dan sampai saat ini belum sadarkan diri. Aku duduk
disampingnya. Tak kuat aku melihat seorang malaikat yang selalu menjagku dan menuruti semua
keinginanku terbaring lemah tak berdaya. Ya, dia Umi mu Ser,, dia Umi mu. Lihatlah dia
terbaring lemah dengan lilitan kain dikepala,
Umi.. Ini aku Serli, Umi bangun.. Umi .. pegangan eratku pada tangannya, tetesan airmata
mengalir di pipiku
Umi.. anakmu tidak bisa berjalan lagi, anakmu lumpuh Umi, Umi bangun Umi, mengapa umi
tidak mau bangun? Umi malu ya dengan anakmu yang tidak punya kaki ini? Ini Umi, sepatu dari
Umi tak bisa aku pakai lagi aku menunduk dan menangis disamping Umi.
Nak.. usapan lembut tanagnnya menyentuh kepalaku
Umi senangku melihat Umi terbangun
Umi sayang sekali padamu.. Umi minta maaf tidak bisa menjagamu kali ini, bagaimana dengan
sepatu nya?
Aku tentu suka dengan sepatunya tapi sepatunya.. jawabku
Syukurlah kalau begitu, Umi senang sekali.. Tapi apa nak? Kebesarankah? Tidak apa-apa nak,
biar bisa lama dipakai. Serli sayang, apakah kamu bersedia berjanji pada Umi? Tanya Umi
Tentu Umi, apa janjiku pada Umi?
Berjanjilah untuk selalu taat pada-Nya, selalu tersenyum dan mampu menghadapi apapun yang
terjadi dimulai saat ini
Tentu Umi
La illaha illallah muhammad rasulullah..
Tiiiiiitttttt. Bunyi itu terdengar dari sebuah komputer yang terletak disamping tempat tidur
Umi
Umiiiiiiiiiiiiiii..Umi bangunlah Umii Umi sampai bertemu dengan Abi,Umi..
Tak sempat aku bercakap-cakap dengan lebih bersama Umi, seorang malaikat sayap yang tak
pernah lelah, sepatu yang ia belikan menjadi kenangan terakhir akan permintaanku, amanah
penuh kasih sayang menjadi kewajibanku untuk menjaganya meski entah bagaiamana caranya,
jangankan untuk menjaga amanahnya namun untuk mengenakannya aku pun tidak tahu
bagaimana. Tajamnya pisau seakan menusuk diriku saat ini,bingung, kaget, entah rasa apa yang
tepat untuk saat ini. Umi meninggalkanku, begitu juga dengan kakiku.. Yakinkah ini nyata atau
hanya?