Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Resistensi terhadap antibiotika adalah fenomena yang alami. Bila suatu
antibiotik digunakan, mikroorganisme yang mengalami resistensi terhadap
antibiotik tersebut memiliki kesempatan yang lebih besar untuk dapat terus
hidup daripada mikroorganisme lain yang lebih rentan. Mikroorganisme
yang rentan akan dapat dibasmi atau dihambat pertumbuhannya oleh suatu
antibiotik, menghasilkan suatu tekanan selektif terhadap mikroorganisme lain
yang masih bertahan hidup untuk menciptakan turunan yang resisten terhadap
antibiotik. Namun demikian, mikroorganisme yang mengalami resistensi
terhadap antibiotik dalam jumlah yang sangat tinggi sekarang ini disebabkan
karena adanya penyalahgunaan dan penggunaan antibiotik secara berlebihan.
Di beberapa negara dan melalui internet, antibiotik dapat dibeli tanpa adanya
resep dokter. Pasien kadang-kadang minum antibiotik meskipun ia tidak
membutuhkannya, untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh virus,
seperti selesma.
Bahaya resistensi antibiotik merupakan salah satu masalah yang dapat
mengancam kesehatan masyarakat. Hampir semua jenis mikroorganisme saat
ini menjadi lebih kuat dan kurang responsif terhadap pengobatan antibiotik.
Mikroorganisme yang telah mengalami resistensi terhadap antibiotik ini dapat
menyebar ke anggota keluarga, teman ataupun tetangga lain sehingga
mengancam masyarakat akan hadirnya jenis penyakit infeksi baru yang lebih
sulit untuk diobati dan lebih mahal juga biaya pengobatannya.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian resistensi dan mikroorganisme?
1.2.2 Bagamana resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik?
1.2.3 Apa saja metode yang digunakan dalam uji resistensi mikroorganisme
terhadap antibiotik?

1.2.4

Bagaimana prosedur kerja uji resistensi mikroorganisme terhadap


antibiotik?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian resistensi dan mikroorganisme.
1.3.2 Untuk memahami bagaimana resistensi mikroorganisme terhadap
1.3.3

antibiotik.
Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam uji resistensi

1.3.4

mikroorganisme terhadap antibiotik.


Untuk memahami prosedur kerja uji resistensi mikroorganisme
terhadap antibiotik.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.1 Pengertian resistensi dan mikroorganisme


a. Resistensi
Resistensi adalah mekanisme tubuh yang secara keseluruhan membuat
rintangan untuk berkembangnya penyerangan atau pembiakan agent
menular atau kerusakan oleh racun yang dihasilkannya.
b. Mikroorganisme
Mikroorganisme merupakan suatu kelompok organisme yang tidak
dapat dilihat dengan menggunakan mata telanjang, sehingga diperlukan
alat bantu untuk dapat melihatnya, seperti mikroskop, lup, dll.
Menurut Zubaidah (2006), adapun faktor yang mempengaruhi
mikroorganisme adalah sebagai berikut:
1. Faktor Intrinsik
a.
Keasaman pH
b.
Water Activity (Aw)
c.
Potensial Oksidasi-Reduksi
d.
Komponen Antimikroba
2. Faktor Ekstrinsik
a.
Suhu
b.
Ketersediaan dan konsentrasi Gas Lingkungan
c.
Relative Hamidity (RH)
2.1.2

Resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik


Semakin tinggi penggunaan antibiotik semakin tinggi pula tekanan
selektif proses evolusi dan poliferasi strain mikroorganisme yang
bersifat resisten. Mikroorganisme patogen yang resisten terhadap
antibiotik sangat sulit dieliminasi selama proses infeksi, dan infeksi
oleh beberapa strain bakteri dapat berakibat letal (kematian).
Adapun mekanisme yang menyebabkan suatu populasi kuman
menjadi resistensi terhadap antibiotik, antara lain :
a. Mikroorganisme memproduksi enzym yang merusak daya kerja
obat
b. Terjadinya perubahan permeabilitas kuman terhadap obat tertentu
c. Terjadinya perubahan pada tempat tertentu dalam sel sekelompok
mikroorganisme yang menjadi targe obat

d. Terjadinya perubahan pada metabolic pathway yang menjadi target


obat
e. Terjadi perubahan enzymatik sehingga kuman meskipun masih
dapat hidup dengan baik, tapi kurang sensitif terhadap antibiotik.
Contoh resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik antara lain :
1. Resistensi Terhadap Fenisilin dan Sefalosporin
Resistensi mikroorganisme pathogen terhadap penisilin dan
sefalosporin paling sering terjadi akibat bakteri memiliki gen
pengkode beta- laktamase. Terdapat 3 kelas besar beta- laktamase,
yaitu penisilinase, oksasilinase, dan karbenisilinase. Penisilinase
memiliki kisaran aktivitas yang luas terhadap fenisilin dan
selafosforin, sedangkan oksilinase dan karbenisilinase memiliki
aktivitas yang lebih terbatas .
2. Resistensi Terhadap Vankomisin
Resistensi vankomisin berkembang akibat adanya enzim
pada sel bakteri yang resisten, yang akan membuang residu alanin
dari bagian peptida peptidoglikan.
3. Resistensi Terhadap Tetrasiklin
Resistensi bakteri terhadap tetrasikli dapat muncul bila
dihasilkan membran sitoplasma yang berbeda (bentuk perubahan)
dan mencegah pengikatan tetrasiklin pada subunit 30S ribosom,
sehingga sintesis protein dapat terus berlangsung.
4. Resistensi Terhadap Aminoglikosida
Resistensi terhadap antibiotik golongan aminoglikosida
muncul karena sel bakteri memproduksi enzim enzim yang dapat
menambah fosfat, asetat, atau gugus adenil pada berbagai macam
tempat pada antibiotik aminoglikosida.
5. Resistensi Terhadap Kloramfenikol

Resistensi kloramfenikol mayoritas disebabkan oleh adanya


enzim yang menambahkan gugus asetil kedalam antibiotik.
Kloramfenikol yang terasetilasi tidak akan dapat terikat pada
subunit 50S ribosom bakteri, sehingga tidak mampu menghambat
sintesis protein.
6. Resistensi Terhadap Makrolida
Pada beberapa kasus, resistensi terhadap antibiotik
makrolida terjadi akibat mutasi pada target antibiotik.
7. Resistensi Terhadap Rifampisin
Resistensi terhadap rifampisin muncul akibat mutasi pada
gen subunit RNA polimerase.
8. Resistensi Terhadap Sulfonilamid dan Trimetoprim
Resistensi terhadap sulfonilamid dan trimetoprim
disebabkan oleh mutasi pada gen pengkode enzim yang terlibat
dalam jalur metabolisme sintesis asam tetrahidrofolat.
Sifat antibiotik sebaiknya menghambat atau membunuh
mikroorganisme patogen tanpa merusak inang, bersifat bakterisid,
tidak menyebabkan resistensi pada kuman, tidak bersifat alergenik atau
tidak menimbulkan efek samping bila digunakan dalam jangka waktu
lama, larut dalam air, serta stabil.
2.1.3

Metode yang digunakan dalam uji resistensi mikroorganisme


terhadap antibiotik.
Kegunaan uji antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem
pengobatan yang efektif dan efesien. Terdapat bermacam-macam metode
uji antimikroba seperti yang dijelaskan berikut ini:
a. Metode dilusi
Prinsip dari metode ini yaitu antibiotik diencerkan hingga
diperoleh beberapa konsentrasi.

1.

Dilusi cair
Masing-masing konsentrasi obat ditambahkan media agar, lalu
ditanami bakteri.

Gambar 1 : tahapan uji resistensi mikroorganisme terhadap


antimikroba metode dilusi cair
2. Dilusi padat
Masing-masing konsentrasi obat ditambahkan media agar, lalu
ditanami bakteri.
b. Metode difusi
1. Metode disc diffusion (tes Kirby dan Bauer)
Untuk menentukan aktivitas agen antimikroba, piringan yang
berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah
ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan
pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba di permukaan
media agar.

Gambar 2 : Hasil uji resistensi mikroorganisme terhadap


antimikroba Metode disc diffusion (tes Kirby dan
Bauer)
2. Metode E-test
Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (minimum
inhibitory concentration) atau KHM (kadar hambat minimum),
yaitu konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung
agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan
diletakkan permukaan media agar yang telah ditanami
mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada area jernih yang
ditimbulkannya yang menunjukkan kadar agen antimikroba yang
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media agar.

Gambar 3 : Hasil uji resistensi mikroorganisme terhadap


antimikroba metode E-test
3. Ditch-plate Technique
Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang
diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media
agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan
mikroba uji ( maksimum 6 macam ) digoreskan kearah parit yang
berisi agen antimikroba.
4. Cup-plate Technique
Metode ini serupa dengan mitode disc diffusion, dimana
dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan
mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba
yang akan diuji.
5. Gradient-plate Technique
Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba pada media
agar secara teoretis bervariasi dari 0 hingga maksimal. Media agar
dicairkan dan larutan uji ditambahkan. Campuran kemudian
dituang kedalam cawan petri dan diletakkan dalam posisi miring.
Nutrisi kedua selanjutnya dihitung diatasnya.

Plate diinkubasi selama 24 jam untuk memungkinkan agen


antimikroba berdifusi dan permukaan media mengering. Mikroba
uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai dari
konsentrasi tinggi ke rendah. Hasil diperhitungkan sebagai panjang
total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan.
Bila:
X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media
mg/mL atau /mL,
Maka konsentrasi hambatan adalah: [(X.Y)]: C mg/mL atau
g/mL.
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang
didapat dari lingkungan padat dan cair faktor difusi agen
antimikroba dapat mempengaruhi keseluruhan hasil pada media
padat.
2.1.4

Prosedur kerja uji resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik


a. Metode : disc diffusion
b. Alat dan Bahan
Alat :

Tabung reaksi
Cawan petri
Mikro pipet
Blue & yellow tip
Erlenmeyer
Beaker glass
Autoclave
Laminar Air Flow (LAF)
Lampu spiritus
Bahan :

Nutrient agar
Mikroba uji (feces)
Paper disk yang mengandung : Amoxicillin, Ampicillin,
Gentamicin, Sulfametoksazon

c.

Cara Kerja
1. Disiapkan mikroba uji yang akan digunakan (mikroba uji dari
hasil persiapan pada praktikum sebelumnya)
2. Disiapkan dan disterilisasi 50 ml media nutriet agar dalam
erlenmeyer
3. Media nutrient agar, yellow & blue tip, serta cawan petri di
sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit dengan suhu 1210C
4. Setelah agak dingin ditambahkan 200 l mikrobia uji dalam
LAF, dihomogenkan
5. Dituang dalam petri steril, ditunggu sampai beku
6. Pada petri pertama, dipasang paper disk yang mengandung
antibiotik Sulfametoksazol dan ampicillin serta blanko sebagai
control negatif
7. Pada petri kedua, dipasang paper disk yang mengandung
antibiotik Amoxicillin dan Gentamicin serta blanko sebagai
control negatif
8. Diinkubasi 37oC selama 24 jam
9. Diinterpretasikan hasil dengan antibiogram
10. Diukur diameter hambatannya untuk masing-masing
sampel/antibiotik dengan masing-masing mikroba uji

BAB III
PENUTUPAN
3.1 Simpulan
Resistensi mikoorganisme terhadap antimikroba adalah mekanisme tubuh
yang secara keseluruhan membuat rintangan untuk berkembangnya
penyerangan atau pembiakan agent menular atau kerusakan oleh racun yang

10

dihasilkannya terhadap antimikroba. Adapun prosedur kerja dari uji ini yakni
berdasarkan beberapa metode meliputi :

Dilusi cair
Dilusi Padat
Metode difusi : Kirby dan Bauer, E-test, Ditch-plate technique, Cup-plate
technique, Gradient-plate technique.

3.2 Saran
Dalam berbagai uji yang melibatkan mikroorganisme, sangat disarankan
untuk bekerja secara aseptik. Karena bahaya kontaminasi mikroorganisme
sangat rentan terjadi. Jika ada kontaminasi, tentu saja akan mempengaruhi
hasil yang didapat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Waluyo, Lud. 2007. Mikrobiologi Umum. Malang: UMM Press.


2. Waluyo, Lud. 2008. Teknik dan Metode Dasar Dalam Mikrobiologi.
Malang: UMM Press.

11

3. Sarinah.2012.Resistensi terhadap
Antibiotik.
http:/sarinahblogger.blogspot.com

12

Anda mungkin juga menyukai