Anda di halaman 1dari 13

PASIEN CA.

MAMMA STADIUM DINI USIA MUDA: DAMPAK TERAPI


LOKAL TERHADAP SURVIVAL
Enja J. Bantema, et al.

Tujuan : Pada wanita muda, terapi breast-conserving (BCT), misalnya


lumpektomi yang dilanjutkan dengan radioterapi, dihubungkan dengan
peningkatan resiko rekurensi lokal. Namun, masih tidak cukup bukti yang
menyatakan bahwa BCT menurunkan survival. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk membandingkan efek BCT dengan mastektomi terhadap
survival rata-rata (OS) pada wanita muda yang menderita ca. mamma
stadium dini.
Metode dan Bahan : Dari 2 register populasi pasien kanker regional di
Belanda (mencakup 6.2 juta penduduk), didapatkan 1453 wanita berusia <
40 tahun yang menderita ca. mamma patologis T1N0-1M0. Digunakan
analisis survival regresi Cox untuk menilai efek terapi lokal (BCT
berbanding mastektomi) yang dikelompokkan berdasarkan stadium nodus
terhadap survival dan dikoreksi untuk ukuran tumor, usia, periode
diagnosis, dan penggunaan terapi sistemik adjuvan.
Hasil : Dengan median follow-up selama 9.6 tahun, OS 10 tahun sebesar 83%
setelah BCT dan 78% setelah mastektomi (unadjusted hazard ratio [HR],
1.37; 95% confidence interval [CI], 1.09-1.72). Pada pasien N0, OS 10 tahun
sebesar 84% setelah BCT dan 81% setelah mastektomi, dan terapi lokal
tidak dihubungkan dengan perbedaan OS (HR 1.19; 95% CI, 0.89-1.58; p =
0.25). Pada kelompok pasien N1, OS 10 tahun lebih baik setelah BCT jika
dibandingkan dengan mastektomi, 79% berbanding 71% (HR 1.91; 95% CI,
1.28-2.84; p = 0.001) dan pada pasien yang diterapi dengan terapi hormonal
adjuvan (HR 0.34; 95% CI, 0.18-0.66; p = 0.001).
Kesimpulan : Dalam penelitian kohort populasi besar terhadap pasien ca.
mamma stadium dini berusia muda ini, OS 10 tahun setelah BCT tidak
mengalami perubahan jika dibandingkan dengan mastektomi. Pasien dengan

limfonodus positif 1 hingga 3 memiliki prognosis yang lebih baik setelah BCT
daripada setelah mastektomi.

Ca. mamma, Usia muda, Terapi breast-conserving, Mastektomi, Register


populasi kanker.

PENDAHULUAN
Di Belanda, 5% dari semua wanita didiagnosis menderita ca. mamma pada usia
kurang dari 40 tahun. Ca. mamma pada wanita muda umumnya memiliki proporsi
sifat patologis tumor agresif yang lebih tinggi, seperti reseptor estrogen negatif,
grading diferensiasi yang buruk (Grade 3), dan invasi limfovaskular. Namun,
bahkan jika perbedaan tersebut diperhitungkan, usia muda masih menjadi faktor
resiko independen yang dihubungkan dengan prognosis klinis yang lebih buruk,
baik setelah terapi breast-conserving (BCT) maupun mastektomi. Resiko
kematian akibat kanker payudara dalam waktu 5 tahun setelah diagnosis pada
wanita penderita ca. mamma stadium I-IIb yang berusia lebih muda dari 35 tahun
dilaporkan 1.8 kali lipat lebih tinggi daripada wanita berusia 50 hingga 69 tahun.
Seperti pada wanita usia lanjut, wanita muda yang menderita ca. mamma
stadium dini akan diterapi dengan BCT atau mastektomi. Wanita muda memiliki
tingkat kontrol lokal yang lebih buruk setelah BCT jika dibandingkan dengan
mastektomi. Namun, hal ini masih kontroversial karena perbedaan kontrol lokal
pada pasien ca. mamma berusia muda tersebut berhubungan dengan survival
setelah BCT yang lebih buruk. Dalam penelitian ini, kami menilai efek tipe terapi
lokal (BCT berbanding mastektomi) terhadap survival rata-rata (OS) pada wanita
berusia < 40 tahun yang menderita ca. mamma stadium dini.

METODE DAN BAHAN


Populasi penelitian
Pasien diseleksi dari 2 register populasi kanker (CR) dari Belanda,
termasuk Comprehensive Cancer Center North East dan Comprehensive Cancer

Center Amsterdam, yang mencakup populasi sekitar 6.2 juta penduduk (40% dari
populasi Belanda).
CR Belanda mencatat data dari seluruh malignansi yang baru didiagnosis.
Pemberitahuan didapatkan dari Pathology Automated Archives. Selain itu, data
tambahan didapatkan dari National Registry of Hospital Discharge Diagnoses,
yang mencakup hingga 8% dari keseluruhan kasus baru. Data didapatkan dari file
pasien dan termasuk identifikasi informasi dan karakteristik tumor. Topografi dan
morfologi dikoding berdasarkan International Classification of Diseases for
Oncology. Digunakan klasifikasi TNM untuk penentuan staging (International
Union against Cancer 2002). Selain itu, data terapi pada CR (tipe operasi,
radioterapi, kemoterapi, dan terapi hormonal) dikumpulkan secara teratur.
Kualitas register kanker di Belanda tinggi, dan kelengkapannya diestimasikan
sekitar lebih dari 95%. Data mortalitas diambil dari Munical Personal Records
Database. Dalam penelitian ini, data terakhir dibuat pada 1 Februari 2009. Untuk
kebanyakan pasien yang diteliti, CR tidak mengumpulkan data mengenai
rekurensi penyakit atau metastasis jauh. Pada awal periode penelitian CR tidak
menilai status reseptor hormonal, dan oleh karena itu tidak dianggap sebagai
sebuah kovariat.
Dikumpulkan pasien wanita berusia < 40 tahun pada saat diagnosis ca.
mamma invasif 2 cm (pT1a-c), dengan hingga 3 matastasis limfonodus (pN0-1)
dan diterapi baik dengan BCT (operasi breast-conserving dan radioterapi) atau
mastektomi, dengan atau tanpa radioterapi, antara Januari 1989 hingga Januari
2005. Kami hanya memasukkan pasien dengan tumor berukuran kecil yang cocok
untuk lumpektomi, dan hingga 3 limfonodus positif, karena pasien-pasien tersebut
dianggap ideal untuk BCT. Pilihan tipe terapi lokal (BCT atau mastektomi)
didasarkan pada pilihan ahli bedah atau pilihan pasien. Pasien yang menderita
penyakit metastasis jauh (M1), sebelumnya pernah didiagnosis dengan kanker
invasif selain kanker kulit nonmelanoma, dan pasien yang diterapi dengan terapi
neoadjuvan dieksklusi dari penelitian. Kohortnya dibuat sesuai dengan regulasi
privasi Netherlands Cancer Registry.

Karakteristik pasien
Akhirnya populasi penelitian terdiri dari 1453 pasien. Tabel 1 memberikan
ringkasan karakteristik pasien dan tumor untuk kedua kelompok terapi (BCT atau
mastektomi), baik secara rata-rata dan dipisahkan berdasarkan stadium nodus.
Median usia adalah 36.5 tahun (rentang interkuartil, 33.8-38.4). Median follow-up
selama 9.6 tahun (rentang interkuartil, 5.9-14.3). Terapi lokal dengan BCT
dilakukan pada 63% pasien (n = 909) dan mastektomi pada 37% pasien (n = 544).
Dalam kelompok mastektomi, 125 wanita (23%) mendapatkan radioterapi
adjuvan. Mayoritas tumor (75%) berdiameter 1 dan 2 cm (pT1c), dan 72% pasien
memiliki penyakit nodus negatif. Dalam kelompok N0, kedua kelompok terapi
lokal memiliki karakteristik yang sama. Pada kelompok N1, kelompok
mastektomi mendapatkan lebih banyak terapi hormonal daripada kelompok BCT
(Tabel 1).

Terapi
Pasien diterapi sesuai dengan pedoman nasional yang digunakan pada saat
diagnosis. Pedoman bagi pasien yang berusia dibawah 40 tahun akan dijelaskan
dibawah ini.
Terapi lokal terdiri dari eksisi tumor luas atau quadrantektomi yang
dilanjutkan dengan radioterapi hingga keseluruhan payudara dengan atau tanpa
tambahan bagi area dasar tumor, atau mastektomi. Pada kasus batas operasi positif
atau multifokalitas setelah mastektomi, operasi dilanjutkan dengan irradiasi
dinding dada. Staging aksilar terdiri dari pembersihan limfonodus aksillar, dan
sejak tahun 1990an, pada kasus nodus sentinel positif akan dilakukan biopsi
nodus sentinel yang dilanjutkan dengan pembersihan aksillar.
Radioterapi lokoregional, terdiri dari irradiasi area nodus drainase seperti
aksillar, supraklavikular, dan rantai mammaria interna diindikaskan pada kasus
limfonodus apikal positif dan pertumbuhan ekstranodus ekstensif. Dari tahun
1994 hingga tahun 2003, irradiasi rantai mammaria interna diindikasikan pada
tumor yang terletak di medial yang disertai dengan 1 hingga 3 limfonodus positif.

Setelah mastektomi, radioterapi lokoregional selalu mencakup irradiasi dinding


dada.
Pada pasien dengan nodus positif, semua indikasi irradiasi lokoregional
didasarkan pada karakteristik tumor yang didapatkan setelah operasi primer dan
tidak mempengaruhi pilihan ahli bedah untuk melakukan operasi breastconserving atau mastektomi.
Pada tahun 1980an dan awal tahun 1990an, hanya pasien dengan
limfonodus positif yang diterapi dengan kemoterapi adjuvan, umumnya terdiri
dari siklofosfamid, metotreksat, dan 5-fluorouracil. Penggunaan kemoterapi
anthracycline meningkat sejak pertengahan tahun 1990an. Pada akhir tahun
1990an, kemoterapi juga diindikasikan bagi wanita premenopause, wanita
beresiko tinggi, pasien dengan nodus negatif, tergantung pada ukuran, grading,
dan status reseptor hormonal tumor tersebut. Sekitar tahun 2001, indikasi terapi
sistemik adjuvan diperluas bagi pasien yang berusia 35 tahun, tanpa
memperhatikan status limfonodus atau karakteristik tumor primer mereka.
Status hormonal mulai dinilai secara rutin setelah tahun 1998, dan setelah
itu terapi hormonal adjuvan ditambahkan kedalam regimen kemoterapi untuk
semua pasien dengan reseptor hormon positif, pasien dengan limfonodus positif,
dan pasien limfonodus negatif dengan keadaan yang tidak baik. Di Belanda,
trastuzumab sebagai terapi adjuvan untuk pasien ca. mamma mulai diperkenalkan
pada tahun 2005 dan oleh karena itu tidak menjadi standar terapi pada penelitian
kohort ini.

Analisis statistik
Karakteristik pasien dijelaskan berdasarkan terapi lokal dan dibandingkan
dengan menggunakan uji chi-square. Tingkat OS unadjusted 5 dan 10 tahun
dihitung dengan menggunakan metode Kaplan-Meier, dan kedua kelompok terapi
dibandingkan dengan menggunakan uji log-rank.

Karena terdapat interaksi yang signifikan antara terapi lokal dan stadium
nodal, kami menganalisa data pasien nodus negatif dan nodus positif secara
terpisah.
Analisis multivariat dilakukan dengan menggunakan Cox proportional
hazard model untuk menilai efek terapi lokal (BCT atau mastektomi) terhadap
OS. Dalam analisis tersebut, kami mengoreksi ukuran tumor patologis (pT1ab /
pT1c), usia pada saat diagnosis (< 35 / 35-39), kemoterapi adjuvan (tidak / ya),
terapi hormonal adjuvan (tidak / ya), dan periode pada saat diagnosis (1989-1994 /
1995-2000 / 2001-2004). Secara umum, periode waktu tersebut berhubungan
dengan perubahan pada pedoman terapi sistemik. OS dihitung sebagai interval
antara diagnosis patologis dengan waktu kematian.
Karena usia kohort yang relatif muda, kami tidak hanya melaporkan
kematian akibat ca. mamma, namun juga melaporkan OS. Dengan cara tersebut,
kami juga mempertimbangkan kematian karena toksisitas akibat terapi jangka
panjang.
Model sehat dievaluasi dengan menggunakan metode grafis residu dan
statistik goodness-of-fit. Semua tes dilakukan secara two-sided, dan nilai p < 0.05
dianggap signifikan secara statistik. Kami menguji interaksinya dengan terapi
lokal, dan signifikansi interaksi diset pada 0.1. Analisis dilakukan dengan
menggunakan piranti lunak STATA versi 10.1 untuk Windows (Stata Corporation
LP, College Station, TX).

HASIL
Survival rata-rata
Tingkat OS aktuarial 10 tahun adalah sebesar 83% pada kelompok BCT
berbanding 78% pada kelompok mastektomi (uji log-rank p = 0.007; unadjusted
hazard ratio [HR], 1.37; 95% confidence interval [CI], 1.09-1.72; Gambar 1).
Total, sebanyak 302 pasien (21%) meninggal selama periode follow-up (Tabel 2).
Pasien yang tidak menderita metastasis limfonodus memiliki survival 10 tahun

yang jauh lebih baik dibandingkan dengan pasien limfonodus positif (uji log-rank
p < 0.001; unadjusted HR 1.55; 95% CI, 1.22-1.96), 83% dan 75%.

Gambar 1. Survival rata-rata pasien setelah terapi breast-conserving (BCT) atau


mastektomi (M) (unadjusted hazard ratio 1.37; 95% confidence interval, 1.091.72; p = 0.007).

Karena terdapat interaksi yang signifikan antara terapi lokal dengan


stadium nodus (p = 0.099), kami menganalisa data pasien nodus negatif dan nodus
positif secara terpisah (Gambar 2A dan 2B). Perubahan dan tingkat OS aktuarial
untuk kedua subkelompok tersebut dipaparkan dalam Tabel 2. Pada pasien yang
tidak mengalami metastasis limfonodus, tidak terdapat perbedaan OS yang
signifikan antara kelompok terapi tersebut (uji log-rank p = 0.26; unadjusted HR
1.18; 95% CI, 0.88-1.57). Pada nodus positif, pasien yang mendapatkan
mastektomi memiliki prognosis OS yang lebih buruk (uji log-rank p = 0.014;
unadjusted HR 1.62; 95% CI, 1.10-2.40) jika dibandingkan dengan pasien yang
mendapatkan BCT.
Analisis multivariat stratifikasi OS pada pasien dengan nodus negatif
ditunjukkan dalam Tabel 3. Pada kelompok ini, terapi lokal tidak berhubungan
dengan OS (HR 1.19; 95% CI, 0.89-1.58; p = 0.247). Wanita yang didiagnosis dan

diterapi pada periode 2000-2004 memiliki survival yang lebih baik daripada
pasien yang didiagnosis sebelum tahun 1994 (HR 0.56; 95% CI, 0.33-0.96; p =
0.034; p rata-rata = 0.053).
Efek terapi lokal pada pasien dengan limfonodus positif ditunjukkan pada
Tabel 4. Pada pasien dengan limfonodus positif, mastektomi berhubungan
independen dengan OS yang lebih buruk (HR 1.91; 95% CI, 1.28-2.84; p =
0.001). Selain itu, pasien yang diterapi dengan terapi hormonal adjuvan memiliki
OS yang lebih baik daripada pasien yang tidak mendapatkan terapi hormonal (HR
0.34; 95% CI, 0.18-0.66; p = 0.001).
Total, sebanyak 6.9% pasien mengalami ca. mamma kontralateral sebagai
gangguan pertama, dan 4.1% pasien mengalami malignansi non-ca. mamma.
Eksklusi kasus kanker kedua tersebut dari analisis tidak mengubah hasil OS (data
tidak ditunjukkan).

DISKUSI
Pada analisis populasi wanita muda yang menderita ca. mamma stadium
dini ini, OS setelah BCT tidak berubah jika dibandingkan dengan setelah
mastektomi. Pada pasien dengan nodus positif, OSnya lebih baik, bahkan setelah
koreksi faktor prognostik lainnya. Berdasarkan pengetahuan kami, penelitian ini
merupakan serial penelitian terbesar yang membandingkan mastektomi dengan
BCT pada pasien penderita ca. mamma berusia muda (usia < 40 tahun) yang
merupakan kandidat BCT ideal (pT1N0-1M0).
Tingkat OS 10 tahun rata-rata adalah sebesar 83% pada kelompok BCT
berbanding 78% pada kelompok mastektomi. Tingkat OS tersebut dan perbedaan
antara BCT dengan mastektomi dapat dibandingkan dengan prognosis jangka
panjang dari serial penelitian retrospektif. Pada wanita berusia 35 tahun dan lebih
muda yang menderita penyakit stadium I-III, Beadle et al. menyatakan bahwa
tingkat OS 10 tahun sebesar 80% dan 59% untuk BCT dan mastektomi. Pada
analisis subset pasien ca. mamma muda usia < 40 tahun dengan penyakit stadium

I yang dianggap ideal untuk BCT, survival spesifik ca. mamma (BCSS) setelah 10
tahun adalah 91% pada kelompok BCT berbanding 86% setelah mastektomi.

Gambar 2. Survival rata-rata pasien setelah terapi breast-conserving (BCT) atau


mastektomi (M) pada pasien dengan nodus negatif (A); (unadjusted hazard ratio

1.18; 95% confidence interval, 0.88-1.57; p = 0.26) dan pasien nodus negatif (B);
(unadjusted hazard ratio 1.62; 95% confidence interval, 1.10-2.40; p = 0.014).

Pasien nodus negatif yang didiagnosis setelah tahun 2000 memiliki OS


yang lebih baik dibandingkan dengan pasien yang diterapi sebelum tahun 1994
(HR 0.56; 95% CI, 0.33-0.96; p = 0.034, p rata-rata 0.053). Dengan memasukkan
periode diagnosis kedalam analisis kami, kami mencoba untuk menyesuaikan
perubahan terapi sistemik. Karena perubahan pedoman, setelah tahun 2000 lebih
banyak pasien yang mendapatkan kombinasi terapi hormonal adjuvan dengan
kemoterapi. Perbaikan prognosis berdasarkan periode diagnosis pada pasien
nodus negatif juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh van der
Sangen et al. Tidak terdapat perbedaan pilihan terapi lokal pada periode yang
berbeda (data tidak ditunjukkan). Dalam penelitian kami, tidak dtemukan adanya
hubungan antara terapi lokal dengan OS pada pasien yang menderita penyakit
nodus negatif.
Pada pasien dengan nodus positif (1 hingga 3 limfonodus positif), tingkat
OS pasien setelah BCT lebih baik jika dibandingkan dengan setelah mastektomi,
hampir sama dengan hasil penelitian Beadle et al, yang menemukan bahwa
mastektomi dapat memprediksi OS yang lebih buruk (81% berbanding 63%
setelah 10 tahun) pada 296 pasien dengan penyakit stadium II. Analisis data
Surveilance, Epidemiology, and End Results menunjukkan bahwa radioterapi
berhubungan independen dengan perbaikan OS pada pasien yang menderita ca.
mamma stadium II dengan 1 hingga 3 limfonodus positif. Setelah 10 tahun, BCSS
sebesar 88% untuk pasien pT1 setelah BCT jika dibandingkan dengan 84%
setelah mastektomi tanpa radioterapi (p < 0.001). Pada penelitian ini, kami juga
menemukan adanya keuntungan penggunaan BCT pada populasi wanita muda
yang menderita ca. mamma stadium IIa (tidak termasuk T2N0).
Radioterapi ditunjukkan dapat memperbaiki OS setelah mastektomi dan
terapi sistemik adjuvan, namun masih ada perdebatan mengenai apakah hal
tersebut dapat diaplikasikan pada semua pasien dengan nodus positif. Pada
analisis subkelompok dalam penelitian Danish Breast Cancer Cooperative

10

kelompok b dan c terhadap pasien dengan 1 hingga 3 limfonodus positif,


radioterapi postmastektomi dapat memperbaiki OS absolut 15 tahun sebesar 9%
(penurunan resiko relatif sebesar 17%). Pada penelitian British Columbia, BCSS
20 tahun membaik sebesar 15% pada pasien yang mendapatkan iradiasi,
penurunan resiko relatif sebesar 23% untuk pasien dengan 1 hingga 3 limfonodus
positif, dan 24% untuk pasien dengan 4 limfonodus positif. Dalam sebuah
analisis retrospektif terbaru, MacDonald et al. menemukan adanya peningkatan
OS absolut 10 tahun sebesar 18% setelah irradiasi dinding dada jika dibandingkan
dengan tanpa irradiasi bagi pasien stadium II setelah prosedur mastektomi.
Penelitian tersebut menunjukkan adanya keuntungan radioterapi post-mastektomi
bagi pasien stadium II. Perbedaan survival yang kami temukan antara kelompok
mastektomi dan kelompok BCT kemungkinan menunjukkan keuntungan
radioterapi, dimana semuanya diberikan untuk pasien BCT. Dalam penelitian ini,
adanya 1 hingga 3 limfonodus positif bukan merupakan indikasi radioterapi postmastektomi.
Dalam populasi penelitian kami, semua pasien mendapatkan radioterapi
setelah operasi breast-conserving, dan tidak dilakukan setelah mastektomi.
Walaupun kami dapat mengidentifikasi pasien yang mendapatkan radioterapi
postmastektomi, kami tidak dapat membedakannya dengan pasien dari kelompok
breast-conserved yang mendapatkan radioterapi regional tambahan. Pasien yang
mendapatkan radioterapi regional merupakan perwakilan kelompok dengan
prognosis buruk, yang tidak dapat ditangani pada kelompok BCT. Untuk
mencegah bias seleksi dan berdasarkan pengetahuan bahwa indikasi irradiasi
lokoregional didasarkan pada penemuan postoperatif, maka kami tidak
memasukkan irradiasi postmastektomi kedalam perbandingan BCT dengan
mastektomi. OS pasien yang mendapatkan radioterapi postmastektomi, yang
merupakan kelompok dengan prognosis yang jelek, sama dengan OS pasien yang
menjalani mastektomi tanpa radioterapi (data tidak ditunjukkan). Beadle et al.
menunjukkan bahwa pada pasien yang menderita penyakit stadium II, OS nya
sama setelah BCT dan radioterapi postmastektomi, walaupun tingkat rekurensi
lokoregional setelah BCT lebih tinggi. Selain itu, perbedaan antara tingkat
rekurensi lokoregional setelah mastektomi dengan atau tanpa radioterapi adjuvan
11

lebih menguntungkan untuk radioterapi postmastektomi. Hal tersebut


menunjukkan bahwa dampak rekuresi lokoregional terhadap survival berbeda
setelah BCT jika dibandingkan dengan mastektomi.
Dalam penelitian ini, kami mengevaluasi survival tanpa memperhatikan
rekurensi lokal. Selain itu, jumlah rekurensi lokal setelah BCT diperkirakan lebih
tinggi daripada setelah mastektomi. Bahkan dengan perkiraan tingkat rekurensi
lokal yang lebih tinggi, BCT memiliki keuntungan survival jika dibandingkan
dengan mastektomi pada pasien dengan 1 hingga 3 limfonodus positif. Hal ini
menunjukkan bahwa perbedaan OS pada populasi limfonodus positif ini betulbetul hanya dipengaruhi oleh pilihan terapi.
Terapi hormonal adjuvan mempengaruhi OS pada pasien dengan
limfonodus positif. Hasil yang sama juga telah dilaporkan dalam sebuah metaanalisis besar dari Early Breast Cancer Trialists Collaborative Group
(EBCTCG), dimana terapi hormonal adjuvan menghasilkan survival yang jauh
lebih baik pada wanita yang berusia 50 tahun atau lebih muda.
Keterbatasan penelitian ini adalah desainnya yang retrospektif, sehingga
memiliki resiko bias seleksi dan kurangnya informasi mengenai faktor prognostik
lainnya, seperti diferensiasi grade dan status reseptor. Namun, kecil kemungkinan
bahwa faktor prognostik tumor tersebut berkontribusi terhadap pemilihan
prosedur operasi, karena faktor tersebut dinilai secara postoperatif dan tidak
dipertimbangkan untuk memilih tipe operasi. Selain itu, untuk membatasi bias
seleksi oleh dokter bedah, hanya tumor dengan diameter maksimal 2 cm yang
diinklusi. Untuk kebanyakan tumor yang berukuran 2 cm dan lebih kecil, ukuran
payudara tidak menjadi faktor untuk menentukan tipe operasi. Pemilihan operasi
pada populasi pasien ini didasarkan pada pilihan ahli bedah atau pasien, dimana
terdapat banyak variasi antar daerah dan antar rumah sakit. Multifokalitas yang
merupakan faktor resiko rekurensi lokal, tidak dapat dieksklusi sebagai penyebab
bias seleksi, namun kebanyakan akan menyebabkan perubahan hasil pada
kelompok BCT. Selain itu, karena CR tidak mengumpulkan data mengenai faktor
prognostik dan kejadian akibat penyakit, dampak kejadian tersebut terhadap OS
tidak dapat dinilai. Pasien mastektomi nodus positif mendapatkan lebih banyak
12

terapi hormonal adjuvan jika dibandingkan dengan kelompok BCT, dimana


setidaknya hal tersebut akan menguntungkan kelompok mastektomi.
Kesimpulannya, dalam penelitian kohort besar terhadap pasien ca. mamma
stadium dini berusia muda ini, OS 10 tahun setelah BCT tidak mengalami
perubahan jika dibandingkan dengan mastektomi. OS setelah BCT lebih baik
dibandingkan dengan setelah mastektomi. Sehingga hasil penelitian ini
membenarkan penggunaan BCT bagi wanita muda berusia < 40 tahun yang
menderita ca. mamma stadium dini dan menambah bukti keuntungan radioterapi
bagi pasien yang memiliki 1 hingga 3 limfonodus positif, terlepas dari terapi
operatif awalnya.

13

Anda mungkin juga menyukai