Anda di halaman 1dari 16

PROBLEMATIKA PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

TWO STAY TWO STRAY (TSTS) DAN ALTERNATIF


PEMECAHANNYA
Tugas Mata Kuliah :
Problematika Pendidikan Matematika
Dosen Pengampu : Dr. Budi Usodo, M.Pd.

Oleh:
Anggik Yulianto (S851608002)

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN MATEMATIKA


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari beberapa mata pelajaran yang disajikan disekolah, matematika
adalah salah satu mata pelajaran yang perlu dilatih dalam sistem penalarannya.
Melalui pengajaran matematika diharapkan dapat meningkatkan kapasitas
keterampilan dan mengembangkan aplikasi. Selain itu matematika adalah cara
berfikir dalam menentukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi, bahkan matematika adalah adalah metode berfikir logis sistematis,
dan konsisten.
Menurut Buchori dalam Trianto (2010: 5) bahwa pendidikan yang baik
adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk
sesuatu profesi atau jabatan, tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Keberhasilan dalam pendidikan,
salah satunya dipengaruhi oleh proses pembelajaran. Masalah dalam
pembelajaran formal adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Salah
satu penyebabnya adalah penggunaan model pembelajaran yang masih bersifat
konvensional dimana proses pembelajaran masih didominasi oleh gunu dan
belum memberikan kesempatan bagi anak didik untuk berkembang secara
mandiri melalui penemuan dalam proses berpikirnya. Siswa dianggap seperti
sebuah gelas yang diisi air yang berarti proses pembelajaran terjadi hanya ada
transfer pengetahuan dari guru ke anak didik.
Adanya perubahan paradigma pendidikan yang mengarah ke paham
konstruktivisme dan teori belajar Vygotsky yaitu tujuan pembelajaran tidak
hanya kognitif tetapi juga tujuan sosial. Menurut teori konstruktivisme, bahwa
guru tidak hanya sekedar memberi pengetahuan kepada siswa. Siswa harus
membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Sedangkan menurut teori
belajar Vygotsky bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya
muncul dalam percakapan dan kerja sama antar individu sebelum fungsi mental
yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut.

Suatu pembelajaran agar terwujud sebagaimana mestinya, dapat


dilakukan dengan menerapkan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran
kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para
siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu
sama

lainnya

dalam

mempelajari

materi

pelajaran

(Slavin

2010:4)

Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem


belajar bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang
secara kolaboratif sehingga merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar
(Isjoni 2011:15). Pembelajaran kooperatif menekankan belajar bersama dalam
satu kelompok yang memiliki kemampuan berpikir berbeda dan adanya
keterampilan sosial sehingga diharapkan dapat meningkatkan aktifitas siswa,
meningkatkan hasil belajar siswa serta pencapaian tujuan pembelajaran yang
maksimal. Ada beberapa tipe pembelajaran kooperatif, yaitu antara lain Jigsaw,
Student Team Achievement Division (STAD), Investigasi Kelompok, Two Stay
Two Stray (TSTS) dan lain-lain.
Model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) merupakan
pembelajaran yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (Lie, 2009), dimana
struktur ini merancang sebuah pembelajaran kelompok dengan cara siswa
bekerja sama dalam kelompok belajar yang heterogen yang masing
masing

kelompok

terdiri

dari

empat

orang

dan

bertujuan

untuk

mengembangkan potensi diri, bertanggung jawab terhadap persoalan yang


ditemukan dalam pembelajaran. Pembelajaran kooperatif teknik TSTS siswa
akan terlibat aktif semuanya dalam proses pembelajaran, baik sebagai tamu
maupun sebagai penerima tamu. Menurut Richardson dalam Irianti (2006)
keterlibatan siswa secara aktif adalah learning by doing. Siswa harus ikut
berbuat sesuatu untuk memperoleh ilmu yang mereka cari.
Dalam penerapannya, model pembelajaran TSTS memiliki beberapa
kelemahan. Seperti yang terjadi dalam penelitian tindakan kelas yang
dilakukan di kelas 7C MTs Taqwal Ilah Tembalang. Penerapan model TSTS
masih kurang efektif (Jupri, 2010). Masih banyak peserta didik yang ramai
dengan cara berbicara dengan teman kelompok lain, banyak peserta didik

belum berani untuk bertanya, aktif mengungkapkan pendapatnya maupun


memberi komentar terhadap jawaban teman. Berdasarkan permasalahan ini,
maka peneliti berniat menggali lebih dalam permasalahan yang terjadi pada
penerapan model pembelajaran TSTS dan mencari alternatif solusi
pemecahannya.
B. Rumusan Masalah
1. Permasalahan apa saja yang muncul dalam penerapan model pembelajaran
TSTS?
2. Bagaimana alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan dalam penerapan
model pembelajaran TSTS?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui permasalahan apa saja yang muncull dalam penerapan
model pembelajaran TSTS di dalam pembelajaran matematika
2. Untuk mengetahui alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan dalam
penerapan model pembelajaran TSTS
D. Manfaat Penulisan
1. Penulis
Sebagai pembelajaran mengenai permasalahan dalam model TSTS dan
alternatif pemecahan
2. Pembaca
Sebagai bahan pengetahuan mengenai masalah dalam model TSTS dan
alternatif pemecahan
3. Guru
Sebagai bahan masukan atau panduan untuk menerapkan model TSTS di
dalm kelas

BAB II
PEMBAHASAN
A. Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS)
1. Pengertian
Model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) merupakan
pembelajaran yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (Lie, 2009),
dimana struktur ini merancang sebuah pembelajaran kelompok dengan
cara siswa bekerja sama dalam kelompok belajar yang heterogen yang
masing masing kelompok terdiri dari empat orang dan bertujuan untuk
mengembangkan potensi diri, bertanggung jawab terhadap persoalan
yang ditemukan dalam pembelajaran. Pembelajaran kooperatif teknik
TSTS siswa akan terlibat aktif semuanya dalam proses pembelajaran,
baik sebagai tamu maupun sebagai penerima tamu. Menurut Richardson
dalam Irianti (2006) keterlibatan siswa secara aktif adalah learning by
doing. Siswa harus ikut berbuat sesuatu untuk memperoleh ilmu yang
mereka cari.
2. Ciri-Ciri Model Pembelajaran Two Stay Two Stray
Ciri-ciri model pembelajaran TSTS, yaitu:
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan
materi belajarnya.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang
dan rendah.
c. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis
kelamin yang berbeda.
d. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.
3. Tujuan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray
Dalam model pembelajaran ini siswa dihadapkan pada kegiatan
mendengarkan apa yang diutarakan oleh temannya ketika sedang bertamu,
yang secara tidak langsung siswa akan dibawa untuk menyimak apa yang
diutarakan oleh anggota kelompok yang menjadi tuan rumah tersebut.
Dalam proses ini, akan terjadi kegiatan menyimak materi pada siswa.

Dalam model pembelajaran kooperatif TSTS ini memiliki tujuan


yang sama dengan pendekatan pembelajaran kooperatif yang telah di bahas
sebelumnya. Siswa di ajak untuk bergotong royong dalam menemukan suatu
konsep.

Penggunaan

model

pembelajaran

kooperatif

TSTS

akan

mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab,


mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan
oleh teman. Selain itu, alasan menggunakan model pembelajaran Two Stay
Two Stray ini karena terdapat pembagian kerja kelompok yang jelas tiap
anggota kelompok, siswa dapat bekerjasama dengan temannya, dapat
mengatasi kondisi siswa yang ramai dan sulit diatur saat proses belajar
mengajar.
Dengan demikian, pada dasarnya kembali pada hakekat keterampilan
berbahasa yang menjadi satu kesatuan yaitu membaca, berbicara, menulis
dan menyimak. Ketika siswa menjelaskan materi yang dibahas oleh
kelompoknya, maka tentu siswa yang berkunjung tersebut melakukan
kegiatan menyimak atas apa yang di jelaskan oleh temannya. materi kepada
teman lain. Demikian juga ketika siswa kembali ke kelompoknya untuk
menjelaskan materi apa yang di dapat dari kelompok yang dikunjungi.
Siswa yang kembali tersebut menjelaskan materi yang di dapat dari
kelompok lain, siswa yang bertugas menjaga rumah menyimak hal yang
dijelaskan oleh temannya.
Dalam proses pembelajaran dengan model two stay two stray, secara
sadar ataupun tidak sadar, siswa akan melakukan salah satu kegiatan
berbahasa yang menjadi kajian untuk ditingkatkan yaitu keterampilan
menyimak. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif TSTS
seperti itu, siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan menyimak secara
langsung, dalam artian tidak selalu dengan cara menyimak apa yang guru
utarakan yang dapat membuat siswa jenuh. Dengan penerapan model
pembelajaran TSTS, siswa juga akan terlibat secara aktif, sehingga akan
memunculkan semangat siswa dalam belajar (aktif).

Sedangkan tanya jawab dapat dilakukan oleh siswa dari kelompok


satu dan yang lain, dengan cara mencocokan materi yang didapat dengan
materi yang disampaikan. Dengan begitu, siswa dapat mengevaluasi sendiri,
seberapa tepatkah pola pikirnya terhadap suatu konsep dengan pola pikir
nara sumber. Kemudian bagi guru atau peneliti, menjadi acuan evaluasi
berapa persenkah keberhasilan penggunaan model pemelajaran kooperatif
two stay two stray ini dalam meningkatkan keterampilan menyimak siswa.
4. Tahapan-Tahapan Dalam Model Pembelajaran TSTS

Pembelajaran kooperatif model TSTS terdiri dari beberapa


tahapan sebagai berikut.
a. Persiapan

Pada tahap persiapan ini, hal yang dilakukan guru adalah


membuat

silabus

dan

sistem

penilaian,

desain

pembelajaran,

menyiapkan tugas siswa dan membagi siswa menjadi beberapa


kelompok dengan masing-masing anggota 4 siswa dan setiap anggota
kelompok harus heterogen berdasarkan prestasi akademik siswa dan
suku.
b. Presentasi Guru

Pada tahap ini guru menyampaikan indikator pembelajaran,


mengenal

dan

menjelaskan

materi

sesuai

dengan

rencana

pembelajaran yang telah dibuat.


c. Kegiatan Kelompok

Pada kegiatan ini pembelajaran menggunakan lembar kegiatan


yang berisi tugas-tugas yang harus dipelajari oleh tiap-tiap siswa
dalam satu kelompok. Setelah menerima lembar kegiatan yang berisi
permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan konsep materi dan
klasifikasinya, siswa mempela-jarinya dalam kelompok kecil (4 siswa)
yaitu

mendiskusikan

kelompoknya.

masalah

Masing-masing

tersebut
kelompok

bersama-sama

anggota

menyelesai-kan

atau

memecahkan masalah yang diberikan dengan cara mereka sendiri.


Kemudian

dari

anggota

dari

masing-masing

kelompok

meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain,


sementara 2 anggota yang tinggal dalam kelompok bertugas
menyampaikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu. Setelah
memperoleh informasi dari 2 anggota yang tinggal, tamu mohon diri
dan kembali ke kelompok masing-masing dan melaporkan temuannya
serta mancocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
d. Formalisasi

Setelah

belajar

dalam

kelompok

dan

menyelesaikan

permasalahan yang diberikan salah satu kelompok mempresentasikan


hasil diskusi kelompoknya untuk dikomunikasikan atau didiskusikan
dengan

kelompok

lainnya.

Kemudian

guru

membahas

dan

mengarahkan siswa ke bentuk formal.


e. Evaluasi Kelompok dan Penghargaan

Pada tahap evaluasi ini untuk mengetahui seberapa besar


kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah diperoleh
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif model TSTS.
Masing-masing siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan-pertanyaan
dari hasil pembelajaran dengan model TSTS, yang selanjutnya
dilanjutkan dengan pemberian penghargaan kepada kelompok yang
mendapatkan skor rata-rata tertinggi.
5. Langkah-Langkah Model Pembelajaran TSTS
Adapun langkah-langkah model pembelajaran TSTS (Lie, 2007:60-61)
a. Pembagian kelompok
Guru membagi siswa ke dalam 4-5 kelompok. Susunan kelompok terdiri
dari struktur anggota yang heterogen.
b. Pemberian pokok bahasan
Setiap kelompok diberikan pokok bahasan yang berbeda untuk
didiskusikan dalam kelompoknya masing-masing.
c. Diskusi atau pembahasan

Siswa

bekerjasama

dengan

masing-masing

kelompoknya

untuk

mendiskusikan pokok bahasan atau permasalahan yang diberikan.


d. Two stay two stray
Dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya
untuk bertamu kepada kelompok lain. Sedangkan dua orang yang jaga,
secara bergiliran bertugas untuk mempresentasikan hasil dan informasi
mereka kepada tamu yang berkunjung. Dan seterusnya sampai semua
kelompok dapat dikunjungi, minimal oleh perwakilan dari kelompok
lain. Guru menyebutkan berapa lama presentasi yang dilakukan oleh tiap
kelompok kepada tamu dalam tiap sesinya.
e. Diskusi kelompok
Semua anggota kembali kepada kelompok awal dan melaporkan atau
mendiskusikan apa saja yang mereka dapatkan dari kelompok lain
f. Presentasi kelas
Beberapa kelompok kemudian membahas dan membendingkan hasil
pekerjaan mereka semua dalam sebuah diskusi kelas yang difasilitasi
oleh guru disesuaikan dengan alokasi waktu yang tersedia
6. Kelebihan dan kekurangan model TSTS
Suatu model pembelajaran pasti memiliki kekurangan dan kelebihan.
Adapun kelebihan dari model TSTS adalah sebagai berikut.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan


Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna
Lebih berorientasi pada keaktifan.
Diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya
Menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa.
Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan.
Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar.

Sedangkan kekurangan dari model TSTS adalah:


a.
b.
c.
d.

Membutuhkan waktu yang lama


Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok
Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga)
Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.

B. Permasalahan yang Muncul Dalam Penerapan Model Pembelajaran TSTS

Ada beberapa permasalahan yang mungkin muncul dalam penerepan model


pembelajaran TSTS di kelas, yaitu:
1. Membutuhkan waktu yang relatif lama
2. Terjadi kegaduhan pada saat sesi kunjungan dan presentasi kepada tamu
apabila tidak dikelola dengan baik oleh guru.
3. Memungkinkan terjadinya penumpukan pada suatu kelompok apabila tidak
dikoordinasikan dengan jelas oleh guru.
4. Memungkinkan terjadinya kebingungan kepada siswa untuk bertukar
informasi kepada kelompok lain.
Contoh permasalahan yang terjadi dalam penerapan model pembelajaran TSTS
pada PTK di kelas 7c MTs Taqwal Liah Tembalang (Jupri, 2009). Dalam
penerapan model TSTS masih banyak peserta yang ramai sendiri dengan cara
berbicara dengan teman kelompok lain, banyak peserta didik belum berani
untuk bertanya, aktif mengungkapkan pendapatnya maupun memberi komentar
terhadap jawaban teman
C. Alternatif Solusi yang Ditawarkan
Untuk mengatasi berbagai masalah dalam penerapan model TSTS di atas, maka
dibuat beberapa macam alternatif solusi, antara lain:
1. Guru telah membagi waktu kegiatan (tahapan model TSTS) dengan jelas
dan proporsional.
2. Pembentukan kelompok dapat dilakukan pada pertemuan sebelumnya atau
sebelum pelajaran dimulai.
3. Guru dan siswa membuat kesepakatan di awal
4. Penempatan kelompok untuk presentasi diatur agar tidak terlalu berdekatan,
guru dapat memberikan rute perjalanan kelompok mana dulu yang akan
dikunjungi pertam, misal searah jarum jam (lihat modifikasi desain).
5. Guru menjelaskan dengan baik maksud dari bertamu, yaitu untuk menyimak
presentasi dari kelompok tuan rumah, bukan sekedar untuk mencontek atau
melihat hasil jawaban dari kelompok lain.
Modifikasi Desain Model Pembelajaran TSTS

D. Modifikasi Langkah-Langkah pada TSTS


1. Pembagian kelompok
Guru membagi siswa ke dalam 4-5 kelompok. Susunan kelompok terdiri
dari struktur anggota yang heterogen. Pengelompokan dapat dilakukan
sebelumpertemuan atau pada pertemuan sebelumnya.
2. Pembuatan kesepakatan (rules)
Kesepakatan ini dibuat oleh guru dan siswa yang menyangkut hal-hal apa
saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan pada saat pelaksanaan TSTS,
kesepakatan ini akan menjaga ketertiban selama proses berlangsung.

3. Pemberian pokok bahasan


Setiap kelompok diberikan pokok bahasan yang berbeda untuk didiskusikan
dalam kelompoknya masing-masing.
4. Diskusi atau pembahasan
Siswa

bekerjasama

dengan

masing-masing

kelompoknya

untuk

mendiskusikan pokok bahasan atau permasalahan yang diberikan.


5. Two stay two stray
Dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya
untuk bertamu kepada kelompok lain. Sedangkan dua orang yang jaga,
secara bergiliran bertugas untuk mempresentasikan hasil dan informasi
mereka kepada tamu yang berkunjung. Dan seterusnya sampai semua
kelompok dapat dikunjungi, minimal oleh perwakilan dari kelompok lain.
Guru menyebutkan berapa lama presentasi yang dilakukan oleh tiap
kelompok kepada tamu dalam tiap sesinya.
6. Diskusi kelompok
Semua anggota kembali kepada kelompok awal dan melaporkan atau
mendiskusikan apa saja yang mereka dapatkan dari kelompok lain.
7. Presentasi kelas
Beberapa kelompok kemudian membahas dan membendingkan hasil
pekerjaan mereka semua dalam sebuah diskusi kelas yang difasilitasi oleh
guru disesuaikan dengan alokasi waktu yang tersedia.

BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah disampaikan, maka dapa disimpulkan :
1. Permasalahan yang Muncul Dalam Penerapan Model Pembelajaran TSTS
Ada beberapa permasalahan yang mungkin muncul dalam penerepan model
pembelajaran TSTS di kelas, yaitu:
a. Membutuhkan waktu yang relatif lama
b. Terjadi kegaduhan pada saat sesi kunjungan dan presentasi kepada tamu
apabila tidak dikelola dengan baik oleh guru.
c. Memungkinkan terjadinya penumpukan pada suatu kelompok apabila tidak
dikoordinasikan dengan jelas oleh guru.
d. Memungkinkan terjadinya kebingungan kepada siswa untuk bertukar
informasi kepada kelompok lain.
Contoh permasalahan yang terjadi dalam penerapan model pembelajaran TSTS
pada PTK di kelas 7c MTs Taqwal Liah Tembalang (Jupri, 2009). Dalam
penerapan model TSTS masih banyak peserta yang ramai sendiri dengan cara
berbicara dengan teman kelompok lain, banyak peserta didik belum berani
untuk bertanya, aktif mengungkapkan pendapatnya maupun memberi komentar
terhadap jawaban teman
2. Alternatif Solusi yang Ditawarkan
Untuk mengatasi berbagai masalah dalam penerapan model TSTS di atas, maka
dibuat beberapa macam alternatif solusi, antara lain:
a. Guru telah membagi waktu kegiatan (tahapan model TSTS) dengan jelas
dan proporsional.
b. Pembentukan kelompok dapat dilakukan pada pertemuan sebelumnya atau
sebelum pelajaran dimulai.
c. Guru dan siswa membuat kesepakatan di awal
d. Penempatan kelompok untuk presentasi diatur agar tidak terlalu berdekatan,
guru dapat memberikan rute perjalanan kelompok mana dulu yang akan
dikunjungi pertam, misal searah jarum jam (lihat modifikasi desain).
e. Guru menjelaskan dengan baik maksud dari bertamu, yaitu untuk menyimak
presentasi dari kelompok tuan rumah, bukan sekedar untuk mencontek atau
melihat hasil jawaban dari kelompok lain.
3. Modifikasi Langkah-Langkah pada TSTS
a. Pembagian kelompok

Guru membagi siswa ke dalam 4-5 kelompok. Susunan kelompok terdiri


dari struktur anggota yang heterogen. Pengelompokan dapat dilakukan
sebelumpertemuan atau pada pertemuan sebelumnya.
b. Pembuatan kesepakatan (rules)
Kesepakatan ini dibuat oleh guru dan siswa yang menyangkut hal-hal apa
saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan pada saat pelaksanaan TSTS,
kesepakatan ini akan menjaga ketertiban selama proses berlangsung.
c. Pemberian pokok bahasan
Setiap kelompok diberikan pokok bahasan yang berbeda untuk didiskusikan
dalam kelompoknya masing-masing.
d. Diskusi atau pembahasan
Siswa bekerjasama dengan masing-masing

kelompoknya

untuk

mendiskusikan pokok bahasan atau permasalahan yang diberikan.


e. Two stay two stray
Dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya
untuk bertamu kepada kelompok lain. Sedangkan dua orang yang jaga,
secara bergiliran bertugas untuk mempresentasikan hasil dan informasi
mereka kepada tamu yang berkunjung. Dan seterusnya sampai semua
kelompok dapat dikunjungi, minimal oleh perwakilan dari kelompok lain.
Guru menyebutkan berapa lama presentasi yang dilakukan oleh tiap
kelompok kepada tamu dalam tiap sesinya.
f. Diskusi kelompok
Semua anggota kembali kepada kelompok awal dan melaporkan atau
mendiskusikan apa saja yang mereka dapatkan dari kelompok lain.

g. Presentasi kelas
Beberapa kelompok kemudian membahas dan membendingkan hasil
pekerjaan mereka semua dalam sebuah diskusi kelas yang difasilitasi oleh
guru disesuaikan dengan alokasi waktu yang tersedia.

DAFTAR PUSTAKA
Isjoni, 2011. Cooperative Learning Efektifitas Pembelajajaran Kelompok .
Bandung: Alfabeta,
Irianti, M., 2006, Dasar-Dasar Pendidikan MIPA, Cendekia Insani, Pekanbaru.
Lie, A., 2009. Cooperative Learning (Mempraktikkan Cooperative Learning di
Ruang-Ruang Kelas). Jakarta: Grasindo.
Slavin, E.. R., 2010. Cooperative Learning:Teori, Riset, dan Praktik. Bandung:
Nusa Media.
Trianto, 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:
Kencana.

Anda mungkin juga menyukai