Model TSTS Fix
Model TSTS Fix
Oleh:
Anggik Yulianto (S851608002)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari beberapa mata pelajaran yang disajikan disekolah, matematika
adalah salah satu mata pelajaran yang perlu dilatih dalam sistem penalarannya.
Melalui pengajaran matematika diharapkan dapat meningkatkan kapasitas
keterampilan dan mengembangkan aplikasi. Selain itu matematika adalah cara
berfikir dalam menentukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi, bahkan matematika adalah adalah metode berfikir logis sistematis,
dan konsisten.
Menurut Buchori dalam Trianto (2010: 5) bahwa pendidikan yang baik
adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk
sesuatu profesi atau jabatan, tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Keberhasilan dalam pendidikan,
salah satunya dipengaruhi oleh proses pembelajaran. Masalah dalam
pembelajaran formal adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Salah
satu penyebabnya adalah penggunaan model pembelajaran yang masih bersifat
konvensional dimana proses pembelajaran masih didominasi oleh gunu dan
belum memberikan kesempatan bagi anak didik untuk berkembang secara
mandiri melalui penemuan dalam proses berpikirnya. Siswa dianggap seperti
sebuah gelas yang diisi air yang berarti proses pembelajaran terjadi hanya ada
transfer pengetahuan dari guru ke anak didik.
Adanya perubahan paradigma pendidikan yang mengarah ke paham
konstruktivisme dan teori belajar Vygotsky yaitu tujuan pembelajaran tidak
hanya kognitif tetapi juga tujuan sosial. Menurut teori konstruktivisme, bahwa
guru tidak hanya sekedar memberi pengetahuan kepada siswa. Siswa harus
membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Sedangkan menurut teori
belajar Vygotsky bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya
muncul dalam percakapan dan kerja sama antar individu sebelum fungsi mental
yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut.
lainnya
dalam
mempelajari
materi
pelajaran
(Slavin
2010:4)
kelompok
terdiri
dari
empat
orang
dan
bertujuan
untuk
BAB II
PEMBAHASAN
A. Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS)
1. Pengertian
Model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) merupakan
pembelajaran yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (Lie, 2009),
dimana struktur ini merancang sebuah pembelajaran kelompok dengan
cara siswa bekerja sama dalam kelompok belajar yang heterogen yang
masing masing kelompok terdiri dari empat orang dan bertujuan untuk
mengembangkan potensi diri, bertanggung jawab terhadap persoalan
yang ditemukan dalam pembelajaran. Pembelajaran kooperatif teknik
TSTS siswa akan terlibat aktif semuanya dalam proses pembelajaran,
baik sebagai tamu maupun sebagai penerima tamu. Menurut Richardson
dalam Irianti (2006) keterlibatan siswa secara aktif adalah learning by
doing. Siswa harus ikut berbuat sesuatu untuk memperoleh ilmu yang
mereka cari.
2. Ciri-Ciri Model Pembelajaran Two Stay Two Stray
Ciri-ciri model pembelajaran TSTS, yaitu:
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan
materi belajarnya.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang
dan rendah.
c. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis
kelamin yang berbeda.
d. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.
3. Tujuan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray
Dalam model pembelajaran ini siswa dihadapkan pada kegiatan
mendengarkan apa yang diutarakan oleh temannya ketika sedang bertamu,
yang secara tidak langsung siswa akan dibawa untuk menyimak apa yang
diutarakan oleh anggota kelompok yang menjadi tuan rumah tersebut.
Dalam proses ini, akan terjadi kegiatan menyimak materi pada siswa.
Penggunaan
model
pembelajaran
kooperatif
TSTS
akan
silabus
dan
sistem
penilaian,
desain
pembelajaran,
dan
menjelaskan
materi
sesuai
dengan
rencana
mendiskusikan
kelompoknya.
masalah
Masing-masing
tersebut
kelompok
bersama-sama
anggota
menyelesai-kan
atau
dari
anggota
dari
masing-masing
kelompok
Setelah
belajar
dalam
kelompok
dan
menyelesaikan
kelompok
lainnya.
Kemudian
guru
membahas
dan
Siswa
bekerjasama
dengan
masing-masing
kelompoknya
untuk
bekerjasama
dengan
masing-masing
kelompoknya
untuk
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah disampaikan, maka dapa disimpulkan :
1. Permasalahan yang Muncul Dalam Penerapan Model Pembelajaran TSTS
Ada beberapa permasalahan yang mungkin muncul dalam penerepan model
pembelajaran TSTS di kelas, yaitu:
a. Membutuhkan waktu yang relatif lama
b. Terjadi kegaduhan pada saat sesi kunjungan dan presentasi kepada tamu
apabila tidak dikelola dengan baik oleh guru.
c. Memungkinkan terjadinya penumpukan pada suatu kelompok apabila tidak
dikoordinasikan dengan jelas oleh guru.
d. Memungkinkan terjadinya kebingungan kepada siswa untuk bertukar
informasi kepada kelompok lain.
Contoh permasalahan yang terjadi dalam penerapan model pembelajaran TSTS
pada PTK di kelas 7c MTs Taqwal Liah Tembalang (Jupri, 2009). Dalam
penerapan model TSTS masih banyak peserta yang ramai sendiri dengan cara
berbicara dengan teman kelompok lain, banyak peserta didik belum berani
untuk bertanya, aktif mengungkapkan pendapatnya maupun memberi komentar
terhadap jawaban teman
2. Alternatif Solusi yang Ditawarkan
Untuk mengatasi berbagai masalah dalam penerapan model TSTS di atas, maka
dibuat beberapa macam alternatif solusi, antara lain:
a. Guru telah membagi waktu kegiatan (tahapan model TSTS) dengan jelas
dan proporsional.
b. Pembentukan kelompok dapat dilakukan pada pertemuan sebelumnya atau
sebelum pelajaran dimulai.
c. Guru dan siswa membuat kesepakatan di awal
d. Penempatan kelompok untuk presentasi diatur agar tidak terlalu berdekatan,
guru dapat memberikan rute perjalanan kelompok mana dulu yang akan
dikunjungi pertam, misal searah jarum jam (lihat modifikasi desain).
e. Guru menjelaskan dengan baik maksud dari bertamu, yaitu untuk menyimak
presentasi dari kelompok tuan rumah, bukan sekedar untuk mencontek atau
melihat hasil jawaban dari kelompok lain.
3. Modifikasi Langkah-Langkah pada TSTS
a. Pembagian kelompok
kelompoknya
untuk
g. Presentasi kelas
Beberapa kelompok kemudian membahas dan membendingkan hasil
pekerjaan mereka semua dalam sebuah diskusi kelas yang difasilitasi oleh
guru disesuaikan dengan alokasi waktu yang tersedia.
DAFTAR PUSTAKA
Isjoni, 2011. Cooperative Learning Efektifitas Pembelajajaran Kelompok .
Bandung: Alfabeta,
Irianti, M., 2006, Dasar-Dasar Pendidikan MIPA, Cendekia Insani, Pekanbaru.
Lie, A., 2009. Cooperative Learning (Mempraktikkan Cooperative Learning di
Ruang-Ruang Kelas). Jakarta: Grasindo.
Slavin, E.. R., 2010. Cooperative Learning:Teori, Riset, dan Praktik. Bandung:
Nusa Media.
Trianto, 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:
Kencana.