Anda di halaman 1dari 6

1.E.

PEMERIKSAAN NYERI
Visual analogue scale (VAS) Instrumen yang digunakan untuk mengukur rasa nyeri
secara subyektif adalah visual analogue scale (VAS), yaitu dengan bertanya kepada pasien
mengenai derajat nyeri yang diwakili dengan angka 0 (tidak ada nyeri) sampai 10 (nyeri
sangat hebat).Sesuai dengan kriteria dari Borges et al derajat rasa nyeri berdasarkan skala
VAS dibagi dalam beberapa kategori yaitu 0,5 1,9 derajat sangat ringan; 2,0 2,9 ringan;
3,0 4,9 sedang; 5,0 6,9 kuat; 7,9 9,9 sangat kuat dan 10 sangat kuat sekali.
Functional independence measure (FIM) Penilaian kemampuan fisik dan kognitif
dilakukan menggunakan functional independence measure (FIM) yang menganalisis adanya
gangguan fisik dan kognitif. FIM terdiri dari 18 butir yang menilai kemandirian dalam
perawatan diri, sphincter control, mobilisasi, lokomosi, komunikasi dan keterampilan sosial.
Adapun 3 butir penilaian kognisi meliputi interaksi sosial, pemecahan masalah dan memori.
Penilaian berdasarkan penampilan melalui observasi, wawancara atau catatan medis, dan
dapat dilakukan wawancara per telepon. Setiap butir diberikan nilai 1 sampai 7 (1 =
memerlukan bantuan penuh untuk aktifitas kehidupan dasar sehari-hari, 2 = memerlukan
bantuan maksimal, 3 = bantuan secara sedang, 4 = bantuan minimal, 5 = memerlukan
supervisi, 6 = mandiri terbatas, dan 7 = mandiri secara penuh untuk melakukan aktifitas dasar
sehari-hari). Pengisian danpenilaian FIM membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit setiap
pasien.(14-17) Alat ukur ini dibuat berdasarkan keseragaman sistem data untuk rehabilitasi
medis (uniform data system for medical rehabilitation/UDS) untuk mengukur derajat
ketidakmampuan fisik (disabilitas) dan seberapa besar bantuan yang diperlukan penderita
untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Berdasarkan penelitian disimpulkan
bahwa FIM memiliki konsistensi internal yang tinggi dan mampu mendiskriminasi data
pasien rehabilitasi secara adekuat, jadi FIM merupakan indikator yang baik.
Borges JBC, Ferreira DLM, Carvalho SMR, Martins AS, Andrade RR, Silva MMA.
Pain intensity and postoperative functional assessment after heart surgery. Braz J
Cardiovasc Surg 2006; 21: 393-402
2.A.DEFINISI CARPAL TUNNEL SYNDROME
Carpal Tunnel Syndrome merupakan neuropati tekanan atau cerutan terhadap nervus
medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan, tepatnya di bawah tleksor
retinakulum . Dulu, sindroma ini juga disebut dengan nama acroparesthesia , median thenar

neuritis atau partial thenar atrophy .Carpal Tunnel Syndrome pertama kali dikenali sebagai
suatu sindroma klinik oleh Sir James Paget pada kasus stadium lanjut fraktur radius bagian
distal. Carpal Tunnel Syndrome spontan pertama kali dilaporkan oleh Pierre Marie dan C.Foix
pada taboo 1913. Istilah Carpal Tunnel Syndrome diperkenalkan oleh Moersch pada tabun
1938.
Carpal Tunnel Syndrome dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, kondisi dan
peristiwa. Hal ini ditandai dengan keluhan mati rasa, kesemutan, nyeri tangan dan lengan dan
disfungsi otot. Kelainan ini tidak dibatasi oleh usia, jenis kelamin, etnis, atau pekerjaan dan
disebabkan karena penyakit sistemik, faktor mekanis dan penyakit local
Campbell, William W. DeJong's The Neurologic Examination, 6th Edition.
Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins. 2005.
American Academy of Orthopaedic Surgeons. Clinical Practice Guideline On
The Diagnosis of Carpal Tunnel Syndrome. 2007.
3.C.PENGGUNAAN PENGUKURAN NYERI
Metode yang biasa digunakan untuk mengukur nyeri ada dua, yaitu unidimensi yang
mempunyai satu variabel pengukur intensitas nyeri danmultidimensi. Metode unidimensi
adalah Verbal Ratting Scales (VRS),Numerical Rating Scale (NRS), Visual Analogue Scale
(VAS). Metode sederhanaini biasa digunakan secara efektif dari rumah sakit, klinik dan
memberikaninformasi mengenai nyeri. Selain VAS skala wajah Wong-Baker juga
dapatdigunakan untuk menilai nyeri, skala ini mudah dan cepat diterjemahkan bagianak-anak,
orang tua maupun tenaga kesehatan.
Skala analog visual (VAS) menggunakan format analog seperti namanya,artinya
mewakili suatu nilai yang berkelanjutan. Model yang paling umum dalampengukuran nyeri
dengan menggunakan garis horizontal pengukuran tepat 10 cm (100 mm). Pasien diminta
untuk membuat tanda pada baris ini, lalu garis diukur dan dicatat dalam milimeter atau cm
(misalnya, 37 mm atau 3,7 cm) . Panjang garis adalah penting bagi hasil mengukur, karena
alat ini telah dievaluasi dalam format dan pengukuran bersandar pada baris yang tepat
sepanjang 10 cm. Oleh karena itu untuk VAS sebagai ukuran kertas perlu dipantau karena
proses ini dapat mengubah panjang skala dan membatalkan instrumen. Ketika skala
diformattanpa nomor, itu adalah sebuah format analog.

Salah satu aspek yang paling penting dari validitas dari VAS adalah sebagai ukuran
kuantitatif dari rasa sakit. Sebuah skor VAS 0 cm merupakan angka nol yang benar karena
indikasi dari tidak adanya rasa sakit. Ini berarti bahwa VAS pengukuran rasio di alam, yang
berarti bahwa skor 6 cm dua kali lebih parah dari skor 3 cm. Perbedaan antara nilai VAS dari
2 dan 3 adalah sama besar perbedaannya antara nilai VAS 7 dan 8. Sehingga VAS digunakan
untuk tingkat rasio pengukuran.59,60 Pengukuran nyeri penggabungan NRS dan VAS dibuat
dalam bentuk Numerik Visual Analog Scale. Skala wajah Wong-Baker menggambarkan
kondisi yang tidak ada nyeri sampai nyeri yang berat dalam ekspresi wajah. Huskisson
memberikan alternatif penggunaan VAS dengan memberikan kategori nyeri, pemberian skala
deskripsi ini memudahkan klien mengisi tanpa bantuan (tidak nyeri, nyeri ringan, nyeri
sedang, nyeri berat, nyeri sangat berat).
Gould D. Visual Analogue Scale (VAS). J of Clinical Nursing, 2001;10:706.
McDowell I, Newell C. Measuring Health a guide to rating scale and quetionaires.
Second Edition. Oxford University Press. New York 1996. hlm 335-46.

4.C.I.FARMAKODINAMIK OBAT PEREDA NYERI (ANALGESIK)


Terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan masuknya ion
Ca2+ ke dalam sel, selain itu mengakibatkan pula hiperpolarisasi dengan
meningkatkan masuknya ion K+ ke dalam sel. Hasil dari berkurangnya kadar ion
kalsium dalam sel adalah terjadinya pengurangan terlepasnya serotonin, dan peptida
penghantar nyeri, seperti contohnya substansi P, dan mengakibatkan transmisi
rangsang nyeri terhambat.
Gunawan S. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: UI Press; 2007.
Farmakodinamik Ibuprofen
Mekanisme kerja ibuprofen melalui inhibisi sintesa prostaglandin dan
menghambat siklooksigenase-I (COX I) dan siklooksigenase-II (COX II). Namun
tidak seperti aspirin hambatan yang diakibatkan olehnya bersifat reversibel. Dalam
pengobatan dengan ibuprofen, terjadi penurunan pelepasan mediator dari granulosit,
basofil dan sel mast, terjadi penurunan kepekaan terhadap bradikinin dan histamin,

mempengaruhi produksi limfokin dan limfosit T, melawan vasodilatasi dan


menghambat agregasi platelet (Stoelting, 2006).
Stoelting, R.K., dan Hillier, S.C. (2006). Pharmacology & Physiology in
Anesthetic Practice. Edisi IV. Philadelphia: Lipincott William & Wilkins. Hal.
276-290.

6.DIAGNOSIS BANDING (PENYAKIT,GEJALA,ETIOLOGI,PATOGENESIS,CIRI


KLINIS)
DEFINISI
Sindroma Terowongan Karpal (STK) merupakan neuropati tekanan atau cerutan terhadap
nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan, tepatnya di bawah
tleksor retinakulum.Dulu, sindroma ini juga disebut dengan nama acroparesthesia, median
thenar neuritis atau partial thenar atrophy. Terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari
pergelangan tangan di mana tulang dan ligamentum membentuk suatu terowongan sempit
yang dilalui oleh beberapa tendon dan nervus medianus. Tulang-tulang karpalia membentuk
dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan kaku sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor
retinakulum (transverse carpal ligament dan palmar carpal ligament) yang kuat dan
melengkung di atas tulang-tulang karpalia tersebut. Setiap perubahan yang mempersempit
terowongan ini akan menyebabkan tekanan pada struktur yang paling rentan di dalamnya
yaitu nervus medianus.
Krames Communication (booklet). Carpal Tunnel Syndrome. San Bruno (CA) : Krames
Comm ; 1994: 1-7.

PATOGENESIS
Ada beberapa hipotesa mengenai patogenese dari STK. Sebagian besar penulis berpendapat
bahwa faktor mekanik clan vaskular memegang peranan penting dalam terjadinya STK.
Umumnya STK terjadi secara kronis di mana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang
menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama

akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafsikuler. Akibatnya aliran darah vena


intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu
diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan
kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana
keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada malam/pagi hari akan berkurang setelah
tangan yang terlibat digerak-gerakkan atau diurut (mungkin akibat terjadinya perbaikan
sementara pada aliran darah). Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural
yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan safar menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan
ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh. Pada STK
akut biasanya terjadi penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler sehingga terjadi
gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik ini diperberat lagi oleh
peninggian tekanan intrafasikuler yang menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah.
Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf
terganggu. Akibatnya terjadi kerusakan pada saraf tersebut. Tekanan langsung pada safar
perifer dapat pula menimbulkan invaginasi Nodus Ranvier dan demielinisasi lokal sehingga
konduksi saraf terganggu.
Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 2nd ed.
Baltimore: Williams&Wilkins Co; 1983.p.274-275.
ETIOLOGI
Terowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh nervus medianus juga dilalui oleh
beberapa tendon fleksor. Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin padatnya terowongan
ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus medianus sehingga timbullah STK.
Pada sebagian kasus etiologinya tidak diketahui, terutama pada penderita lanjut usia.
Beberapa penulis menghubungkan gerakan yang berulang-ulang pada pergelangan tangan
dengan bertambahnya resiko menderita gangguan pada pergelangan tangan termasuk STK.
Greenberg MS. Handbook of Neurosurgery. 3rd ed. Lakeland (Florida) : Greenberg
Graphics; 1994.p.414-419.
GEJALA

Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja .Gangguan motorik hanya
terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya berupa parestesia, kurang merasa
(numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari dan setengah sisi radial
jari walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari. Keluhan parestesia
biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang juga
dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga sering membangunkan penderita dari
tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau menggerakgerakkan tangannya atau dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri
juga akan berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya. Bila penyakit
berlanjut, rasa nyeri dapat bertambah berat dengan frekuensi serangan yang semakin sering
bahkan dapat menetap. Kadang-kadang rasa nyeri dapat terasa sampai ke lengan atas dan
leher, sedangkan parestesia umumnya terbatas di daerah distal pergelangan tangan. Dapat pula
dijumpai pembengkakan dan kekakuan pada jari-jari, tangan dan pergelangan tangan terutama
di pagi hari. Gejala ini akan berkurang setelah penderita mulai mempergunakan tangannya .
Moeliono F. Etiologi, Diagnosis dan Terapi Sindroma Terowongan Karpal (S.T.K.) atau
(Carpal Tunnel Syndrome/CTS). Neurona. 1993; 10 : 16-27.

Anda mungkin juga menyukai