Anda di halaman 1dari 19

Saat ini status kesehatan ibu dan anak di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan,

ditandai dengan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), dan angka kematian bayi
(AKB). Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 didapatkan
data Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup, mengalami
penurunan jika dibandingkan dengan Angka Kematian Ibu (AKI) tahun 2002 yaitu 307 per
100.000 kelahiran hidup. Data AKI tersebut membuat Indonesia mulai optimis bahwa target
Millenium Development Goals (MDGs) untuk Angka Kematian Ibu (AKI) tahun 2015
adalah sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup dapat tercapai. Namun optimisme tersebut
menjadi kecemasan setelah melihat hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
2012 bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) tercatat mengalami kenaikan yang signifikan yaitu
sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup (Sindonews, 2013).
Sedangkan untuk Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia walaupun masih jauh dari
angka target MDGs yaitu Angka Kematian Bayi (AKB) tahun 2015 sebesar 23 per 1000
kelahiran hidup tetapi tercatat mengalami penurunan yaitu dari sebesar 35 per 1000 kelahiran
hidup (SDKI 2002) menjadi sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup (SDKI 2007), dan terakhir
menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup (SDKI 2012) (Maulana, 2013).
Pada tahun 2010 Angka Kematian Ibu (AKI) di Provinsi Jawa Timur sebesar
83,2/100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2011 sebesar 104,3/100.000 kelahiran hidup.
Adapun faktor penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan 40-60 %, preeklamsi 2030 %, infeksi 20-30 %. Salah satu penyebab infeksi adalah kejadian ketuban pecah dini yang
tidak segera mendapatkan penanganan (Depkes, 2010).
Ketuban pecah dini

(KPD) atau spontaneous / early / premature rupture of the

membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila pembukaan pada
primipara kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm, tanpa memperhatikan usia

gestasi. KPD dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan.
KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu, sedangkan KPD yang
memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan
(Nugroho, T., 2012).

Ketuban pecah dini saat preterm (usia kehamilan < 37 minggu) kejadiannya 2-4% dari
kehamilan tunggal dan 7-10% dari kehamilan kembar. Ketuban pecah dini saat aterm (usia
kehamilan > 37 minggu) kejadiannya 8-10% dari semua persalinan (Yeyeh, 2010). Kejadian
ketuban pecah dini mendekati 10% dari semua pesalinan sedangkan pada umur kehamilan
kurang dari 34 minggu kejadiannya sekitar 4%.

Ada juga yang disebut ketuban pecah dini preterm yakni ketuban pecah saat usia
kehamilan belum masa aterm atau kehamilan dibawah 38 42 minggu. Arti klinis ketuban
pecah dini :
1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka kemungkinan
terjadinya prolapsus tali pusat atau kompresi tali pusat menjadi besar
2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian terendah
yang masih belum masuk pintu atas panggul sering kali merupakan tanda adanya
gangguan keseimbangan foto pelvik.
3. KPD sering diikuti dengan adanya tanda tanda persalinan sehingga dapat memicu
terjadinya persalinan preterm.

4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam (prolonged rupture of membrane)
seringkali disertai dengan infeksi intrauterin.
5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka panjang
kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin.

1. Inkompetensia serviks
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher
atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengahtengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Serviks
smemiliki suatu kelainan anatomi yang nyata, yang bisa disebabkan laserasi sebelumnya
melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan congenital pada serviks sehingga
memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa
kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan
robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi.2

2. Peninggian tekanan inta uterin


Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :
a. Trauma : hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
b. Gemelli

Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan
gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan
rahim secara berlebihan. Hal ini terjadikarena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar
dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang
menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.6

3. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan makrosomia
menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan
pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput
ketuban menjadi teregang, tipis, dan kekuatan membrane menjadi berkurang, menimbulkan
selaput ketuban mudah pecah.6

4. Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000 mL. uterus dapat
mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis adalah
peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume
tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa
hari saja.2

5. Kelainan letak
Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi
pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.2

6. Penyakit infeksi
.Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian
menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini.Membrana khorioamniotik
terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi
maka jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas
enzim kolagenolitik.Infeksi merupakan faktor yang cukup berperan pada persalinan preterm
denganketuban pecah dini. Grup B streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan
amnionitis.3

Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara singkat ialah akibat adanya penurunan
kandungan kolagen dalam membrane sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan
ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien risiko tinggi. Wanita yang mengalami
ketuban pecah dini pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan
berikutnya wanita yang telah mengalami ketuban pecah dini akan lebih beresiko
mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang tidak mengalami ketuban pecah
dini sebelumnya, karena komposisi membran yang menjadi mudah rapuh dan kandungan
kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya (Cunningham, 2010).

Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo

Mekanisme ketuban pecah dini menurut Prawirohardjo (2011) ketuban pecah dalam
persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput
ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan
selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.

Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degrasi ekstraselular matriks. Perubahan


struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktifitas kolagen berubah dan
menyebabkan selaput ketuban pecah. Faktor resiko untuk ketuban pecah dini yaitu:

Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen


Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur
abnormal yang salah satu penyebabnya adalah merokok.

Degedrasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang dihambat oleh
inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease yaitu tissue inhibitor of matrix
metalloprotease (TIMPs). Mendekati waktu persalinan keseimbangan antara MMP dan
TIMP-1 mengarah pada degedrasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran janin.
Aktivitas degedrasi preteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit
periodontitis dimana terdapat peningkatan MMP, hal ini cenderung terjadi ketuban pecah
dini. Pada kehamilan muda, selaput ketuban sangat kuat, pada trimester ketiga selaput
ketuban mudah pecah.

ANATOMI
4. Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

5. Cunningham, FG., et al. (2013). Obstetri Williams (Williams Obstetri). Jakarta : EGC

Selaput ketuban (amniotic sac) yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan
khorion yang sangat erat ikatannya. Selaput amnion merupakan jaringan avaskular yang
lentur tapi kuat. Struktur avaskular ini memiliki peran penting dalam kehamilan pada
manusia. Pada banyak kasus obstetri, pecahnya selaput ketuban secara dini pada kehamilan
yang masih muda merupakan penyebab tersering kelahiran preterm.(S)
Bagian dalam selaput berhubungan dengan cairan amnion yang merupakan jaringan sel
epitel kuboid yang berasal dari ektoderm embrionik. Epitel ini melekat erat kesebuah
membran basal yang berhubungan dengan lapisan interstisial mengandung kolagen I, III, dan
V. Bagian luar dari selaput ialah jaringan mesenkim yang berasal dari mesoderm. Lapisan
amnion ini berhubungan dengan korion leave. Lapisan dalam amnion merupakan mikrovili
yang berfungsi mentransfer cairan dan metabolik. Lapisan ini menghasilkan zat penghambat
metalloproteinase-1.(C)
Sel masenkim berfungsi menghasilkan kolagen sehingga selaput menjadi lentur dan
kuat. Di samping itu, jaringan tersebut menghasilkan sitokinIL-6, IL-8, MCP-1 (monosit
chemoattractant protein-1); zat ini bermanfaat untuk melawan bakteri. Disamping itu, selaput
amnion menghasilkan zat vasoaktif: endotelin-1 (vasokonstriktor), dan PHRP(parathyroid
hormone related protein), suatu vasorelaksan. Dengan demikian, selaput amnion mengatur
peredaran darah dan tonus pembuluh lokal.(C)
Selaput amnion juga meliputi tali pusat. Sebagian cairan akan berasal pula dari difusi
pada tali pusat. Pada kehamilan kembar dikorionik-diamniotik terdapat selaput amnion dari
masing-masing yang bersatu. Namun, ada jaringan korion leave ditengahnya (pada USG

tampak sebagai huruf Y, pada awal kehamilan); sedangkan pada kehamilan kembar dikorionmonoamniotik (kembar satu telur) tidak akan ada jaringan korion diantara kedua amnion
(pada USG tampakgambaran huruf T).(S)
Masalah pada klinik ialah pecahnya ketuban berkaitan dengan kekuatan selaput. Pada
perokok dan infeksi terjadi pelemahan pada ketahanan selaput sehingga mudah pecah. Pada
kehamilan normal hanya ada sedikit makrofag. Pada saat kelahiran leukosit akan masuk ke
dalam cairan ketuban sebagai reaksi terhadap peradangan. Pada kehamilan normal tidak ada
IL1B, tetapi pada persalinan preterm IL-1B akan ditemukan. Hal ini berkaitan dengan
terjadinya infeksi.(C)
Sejak awal kehamilan cairan ketuban telah dibentuk. Cairan ketuban merupakan
pelindung dan bantalan untuk proteksi sekaligus menunjang pertumbuhan. Osmolalitas, kadar
natrium, ureum, kreatinin tidak berbeda dengan kadar serum ibu, artinya kadar di cairan
ketuban merupakan hasil difusi dari ibunya. Cairan ketuban mengandung banyak sel janin
(lanugo,verniks kaseosa). Fungsi cairan ketuban yang juga penting ialah menghambat bakteri
karena mengandung zat seperti fosfat dan seng.(S)

DIAGNOSIS
Fadlun dan Feryanto A. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta ; Salemba Medika.
Diagnosis KPD secara tepat sangat penting untuk menentukan penanganan selanjutnya,
oleh karna itu usaha untuk menegakkan diagnosis KPD harus dilakukan dengan cepat dan
tepat. Cara-cara yang dipakai untuk menegakkan diagnosis menurut Fadlun dan feryanto
(2011) adalah:

a. Secara klinik
1) Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin), verniks kaseosa (lemak putih),
rambut lanugo (bulu-bulu halus) di mana bila terinfeksi akan tercium bau.
2) Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari
kanalis servikalis pada bagian yang sudah pecah atau terdapat cairan ketuban pada
3)
4)
5)
b.

forniks posterior.
USG: volume cairan amnion berkurang/ oligohidramnion.
Terdapat infeksi genital (sistemik)
Gejala chorioamnionitis
Maternal
Demam (takikardi), uterine tenderness, cairan amnion yang keruh dan berbau,
leukositosis (peningkatan sel darah putih), leukosit esterase (LEA) meningkat, kultur
darah/urine.

c. Fetal
Takikardi, kardiotografi, profilbiofisik, volume cairan ketuban berkurang.
d. Cairan amnion
Tes cairan amnion, di antaranya dengan kultur/ gram stain, fetal fibronection, glukosa,
leukosit esterase (LEA), dan sitokin. Jika terjadi chorioamnionitis, maka angka
mortalitas neonatal empat kali lebih besar, angka distres pernapasan, sepsis neonatal
dan pendarahan intraventrikular tiga kali lebih besar.
1) Dilakukan tes valsava, tes nitrazin, dan tes fren Nilai normal PH cairan vagina
adalah 4,5-5,5 dan normal PH cairan amnion 7,0-7,5
2) Dilakukan uji kertas lakmus/tes nitrazize.
a) Jadi biru (basa): air ketuban.
b) Jadi merah (asam): urine.
Mochtar, R. 2011. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta : EGC.

Pengaruh ketuban pecah dini menurut Mochtar, R (2011) terhadap ibu dan janin adalah
meningkatnya mortalitas dan morbiditas perinatal. Pengaruh KPD terhadap janin dan ibu
yaitu:
1. Terhadap ibu
Karena jalan lahir telah terbuka, maka dapat terjadi Infeksi intrapartal apalagi
bila terlalu sering diperiksa dalam persalinan. Jika terjadi infeksi dan kontraksi saat
ketuban pecah, dapat menyebabkan sepsis, dan selain itu juga dapat dijumpai Partus
lama/dry

labour,

Perdarahan

postpartum,

Infeksi

puerperalis/masa

nifas,

meningkatkan tindakan operatif obstetric (khususnya SC) .Ibu akan merasa lelah
terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama sehingga ibu, nadi cepat dan
nampaklah gejala-gejala infeksi. Hal tersebut akan meninggikan angka morbiditas dan
mortalitas pada maternal.
2. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin
sudah terkena infeksi. Karena infeksi intrauterine lebih dahulu terjadi (amnionitis,
vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan.komplikasi yang sering dialami oleh
janin adalah Hipoksia dan asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi).
Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry labour/partus lama, skor
APGAR rendah, ensefalopati, cerebral palsy, perdarahan intrakranial,gagal ginjal,
distress pernapasan.sehingga meningkatkan Morbiditas dan mortalitas perinatal.
Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan
ruangan dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi asenden. Dan
semakin lama periode laten, makin besar kemungkinan infeksi sehingga
meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan bayi atau janin dalam rahim.
Tanda adanya infeksi bila suhu ibu > 38C, air ketuban keruh dan bau, leukosit darah >
15.000/mm, perlunakan uterus dan takikardia janin (>180 kali/menit). (S)
ETIOLOGI

a. Infeksi selaput ketuban (amnionitis atau korioamnionitis)


Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil dimana korion, amnion
dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis merupakan komplikasi
paling serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis (Sarwono,
2008).
Membrana khorioamnionitik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan
ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat rentan
untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik (Sualman, 2009).
Grup B streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis.
Selain itu Bacteroides fragilis, Lactobacilli dan Staphylococcus epidermidis adalah
bakteri-bakteri yang sering ditemukan pada cairan ketuban pada kehamilan preterm.
Bakteri-bakteri tersebut dapat melepaskan mediator inflamasi yang menyebabkan
kontraksi uterus. Hal ini menyebabkan adanya perubahan dan pembukaan serviks, dan
pecahnya selaput ketuban (Sualman, 2009).
b. Infeksi genitalia
Meskipun chlamydia trachomatis adalah patogen bakteri paling umum yang
ditularkan lewat hubungan seksual, tetapi kemungkinan pengaruh infeksi serviks oleh
organisme ini pada ketuban pecah dini dan kelahiran preterm belum jelas. Pada wanita
yang mengalami infeksi ini banyak mengalami keputihan saat hamil juga mengalami
ketuban pecah dini kurang dari satu jam sebelum persalinan dan mengakibatkan berat
badan lahir rendah (Cunningham, 2006).
Dari NICHD Maternal-fetal Medicine Units network Preterm prediction Study
melaporkan bahwa infeksi klamidia genitourinaria pada usia gestasi 24 minggu yang
dideteksi berkaitan dengan peningkatan kejadian ketuban pecah dini dan kelahiran
preterm spontan sebesar dua kali lipat setelah terinfeksi bakteri ini (Cunningham,
2006).
Menurut Sarwono, (2008) persalinan preterm terjadi tanpa diketahui penyebab
yang jelas, infeksi diyakini merupakan salah satu penyebab terjadinya ketuban pecah
dini dan persalinan preterm. Vaginosis bakterial adalah sindrom klinik akibat

pargantian laktobasilus penghasil H2O2 yang merupakan flora normal vagina dengan
bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi seperti gardnerella vaginalis, yang akan
menimbulkan infeksi. Keadaan ini telah lama dikaitkan dengan kejadian ketuban
pecah dini, persalinan preterm dan infeksi amnion, terutama bila pada pemeriksaan
pH vagina lebih dari 5,04 yang normalnya nilai pH vagina adalah antara 3,8-4,5.
Abnormalitas pH vagina dapat mengindikasikan adanya infeksi vagina.
c. Inkompetensia Serviks
Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia), didasarkan pada
adanya

ketidakmampuan

serviks

uteri

untuk

mempertahankan

kehamilan.

Inkompetensi serviks sering menyebabkan kehilangan kehamilan pada trimester


kedua. Kelainan ini dapat berhubungan dengan kelainan uterus yang lain seperti
septum uterus dan bikornis. Sebagian besar kasus merupakan akibat dari trauma
bedah pada serviks pada konisasi, produksi eksisi loop elektrosurgical, dilatasi
berlebihan serviks pada terminasi kehamilan atau laserasi obstetrik (Sarwono, 2008).
Diagnosa inkompetensi serviks ditegakkan ketika serviks menipis dan membuka
tanpa disertai nyeri pada trimester kedua atau awal trimester ketiga kehamilan.
Umumnya, wanita datang kepelayanan kesehatan dengan keluhan perdarahan
pervaginam, tekanan pada panggul, atau ketuban pecah dan ketika diperiksa
serviksnya sudah mengalami pembukaan. Bagi wanita dengan inkompetensi serviks,
rangkaian peristiwa ini akan berulang pada kehamilan berikutnya, berapa pun jarak
kehamilannya.

Secara

tradisi,

diagnosis

inkompetensia

serviks

ditegakkan

berdasarkan peristiwa yang sebelumnya terjadi, yakni minimal dua kali keguguran
pada pertengahan trimester tanpa disertai awitan persalinan dan pelahiran (Verney,
2006).
d. Trauma
Trauma juga diyakini berkaitan dengan terjadinya ketuban pecah dini. Trauma
yang didapat misalnya hubungan seksual saat hamil baik dari frekuensi yang lebih
dari 3 kali seminggu, posisi koitus yaitu suami diatas dan penetrasi penis yang sangat

dalam sebesar 37,50% memicu terjadinya ketuban pecah dini, pemeriksaan dalam,
maupun amnosintesis dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini karena
biasanya disertai infeksi. Kelainan letak janin misalnya letak lintang, sehingga tidak
ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi
tekanan terhadap membran bagian bawah (Sualman, 2009).
Frekuensi koitus pada trimester ketiga kehamilan yang lebih dari tiga kali
seminggu diyakini berperan pada terjadinya ketuban pecah dini, hal ini berkaitan
dengan kondisi orgasme yang memicu kontraksi rahim, namun kontraksi ini berbeda
dengan kontraksi yang dirasakan menjelang persalinan. Selain itu, paparan terhadaap
hormon prostaglandin didalam semen (cairan sperma) juga memicu kontraksi yang
walaupun tidak berbahaya bagi kehamilan normal, tetapi harus tetap diwaspadai jika
memiliki resiko melahirkan prematur. Oleh sebab itu, Seno, (2008) menjelaskan
bahwa pada kehamilan tua untuk mengurangi resiko kelahiran preterm maupun
ketuban pecah adalah dengan mengurangi frekwensi hubungan seksual atau dalam
keadaan betul-betul diperlukan wanita tidak orgasme meski menyiksa. Tapi jika tetap
memilih koitus, keluarkanlah sperma diluar dan hindari penetrasi penis yang terlalu
dalam serta pilihlah posisi berhubungan yang aman agar tidak menimbulkan
penekanan pada perut ataupun dinding rahim.
e. Faktor paritas, primipara atau multipara.
Primipara adalah wanita yang pernah hamil sekali dengan janin mencapai titik
mampu bertahan hidup. Ibu primipara yang mengalami ketuban pecah dini berkaitan
dengan kondisi psikologis, mencakup sakit saat hamil, gangguan fisiologis seperti
emosi dan termasuk kecemasan akan kehamilan. Selain itu, hal ini berhubungan
dengan aktifitas ibu saat hamil yaitu akhir triwulan kedua dan awal triwulan ketiga
kehamilan yang tidak terlalu dibatasi dan didukung oleh faktor lain seperti keputihan
atau infeksi maternal. Sedangkan multipara adalah wanita yang telah beberapa kali
mengalami kehamilan dan melahirkan anak hidup. Wanita yang telah melahirkan

beberapa kali dan mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya serta
jarak kelahiran yang terlampau dekat, diyakini lebih beresiko akan mengalami
ketuban pecah dini pada kehamilan berikutnya (Cunningham,2006).
f. Riwayat ketuban pecah dini
Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami ketuban
pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara singkat ialah
akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam membrane sehingga memicu
terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien
risiko tinggi. Wanita yang mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan atau
menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya wanita yang telah mengalami
ketuban pecah dini akan lebih beresiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari
pada wanita yang tidak mengalami ketuban pecah dini sebelumnya, karena komposisi
membran yang menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun
pada kehamilan berikutnya (Cunningham, 2006).
g. Peningkatan tekanan intra uterin
Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)
misalnya hidramnion dan gemeli. Pada kelahiran kembar sebelum 37 minggu sering
terjadi pelahiran preterm, sedangkan bila lebih dari 37 minggu lebih sering mengalami
ketuban pecah dini (Cunningham, 2006).
Polihidramnion dapat terjadi akibat kelainan kongenital, diabetes mellitus, janin
besar (makrosomia), kehamilan kembar, kelainan pada plasenta dan tali pusat dan
penggunaan obat-obatan (misalnya propiltiourasil). Kelainan kongenital yang sering
menimbulkan polihidramnion adalah defek tabung neural, obstruksi traktus
gastrointestinal bagian atas, dan kelainan kromosom (trisomi 21, 18, 8, 13)
komplikasi yang sering terjadi pada polihidramnion adalah malpresentasi janin,
ketuban pecah dini, prolaps tali pusat, persalinan pretem dan gangguan pernafasan
pada ibu (Sarwono, 2008).

Kehamilan dengan janin kembar juga akan mempengaruhi kenyamanan dan


citra tubuh, kesiapan perawatan bayi dan keuangan, semua faktor ini akan
menimbulkan stres dan hendaknya petugas kesehatan lebih banyak memberi
konseling dan pendidikan kesehatan. Konseling tentang persalinan pretem dan
preeklamsi perlu di upayakan guna memberi perawatan kehamilan dengan janin
kembar yang bermutu (Cunninghan, 2006).
h. Usia ibu
Usia ibu yang 20 tahun, termasuk usia yang terlalu muda dengan keadaan uterus
yang kurang matur untuk melahirkan sehingga rentan mengalami ketuban pecah dini.
Sedangkan

ibu dengan usia 35 tahun tergolong usia yang terlalu tua untuk

melahirkan khususnya pada ibu primi (tua) dan beresiko tinggi mengalami ketuban
pecah dini dikarenakan kondisi dan fungsi rahim menurun. (C)
444444444444
Beberapa komplikasi yang seringkali ditimbulkan dari KPD sangat berpengaruh
terhadap morbiditas dan mortalitas bayi serta dampak terhadap ibunya sendiri,
diantaranya adalah :(1,4) (4)
a. Persalinan prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90%terjadi dalam 24 jam setelah
ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam.
Pada kehamilan kurang dari 26minggu persalinan seringkali terjadi dalam 1 minggu.
b. Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya
terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini preterm,
infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada
ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten. Kriteria
klinis infeksi yang digunakan pada KPD yaitu; adanya febris, uterine tenderness (di

periksa setiap 4 jam), takikardia (denyut nadi maternal lebih dari 100x/mnt), serta
denyut jantung janin yang lebih dari 160 x/mnt.
c. Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidamnion sehingga bagian kecil janin
menempel erat dengan dinding uterus yang dapat menekan tali pusat hingga terjadi
asfiksia atau hipoksia.Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat
oligohidamnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
d. Sindrom deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasi pulmonary.
Penatalaksanaan ketuban pecah dini menurut Prawirohardjo,S (2011) dibagi menjadi
konservatif dan aktif.
a. Konservatif
Rawat di Rumah Sakit, berikan antibiotik (ampisillin 4 x 500 mg atau eritromisin bila
tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari). Jika umur
kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau air ketuban
sampai tidak keluar lagi. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu dan tidak
ada tanda-tanda
infeksi tes busa negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32-37
minggu,

sudah

inpartu,

tidak

ada

infeksi

berikan

tokolitik

(salbutamol),

deksametason, dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia kehamila 32-37 minggu, ada
infeksi beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit,
tanda-tanda infeksi intrauterine). Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid
untuk memacu kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin
dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama
2 hari, deksa metason I.M 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
b. Aktif

Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea, dapat
pula diberikan misoprostol 25 g 50 g intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
Bila tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian di induksi, bila

tidak berhasil akhiri dengan seksio sesarea


Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan

Prognosis ketuban pecah dini ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan komplikasikomplikasi dari kehamilan (Mochtar, 2011). Prognosis untuk janin tergantung pada :
1. Maturitas janin: bayi yang beratnya di bawah 2500 gram mempunyai prognosis yang
lebih jelek dibanding bayi lebih besar.
2. Presentasi: presentasi bokong menunjukkan prognosis yang jelek ,khususnya kalau
bayinya premature.
3. Infeksi intra uterin meningkat mortalitas janin.
4. Semakin lama kehamilan berlangsung dengan ketuban pecah , semakin tinggi insiden
infeksi.

Persalinan preterm menurut The American College of Obstreticians and Gynecologists


(ACOG), 2014 didefinisikan sebagai kontraksi teratur dari uterus yang menyebabkan
perubahan pada serviks yang mulai terjadi sebelum minggu ke 37 dari kehamilan. Kemudian,
ketika kelahiran terjadi di antara minggu ke 20 dan minggu ke 37 dari kehamilan, ia disebut
sebagai kelahiran preterm. Persalinan preterm saat ini masih merupakan penyebab kematian
perinatal tertinggi. Untuk itu, penting mengetahui adanya faktor risiko tinggi kehamilan yang
dapat menyebabkan terjadinya persalinan preterm.
Komplikasi dari persalinan preterm adalah penyebab tunggal langsung terbesar dari kematian
neonatal, yang bertanggungjawab pada 35% dari 3,1 juta kematian pertahun dan penyebab

kematian kedua paling sering pada kematian balita setelah pneumonia. Dilahirkan secara
prematur juga meningkatkan risiko bayi meninggal dikarenakan penyebab lain, terutama dari
infeksi neonatus. Persalinan preterm diperkirakan menjadi faktor risiko pada setidaknya 50%
dari semua kematian neonatal (Lawn et al., 2010).

Komplikasi pada ibu :


Pada ibu setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering terjadi sehingga
menyebabkan sepsis dan lambatnya penyenbuhan luka episiotomi (Rima, 2010).
Komplikasi pada bayi :
Tabel 1. Komplikasi persalinan preterm pada bayi
Masalah masalah utama jangka pendek dan jangka panjang pada berat badan bayi sangat
rendah
Organ atau
sistem

Masalah jangka pendek

Masalah jangka panjang

Paru paru

Sindroma
distress
pernafasan, Displasia
bronkopulmunore,
kebocoran
udara,
displasia penyakit jalan nafas reaktif, asma.
bronkopulmuner, pneumoprematuritas.

Gastrointestinal
atau nutrisional

Hiperbilirubinemia, gangguan makan, Gagal tumbuh,


necritizing enterocolitis
bowel, kolestasis

Imunologi

Infeksi nosokomial, infeksi perinatal, Infeksi respiratory syncitial virus,


imunodefisiensi.
bronkiolitis.

Sistem
pusat

saraf Perdarahan
leukomalasia
hidrosefalus

short-

intraventrikularm Cerebral palsy, hidrosefalus, atrofi


periventrikular, serebral,
hambatan
neurodevelopmental,
gangguan
pendengaran

Oftalmologi

Retinopati prematuritas

Kardiovaskuler

Hipotensi,

paten

sindroma

ductus

Kebutaan, ablasio retina, miopia,


starbismus
arteriosus, Hipertensi pulmonal, hipertensi saat

hipertensi pulmonal
Ketidakseimbangan air dan elektrolit

Renal

dewasa
Hipertensi saat dewasa

Hematologi

Anemia
iatrogenik,
memerlukan
transfusi berulang, anemia prematuritas

Endokrinologi

Hipoglikemia, kadar tiroksin rendah Kelemahan


regulasi
glukosa,
sementara, defisiensi kortisol
peningkatan resistensi insulin

1. Sari, Ery Kartika, Henny Juaria. 2013. Paritas dan Kelainan Letak Dengan Kejadian
Ketuban Pecah Dini. Akademi Kebidanan Griya Husada, Surabaya.
2. Maulana, 2013. www.unpad.ac.id, Diakses tanggal 19 Desember 2016 pukul 18.45
WIB.
3. Departemen Kesehatan. Profil Kesehatan Jawa Timur 2010. www.dinkesjatim.go.id,
Diakses tanggal 19 Desember 2016 pukul 18.45 WIB.
4. Nugroho, T., 2012. Obstetri dan Ginekologi untuk Kebidanan dan Keperawatan.
Yogyakarta : Nuha Medika.
5. Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
6. Ai Yeyeh, (2010), Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta : TIM
7. Cunningham, FG., et al. (2013). Obstetri Williams (Williams Obstetri). Jakarta : EGC
8. Kamisah,
Sualman.
2009.
Penatalaksanaan
Ketuban
Pecah
Dini.
www.medicastore.com/penatalaksanaanketubanpecahdini.

Diakses

tanggal

19

Desember 2016 pukul 18.45 WIB.


9. Varney,H., 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta;EGC
10. Seno, 2008, Sistem Kesehatan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
11. Fadlun, Achmad Feryanto. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Selemba
Medika
12. Mochtar, Rustam. 2011. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai