Anda di halaman 1dari 39

MANAJEMEN NYERI

1 Konsep Nyeri
1.1 Definisi Nyeri
Menurut The Internasional Association For Study Of Pain (IASP) nyeri adalah
pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan
dengan kerusakan jaringan atau potensial menyebabkan kerusakan jaringan (Potter,
2005). Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat
subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau
tingkatannya, dan hanya orang tersebut yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa
nyeri yang dialami (Alimul, 2006).
Nyeri adalah perasaan pribadi yang tidak dapat secara akurat digambarkan atau
diukur. Perawat tidak dapat merasakan nyeri tersebut, namun perawat harus menyakini
nyeri tersebut dan mempercayai penilaian seseorang tentang seberapa berat nyeri yang
dialami (WHO, 2005). Menurut Kozier dan Erb, 1983 nyeri adalah sensasi
ketidaknyamanan yang dimanifestasikan sebagai penderitaan yang diakibatkan oleh
persepsi jiwa yang nyata, ancaman, dan fantasi luka (Tamsuri, 2006).
Definisi

keperawatan

menyatakan

bahwa

nyeri

adalah

apapun

yang

menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya yang ada pada saat
individu mengatakannya. Nyeri dianngap nyata meskipun tidak ada penyebab fisik atau
sumber yang dapat diidentifikasi. Beberapa nyeri dihubungkan dengan status mental
atau status psikologis, pasien secara nyata merasakan sensasi nyeri dalam banyak hal
dan tidak hanya membayangakannya saja (Harnawati, 2008).
1.2 Fisiologi Nyeri
Nyeri adalah sensasi yang penting bagi tubuh. Sensasi penglihatan, pendengaran, bau,
rasa, sentuhan, dan nyeri merupakan hasil stimulasi reseptor sensorik. Provokasi saraf-

saraf sensorik nyeri menghasilkan reaksi ketidaknyamanan, distress, atau menderita.


Jalur (pathway) nyeri klasik terdiri dari rantai 3-neuron yang meneruskan sinyal
nyeri dari perifer ke korteks serebral: (i) neuron tingkat pertama (first-order), (ii)
neuron tingkat kedua, dan (iii) neuron tingkat ketiga (Gambar 7-1). Sensasi nyeri
dimulai dengan stimulasi ujung saraf neuron tingkat pertama.
1) Sistem Nyeri Perifer
Ujung saraf bebas (atau nociceptor) neuron-neuron tingkat pertama merupakan
komponen sistem nyer perifer. Serabut nyeri juga ikut terlibat.
2) Nociceptor
Nociceptor menyusun axon perifer neuron tingkat pertama. Reseptor nyeri ini
umum dijumpai pada bagian superficial/permukaan kulit, kapsul sendi, dalam
periosteum tulang dan di sekitar dinding pembuluh darah.
3) Serabut Nyeri
Serabut delta adalah serabut yang kecil, termielinisasi, yang akan direkrut
pertama kali sebagai respon terhadap stimuli noxious. Mielin adalah senyawa
seperti lemak (fat-like) yang membentuk selaput mengelilingi axon beberapa neuron
dan yang memungkinkan untuk meningkatkan transmisi stimuli. Manifestasi
respon pertama (atau nyeri cepat) biasanya muncul sebagai sensasi yang jelas
dan terlokalisasi. Nyeri ini sering dideskripsikan sebagai nyeri yang tajam,
menyengat atau menusuk, dan berlangsung hanya ketika stimulus mengakibatkan
kerusakan jaringan. Ambang batas nyeri untuk nyeri pertama ini relatif sama
untuk semua orang.
Sensasi nyeri yang menyebar, perlahan, membakar atau linu merupakan akibat dari
stimuli yang ditransmisikan oleh serabut C yang tidak termielinisasi. Nyeri kedua
ini disebabkan oleh jejas yang sama dengan nyeri cepat, namun, nyeri ini
dimulai belakangan dan berlangsung untuk waktu yang lebih lama (lihat Gambar
72). Pasien yang menderita nyeri jenis ini menyadari rasa nyeri ini tapi biasanya
agak sulit menyatakan di mana tepatnya lokasi nyeri tersebut. Pasien demikian
seringkali meraba daerah nyeri untuk menunjukkan lokasi nyerinya. Ambang batas
nyeri kedua ini bervariasi antar individu.

Serabut delta-A dan C memiliki sifat sensitisasi, yaitu peningkatan sensitivitas


reseptor ketika menerima stimulus noxious berulang. Salah satu contoh klasik
sensitisasi adalah melewatkan telapak tangan di ats nyala lilin. Dengan paparan
berulang-ulang, waktu yang diperlukan untuk timbulnya sensasi nyeri akan
berkurang (karena sensitisasi serabut).

Gambar 71 Jalur nyeri klasik. Impuls nyeri yang berbedabeda bergerak dari
nociceptor sepanjang neuron tingkat pertama ke neuron tingkat kedua pada trakstus
spinotalamus. Dari sana, impuls diteruskan melalui neuron tingkat ke tiga ke
korteks. Demikian juga, impuls nyeri afektif berjalan dari nociceptor sepanjang
neuron tingkat pertama ke neuron tingkat ke tiga pada traktus spinoretikularis. Dari
sana, impuls diteruskan melalui neuron ketiga ke batang otak.

Gambar 72 Transmisi/penerusan serabut nyeri. (A) Stimulasi simultan serabut


saraf deltaA dan C menghasilkan nyeri pertama yang parah dan akut, diikuti
dengan nyeri kedua yang konstan dan lebih lama. (B) Nyeri kedua saja ketika
terjadi inhibisi (X) serabut saraf deltaA. (C). Nyeri pertama saja ketika terjadi
inhibisi (X) serabut saraf C.
a) Jalur Nyeri

Ascending
Ketika nociceptor distimulasi oleh stimuli noxious, axon perifer neuron
tingkat pertama meneruskan data sensori ke badan sel pada ganglion akar
dorsal. Sensasi kemudian diteruskan sampai ke bagian abu-abu (gray
matter) korda spinalis dorsal. Neuron tingkat kedua memiliki badan sel pada
tanduk dorsal, dan neuron-neuron ini mengarah ke atas korda spinalis
melalui satu atau dua jalur: traktus spinotalamus, atau traktus spinoretikular
(lihat Gambar 7-1).

Traktus Spinotalamus
Traktus spinotalamus mencakup spine sampai thalamus. Sensasi nyeri yang
berasal dari daerah reseptor kecil dan terlokalisasi pada perifer berjalan
melalui neuron tingkat ketiga ke korteks (lihat Gambar 7-1). Sensasi ini
menghasilkan persepsi nyeri aspek yang jelas (misalnya sifat, lokasi,
intensitas, dan durasi nyeri). Daerah penerimaan yang luas pada perifer
juga akan memproyeksikan sensasi ke korteks, dan sensasi ini menghasilkan
persepsi nyeri aspek afektif dan emosi (misalnya menderita).

Traktus Spinoretikular
Neuron tingkat kedua yang mengarah ke atas melalui traktus spinoretikular
berjalan menuju batang otak. Neuron spinoretikular ini yang menjelaskan
adanya aspek emosi pada sensasi nyeri.

b) Jalur Nyeri

Descending

Serabut saraf ke arah bawah/descending dari korteks, thalamus, atau


batang otak dapat menghambat penerusan impuls yang bergerak melalui
jalur nyeri ascending. Serabut- serabut saraf ini berhenti pada kolom abuabu dorsal
norepinefrin,

korda spinalis.
serotonin,

Neurotransmiter

berbagai

opioid

(misalnya

endogen)

epinefrin,

terlibat

dalam

modulasi sensasi nyeri. Jalur nyeri descending bertanggung jawab untuk


menghambat transmisi nyeri dari korda spinalis.

Senyawa-senyawa yang Memediasi Nyeri


Berbagai zat kimia tubuh terlibat pada pengenalan atau penghambatan
nyeri pada tubuh.
Tabel 71 Senyawa Aktif pada Transduksi Nociceptif
Senyawa

Sumber

Histamine
Kalium

Potensi
menghasilkan
+
++

Dilepaskan oleh sel mast


Dilepaskan oleh sel-sel yang
rusak
Bradikinin
Protein plasma
+++
Prostaglandin
Asam arakidonat yang dilepaskan
+oleh sel-sel yang rusak
Leukotrien
Asam arakidonat yang dilepaskan
+oleh sel-sel yang rusak
Senyawa p
Neuron aferen primer
++, senyawa menghasilkan nyeri; senyawa memitigasi/mengurangi nyeri
Diadaptasi dari Field HL, Pain. New York: McGrawHill, 1987:32.

Senyawa yang Menghasilkan Nyeri


Ada beberapa sumber/penghasil senyawa kimia yang terlibat pada
pengenalan nyeri yaitu :
a) Berasal dari sel-sel yang rusak
b) Disintesis

oleh

sel-sel

melalui

enzim yang diinduksi karena

kerusakan jaringan
c) merupakan produk nociceptor sendiri (Tabel 7-1). Histamin dan kalium

yang dilepaskan oleh sel setelah terjadi kerusakan jaringan dapat


mengaktivasi dan/atau mensensitisasi nociceptor. Pada kadar rendah,

bradikinin, suatu polipeptida hasil potongan protein plasma, dapat


menghasilkan vasodilatasi dan edema, mengakibatkan hiperalgesia
(yaitu sensitivitas berlebihan terhadap nyeri); pada kadar tinggi,
bradikin dapat secara langsung menstimulasi nociceptor untuk aktif.
Prostaglandin dan leukotrien merupakan senyawa yang disintesis di
daerah kerusakan jaringan dan dapat mengakibatkan hiperalgesis melalui
kerja langsungnya pada nociceptor atau dengan mensensitisasi
nociceptor terhadap senyawa lain. Senyawa P, suatu neurotransmitter
yang dilepaskan dari serabut saraf C, juga mengakibatkan pelepasan
histamin dan bekerja sebagai vasodilator kuat.

Senyawa yang Mengurangi Nyeri


Opioid endogen adalah keluarga peptida yang tersebar luas di seluruh tubuh
yang mempengaruhi reaksi terhadap nyeri. Enkefalin, endorfin, dan dinorfin
menstimulasi reseptor opioid pada perifer, tanduk dorsal, dan batang otak.
Setiap kelas opioid endogen mempunyai kecenderungan terhadap reseptor
opioid yang berbeda-beda.

Neurotransmiter seperti norepinefrin, serotonin, asetilkolin dan asam aminobutirat semua terlibat pada penghambatan nyeri melalui berbagai
mekanisme. Norepinefrin dan serotonin memgurangi nyeri dengan cara
memodulasi

impuls

descending

dari

otak. Asetilkolin dan asam -

aminobutirat menghambat aktivasi nociceptor.


Pertimbangan Khusus

Pasien Pediatrik
Sistem neurologi belum berkembang sempurna ketika bayi dilahirkan.
Sebagian besar perkembangan otak, mielinisasi sistem saraf pusat dan
perifer, terjadi selama tahun pertama kehidupan. Beberapa refleks primitif
sudah ada pada saat dilahirkan, termasuk refleks menarik diri ketika
mendapat stimuli nyeri. Bayi baru lahir seringkali memerlukan stimulus
yang kuat untuk menghasilkan respon dan kemudian dia akan merespon
dengan cara menangis dan menggerakan seluruh tubuh. Kemampuan

melokalisasi tempat stimulus dan untuk menghasilkan respon spesifik


motorik anak-anak berkembang seiring dengan tingkat mielinisasi.

Pasien Geriatrik
Hilangnya neuron yang kontinyu pada otak dan korda spinalis terjadi
sebagai bagian dari proses menua yang normal. Hal ini mengakibatkan
perubahan pada orang dewasa yang berusia >65 tahun yang seringkali
diinterpretasikan sebagai hal yang abnormal pada individu yang lebih
muda. Kecepatan konduksi saraf menurun antara 5-10% sebagai akibat
dari proses menua. Hal ini kemudian akan menurunkan waktu respon
dan

memperlambat transmisi impuls, sehingga menurunkan persepsi

sensori sentuh dan nyeri.


Tabel 72 Reseptor yang Terlibat pada Modulasi Nyeri
Reseptor
Opioid
Adrenergic

Kerja
Analgesik
Reduksi luaran system saraf

Agonis
Morfin
2 klonidin
dan norepinefrin
Serotonergik
Modulasi
Antidepresan trisiklik
Kolinergik
Menghambat nocicepsi
Asetilkolin
GABA-ergik
Menghambat
firing Baclofen
nociceptor
Diadaptasi dari ReisnerKeller LA. Pain management. In: Herfindal ET. Gourley
DR. Textbook of Therapeutics: Drug and Disease Management, 6th ed.
Baltimore: Lippincot, Williams & Wilkins, 1996:885.

Pasien Hamil
Karena sebagian besar kehamilan terjadi ketika individu telah memasuki
usia dewasa, transmisi nyeri selama kehamilan dan melahirkan kurang lebih
sama dengan yang telah dijelaskan di atas.

1.3 Tinjauan Patologi


a) Sindrom Nyeri Akut
Nyeri akut adalah nyeri yang muncul akibat jejas, trauma, spasmus, atau

penyakit pada kulit, otot, struktur somatik, atau organ dalam/viscera tubuh.
Intensitas nyeri sebanding dengan derajat jejas, dan akan berkurang sejalan dengan
penyembuhan kerusakan jaringan. Tanda-tanda aktivitas sistem saraf otonom
(misalnya takikardia, hipertensi, berkeringat, dilasi pupil yang berkepanjangan,
demam) sering menyertai sensasi nyeri akut. Biasanya, nyeri akut berkaitan dengan
suatu kejadian, dan secara alami bersifat linier (dengan kata lain ada permulaan dan
akhirnya), memiliki arti dan tujuan positif, dan sering berkaitan dengan tanda-tanda
fisik. Dua tipe sindroma nyeri akut yang utama adalah nyeri somatis dan nyeri
viscera.
1. Nyeri Somatis
Nyeri somatis adalah akibat aktivasi nociceptor pada jaringan kutan dan dalam.
-

Nyeri somatis permukaan/superfisial adalah akibat stimulasi nociceptor di


dalam kulit atau jaringan subkutan dan mukosa yang mendasari. Hal ini
ditandai dengan adanya sensasi/rasaberdenyut, panas atau tertusuk, dan
mungkin berkaitan dengan rasa nyeri yang disebabkan oleh stimulus yang
secara normal tidak mengakibatkan nyeri (misalnya allodinia), dan
hiperalgesia. Jenis nyeri ini biasanya konstan dan jelas lokasinya. Nyeri
superfisial biasanya terjadi sebagai respon terhadap luka terpotong, luka
gores dan luka bakar superfisial.

Nyeri somatis dalam. Nyeri somatis dalam diakibatkan oleh jejas pada
struktur dinding tubuh (misalnya otot rangka/skelet). Berlawanan dengan
nyeri tumpul linu yang berkaitan dengan organ dalam, nyeri somatis dapat
diketahui di mana lokasi persisnya pada tubuh; namun, beberapa menyebar
ke daerah sekitarnya. Nyeri pascabedah memiliki komponen nyeri
somatis dalam karena trauma dan jejas pada otot rangka.

2. Nyeri viscera
Nyeri viscera disebabkan oleh jejas pada organ dengan saraf simpatis.
Nyeri ini dapat disebabkan oleh distensi abnormal atau kontraksi pada
dinding otot polos, tarikan cepat kapsul yang menyelimuti suatu organ
(misalnya hati), iskemi otot skelet, iritasi serosa atau mukosa, pembengkakan

atau pemelintiran jaringan yang berlekatan dengan organ-organ

ke ruang

peritoneal, dan nekrosis jaringan. Nyeri yang disebabkan oleh bagaian


dalam perut atau pelvic biasanya ditandai dengan distribusi dan kualitas nyeri
yang tidak jelas. Biasanya terasa sebagai nyeri yang dalam, tumpul, linu,
tertarik, diperas atau ditekan. Nyeri yang sangat ektrim, biasanya terasa
sebagai nyeri paroksismal atau kolik dan nyeri ini dapat disertai dengan
mual, muntah, berkeringat dan perubahan tekanan darah dan denyut
nadi/kecepatan jantung. Nyeri viscera seringkali muncul pada awal awitan
(onset) atau pada stadium

dini

suatu

penyakit.

Sensasi

nyeri

yang

berasal dari organ dalam sering dipersepsikan sebagai nyeri yang berasal
dari bagian tubuh yang lebih supersifial/permukaan, biasanya daerah-daerah
yang dipersarafi oleh saraf spinal yang sama; lokasi nyeri di bagian superfisial
atau bagian dalam yang berjauhan dengan sumber patologi yang sebenarnya
biasa disebut sebagai referred pain (nyeri alih). Infark miokard akut dan
pankreatitis akut merupakan salah satu contoh dari nyeri viscera.
3. Terapi
Terapi sindroma nyeri akut ditujukan langsung pada penyebab yang mendasari
nyeri dan melibatkan penggunaan obat-obat yang meredakan gejala untuk waktu
yang singkat (short- term). Tujuannya adalah untuk meringankan impuls nyeri
selama periode penyembuhan luka jaringan. Obat-obat antiinflamasi non-steroid
(misalnya ibuprofen, naproksen, ketoprofen) dapat digunakan jika diperlukan
(pro renata/prn) untuk mengurangi pembengkakan dan edema. Bersama dengan
obat-obat derivat opiat (misalnya morfin, hidromorfon), obat-obat ini juga
dapat membatasi nyeri selama proses penyembuhan.
b) Sindroma Nyeri Kronis
Nyeri kronis adalah nyeri yang bertahan selama minimum 6 bulan dan
memunjukkan ciri- ciri yang jelas berbeda jika dibandingkan dengan nyeri akut.
Misalnya, nyeri akut hanya terjadi

pada

suatu

waktu/kejadian

tertentu,

sedangkan nyeri kronis biasanya merupakan bagian dari situasi yang lebih
kompleks. Nyeri akut mempunyai awal dan akhir yang jelas. Nyeri kronis,

cenderung sirkuler; awal nyeri dengan cepat terlupakan karena siklus nyerinya
tidak pernah berakhir. Nyeri akut mempunyai konotasi yang positif dalam arti
nyeri tersebut merupakan tanda siaga adanya jejas pada tubuh, sedangkan nyeri
kronis tidak mempunyai tujuan fisiologis tertentu. Terakhir, nyeri kronis tidak
mempunyai tanda-tanda dan gejala klinis, sehingga patofisiologi yang
mendasarinya biasanya tidak terdeteksi pada pemeriksaan fisik atau radiologis.
Nyeri kronis dapat muncul dari lokasi viscera, jaringan miofasial, atau
penyebab-penyebab neurologis, dan biasanya dibedakan menjadi nyeri
maligna (kanker atau keganasan) dan nyeri non-maligna (jinak).
1. Nyeri maligna
-

Nyeri kanker
Nyeri kronis maligna dapat merupakan kombinasi dari beberapa
komponen nyeri akut, intermiten (berselang/hilang-muncul/sementara)
dan kronis. Nyeri kanker dapat muncul pada tempat/situs primer kanker
sebagai akibat ekspansi tumor, penekanan/kompresi saraf, atau infiltrasi
oleh tumor, obstruksi maligna, atau infeksi pada ulkus maligna. Nyeri
juga dapat muncul pada tempat metatsatase yang jauh. Selain itu, terapi
kanker dengan tindakan bedah, kemoterapi, dan radiasi juga dapat
menimbulkan mukositis, gastroenteritis, iritasi kulit, dan nyeri lain yang
berakitan.

Nyeri

kanker

paling

sering

muncul

pada

jaringan

muskuloskeletal, sistem saraf, dan tulang.


2. Nyeri non-maligna
Nyeri kronis non-kanker dapat dibedakan menjadi 2 subtipe utama: nyeri
neuropati dan nyeri musculoskeletal
-

Nyeri neuropati.
Nyeri neuropati dapat bersifat idiopatik atau dapat juga muncul dari
lokasi yang tertentu atau umum pada jejas saraf. Awitannya dapat terjadi
seketika setelah jejas atau setelah jeda waktu tertentu. Nyeri neuropati
dapat menghasilkan disestesia ketidaknyamanan dan sensasi yang
berbeda dari sensasi nyeri biasa. Jenis nyeri disestesia ini kadang

dideskripsikan sebagai sensasi terbakar, kesemutan, rasa kebal/tak dapat


merasakan apapun, sensasi seperti ditekan, diperas, dan gatal-gatal dan
sering dinyatakan sebagai sensasi yang sangat tidak enak atau bahkan
tidak tertahankan. Nyeri neuropati dapat bersifat konstan dan menetap.
Selain nyeri yang terus menerus, juga dapat terjadi nyeri yang tumpang
tindih, hilang-muncul (intemiten), nyeri seperti syok, yang seringkali
dicirikan

dengan

sensasi

nyeri

yang

tajam,

seperti

tersengat

listrik/elektrik, mengejutkan, seperti disobek/robek, atau kejang. Pasien


dengan nyeri neuropati juga dapat menunjukkan hilangnya sensasi, nyeri
yang dipicu, disfungsi simpatis atau motorik, dan abnormalitas refleks.
Pasien dengan nyeri yang dipicu kembali (evoked pain) menunjukkan
perubahan ambang batas nyeri dan mungkin mengalami hiperalgesia,
allodinia, hiperestesia (yaitu peningkatan sensitivitas terhadap stimulasi),
dan hiperpatia (misalnya sindroma nyeri yang sangat, ditandai dengan
peningkatan reaksi, seringkali eksplosif, terhadap suatu stimulus).
Contoh sindroma nyeri neuropati kronis adalah neuralgia pascaherpes,
neuropati diabetik, neuralgia trigeminal, nyeri pascastroke, dan nyeri
phantom (yaitu rasa nyeri pada bagian tubuh yang telah diamputasi).
-

Nyeri musculoskeletal
Nyeri muskuloskeletal muncul dari jaringan otot, tulang, persendian atau
jaringan ikat. Nyeri ini dapat diakibatkan oleh jejas atai idiopatik atau
iatrogenic. Sindromanyeri musculoskeletal kronik yang umum adalah
nyeri yang berkaitan dengan penyakit inflamasi otot misalnya
polymyositis (penyakit jaringan ikat yang ditandai dengan edema,
inflamasi, dan degenerasi otot) dan dermatitis dan juga nyeri yang
berkaitan dengan penyakit persendian misalnya arthritis. Penyakit
system organ lain (penyakit sel bulan sabit/ sickle-cell) juga dapat
menyebabkan nyeri musculoskeletal. Penggunaan obat-obatan seperti
zidovudine, amfetamin, phencyclidine, dan L-triptofan juga dapat
mengakibatkan nyeri musculoskeletal kronik.

3. Terapi
Terapi nyeri kronik tidak hanya difokuskan untuk menghilangkan gejala
tetapi juga untuk mengatasi penderitaan dan ketidakmampuan/disability
yang diakibatkan oleh nyeri tersebut. Pemberian analgesik secara teratur
disarankan lebih untuk mencegah munculnya nyeri dari pada meredakan
nyeri yang telah terjadi. Analgesik ajuvan (misalnya antikonvulsan
untuk nyeri neuropati, benzodiazepin untuk kecemasan, antidepresan untuk
depresi) juga umum digunakan.
1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengalaman nyeri adalah, sebagai berikut :
1.4.1 Usia
Usia merupakan variable penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya
pada anak-anak dan lansia. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan
memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri.
Anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata mengalami kesulitan untuk
mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau
petugas kesehatan.
Individu yang berusia lanjut memiliki resiko tinggi mengalami situasi-situasi
yang membuat mereka merasakan nyeri. Karena lansia telah hidup lebih lama,
mereka kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami kondisi patologis yang
meyertai nyeri (Potter, 2005).
1.4.2 Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatsi
nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh
kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana seseorang bereaksi terhadap
nyeri (Calvillo, 1991 dalam Potter, 2005). Namun, budaya dan etnik tidak
mempengaruhi persepsi nyeri (Zatzick, 1990 dalam Brunner dan Suddart, 2002).
1.4.3 Pengalaman masa lalu

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri


sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri
dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama
sering mengalami serangkaian nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri
yang berat, maka ansietas atau bahkan rasa takut dapat muncul. Sebaliknya
apabila individu mengalami nyeri dengan jenis yang sama berulang-ulang, tetapi
kemudian nyeri tersebut berhasil dihilangkan,akan lebih mudah individu untuk
menginterprestasikan sensasi nyeri. Akibatnya pasien akan lebih siap untuk
melakukan tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri. Apabila pasien
tidak pernah merasakan nyeri, maka persepsi pertama nyeri dapat mengganggu
koping (Brunner dan Suddart, 2002).
1.4.4 Ansietas
Hubungan antara

nyeri

dan ansietas

bersifat kompleks.

Ansietas

meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu


perasaan ansietas. Stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang
diyakini mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas. Sistem limbik
dapat memproses reaksi emosi terhadap nyeri, yakni memperburuk atau
menghilangkan nyeri (Potter, 2005)
1.4.5 Gaya koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi
nyeri. Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan, baik sebagian maupun
keseluruhan atau total. Klien akan menemukan berbagai cara untuk
mengembangkan koping terhadap efek fisik dan psikologis nyeri (Potter, 2005).
1.4.6 Dukungan keluarga dan social
Individual yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan
perlindungan. Meskipun nyeri tetap klien rasakan, kehadiran orang yang dicintai
akan meminimalkan kesepian dan ketakutan (Potter, 2005)
1.4.7 Makna nyeri

Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila


nyeri tersebut memberikan, suatu kehilangan, hukuman dan tantangan. Derajat
dan kualitas nyeri yang dipersepsikan klien berhubungan dengan makna nyeri
(Potter, 2005).
1.4.8 Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya terhadap nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan
dengan respon nyeri yang menurun (Potter, 2005)
1.5 Klasifikasi Nyeri
Perry dan potter 2005 mengklasifikasikan nyeri sebagai berikut :
1.4.1 Berdasarkan sumbernya
1) Cataneus/superficial, yaitu nyeri yang mengenai kulit atau jaringan subkutan,

biasanya bersifat burning (seperti terbakar). Contoh : terkena ujung pisau atau
gunting.
2) Deep somatic / nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh darah, tendon, syaraf,

nyeri menyebar dan lebih lama daripada cutaneus. Contoh: sprain sendi.
3) Visceral

(pada

organ

dalam),

stimulasi

reseptor

nyeri

dalam

ronnga

abdomen,cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia,


regangan jaringan.
1.4.2 Berdasarkan penyebab
1) Fisik
Bisa terjadi karena stimulus fisik (contohnya: fraktur femur)
2) Psykogenik

Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi, bersumber dari


emosi/psikis dan biasanya tidak disadari. (contohnya: orang yang marah, tiba-tiba
merasa nyeri pada dadanya).
1.4.3 Berdasarkan lama atau durasinya
1) Nyeri akut
Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh terkena cidera, atau intervensi bedah dan
awitan yang cepat, dengan intensitas bervariasi dari berat sampai ringan. Nyeri ini
terkadang bisa hilang sendiri tanpa adanya intervensi medis, setelah keadaan pulih
pada area yang rusak. Apabila nyeri akut ini muncul, biasanya tenaga kesehatan
sangat agresif untuk segera menghilangkan nyeri.

2) Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu
periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya berlangsung
lebih dari enam bulan.

1.5 Jenis-Jenis Nyeri


Ada beberapa jenis-jenis nyeri yang bisa diklasifikasikan sebagai berikut:
1.5.1 Nyeri Pasca Bedah
Rasa nyeri tersebut biasanya timbul pada setiap jenis tindakan operasi, bila
tidak diatasi dapat menimbulkan efek yang membahayakan yang akan mengganggu
proses

penyembuhan.

Strategi

pelaksanaan

nyeri

mencakup

pendekatan

farmakologis dan non farmakologis. Pendekatan ini diseleksi berdasarkan pada


kebutuhan dan tujuan pasien secara individu (Brunner & Suddart, 2001)

Perawat yang berperan sebagai seseorang pengamat yang aktif dan memiliki
pengetahuan tentang klien yang mengalami nyeri, akan menganalisa lebih objektif
tentang pengalaman nyeri klien dan membuat diagnosis bahwa ia mengalami nyeri
dan perawat bekerja untukmenerapkan tekhnik-tekhnik dan keterampilan yang pada
akhirnya akan menghilangkan nyeri (Potter,2005).
1.5.2 Nyeri Fraktur Femur
Fraktur adalah kerusakan struktural dalam tulang, lapisan epifisis, atau
permukaan sendi tulang rawan (Susan, 2001). Femur merupakan tulang terpanjang
yang ada dalam tubuh manusia. Penyembuhan fraktur berkisar antara tiga minggu
sampai enam bulan. Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur adalah nutrisi
yang baik, hormon-hormon pertumbuhan, tiroid, vitamin D, gerakan pasif dan aktif
pada anggota gerak (Muttaqin, 2008).
Fraktur pada tulang femur dapat terjadi mulai dari proksimal sampai dengan
distal. Manifestasi klinis fraktur femur hampir sama dengan manifestasi klinis
fraktur umum tulang panjang, seperti nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, dan
pembengkakan. Secara klinis, fraktur femur terdiri atas patah tulang paha terbuka
dan patah tulang paha terbuka. Asuhan keperawatan pada kedua fraktur femur ini
berbeda. Kedua fraktur itu dapat menyebabkan klien mengalami nyeri yang sangat
hebat. Secara umum, nyeri pada fraktur femur dapat diatasi dengan teknik non
farmakologi seperti distraksi dan relaksasi (Muttaqin, 2008).
Nyeri pada fraktur dapat mengakibatkan impairment dan disabilitas.
Impairment adalah abnormalitas atau hilangnya struktur atau fungsi anatomik,
fisiologik maupun psikologik. Sedangkan disabilitas adalah hasil dari impairment,
yaitu keterbatasan atau gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas yang
normal (Sudoyo, 2006).

1.6 Pengkajian persepsi nyeri


1.6.1 Respon Persepsi Nyeri

1) Respon fisiologis
Respon fisiologis terhadap nyeri dapat menunjukan keberadaan, sifat nyeri
dan ancaman potensial terhadap kesejahteraan pasien.Apabila pasien merasakan
nyeri, perawat harus mengkaji tanda-tanda vital, melakukan pemeriksaan fisik
terfokus, dan mengobservasi keterlibatan sistem saraf otonom.Tanda fisiologis
dapat menunjukan nyeri pada pasien yang berupaya untuk tidak mengeluh atau
mengakui ketidak nyamanan.
Indikator fisiologis nyeri merupakan perubahan fisiologi involunter
dianggap sebagain indikator nyeri yang lebih akurat dibanding laporan verbal
pasien. Bagaimana pun, respon involunter ini seperti meningkatnya frekuensi
nadi dan pernapasan, pucat dan berkeringat adalah indikator rangsangan sistem
saraf simpatis, bukan nyeri itu sendiri. Pasien yang mengalami nyeri akut yang
hebat mungkin tidak menunjukan frekuensi pernapasan yang meningkat tetapi
akan menahan nafasnya. Respon fisiologik harus digunakan sebagai pengganti
untuk laporan verbal dari nyeri pada pasien tidak sadar dan jangan digunakan
untuk mencoba memvalidasi laporan verbal dari nyeri individu (Tamsuri, 2006).
2) Respon Perilaku
Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup :
1. Pernyataan verbal (mengaduh, menangis, sesak nafas, mendengkur)
2. Ekspresi wajah (meringis, menggelutukkan gigi, mengigit bibir)
3. Gerakan tubuh (gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan gerakan
jari dan tangan)
4. Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (menghindari percakapan,
menghindari kontak sosial, penurunan tentang perhatian, fokus pada
aktivitas menghilangkan nyeri).
3) Ekspresi Nyeri Klien
Pengkajian nyeri lebih sulit karena banyak perawat yakin bahwa klien akan
melaporkan keluhan nyeri, ketika mengalami. Namun, hal ini tidak selalu benar.
Klien pertama-tama harus mempersepsikan suatu kebutuhan untuk melaporkan

nyeri dan kemudian mempersepsikan kesediaan perawat untuk membantu


sebelum klien dapat mendiskusikan nyeri secara terbuka.
Perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien dalam
mengomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Meringis, menekuk salah satu
bagian tubuh, dan postur tubuh yang tidak lazim merupakan contoh ekspresi
nyeri secara non verbal. Klien yang tidak mampu berkomunikasi efektif
seringkali membutuhkan perhatian khusus selama melakukan pengkajian
(Potter, 2005).
4) Pengukuran Intensitas Nyeri
-

Skala Pengukuran Numerik

Skala Pengukuran Intensitas Nyeri Deskriptif Sederhana

* jika digunakan sebagai grafik skala peringkat, dianjurkan nilai dasar 10 cm.
-

Skala Analog

Agency for Health Care Policy&Research (AHCPR), Public Health Service, U.S.
Department of Health and Human Services, Feb 1992 (Brunner & Suddarth,
2001).
-

Skala Wajah

Wong dan Baker,1988)


Terdiri dari enam wajah kartun yang direntang dari wajah tersenyum untuk tidak
ada nyeri samapi wajah menangis untuk nyeri paling buruk.

Gambar 76 Skala Wajah Bieri dan kawankawan. Dicetak ulang dari Bieri
D, Reeve RA, Champion CD, et al. The faces pain scale for the self
assessment of the severity of pain experienced by children: development,
initial validation, and preliminary investigation for ratio scale properties.
Pain 1990;41:139150.)
Keterangan :
Wajah 0 : Sangat senang karena tidak ada nyeri.
Wajah 1 : Nyeri yang sangat sedikit
Wajah 2 : Nyeri yang sedikit lebih banyak.
Wajah 3 : Nyeri lebih banyak.
Wajah 4 : Sangat nyeri.
Wajah 5 : Nyeri sebanyak yang bisa kamu bayangkan, meskipun kamu tidak harus
menangis untuk mengalami rasa nyeri ini.

1.6.2 Penilaian Sistem Organ


Kontrol nyeri tetap merupakan problem signifikan pada pelayanan
kesehatan di seluruh dunia. Masalah-masalah yang berkaitan dengan profesional
kesehatan, pasien, dan sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan diketahui
sebagai salah satu penghambat dalam penatalaksaan nyeri yang tepat. Teknik
pemeriksaan/penilaian oleh para professional kesehatan dan keengganan pasien
untuk melaporkan nyeri merupakan dua masalah utama. Penanganan nyeri yang
efektif tergantung pada pemeriksaan dan penilaian nyeri yang seksama baik
berdasarkan infromasi subyektif maupun obyektif.
a) Informasi subyektif

Informasi yang subyektif, spesifik oleh pasien (atau informasi yang dilaporkan
sendiri) merupakan cara utama pada evaluasi nyeri. Namun, informasi laporansendiri (self-reported) ini dipengaruhi oleh usia, status kognitif, disabilitas fisik,
penggunaan obat pasien dan harapan pasien dan professional kesehatan
terapi.

Farmasis

harus

mempertimbangakna

factor-faktor

terhadap

tersebut

ketika

mengiterpretasikan informasi yang ada. Informasi laporan-sendiri dapat diperoleh


melalui

wawancara

mendetil

dan/atau menggunakan cara-cara pemeriksaan

dimensi tunggal atau multidimensi.


b) Wawancara untuk Nyeri

Pendekatan untuk memperoleh riwayat detil dari seorang pasien dengan nyeri tidak
berbeda banyak disbanding yang sudah dijelaskan sebelumnya pada Bab 3.
Farmasis sebaiknya menggunakan kombinasi pertanyaan terbuka dan tertutup untuk
memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengetahui masalah pasien. Selain
itu, perhatikan juga faktor-faktor seperti menetukan lokasi yang lebih privasi ketika
melakukan wawancara, menunjukkan sikap yang suportif dan tidak menghakimi,
memperhatikan tanda-tanda verbal dan nonverbal, dan meluangkan waktu yang
cukup untuk melakukan wawancara. Penggunaan mnemonik PQRST juga akan
membantu farmasis mengumpulkan informasi vital yang berkaitan dengan proses
nyeri pasien (Tabel 7-3). Contoh interaksi antara farmasis dan pasien mengenai
nyeri dicatumkan pada Kotak 7-1.;
Tabel 73 Mnemonik PQRST untuk Evaluasi Nyeri
Nyeri

Berikut

Paliatif atau penyebab nyeri

Quality/kualitas nyeri

Regio (daerah) lokasi atau penyebaran nyeri

Subyektif deskripsi oleh pasien mengenai tingkat nyerinya

Temporal atau periode/waktu yang berkaitan dengan nyeri


ini

adalah

pertanyaan-pertanyaan

yang

diajukan

berdasarkan

acuan nyeri PQRST:

Apa yang menyebakan nyeri? Jejas/luka? Latihan fisik/olah raga? Stres?

Apa yang menyebabkan makin nyeri? Diet? Stres? Latihan fisik/olah raga?

Apa yang meredakan nyeri? Istirahat? Tenang? Obat?

Jelaskan bagaimana rasa nyeri, apakah tajam, tumpul? Seperti terbakar?


Ngilu/lini? Konstan? Hilang-muncul?

Di daerah mana nyerinya? Bisakah anda menunjuk daerah nyeri dengan


telunjuk anda? Apakah terasa nyeri pada daerah lain?

Apakah nyeri terasa menyebar ke daerah tubuh lain?

Seberapa parah nyerinya? Ringan? Sedang? Sangat nyeri?

Apakah nyeri menyebabkan perubahan pola hidup anda? Bagaimana?

Apakah nyeri menyebabkan anda terbangun pada malam hari? Apakah


anda menjadi sulit tidur?

Apakah nyeri mempengaruhi nafsu makan anda?

Apakah ada gejala lain? Mual/muntah? Diare/konstipasi? Berkeringat? Nafas


tersengal-sengal? Kepala terasa ringan/melayang? Berdebar-debar?

Kapan nyeri terasa? Malam hari? Pagi? Setiap hari? Setiap bulan?

Kapan nyeri paling terasa berat?

Sudah berapa lama anda mengalami nyeri ini?

c) Cara Penilaian Nyeri


Informasi laporan-sendiri juga dapat diperoleh menggunakan berbagai cara
penilaian nyeri. Perlu diingat, bahwa kedalaman dan kompleksitas cara-cara untuk
penilaian nyeri ini bervariasi. Idealnya, cara-cara untuk penilaian ini mudah
digunakan, mudah dimengerti oleh pasien, dan valid, sensitif serta dapat dipercaya.
Tindakan untuk menentukan lokasi fisik dan tingkat keparahan nyeri adalah yang
paling sering dilakukan. Pada beberapa kasus, 5 dimensi tambahan yang berkaitan
dengan informasi diperlukan untuk mengetahui tingkat nyeri pasien dan efeknya
terhadap kehidupan pasien:

1. Ketidakmampuan fisik yang disebabkan oleh nyeri, misalnya perubahan


aktivitas kehidupan sehari-hari atau kemapuan merawat diri sendiri.
2. Aspek perilaku.kognitif nyeri, misalnya jumlah obat yang diperlukan, jumlah
kunjungan ke dokter, penilaian perilaku nonverbal, dan identifikasi gejala
neurotic.
3. Respon emosional nyeri, misalnya depresi dan kecemasan, yang dapat
menurunkan ambang nyeri dan membuat pasien melaporkan tingkat nyeri yang
lebih tinggi.
4. Akibat ekonomi nyeri, misalnya kemapuan bekerja untuk membayar
pengobatan nyeri.
5. Informasi sosial budaya yang berkaitan dengan masalah litigasi, kemandirian
pasien, kualitas hidup, dinamika keluarga dan tujuan-tujuan pasien.
Ada beberapa cara untuk membantu farmasis mengetahui akibat nyeri
menggunakan cara dimensi tunggal atau multidimensi.
a) Cara dimensi tunggal Skala analog visual (visual analog scale/VAS)

adalah cara yang paling banyak digunakan untuk menilai nyeri (Gambar 7-3).
Skala linier ini menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang
myngkin dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis
sepanjang 10-cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap centimeter. Tanda pada
kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau peryataan deskriptif. Ujung
yang satu mewakili tidak ada nyeri, sedangkan ujung yang lain mewakili rasa
nyeri terparah yang mungkin terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau
horizontal. Manfaat utama VAS adalah penggunaannya yang sangat mudah dan
sederhana. Farmasis dapat segera menggunakannya sebagai penilaian cepat
pada hampir semua situasi praktek farmasi.
Namun, pada periode pascabedah, VAS tidak banyak bermanfaat
karena pada VAS diperlukan koordinasi visual dan motorik serta kemampuan
konsentrasi. VAS juga dapat diadaptasi menjadi skala hilangnya/ reda rasa
nyeri
Alternatif cara lain, selain VAS, adalah skala numerik verbal (Gambar 7-3).

Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk menggambarkan


tingkat nyeri. Dua ujung ekstrim juga digunakan pada skala ini, sama seperti
pada VAS atau skala reda nyeri. Skala numerik verbal ini lebih bermanfaat
pada periode pascabedah, karena secara alami verbal/kata-kata tidak terlalu
mengandalkan koordinasi visual dan motorik.

Skala verbal menggunakan

kata-kata dan bukan garis atau angka untuk menggambarkan tingkat nyeri
(Gambar 7-3). Skala yang digunakan dapat berupa tidak ada nyeri, sedang,
parah. Hilang/redanya nyeri dapat dinyatakan sebagai sama sekali tidak hilang,
sedikit berkurang, cukup berkurang, baik/nyeri hilang sama sekali. Karena
skala ini membatasi pilihan kata pasien, skala ini tidak dapat membedakan
berbagai tipe nyeri.
Berbagai cara dimensi tunggal dapat dibandingkan pada Tabel 7-4.

Gambar 73 Caracara penilaian nyeri dimensi tunggal. (A) Skala analog visual
(VAS). (B) Skala numeric verbal. (C). Skala penilaian verbal.

Tabel 74 Caracara Penilaian Nyeri Dimensi Tunggal


Cara
Jenis pasien
Skala analog Anak-anak
visual (VAS)

Tipe nyeri
Manfaat
Nyeri saat Sederhana

tahun, ini

Dewasa

Tergantung
bahasa

Kerugian
Satu dimensi
Skala membatasi

yang Memerlukan

digunakan

koordinasi

Mudah

Visual dan motorik

dimengerti
Skala

Dewasa

numeric

Nyeri
ini

verbal

Reprodusibel
saat Sama
seperti Satu dimensi
VAS,

tidak Skala membatasi

memerlukan
koordinasi visual
dan motorik
Mungkin

lebih

mudah digunakan
Skala
penilaian
verbal

Dewasa

Nyeri
ini

dari pada VAS


saat Sederhana,

Keterbatasan

mudah digunakan

pilihan kata untuk

Sensitive

menggambarkan

terhadap

dosis, rasa nyeri

jenis kelamin dan Tidak


perbedaan etnis

memungkinkan

Lebih baik dari untuk membedakan


pada
terutama

VAS tingkat

nyeri

untuk dengan lebih teliti

menilai nyeri akut Dianggap

terdapat

terdapat jarak yang


sama

antar

kata

yang
menggambarkan
efek analgesic
b) Cara penilaian nyeri multidimensi Cara multidimensi, seperti cara dimensi

tunggal, menilai tingkat/derajat nyeri yang dialami oleh pasien, namun, cara
multidimensi juga memungkinkan untuk mengukur aspek nyeri lain (misalnya,

perilaku dan respon emosi). Sebagai contoh cara multidimensi ini adalah
penggunaan diari/catatan harian nyeri, gambar nyeri, skala wajah nyeri,
kuesioner nyeri singkat Wisconsin, dan kuesioner nyeri McGill. Cara-cara ini
dibandingkan pada Tabel 7-5.
Tabel 75 Caracara Penilaian Nyeri Multidimensi
Cara
Catatan

Jenis pasien
Dewasa

harian nyeri

Tipe nyeri
Manfaat
Nyeri yang Dapat diandalkan

Kerugian
Tergantung
pada

telah

Lebih akurat dari pencatata

dialami

pada

dahulu

ingatan/memori

yang

akurat

saja untuk riwayat


penggunaan obat
yang
Gambaran

Anak-anak

Nyeri

nyeri

tahun

ini

Dewasa

sesungguhnya
saat Dapat digunakan Tidak
oleh

penilaian intensitas

yang sesungguhnya

Keterandalan

Tidak

adekuat

yang tinggi

untuk

mengukur

untuk tingkat nyeri pada

membedakan
Nyeri

nyeri

ini

3 tahun

nyeri

yang bukan ahli

Dapat

Skala wajah Anak-anak

mengukur

daerah tubuh yang

berbagai nyeri
tertentu
saat Tidak diperlukan Semua skala wajah
tingkat

belum tentu sesuai

perkembangan

untuk

sempurna

audiens

pasien

kemampuan

Kemampuan

tergantung

verbal

skala spesifik

pemahaman

nyeri pada bagian

yang

konsep

tengah skala kadang

digunakan

Sederhana,

sulit

Berbagai
macam

tipe

dan pembedahan

semua

jenis

mudah digunakan
Hanya diperlukan
Kuesioner

Dewasa

singkat

Nyeri

sedikit instruksi
Dapat diandalkan

Tidak melihat aspek

kanker

Mudah digunakan

emosi

Pewawancara

pengaruh

situasi

dapat melakukan

berkaitan

dengan

Nyeri

Dapat diandalkan

prilaku saat nyeri


Membuat
indeks

kanker

Valid

penilaian nyeri

Wisconsin

Kuesionel
McGill

Dewasa

Nyeri

non Digunakan luas

kanker

atau

Memerlukan
kapasitas intektual
dan vokabuler yang
cukup
Mungkin

tidak

dapat

digunakan

untuk

pasien

dengan budaya dan


bahasa

yang

berbeda
-

Catatan harian nyeri adalah catatan tertulis atau lisan mengenai pengalaman
pasien dan perilakunya. Jenis laporan ini sangat membantu untuk memantau
variasi status penyakit sehari-hari dan respon pasien terhadap terapi. Pasien
mencatat intensitas nyerinya dan kaitan dengan perilakunya misalnya
aktivitas harian, tidur, aktivitas seksual, kapan menggunakan obat, makan,
merawat rumah dan aktivitas rekreasi lainnya.

Gambar-gambar nyeri adalah penggunaan gambar tubuh manusia di mana


pasien diminta untuk menandai sesuai nyeri yang dialaminya (Gambar 7-4).
Gambar-gambar ini dapat digunakan untuk menilai lokasi dan distribusi
nyeri, tetapi tidak dapat membantu menilai tingkat/intensitas nyeri. Gambar-

gambar nyeri ini dapat dibandingkan dari waktu ke waktu untuk menilai
respon nyeri terhadap terapi. Nyeri pada daerah yang kecil dan terlokalisaasi
(misalnya kepala) tidak dapat dinilai dengan adekuat menggunakan
cara gambar ini.

Gambar 74 Cara Gambar Nyeri. Area nyeri ditandai dengan symbol yang
berbedabeda: untuk kebal/tidak dapat merasakan sensasi apapun, ooo untuk sensasi
seperti tertusuk jarum, xxx untuk sensasi seperti terbakar, //// seperti dipotong
potong, dan >>> untuk sensasi linu/ngilu.
-

Kuesioner Singkat Wisconsin berisi 17 pertanyaan untuk mengetahui


riwayat nyeri, intensitas, lokasi, kualitas, gangguan terhadap aktivitas seharihari, efek nyeri terhadap suasana hati, dan kenyamanan hidup secara
keseluruhan. Tes ini dapat digunakan oleh pasien sendiri, atau oleh
pewawancara, dengan hasil yang kurang lebih sama.

Kuesioner McGill (MPQ) (Gambar 7-7) terdiri dari empat bagian:


(1) Gambar nyeri
(2) Indeks nyeri (PRI)
(3) Pertanyaan-pertanyaan mengenai nyeri terdahulu dan lokasinya
(4) Indeks intensitas nyeri yang dialami saat ini.

1.7 Strategi Penatalaksanaan Nyeri


1.7.1 Tujuan Penatalaksanaan Nyeri
Tujuan perawat memberikan tindakan pada pasien yang mengalami nyeri
berorientasi pada hal-hal berikut (Perry dan Potter, 2005) :
a. Pasien menyatakan merasa sehat dan nyaman.
b. Pasien mempertahankan kemampuan untuk melakukan perawatan diri.
c. Pasien mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki saat ini.
d. Pasien menjelaskan faktor penyebab ia mengalami nyeri.
e. Pasien mampu menggunakan terapi yang diberikan (farmakologi dan non
farmakologi) dirumah dengan aman.
1.7.2 Manajemen Nyeri Farmakologi
Menangani nyeri yang dialami pasien melalui pendekatan farmakologis
dilakukan dalam kolaborasi dengan dokter atau dengan pemberi perawatan utama

29
29

lainnya dan pasien. Penatalaksanaan

nyeri dengan pendekatan farmakologi

memerlukan kolaborasi erat dan komunikasi yang efektif diantara pemberi


perawatan kesehatan (Perry dan Potter, 2005).
Terapi nyeri membutuhkan pendekatan yang individual yang lebih
dibandingkan dengan masalah pasien yang lain. Pasien dan perawat harus menjadi
rekan kerja dalam melakukan upaya mengontrol nyeri. Perawat memberi dan
memantau terapi yang diprogramkan dokter untuk penghilang rasa nyeri dan
penggunaan tindakan penghilang nyeri yang mandiri sehingga melengkapi terapi
yang diprogramkan dokter.
Adapun hal-hal yang dapat dilakukan oleh perawat dalam pendekatan
farmakologi adalah :
a. Mengakaji pasien sebelum memberikan analgetik seperti, riwayat alergi dan
medikasi sebelumnya.
b. Melakukan pemberian obat sesuai dengan prinsip-prinsip pemberian obat yaitu
dengan 6 benar, benar obat, benar dosis, benar pasien, benar rute, benar waktu
dan benar pendokumentasian.
c. Mengkaji keefektifan dan melaporkan jika pengobatan analgetik tersebut tidak
efektif atau menimbulkan efek samping.
d. Mewaspadai pemberian analgetik pada gerontologi kerena perubahan fisiologi
pada lansia.
1.7.3 Pelaksanaan Manajemen Nyeri Non Farmakologi
Untuk penatalaksanaan nyeri akut berdasarkan pedoman dari Agency for health
Care and Policy Research, AHCPR (1992) dalam Potter dan Perry (2005)
menyatakan terapi nonfarmakologis sebagai implementasi perawatan yang cocok
untuk pasien yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

30
30

a. Pasien merasa bahwa tindakan tersebut menarik.


b. Pasien yang mengekspresikan kecemasan atau ketakutan.
c. Pasien yang memperoleh manfaat dari upaya menghindari atau mengurangi
terapi.
d. Pasien yang memiliki kemungkinan untuk mengalami dan perlu mengembangkan
koping dengan interval nyeri paska operasi yang lama.
e. Pasien yang masih merasakan nyeri setelah menggunakan terapi farmakologis.
Terapi Non farmakologi yang dapat diberikan oleh perawat, antara lain :
1) Bimbingan Antisipasi
Perawat memberikan informasi pada pasien dan mencegah salah interpretasi
tentang peristiwa nyeri dan meningkatkan pemahaman tentang apa yang pasien
harapkan. Informasi yang diberikan yaitu konsep nyeri, metoda untuk mengatasi
dan harapan pasien selama mengikuti prosedur (Perry dan Potter, 2005).
2) Stimulasi dan Masase Kutaneus
Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum. Sering dipusatkan di
punggung dan bahu. Masase kulit dapat memberikan efek penurunan kecemasan
dan ketegangan otot. Rangsangan masase otot ini dipercaya akan merangsang
serabut berdiameter besar, sehingga mampu memblok atau menurunkan impuls
nyeri. Masase kulit dapat dilakukan dengan menggunakan ointment (balsem
gosok) atau liniment (obat cair gosok) yang mengandung mentol untuk
membantu mencapai pengurangan nyeri ( Tamsuri, 2006)
3) Terapi Es dan Panas
Penggunaan panas dingin meliputi penggunaan kantong es, masase mandi
air dingin atau panas, penggunaan selimut atau bantal panas. Kompres panas

31
31

dingin selain menurunkan sensasi nyeri juga dapat meningkatkan proses


penyembuhan jaringan yang mengalami kerusakan (Tamsuri, 2005).
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensitivitas
reseptor nyeri dan sub kutan lain yang cidera dengan menghambat proses
inflamasi, menurunkan aliran darah dan mengurangi edema. Terapi tersebut akan
lebih efektif apabila es diletakan pada tempat cidera segera setelah cidera terjadi.
Terapi panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu
area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat
penyembuhan. Suhu yang diaplikasikan jangan terlalu tinggi karena akan
menimbulkan rasa tidak nyaman dan kurang memberikan efek penurunan nyeri
pada klien (Tamsuri, 2006).
4) Distraksi
Distraksi adalah pengalihan perhatian dari fokus perhatian terhadap nyeri ke
fokus lain. Teknik distraksi dapat mengatsi nyeri berdasarkan teori bahwa
aktivitas retikuler menghambat stimulus nyeri, jika seseorang menerima input
sensori yang berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke otak
sehingga nyeri berkurang dan tidak dirasakan oleh klien (Tamsuri, 2006).
Perhatiaan mempengaruhi stimulus nyeri dan bisa memodifikasikan
perasaan nyeri ringan dan memfokuskan pada aktivitas dan lingkungan. Menurut
Robbert (1996) metoda untuk menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan
perhatian pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap nyeri yang di
alami. Misalnya seorang pasien sehabis operasi mungkin tidak merasakan nyeri
sewaktu melihat pertandingan sepak bola di telivisi. Distraksi bisa dilakukan
dengan bernyanyi, mendengarkan musik, menonton TV, bercerita dan berdoa
(Potter 2005).
Perhatian mempengaruhi stimulus nyeri dan bisa memodifikasikan perasaan
nyeri dan memfokuskan pada aktivitas dan lingkungan. Stimulus nyeri perifer

32
32

dihambat oleh stimulus dari serabutserabut saraf yang lain, karena pesanpesan
nyeri menjadi lebih lambat, sehingga pasien merasa nyerinya berkuarang
(Brunner & Suddarth, 2002).
5) Hipnosis
Efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah analgesik yang
dibutuhkan oleh tubuh pada nyeri akut dan kronis. Teknik ini mungkin membantu
dalam memberikan peredaan nyeri terutama dalam situasi sulit. Mekanisme
bagaimana kerjanya hipnosis tidak jelas tetapi tidak tampak diperantarai oleh
sistem endorfin.
Hipnosis dapat membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh
sugesti positif. Suatu pendekatan holistik, hipnosis diri menggunakan sugesti diri
dan kesan tentang perasaan yang rileks dan damai. Individu memasuki keadaan
rileks dengan menggunakan berbagai ide pikiran dan kemudian kondisi-kondisi
yang menghasilkan respons tertentu. Hipnosis diri sama dengan melamun,
konsentrasi yang intensif mengurangi ketakutan dan stres karena individu
berkonsentrasi hanya pada satu pikiran (Potter, 2005).
6) Relaksasi dan Teknik Imajinasi.
Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan
merelaksasikan ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi.
Relaksasi pasien dapat mengubah persepsi-kognitif dan motivasi-afektif dengan
melakukan relaksasi. Teknik relaksasi tersebut merupakan upaya pencegahan
untuk membantu tubuh segar kembali dan bergenerasi setiap hari dan merupakan
alternative terhadap alkohol, merokok atau makan berlebihan teknik relaksasi
meliputi meditasi, yoga, zen, teknik imajinasi dan latihan relaksasi progresif
(Tamsuri, 2006).

33
33

Relaksasi progresif pada seluruh tubuh menggunakan waktu sekitar 15


menit. Pasien memberi perhatian pada tubuh, memperlihatkan daerah
ketegangan. Beberapa pasien lebih rileks dengan mata terutup, alunan musik
lembut dapat mengurangi ketegangan (Potter, 2005)
7) Imajinasi Terbimbing.
Adalah teknik menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang
dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu.Pasien menciptakan
kesan dalam pikiran, berkonsentrasi pada kesan tersebut, sehingga secara
bertahap pasien kurang merasakan nyeri. Perawat melatih pasien dengan
membangun kesan dan berkonsentrasi pada pengalaman sensori. (Brunner dan
sudarth, 2002) Contoh; dengan mata terpejam pasien diinstruksikan untuk
membayangkan bahwa setiap nafas yang dikeluarkan dengan perlahan keteganan
otot dan ketidak nyamanan keluar.
8) Sentuhan Terapeutik
Terapi ini sangat dipercaya dapat menolong klien yang sedang menderita
nyeri. Teknik yang digunakan adalah perawat melakukan meditasi dalam waktu
singkat

sebelum

kontak

dengan

klien.

Pada

periode

ini,

perawat

menyembunyikan tingkat energi internal, kemudian meraba klien dan


mentransmisikan energi penyembuhan (Tamsuri, 2006).
9) Acupressure (pijat refleksi)
Acupressure dikembangkan dari ilmu pengobatan kuno cina dengan
menggunakan system akupuntur. Terapis memberi tekanan jari-jari pada berbagai
titik organ tubuh seperti pada akupuntur. Tindakan ini merupakan tindakan
sederhana dan mudah dipelajari (Tamsuri, 2006). Akupresur yaitu menekan titik
tertentu (yang dikenal dengan nama acupoint ) dengan menggunakan telunjuk
maupun ibu jari untuk menstimulasi aliran energi di meridian (Turana, 2001).

34
34

1.8 Perioperatif
1.8.1 Pengertian Perioperatif
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman
pembedahan pasien. Istilah perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang
mencakup tiga fase pengalaman pembedahan, yaitu; preoperative phase,
intraoperative phase dan post operative phase. Masing-masing fase dimulai pada
waktu tertentu dan berakhir pada waktu tertentu pula dengan urutan peristiwa yang
membentuk pengalaman bedah dan masing-masing mencakup rentang perilaku dan
aktivitas keperawatan yang luas yang dilakukan oleh perawat dengan menggunakan
proses keperawatan dan standar praktik keperawatan. Disamping perawat kegiatan
perioperatif ini juga memerlukan dukungan dari tim kesehatan lain yang
berkompeten dalam perawatan pasien sehinnga kepuasan pasien dapat tercapai
sebagai suatu bentuk pelayanan prima (Brunner & Suddart,2002) .
1.8.2 Pasca Operatif
Keperawatan pasca operatif adalah periode akhir dari keperawatan
perioperatif. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan
kondisi pasien pda keadaan equilibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan
pencegahan komplikasi (Brunner dan Suddarth, 2002). Fase pascaoperatif dimulai
dengan pemindahan pasien ke Post Anesthesia Care Unit (PACU) dan berakhir pada
waktu pasien dipulangkan dari rumah sakit. Termasuk dalam kegiatan keperawatan
adalah mengkaji perubahan fisik dan psikologis; memantau kepatenan jalan nafas,
tanda-tanda vital, dan status neurologis secara teratur; mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit; mengkaji secara akurat serta haluaran dari
semua drain (Baradero, 2008).
Mengurangi rasa sakit dan nyeri pasca operasi, ,Menurut (Oswari, 2005)
dapat dengan melakukan usaha sebagai berikut :

35
35

1. Ubah sikap
Yaitu dengan memberi tambahan bantal dan ganjalan pinggang pasien dengan
bantal.
2. Napas dalam-dalam
Mencegah komplikasi paru-paru akibat pembiusan suruhlah pasien menarik
napas dalam-dalam. Jika pasien merasakan ada lendir yang menyumbat
tenggorokkannya, suruhlah ia batuk agar lendir dapat keluar.
3. Cuci muka dan tangan pasien
Mencuci muka dan tangan pasien akan menyejukkan perasaan pasien yang baru
dioperasi.
4. Basahi bibir
Bila pasien belum diizinkan minum, basahilah bibir pasien dengan kapas basah.
5. Gosok pinggang pasien dengan alkohol
Pinggang dan tungkai bila diolesi alkohol akan terasa enak.
6. Bila pasien sudah flatus, berilah minum sesendok air putih.
7. Buang air kecil & besar
Usahakan agar pasien buang air kecil sendiri, bila perlu siram dengan air dingin,
kompres hangat, atau mengubah sikap pasien agar nyeri yang dirasakan
berkurang. Setiap buang air besar juga harus dicatat.
8. Sikap tidur pasien
Sikap tidur pasien perlu diperhatikan agar tidak terjadi komplikasi, misal paruparu yang tidak dapat berkembang dengan baik dapat menimbulkan pneumonia,
pantat yang tidak bergerak-gerak dapat menimbulkan dekubitus karena
perederan darah terganggu. Semuanya dapat memperlambat penyembuhan
operasi.

36
36

Keperawatan Pascaoperatif terdiri dari berbagai tahapan-tahapan sebagai


berikut :
1. Perawatan Immediete
a) Memindahkan pasien keruang pemulihan
Pemindahan pasien dari kamar operasi keruang pemulihan atau unit perawatan
pasca

anastesi

(PACU

atau

post anesthesia

care

unit)

memerlukan

pertimbangan-pertimbangan khusus diantaranya adalah letak insisi bedah,


perubahan vaskuler dan pemajanan (Brunner & Suddarth, 2002). Bantuan
tambahan di berikan oleh perawat yang di tugaskan untuk mempertahankan
kenyamanan dan keselamatan pasien (Brunner & Suddarth, 2002).
b) Perawatan post anastesi di ruang pemulihan (Recovery Room)
c) PACU biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Pasein yang masih
dibawah pengaruh anastesi ditempatkan di unit untuk kemudahan akses ke (1)
Perawat di siapkan dalam merawat pasien pasca operatif segera, (2) ahli anastesi
dan ahli bedah, (3) alat pemantau dan peralatan khusus, medikasi dan pergantian
cairan (Brunner & Suddarth, 2002). Pasien tetap berada dalam PACU sampai
pulih sepenuhnya dari pengaruh anastesi, yaitu tekanan darah stabil, fungsi
pernapasan adekuat, saturasi oksigen minimal 95% dan tingkat kesadaran yang
baik (Brunner & Suddarth, 2002).
2. Perawatan Intermediete
Ketika pasein sudah mencapai bangsal, maka hal yang dilakukan perawat, yaitu :
a) Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage, tube/selang, dan
komplikasi.
b) Manajemen Luka
Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak mengalami
perdarahan abnormal. Observasi discharge untuk mencegah komplikasi lebih
lanjut. Manajemen luka meliputi perawatan luka sampai dengan pengangkatan
jahitan.

37
37

c) Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga
batuk efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskuler
dan mengeluarkan secret dan lender.
d) Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan oleh pesien untuk memulihkan kondisi pasien kembali.
Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang diperlukan
untuk memaksimalkan kondisi pasien seperti semula.
3. Perawatan Lanjutan
Dalam Brunner & Suddarth,2002 secara umum intervensi keperawatan yang
diberikan kepada pasien post operasi dalam tahap perawatan lanjutan meliputi halhal sebagai berikut :
a) Memastikan fungsi pernapasan yang optimal
Saat masuk ke bangsal bedah, perawat mengamati potensi jalan napas, kualitas
pernapasan dicatat, seperti : kualitas, frekuensi dan kedalaman serta bunyi
napas. Seringkali, karena medikasi nyeri, pernapasan menjadi lambat,
pernapasan yang pendek dan cepat mungkin akibat nyeri (Brunner & Suddrath,
2002).
b) Meningkatkan ekspansi paru
Untuk memperbesar ekspansi dada dan pertukaran gas tindakan yang bisa
dilakukan oleh perawat adalah dengan memberikan tindakan tindakan teknik
relaksasi napas dalam dan batuk efektif dapat mengembangkan volume paru
sampai kapasitas total.
1.8.3

Menghilangkan Ketidaknyamanan Pasca Operatif : Nyeri


Tindakan perawat dalam mengatasi ketidaknyamanan nyeri pasca bedah dapat
dilakukan dengan tindakan farmakologis seperti obat-obatan analgesik, opioid yang
telah direkomendasikan oleh dokter, akan tetapi seringkali ditemui efek samping

38
38

yang lebih tinggi, sehingga perawat perlu menerapkan tindakan nyeri non
farmakologis.
1.8.4

Menghilangkan Kegelisahan
Kegelisahan pasca operatif mungkin merupakan gejala defisit oksigen dan
hemoragik, cara penanganan ini dengan pemberian analgesik dan sering perubahan
posisi, misal dengan posisi miring kiri atau kanan, telentang dan setengah duduk.

1.8.5

Menghilangkan mual dan muntah


Mual dan muntah dapat diatasi dengan terapi simtomatik sederhana biasanya paling
diperlukan.

39
39

Anda mungkin juga menyukai