Jelaskan dasar hukum VER dilihat dari sejarah perundang undangan Hindia Belanda
hingga undang undang yang berlaku saat ini yaitu, KUHP, KUHAP, Undang undang yang
berkaitan dengan kekerasan seperti perlindungan anak dan UU perhapusan KDRT?
Jawab :
1) Dasar hukum VER disebut dalam Statsblad 350 tahun 1937 pasal 1 dan 2 yang
berbunyi,
Pasal 1 : Visa reperta seorang dokter, yang dibuat baik atas sumpah jabatan yang
diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajaran di Negeri Belanda ataupun di Indonesia,
merupakan alat bukti yang syah dalam perkara-perkara pidana, selama visa reperta
tersebut berisikan keterangan mengenai hal-hal yang dilihat dan ditemui oleh dokter pada
benda yang diperiksa. . Pasal 2 : Dokter- dokter yang tidak mengikrarkan sumpah
jabatan dinegeri belanda maupun di Indonesia, Sebagai yang dimaksud dalam pasal 1,
boleh mngikrarkan sumpah atau janji sebagai berikut : saya bersumpah (berjanji bahwa
saya akan melakukan pekerjaan ilmu kedokteran, bedah dan kebidanan menurut
ketentuan ketentuan yang ditetapkan oleh undang undang sebai baiknya menurut
kemampuan saya dan bahwa saya tidak akan mengumumkan kepada siapapun juga,
segala sesuatu yang dipercayakan kepada saya atau yang saya ketahui karena pekerjaan
saya, kecuali kalau saya dituntut untuk memberi keterangan sebagai saksi atau ahli
dimuka pengadilan atau selain itu saya berdasarkan undang-undang diwajibkan uhntuk
memberi keterangan.
2) Pasal 322 KUHP : Visum et repertum dibuat atas kehendak undang undang maka
dokter tidak dapat dituntut karena membuka rahasia pekerjaan, meskipun dokter
membuat tanpa seizing pasien.
3) Pasal 50 KUHP mengatakan bahwa barang siapa melakukan perbuatan untuk
melaksanakan ketentuan undang undang, tidak dipidana, sepanjang visum et repertum
tersebut hanya diberikan kepada instansi penyidik yang memintanya, untuk selanjutnya
dipergunakan dala proses peradilan.
4) KUHAP Pasal 133
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan
tindak pidana, ia berwenang mengajuka permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehaiman atau dokter atau ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagiamana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
secra tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan
luka atau pemeriksaan mayat atau pemeriksaaan bedah mayat.
5) Peraturan Pemerintah no 27 tahun 1983 yang menyatakan penyidik POLRI berpangkat
serendah-rendahnya pembantu letnan dua, sedangkan pada wilayah polisi tertentu yang
komandannya adalah seorang bintara (sersan), maka ia adalah penyidik karena jabatannya
tertentu. Kepangkatan bagi penyidik pembantu adalah bintara serendah rendahnya sersan
dua. Untuk mengetahui apakah suatu surat permintaan pemeriksa telah ditandatangani
oleh yang berwenang, maka yang penting adalah bahwa si pendatang menandatangani
surat tersebut selaku penyidik.
6) Pasal 179 KUHAP
Wewenang penyidik meminta keterangan ahli ini diperkuat dengan kewajiban dokter
untuk memberikannya bila diminta, seperti yang tertuang dalam pasal 179 KUHAP
sebagai berikut
1)Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan
7) UU pengapusan KDRT : Definisi Kekerasan dalam Rumah Tangga atau KDRT,
sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) adalah setiap perbuatan
terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. UU PKDRT ini lahir
melalui perjuangan panjang selama lebih kurang tujuh tahun yang dilakukan para aktivis
gerakan perempuan dari berbagi elemen.
8)Undang Undang perlindungan anak :
bahwa sanksi pidana yang dijatuhkan bagi pelaku kekerasan seksual terhadap
anak belum memberikan efek jera dan belum mampu mencegah secara
komprehensif terjadinya kekerasan seksual terhadap anak, sehingga perlu segera
mengubah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak;
2. Jelaskan mengenai asal kata forensic, dan apa manfaat ilmu kedokteran forensic bagi
individu masyarakat dan negara!
Jawab :
Forensik berasal dari Bahasa latin, Forensis yang berarti dari luar dan serumpun
dengan kata forum yang berarti tempat umum adalah bidang ilmu pengetahuan yang
digunakan untuk membantu proses penegakan keadilan melalui proses penerapan
ilmu atau sains.
3. Kompetensi dasar apa saja yang harus dikuasai oleh dokter umum ketika ia mendapat
kasus, Death on Arrival diruamg IGD, dan bagaimana cara menentukan apakah kematian
tersebut wajar atau tidak wajar ?
Jawab :
DOA (Death on Arrival) merupakan keadaan dimana apasien atauy korban ditemukan
dalam keadaan sudah meninggal ditempat pelayanan. Jika dokter nenemukan kasus DOA
yang harus dilakukan adalah memeriksa pasien, melihat ada tanda kekerasan atau
kemungkinan kasus tindak pidana dan sebelumnya sudah melakukan wawancara dengan
pengantar mengenai kondisi terakhir jenazah dan kronologis kejadian. Jika ditemukan
atau dicurigai suatu tindak pidana atas kematian korban maka dokter menganjurkan
pengantar atau petugas Rumah sakit untuk melapor ke polisi di wilayah tempat kejadian
perkara. Selanjutnya Jenazah ditahan di Rumah sakit sampai Penyidik memutuskan untuk
tindakan forensic selanjutnya. Sedangkan jika dalam pemeriksaaan dan wawancara
dengan pengantar, disimpulkan kematian wajar maka jenazah boleh dibawa pulang.
Tanda tanda kematian:
Terhentinya pernafasan dan sirkulisasi, kulit pucat, tonus otot menghilang, dan relaksasi,
dilatasi pupil dan pupil sudah tidak reaktif terhadap cahaya, adanya segementasi
Selain pemeriksaan tanda-tanda kematian, kita lakukan anamnesis dengan keluarga/ pengantar
dan pemeriksaan fisik lain untuk menentukan arah etiologi dari kematian pasien; wajar atau tidak
wajarnya kematian pasien.
Berdasarkan anamnesis dapat kita verifikasi apakah estimasi time of death sesuai dengan
keterangan pengantar/keluarga,
underlying disease yang dapat menyebabkan kematian secara mendadak. Faktor usia
4. Apakah yang menjadi dasar pemikiran bahwa seorang dokter dapat melakukan
pemeriksaan medis pada seorang pasien jika tidak membawa surat keterangan visum. Apa
dasar dokter tetap memeriksa pasien tersebut?
Jawab :
Orang tersebut dihadapan dokter berstatus sebagai pasien yang memiliki hak untuk diperiksa,
diobati atau dirawat. Sebagaimana tercantum dalam UU Republik Indonesia no. 29 tahun 2004 tentang
praktek kedokteran dan pernyataan SK PB IDI yang dua diantaranya :
Nomer 2
Hak pasien untuk mendapatkan pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar profesi kedokteran
atau kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi.
Nomer 5
Hak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinik dan pendapat etisnya tanpa
campur tangan dari pihak luar.
Sebagai pasien, orang tersebut mempunyai hak dan kewajiban yang timbul akibat hubungan
dokter-pasien (kontak terapeutik). Sehingga dokter dapat melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
maupun penunjang, kemudian menuliskannya sebagai rekam medis. Dan dokter dapat memberikan terapi
jika memang dibutuhkan sesegera mungkin. Sebagai korban hidup, orang tersebut juga berstatus sebagai
korban untuk dibuatkan visum et repertum (VeR). VeR merupakan surat keterangan, jadi dapat dibuat
berdasarkan rekam medis.
Pemeriksaan dokter yang dilakukan tanpa adanya surat permintaan visum (SPV) dapat
menyelamatkan barang bukti dalam waktu yang lebih cepat, agar kemungkinan hilangnya barang bukti
lebih sedikit. Jika SPV memang belum ada atau datang terlambat.
5. Apakah prinsip dasar identifikasi didalam kacamata kedokteran forensic. Kapan seorang
dokter menyatakan bahwa korban sudah teridentifikasi ?
Identifikasi forensik adalah upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik
untuk menentukan identitas seseorang.
Prinsip dasar identifikasi forensik adalah
membandingkan
semasa hidup) dan data postmortem (data setelah kematian) pada orang yang tidak dikenal.
Data yang diduga sebagai orang hilang terkadang kurang lengkap, bahkan tidak ada.
Nantinya diharapakan dengan dilakukannya identifikasi ini, dokter forensik dapat
menentukan identitas personal dari pasien / korban, sehingga dapat membantu proses penyidikan
lebih lanjut, sehingga proses peradilan bisa berjalan dengan lancar. Membantu disini juga
termasuk menentukan dugaan sementara penyebab dari kematian korban, sehingga kitapun bisa
menentukan, apakah korban ini meninggal dengan wajar, atau tidak wajar. Tentunya tidak akan
tegak penyebab kematian apabila autopsi tidak dilakukan, tetapi setidaknya ada gambaran yang
didapat dari hasil identifikasi awal.
Identifikasi forensik dilakukan melalui serangkaian pemeriksaan. Pemeriksaan ini memiliki
tujuan untuk mnentukan identitas personal, metode yang digunakan antara lain :
korban, yang nantinya dicocokkan dengan pakain terakhir pasien sebelum hilang.
Medik
Metode ini menggunakan data tinggi badan, berat badan, warna rambut, warna mata,
Semua pemeriksaan tersebut harus dilakukan, guna mengumpulkan data untuk menentkan
identitas personal korban.
Seorang dokter menyatakan bahwa korban sudah
metode identifikasi korban yang telah dilakukan, minimal dua pemeriksaan, memberikan hasil
positif atau tidak meragukan. Maksud disini tidak meragukan adalah sesuai dengan data
antemortem yang didapat dari keluarga dan sanak saudara pasien/korban. Akan lebih baik jika
pemeriksaan yang lain juga menghasilkan hasil positif, sehingga makin tegak bahwa korban
yang ditemukan sesuai dengan orang yang dicari.
6. Apa itu etika, dana pa yang dimaksud etika kedokteran , jelaskan mengenai cara dan
bagaimana mengurai dilem etika didunia kedokteran ?
Jawab :
Kata etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan
atau adat. Sebagai suatu subyek, etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki individu ataupun
kelompok untuk menilai apakah tindakan yang telah dikerjakan salah atau benar, buruk atau
baik. Etika juga dapat di definisikan sebagai refleksi dari apa yang disebut dengan self control,
karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan orang atau kelompok
profesi itu sendiri. Etika bermula saat manusia merefleksikan unsur etis dalam menyampaikan
pendapat spontan. Kebutuhan refleksi itu dirasakan, karena pendapat etis seseorang tidak jarang
berbeda dengan pendapat orang lain. Karenanya diperlukan etika, dengan tujuan mencari tahu
apa yang seharusnya dilakukan manusia. Etika pun diartikan dalam kamus besar Bahasa
Indonesia dalam tiga arti, yaitu sebagai berikut :
a.Ilmu tentang baik dan buruk, tentang hak dan kewajiban moral dalam kehidupan sehari-hari
maupun dalam bermasyarakat bahkan dalam berprofesi sekalipun,
b.Kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, atau pribadi seseorang,
c.Nilai yang mengenal benar dan salah yang dianut masyarakat.
Etika dikelompokan menjadi dua definisi yang pernah disampaikan, yaitu:
a. Etika merupakan karakter individu, bahwa orang yang beretika adalah orang baik. Merupakan
pemahaman manusia sebagai individu atau pribadi yang beretika.
b. Etika merupakan hukum sosial, merupakan hukum yang mengatur, mengendalikan serta
membatasi perilaku manusia, bila seseorang beretika pasti memahami norma yang berlaku dalam
kehidupan dan tidak mungkin melakukan hal buruk yang akan mencerminkan pribadinya
menjadi tidak beretika. Etika membutuhkan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam
melakukan refleksi, sehingga etika merupakan suatu ilmu.
Kehadiran organisasi profesi berupa kode etik profesi jelas diperlukan untuk menjaga
martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk
penyimpangan maupun penyalah-gunaan keahlian. Sebuah profesi hanya memperoleh
kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para profesional tersebut ada kesadaran kuat
untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi
kepada masyarakat yang memerlukan. Istilah profesi merupakan suatu hal yang berkaitan dengan
bidang tertentu atau jenis pekerjaan yang dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga
banyak yang bekerja tetapi belum tentu memiliki profesi sesuai. Salah satu profesi dari beberapa
profesi yang ada maka terdapat juga istilah dari etika kedokteran.
Etika kedokteran adalah seperangkat perilaku anggota profesi kedokteran dalam
hubungannya dengan klien/pasien, teman sejawat dan masyarakat umumnya serta merupakan
bagian dari keseluruhan proses pengambilan keputusan dan tindakan medik ditinjau dari segi
norma-norma/nilai-nilai moral. Tujuan dari etika profesi dokter adalah untuk mengantisipasi atau
mencegah terjadinya perkembangan yang buruk terhadap profesi dokter dan mencegah agar
dokter dalam menjalani profesinya dapat bersikap profesional maka perlu kiranya membentuk
kode etik profesi kedokteran untuk mengawal sang dokter dalam menjalankan profesinya
tersebut agar sesuai dengan tuntutan ideal. Tunutan tersebut kita kenal dengan kode etik profesi
dokter.
Sebagai profesi kedokteran, banyak sekali dilema yang akan dihadapi oleh seorang dokter,
penguraian dilemma etika di dunia kedokteran dapat bersifat personal ataupun profesional.
Dilema sulit dipecahkan bila memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara dua atau lebih
prinsip etis. Penetapan keputusan terhadap satu pilihan, dan harus membuang yang lain menjadi
sulit karena keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan apalagi jika tak satupun
keputusan memenuhi semua kriteria. Berhadapan dengan dilema etis bertambah sulit dengan
adanya dampak emosional seperti rasa marah, dan takut saat proses pengambilan keputusan
rasional. Contoh pada pasien dengan kasus-kasus terminal sering ditemui dilema etik, misalnya
pasien dengan kematian batang otak dan pasien dengan penyakit terminal misalnya gagal ginjal
lalu pasien menuntut haknya untuk dilakukan transplantasi ginjal.
Ada beberapa prinsip-prinsip moral yang harus diterapkan oleh dokter dalam pendekatan
penyelesaian masalah/dilema etik yaitu seperti penerapan prinsip otonomi didasarkan pada
keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan memutuskan. Orang dewasa dianggap
kompeten dan memiliki kekuatan membuat keputusan sendiri, memilih dan memiliki berbagai
keputusan atau pilihan yang dihargai, dengan itu dokter menghargai hak hak pasien dalam
membuat keputusan tentang pengobatan dirinya sebagai pasien. Kedua prinsip beneficience yaitu
seorang dokter selalu berusaha mengerjakan suatu tindakan dengan sebaik-baiknya. Kebaikan
juga memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau
kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain, ketiga prinsip keadilan (justice)
oleh dokter untuk terapi yang sama dan adil terhadap semua pasien yang menjunjung prinsipprinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam praktek profesional ketika
dokter bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar
untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan, lalu prinsip nonmalaficience yaitu dokter
berusah melakukan tindakan agar tidak menimbulkan bahaya/cedera secara fisik dan psikologik
pada pasien lalu prinsip veracity (kejujuran) yaitu dokter menyampaikan kebenaran pada setiap
pasien dan untuk meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti, dan kebenaran adalah dasar dalam
membangun hubungan saling antara dokter-pasien, lalu prinsip kerahasiaan yaitu dokter harus
menjaga informasi tentang pasien nya tersebut tak ada satu orangpun dapat memperoleh
informasi tersebut kecuali jika diijin kan oleh klien dengan bukti persetujuannya seperti diskusi
tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikannya pada teman atau keluarga tentang pasien
dengan tenaga kesehatan lain harus dicegah. Prinsip-prinsip tersebut yang harus selalu di
pertimbangkan, dipahami dan dijalankan oleh seorang dokter.
7. Apa definisi hokum dari istilah mal praktek medis , jelaskan prinsip prinsip atau
kaidah menegakan bahwa suatu kasus kelalaian dalam praktik kedokteran adalah kasus
malpraktik medik ?
Makna atau pengertian malpraktik tidak terdapat pada peraturan perundang-undangan, namun
terdapat dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b UU No. 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan (UU
Tenaga Kesehatan) dan UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (UU Praktik
Kedokteran);
Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan:
1 Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan di dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana dan Peraturan-peraturan perundang-undangan lain, maka terhadap tenaga kesehatan
dapat dilakukan tindakan-tindakan administratip dalam hal sebagai berikut:
a Melalaikan kewajiban;
b Melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang tenaga
kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah sebagai tenaga
kesehatan;
c Mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan;
d Melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang ini.
Akibat malpraktek medis yang menjadi tindak pidana harus berupa akibat yang sesuai dengan
yang ditentukan oleh Undang-Undang, seperti :
A. Kealpaan yang Menyebabkan Kematian
Pasal 359 KUHP selalu didakwakan terhadap kematian yang diduga disebabkan kesalahan
dokter. Pasal 359 merumuskan barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang lain mati
disamping adanya sikap batin culpaseta kalimat menyebabkan orang lain mati, yakni:
a. Harus ada wujud perbuatan;
b. Adanya akibat perbuatan berupa kematian; dan
c. Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat kematian.;
Sikap batin culpa bukan ditujukan pada perbuatan, tetapi pada akibat kematian. Culpa dapat
dibedakan tiga macam, berdasarkan sudut tingkatannya:
a. Kelalaian yang tidak disadari, pembuat tidak menyadari bahwa perbutan yang hendak
dilakukan dapat menimbulkan akibat terlarang dalam hukum. Hubungannya dengan pelayanan
kesehatan, dokter tidak mengetahui bahwa perbuatan yang hendak diperbuatnya dapat
mengakibatkan kematian;
b. Kealpaan yang disadari, adanya kesadaran terhadap timbulnya akibat dari tindakan medis yang
hendak diwujudkan. Dokter meyakini bahwa akibat tersebut tidak akan timbul, namun setelah
tindakan medis dilakukan ternyata akibat tersebut timbul; dan
c. Termasuk dalam kealpaan yang disadari, telah disadari bahwa akibat bisa timbul, namun yakin
tidak akan timbul. Setelah tindakan dilakukan dan timbul gejala-gejala yang mengarah pada
timbulnya akibat. Telah berbuat yang cukup untuk menghindarinya, namun kenyataanya setelah
tindakan akibatpun timbul.
B.
Pasal 360 KUHP lazim digunakan untuk menuntut dokter atas dugaan malpraktek medis. Pasal
359 digunakan bila menyebabkan kematian. Dua macam tindak pidana menurut Pasal 360 yakni:
(1) ...karena kesalahannya menyebabkan orang lain mendapat luka berat... (2) ...karena
kesalahannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau
halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu...
Dari Ayat (1) dapat dirinci unsur-unsurnya:
a) Adanya kelalaian;
b) Adanya wujud perbuatan;
c) Adanya akibat luka berat;
d) Adanya hubungan kausal antara luka berat dengan wujud perbuatan.
Ayat (2) mengandung unsur-unsur:
a) Adanya kelalaian;
b) Adanya wujud perbuatan;
c) Adanya akibat: luka yang menimbulkan penyakit; luka yang menjadikan halangan
menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu;
d) Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan akibat.
Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran mengenai perbuatan
yang dapat dipidana antara lain:
1
2
3
4
5
6
7
8
Melakukan praktek kedokteran tanpa memiliki Surat Tanda Register (Pasal 75 ayat (1));
Melakukan Praktek kedokteran tanpa memiliki Surat Ijin Praktek (Pasal 76);
Menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi
masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi (Pasal 77);
Menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau
dokter gigi (Pasal 78);
Tidak memasang papan nama (Pasal 79 huruf a);
Tidak membuat rekam medis (Pasal 79 huruf b);
Tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan Pasal 51 (Pasl 79 huruf c), dan;
Korporasi atau perseorangan yang mempekerjakan dokter atau dokter gigi tanpa tidak
memiliki surat tanda registrasi dan ijin praktek (Pasal 80).
8. Apa yang dimaksud dengan kematian dalam kacamata kedokteran forensic, apakah
berbeda dengan kematian dari kacamata hokum, yaitu sesuai dengan undang-undang
tentang kesehatan ?
Jawab:
Dalam kedokteran forensik terdapat istilah tanatologi yaitu bagian dari Ilmu Kedokteran
Forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor
yang mempengaruhi perubahan tersebut. Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati,
yaitu Mati somatis (mati klinis) terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang
kehidupan yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular, dan sistem pernapasan yang menetap
(irreversible). Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks, nadi tidak teraba, denyut jantung
tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara napas tidaj terdengar pada pemeriksaan
auskultasi. Mati suri (suspended animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga sistem
kehidupan di atas yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan
kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Mati
suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam.
Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul
beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan
berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ tidak bersamaan. Mati
serebral ialah suatu kematian akibat kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali
batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan
kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat. Mati otak (mati batang otak) ialah
kematian dimana bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversible,
termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka
dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat
bantu dapat dihentikan.
Tanda Kematian
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda
kematian yang perubahannya biasa timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit
kemudian. Perubahan tersebut dikenal sebagai tanda kematian yang nantinya akan dibagi lagi
menjadi tanda kematian pasti dan tanda kematian tidak pasti.
A. Tanda kematian tidak pasti
1
2
3
4
5
6
Livor mortis adalah suatu bercak atau noda besar merah kebiruan atau merah ungu
(livide) pada lokasi terendah tubuh mayat akibat penumpukan eritrosit atau stagnasi darah
karena terhentinya kerja pembuluh darah dan gaya gravitasi bumi, bukan bagian tubuh
mayat yang tertekan oleh alas keras. Bercak tersebut mulai tampak oleh kita kira-kira 2030 menit pasca kematian klinis. Makin lama bercak tersebut makin luas dan lengkap,
menetap 8-12 jam pasca kematian klinis. Sebelum lebam mayat menetap, masih dapat
hilang bila kita menekannya.
Kaku mayat (rigor mortis) adalah kekakuan yang terjadi pada otot disertai dengan sedikit
pemendekan serabut otot, yang terjadi setelah periode pelemasan/ relaksasi primer; hal
3
4
5
6
mana disebabkan oleh karena terjadinya perubahan kimiawi pada protein yang terdapat
dalam serabut-serabut otot
a Cadaveric spasme atau instantaneous rigor adalah suatu keadaan dimana terjadi
kekakuan pada sekelompok otot dan kadang-kadang pada seluruh otot, segera setelah
terjadi kematian somatis dan tanpa melalui relaksasi primer
b Heat Stiffening adalah suatu kekakuan yang terjadi akibat suhu tinggi
c Cold Stiffening adalah suatu kekakuan yang terjadi akibat suhu rendah
Penurunan suhu tubuh (Algor Mortis) adalah penurunan suhu tubuh mayat akibat
terhentinya produksi panas dan terjadi pengeluaran panas terus-menerus disebabkan
perbedaan suhu antara mayat dengan likungannya.
Pembusukan mayat adalah proses degradasi jaringan terutama protein akibat autolisis dan
kerja bakteri pembusuk terutama Klostridium welchii. Gas pembusukan akan bereaksi
dengan hemoglobin (Hb) menghasilkan HbS yang berwarna hijau kehitaman. Proses
pembusukan telah terjadi setelah kematian seluler dan baru tampak oleh kita setelah kirakira 24 jam kematian. Terlihat pertama kali berupa warna kehijauan (HbS) di daerah
perut kanan bagian bawah yaitu dari sekum (caecum). Lalu menyebar ke seluruh perut
dan dada dengan disertai bau busuk.
Adiposera atau lilin mayat adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak
atau berminyak berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati.
Mumifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cepat sehingga
terjadi pengeringan yang menghentikan pembusukan dalam waktu 12-14 minggu.
Sedangkan definisi kematian menurut UU no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 117,
kematian didefinisikan sebagai:
Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sistem jantung-sirkulasi dan sistem
pernapasan terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila kematian batang otak
telah dibuktikan
Kematian menurut kacamata Kedokteran Forensik dan Undang-Undang Kesehatan
terdapat perbedaan dimana dalam kedokteran forensik menjelaskan secara lengkap tanda
kematian yang dibagi menjadi dua yaitu tanda pasti dan tidak pasti, sedangkan dalam
Undang-Undang Kesehatan kematian hanya mendefinisikan bahwa tanda kematian
apabila fungsi sistem tubuh terbukti telah terhenti dimana tanda kematian tersebut
merupakan diantaranya adalah tanda tidak pasti dalam kematian menurut kacamata
Kedokteran Forensik sehingga kurang menguatkan bukti kematian menurut keterangan
medis.
9. Jelaskan sejarah VER beserta batasan dan substansinya dikaitkan dengan ilmu kedokteran
?
Jawab :
visum et repertum di buat berdasarkan undang-undang yaitu pasal 120, 179,133 ayat 1
KUHP , maka dokter tidak dapat di tuntut karena membuka rahasia pekerjaan
sebagaimana di atur dalam pasal 322 KUHP meskipun dokter membuat nya tanpa
seizin pasien.
Sejarah Visum Et Repertum di Indonesia
Nama visum et repertum tidak pernah disebut di dalam KUHAP maupun hukum acara pidana
sebelumnya (RIB=Reglemen Indonesia yang diBarui). Nama visum et repertum sendiri hanya
disebut di dalam Statsblad 350 tahun 1937 pasal 1 dan 2 yang berbunyi :
1
Visa reperta dari dokter-dokter yang dibuat atas sumpah jabatan yang diikrarkan pada waktu
menyelesaikan pelajaran kedokteran di Belanda atau di Indonesia, atau sumpah khusus sebagai
yang dimaksud dalam pasal 2, mempunyai daya bukti dalam perkara-perkara pidana, sejauh itu
mengandung keterangan tentang yang dilihat oleh dokter pada benda yang diperiksa.
Dokter-dokter yang tidak mengikrarkan sumpah jabatan di Belanda maupun di Indonesia sebagai
yang dimaksud dalam pasal 1, boleh mengikrarkan sumpah (janji) sebagai berikut :
Sedangkan bunyi sumpah dokter yang dimaksud dalam pasal 1 di atas adalah lafal sumpah
seperti pada Statsblad 1882 No 97, pasal 38 (berlaku hingga 2 Juni 1960) yang berbunyi :
"Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya akan melakukan pekerjaan ilmu kedokteran, bedah, dan
kebidanan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh undang-undang sebaik-baiknya
menurut kemampuan saya dan bahwa saya tidak akan mengumumkan kepada siapapun juga
segala sesuatu yang dipercayakan kepada saya atau yang saya ketahui karena pekerjaan saya,
kecuali kalau saya dituntut untuk memberi keterangan sebagai saksi atau ahli di muka pengadilan
atau selain itu saya berdasarkan undang-undang diwajibkan untuk memberi keterangan."
Dari bunyi Stb 350 tahun 1937 terlihat bahwa :
Nilai daya bukti visum et repertum dokter hanya sebatas mengenai hal yang dilihat atau
ditemukannya saja pada korban. Dalam hal demikian, dokter hanya dianggap memberikan
kesaksian mata saja.
Visum et repertum hanya sah bila dibuat oleh dokter yang sudah mengucapkan sumpah sewaktu
mulai menjabat sebagai dokter, dengan lafal sumpah dokter seperti yang tertera pada Statsblad
No 97 pasal 38 tahun 1882. Lafal sumpah dokter ini digunakan sebagai landasan pijak
pembuatan visum et repertum.
Pasal-pasal KUHAP yang mengatur tentang produk dokter yang sepadan dengan visum et
repertum adalah pasal 186 dan 187. Pada pasal 186 dijelaskan bahwa keterangan ahli ialah segala
hal yang dinyatakannya di sidang pengadilan. Artinya keterangan ahli ini dapat juga sudah
diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam
suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau
pekerjaan. Sedangkan pada pasal 187, butir (c) dinyatakan bahwa surat keterangan dari seorang
ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau suatu keadaan
yang diminta secara resmi kepadanya. Keduanya termasuk ke dalam alat bukti yang sah sesuai
dengan ketentuan dalam KUHAP pasal 184 ayat (1) yang menyatakan bahwa alat bukti yang sah
adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa. Dari pasal-pasal
tersebut tampak bahwa yang dimaksud dengan keterangan ahli maupun surat (butir c) dalam
KUHAP adalah sepadan dengan yang dimaksud dengan visum et repertum dalam Stb no.350
tahun 1937.
Perbedaannya adalah bahwa keterangan ahli atau surat (KUHAP) adalah keterangan atau
pendapat yang dibuat oleh ahli (termasuk dokter) berdasarkan keilmuannya, tidak hanya terbatas
pada apa yang dilihat dan ditemukan oleh si pembuat. Oleh karena itu berdasarkan keilmuannya
maka keterangan ahli atau surat tersebut yang dibuat oleh dokter harus dibuat atas dasar
pemeriksaan medik.
Nama visum et repertum hingga saat ini masih dipertahankan walaupun dengan konsep
yang berbeda dengan konsep yang lama. Nama visum et repertum ini digunakan untuk
membedakan surat/keterangan ahli yang dibuat dokter dengan surat/keterangan ahli yang dibuat
oleh ahli lain yang bukan dokter
substansi visum et repertum, yaitu:
1. Pembukaan
kata pro justitia yang diletakan di bagian atas. kata ini menjelaskan bahwavisum et repartum
khusus di buat utntuk tujuan peradilan .
2. pendahuluan
bagian ini menerangkan nama dokter pembuat visum et repartum dan instansi kesehatannya,
unstasi penyidik pemintanya berikut nomor dan tanggal surat permintaanya, tempat dan waktu
pemeriksaan, serta identitas korban yang diperiksa.
3. pemberitaan
bagian ini berisi hasil pemeriksaan medis tentang keadaan kesehatan atau sakit atau luka korban
yang berkaitan dengan perkaranya . Apa yang dilihat, dan ditemukan sepanjang pengetahuan
kedokteran, tindakan medis yang dilakukan. bila korban meninggal dan dilakukan autopsy, maka
diuraikan keadaan seluruh alat dalam yang berkaitan dengan perkara dan matinya orang tersebut.
4. kesimpulan
bagian ini berisikan pendapat dokter berdasarkan keilmuannya, mengenai jenis perlukaan/ cedar
yang ditemukan dan jenis kekerasan atau zat penyebabnya, serta derajat perlukaan atau sebab
kematiannya.
5. penutup
bagian ini berisikan kalimat baku semikianlah visum et repartum ini saya buatdengan
sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan mengingat sumpah sesuai kitab undang-undang
hokum acara pidana.
ada 8 hal yang harus diperhatikan pihak berwenang meminta dokter untuk visum et repartum
korban hidup yaitu:
1
2
3
4
5
6
7
8
dan ada 8 hal juga yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk
membuat visum et repartum jenazah:
1 harus tertulis tidak boleh lisan.
2 harus sedini mungkin.
3 tidak bisa permintaanya hanya untuk pemeriksaan luar.
4 ada keterangan terjadinya tindakan kejahatan.
5 memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.
6 ada identitas pemintanya.
7 mencantumkan tanggal permintaanya.
8 korban diantar oleh polisi.
saat menerima permintaain embuat Visum et repartum, dokter harus mencatat tanggal dan jam,
penerimaan surat permintaan, dan mecatat nama petugas yang mengantar korban. batas
waktubagi dokter untuk menyerahkan hasil visum et repartum kepada penyidik selama 20 hari.
bila belum selesai batas waktu menjadi 40 hari dan atas persetujuan penuntut umum.