Anda di halaman 1dari 9

22 SEPTEMBER 2016 |

MINDMAP
Teknik Evaluasi Bioaktivitas pada Mata

Teknik Evaluasi
Bioaktivitas pada Mata)

Tekanan Intraokular
(TIO)

Laju aliran aqueous


humor

Induksi glaukoma alfakhimotripsin

Anastesi lokal kornea

Pengujian katarak

Inflamasi mata

Pengukuran TIO akut

Alergi konjungtivitis

Pengukuran TIO
menggunakan telemetri

Inflamasi kornea

Automimun uveitis

Induksi inflamasi
mengguankan
paracentesis

Inflamasi okular oleh


protein lensa

Proliferatif
vitreoretinopati

1. Tekanan Intraokular (TIO)

Tekanan
Intraokular
(TIO)
dipertahankan
oleh
suatu
keseimbangan pembentukan aquaeous humor oleh badan siliaris dan
aliran keluarnya melalui trabekular. TIO penting pada diagnosa
glaukoma. Hal yang paling dikhawatirkan adalah peningkatan TIO
dapat merusak saraf pada mata.
a. Pengukuran TIO Akut
Tujuan
: Evaluasi obat glukoma
Prosedur Kerja
:
1. Hewan uji
2. Bahan
3. Alat
4. Langkah
kerja:

5. Prinsip

6. Evaluasi

: Kelinci putih New Zealand; bobot 2,0-2,5 kg dan


diaklimatisasi minimal sehari
: Anastesi (ophtaine 5%)
: Alcon peumotonograf termodifikasi
i. Ada tiga kelompok kelinci yakni: kontrol
negatif (diberi placebo), kontrol positif (diberi
obat pembanding) dan kelompok uji.
ii.
Pemberian anastesi lokal (ophtaine 5%) sekitar
50 L dengan cara diteteskan pada mata
kelinci
iii.
Setelah 40-45 detik setelah pemberian
anastesi, pengukuran TIO menggunakan alat
Alcon peumotonograf yang telah didifikasi
untuk mata kelinci
iv.
Untuk kelompok hewan uji diteteskan obat/zat
pada mata kanan kelinci. Dan dilakukan
pengecekan TIO pada periode waktu 0,5; 1;
1,5; 2; 2,5; 3; 4; 5 dan 6 jam.
: Pada hari pengujian ditentukan TIO yakni T1 dan
T2. Penentuan T1 yakni 30 menit sebelum
pemberian obat sedangkan T2 sesaat sebelum. T2
merupakan titik nol dari pengujian (baseline uji).
: Penentuan TIO pada kelinci menggunakan
Reductionin in Outflow Percent (ROP) dengan
rumus:
% ROP = {(T0-TE)/(T0-Ep)} x 100
T0= TIO awal (mmHg)
TE= TIO pengujian (mmHg)
Ep= Tekanan episkleral (10 mmHg)

Evaluasi hasil:
Persentase ROP
0 10,0
10,1 20,0
20,1 40,0
> 40,0

Aktivitas
Tidak ada
Sedikit
Moderat
Nyata

b. Pengukuran TIO menggunakan telemetri


Tujuan
: Penentuan TIO menggunakan telemetri
Prosedur Kerja
:
1. Hewan uji
2. Bahan
3. Alat

4. Langkah
kerja:

5. Prinsip
6. Evaluasi

: Kelinci, bobot 2 - 3,5 kg


: Ketamin/xylazin dan antibiotik neomycin
: Transduser tekanan telemetri (Model TA1 LPA-C40
dari Data Science International) berbentuk
silindris panjang 25 mm, diameter 15 mm dan
berat 9 gram serta implant surgery.
i. Tekanan
akan
diberi
melewati
kateter
poliuretan yang berisi cairan. Melalui kateter
yang disambung pada alat induser, terdapat
sinyal yang dihantarkan kepada alat setelah
induksi.
ii.
Pada implant surgery kelinci dianastesi
menggunakan 50 mg/kg ketamine atau
5mg/kg xylazin. Sepanjang 4 cm dibuat
bedahan dari leher dosal hingga jaringan
penghubung dan jaringan otot pada vertebral
serta scapulae sehingga membentuk seperti
kantong.
iii.
Pada kantong tersebut induser diletakkan, dan
stelah induksi dilakukan pengukuran dapat
dilakukan.
: Dilakukan pembedahan dan implan alat pada
kelinci untuk penentuan tekanan TIO
: Analisa menggunakan statistik berupa student Ttest

2. Laju aliran aqueous humor


Tujuan
: Penentuan laju aliran aqueous humor
Prosedur Kerja
:
1. Hewan uji

: Kelinci putih New Zealand, bobot 2,4 - 5 kg,

2. Bahan
3. Alat
4. Langkah
kerja:

5. Prinsip
6. Evaluasi

jantan atau betina


: Anastesi ketamine/xylazin
: Okular fluorofotometri
i. Dilakukan unilateral simpatektomi melalui
leher. Untuk memasstikan pembedahan
dilakukan dengan baik dapat menggunakan
stimulasi elektrik sebesar 4 Hz dan ditandai
dengan dilatasi pupil mata kelinci.
ii.
Kornea mata kelinci ditetesi fluorescein 2%
setiap 5 menit selama setengah jam.
Konsentrasinya
pada
mata
ditentukan
dengan Fluorotron master.
iii.
Fluorometri digunakan setelah 30 menit
obat/zat diteteskan, tiap 1 jam sekali selama
5 jam.
: Penentuan konsentrasi fluorescein pada kornea
dan anterior menggunakan Fluorotron master.
: Analisis statistik menggunakan Student T-test

3. Induksi glaukoma menggunakan alfa-khimotropsin


Tujuan
: Evaluasi obat glukoma menggunakan alfakhimotropsin
Prosedur Kerja:
1. Hewan
uji
2. Bahan
3. Alat
4. Langkah
kerja:

i.
ii.
iii.

iv.

v.

: Kelinci putih New Zealand; bobot 2,0 kg


dan jantan
: Indometacin 10mg/kg i.p, lidokain 2 %
: Jarum suntik
Kelinci diberi indomethacin melalui i.p
untuk menghindari inflamasi
Mata kanan dianastesi menggunakan
lidokain.
Anterior chamber disuntik menggunakan
jarum ukuran 30 hingga menembus
reservoir dan dengan tekanan 25 mm Hg
Kemudian anterior chamber disuntik
menggunakan jarum ukuran 32 dekat
limbus dan menujuposterior chamber
hingga pupil dengan tekanan 25 mm Hg
NaCl fisiologis steril (0,5 mL) yang
mengandung 150 unit alfa-kemotripsin
dilewatkan hingga posterior chamber.

5. Prinsip
6. Evaluasi

Pemberian obat dilihat dari sebelum dan


sesduah
pembedahan.
Kemudian
ditentukan TIO menggunakan tonometer
:
Penentuan
intraocular
mata
menggunakan tonometer
: TIO diinduksi alfa-kimotripsin kemudian
diinduksi obat dan dihitung SEM serta
dibandingkan
secara
statistik
menggunakan ANOVA Sudent T-test

4. Anastesi lokal kornea


Tujuan
: Anastesi lokal dilakukan untuk operasi mata
Prosedur Kerja
:
1. Hewan uji
2. Bahan
3. Prinsip
5. Pengujian katarak
Tujuan
Prosedur Kerja
1. Hewan uji
2. Bahan
3. Langkah
Kerja:

4. Prinsip
5. Evaluasi

: Hewan uji yang memerlukan operasi mata


: Anastesi menggunakan kokain
: Standar operasi pada hewan dengan anastesi
menggunakan kokain
: Anastesi lokal dilakukan untuk operasi mata
:
: Tikus wistar jantan berumur 2 hari
: Induksi katarak dapat menggunakan streptomisin,
galaktosa dan naftalen
i. Tikus wistar janta berumur 2 hari yang berasal
dari 1 induk pada hari kedelapan diberi Na 2SO3
dengan dosis 5, 10, 20, 40 dan 60 mol/kg.
Dan pembandingnya tikus jantan yang diberi
0,02 M Na2SO3. Hewan diperiksa tiap hari
selama 20 hari.
ii.
Katark dapat dilihats dengan mata telanjang
dengan cara membuka mata hewan uji pada
hari ke 14-16. Pada hewan yang terkena
akatarak aka nada warna kuning keruh pada
bagian tengah mata
: Melihat adanya warna kuning keruh pada bagian
tengah mata
: Dosis katrak dievaluasi menggunakan 2-test.

6. Pengujian Inflamasi
Pengujian ini terdiri dari:
Alergi konjungtivitis

Inflamasi kornea
Automimun uveitis
Induksi inflamasi menggunakan paracentesis
Inflamasi okular oleh protein lensa
Proliferatif vitreoretinopati

a. Alergi konjungtivitis
Tujuan
: Alergi konjungtivitis merupakan reaksi
hipersensitivitas pada hidung, saluran nafas, kulit dan berbagai
jaringan.
Prosedur Kerja
:
1.
2.
3.
4.

Hewan uji
Bahan
Alat
Langkah
kerja:

5. Prinsip
6. Evaluasi

: Mencit
: anastesi metoksifluran dan pollen ragweed
: Jarum suntik
i. Pollen ragweed diekstraksi menggunakan
aseton dan didiamkan selama semalam.
Ekstrak kemudian didialisa selama 48 jam,
disaring dan disimpan pada suhu 40C. Al(OH)3
disentrifus pada 1000 ppm selama 15 menit
dan simpan pada suhu 40C. Ekstrak pollen
ragweed dicampur dengan Al(OH)3 setengah
jam sebelum disuntikkan.
ii.
Pada hari ke-0 mencit, disuntikkan anastesi
metoksifluran sebelum pemberian pollen
ragweed
iii.
Hari ke-10 konjungtivitis dindukksi secara
topical menggunakan suspense ragweed dan
10 mL dapar saline phosphate, pH 7,2.
iv.
Hewan diamati pada jam 3, 6, 12, 24 48 dan
72 jam setelahpemberian
: Adanya kemerahan, edema dan mata berair
setelah pemberian sediaan.
: Hasil dihitung SEM serta dibandingkan secara
statistik menggunakan ANOVA Sudent T-test.

b. Inflamasi kornea
Tujuan
oil
Prosedur Kerja
1. Hewan uji

: Inflamasi kornea menggunakan injeksi clove


:

: Kelinci albino New Zealand jantan maupun betina

2. Bahan
3. Alat
4. Langkah
kerja:

5. Prinsip
6. Evaluasi
c. Autoimun
Tujuan
Prosedur Kerja
1.
2.
3.
4.

Hewan uji
Bahan
Alat
Langkah
kerja:

5. Prinsip
6. Evaluasi

: Natrium tiamylal
: Jarum suntik
i. Kelinci diberi anastesi secara i.v menggunakan
15 mg/kg.
ii.
Induksi inflamasi menggunakan clove oil yang
disuntikkan menggunakan jarum suntik-30
: Perbandingan hewan uji, control dan pembanding.
: Menggunakan analisa statistik

: pengujian autoimun pada jaringan


:
: Babi guinea strain Hartley, berat 400-500 g
: Emulsi homolog retina
: Jarum suntik
i. Hewan uji diberi emulsi homolog retina pada
minggu ke-0, 1, 2, 5, dan 8.
ii.
Retina mata hewan diambil dan disimpan pada
suhu -500C
: Pengamatan pada histologi retina mata hewan
: Persentase histologi retina

d. Inflamasi ocular dengan induksi paracentesis


Tujuan
: Para centesis menstimulasi PGE2 dan PGF2
Prosedur Kerja
:
1.
2.
3.
4.

Hewan uji
Bahan
Alat
Langkah
kerja:

5. Prinsip
6. Evaluasi

: Kelinci New Zealand, 2 2,5 kg


: xylazine, ketamine dan paracentesis
: Jarum suntik
i. Hewan uji diinduksi menggunakan campuran
1:1 20 mg/kg xylazine dan ketamine
100mg/kg. sebanyak 6 tetes dan jangan
sampai kering
ii.
Sebelum kering, teteskan paracenteisis
iii.
Amatin adanya protein yang terakumulasi
pada mata
: Pengamatan pada jumlah prostaglandin yang
terbentuk
: Jumlah prostaglandin menggunakan kit RIA

e. Inflamasi ocular dengan protein lensa

Tujuan
: Inflamasi ocular dapat diakibatkan oleh
protein lensa dan dapat dicegah menggunakan inhibitor
lipoxigenase
Prosedur Kerja
:
1.
2.
3.
4.

Hewan uji
Bahan
Alat
Langkah
kerja:

5. Prinsip
6. Evaluasi

: Kelinci New Zealand Albino


: xylazine, ketamine dan inhibitor lipoxigenase
: Jarum suntik
i. Hewan uji diinduksi menggunakan 5 mg/kg
mg/kg xylazine dan ketamine 25 mg/kg.
ii.
Injeksi pada lensa
iii.
Pemberian fluorescein
: pengamatan menggunakan fluorometrik
: pengamtan menggunakan fluorometrik

f. Proliferatif vitreoretinopati
Tujuan
: vitreoretinopati terjadi ketika terdapat
kesalahan pada operasi mata
Prosedur Kerja
:
1.
2.
3.
4.

Hewan uji
Bahan
Alat
Langkah
kerja:

5. Prinsip
6. Evaluasi

: Kelinci, bobot 2 3 kg
: Sel fibrioblas
: Jarum suntik
i. Induksi sel fibrioblas 1x1 cm dari kelinci dan
dicampur 50 g/mL garamycin dan 5 g/mL
fungizone dalam larutan dubelco 0,2 mL.
ii.
Pengamatan
pada
sel
fibrioblas
yang
terbentuk pada petri
iii.
Sel yang sudah terbentuk dipindahkan pada
mata kelinci
iv.
Pengamatan menggunakan mikroskop pada
mata
: Pengamatan pada jaringan fibrioblas yang
terbentuk
: Pengamatan menggunakan optalmoskopi

Anda mungkin juga menyukai