2.1
Burung Puyuh
Di Indonesia, peternakan puyuh secara komersial baru dilakukan pada
tahun 1979 dengan bibit puyuh impor dari luar negeri. Di pulau Jawa, burung
puyuh dikenal dengan nama gemak. Burung ini mempunyai warna bulu beragam,
biasanya warna-warna tersebut sangat adaptif untuk kamuflase dari musuhnya
(Redaksi AgroMedia, 2007).
Jenis burung puyuh yang biasa diternakkan adalah berasal dari jenis
Cortunix-cortunix japonica. Produksi telur burung puyuh ini mencapai 250-300
butir pertahun dengan berat rata-rata 10 gram per butir. Disamping produksi
telurnya, burung puyuh juga dimanfaatkan daging dan kotorannya. Keunggulan
lain dari burung puyuh adalah cara pemeliharaannya mudah, mempunyai daya
tahan tinggi terhadap penyakit, dan dapat diternakkan bersama dengan hewan lain
(Hartono, 2004)
Klasifikasi burung puyuh sebagai berikut:
SKRIPSI
Kelas
Ordo
: Galiformes
Sub Ordo
: Phasionaidae
Family
: Phasianidae
Sub Family
: Phasianidae
Genus
: Cortunix
Spesies
2.2
SKRIPSI
2600
22
Lemak (%)
Maks 3,96
Maks 6,0
Ca (%)
3,25-4,0
P (%)
0,60
Lysin (%)0,45
0,70
Metionin (%)
0,35
Abu (%)
Min10
Maks 14
Sumber
2.3
: SNI 01-3910-1995
Biofermentor
Bio fermentasi berasal dari kata ferfere yang berarti mendidih. Arti kata
SKRIPSI
SKRIPSI
10
proses
perkembangbiakan
mikroorganisme
sejak
persiapan
SKRIPSI
11
SKRIPSI
12
Lactobacillus,
Bifidobacterium,
Enterococcus,
dan
Pediococcus
SKRIPSI
13
dilaporkan oleh Paramita dan Koestanti (2000) serta Mufidah (2000) dapat
meningkatkan kecernaan protein kasar pada ayam.
Probiotik merupakan koloni mikrobia yang kaya akan mikroba selulotik,
lignolitik, proteolitik. Mikroba selulolitik akan menghasilkan enzim selulase yang
merupakan enzim kompleks yang terdiri dari enzim endoselulase dan
aksoselulase. Contoh mikrobia selulolitik adalah Acidotermus cellulolyticus,
Bacillus spaericus, Cellulomonas cellulans, Cellvibrio mixtus, Cytophaga
hutchinsonii,
Bacteriodes
succinogenes,
Ruminococcus
flavifaciens,
SKRIPSI
14
2.4
Daya cerna makanan didefinisikan sebagai perbandingan zat makanan yang tidak
diekskresikan di dalam feses dengan yang diekskresikan dalam feses dan
diasumsikan zat zat makanan yang diabsorbsi oleh hewan (McDonald et al.,
2002).
Proses pencernaan adalah penguraian zat-zat makanan dalam saluran
pencernaan untuk diserap dan digunakan oleh jaringan-jaringan tubuh. Proses ini
berlangsung secara mekanis dan kimia sehingga banyak faktor yang
mempengaruhinya (Anggordi, 1985). Sistem pencernaan terdiri dari saluran
pencernaan dan organ aksesori. Saluran cerna unggas terdiri dari paruh,
oeshopagus, crop, proventriculus, gizzard, duodenum, jejunum, ilium, ceca,
rectum, kloaka dan vent. Sementara organ aksesori terdiri dari pancreas dan hati
(Supriyatna et al., 2005).
Sistem pencernaan unggas berbeda dengan mamalia. Unggas mempunyai
paruh untuk memecah pakan. Kelenjar ludah yang terdapat di rahang bawah,
SKRIPSI
15
dinding pipi akan mengeluarkan cairan ludah untuk membantu melunakkan pakan
dan melicinkan jalannya pakan ke dalam kerongkongan. Pakan akan disimpan
dalam tembolok (crop) untuk dilunakkan dan diproses oleh getah pencernaan saat
masuk proventriculus, dimana dindingnya menghasilkan pepsin dan HCL yang
dapat membantu pencernaan protein. Gumpalan pakan diproses secara mekanis di
empedal (gizzard) untuk memperkecil ukuran partikel pakan. Dari empedal
partikel-partikel bergerak melalui lekukan duodenum, dimana partikel ini diproses
oleh enzim-enzim yang diproduksi pancreas. Getah pancreas mengandung enzimenzim amilolitik, lipolitik dan proteolitik, yang berturut-turut menghidrolisa pati,
lemak, proteosa dan pepton. Empedu hati mengandung amylase, memasuki pula
duodenum. Partikel berlanjut bergerak melalui usus halus yang dindingnya
mengeluarkan getah usus mengandung erepsin dan enzim-enzim pemecah gula.
Erepsin menyempurnakan pemecahan protein menjadi asam-asam amino,
sedangkan enzim pemecah gula mengubah disakarida menjadi monosakarida yang
kemudian dapat diasimilasi tubuh. Proses absorbs zat makanan dikerjakan oleh
villi usus halus. Urine pada unggas mengalir kedalam kloaka dan dikeluarkan
bersama-sama dengan feses warna putih yang terdapat pada kotoran ayam
sebagian besar adalah asam urat. Saluran pencernaan yang paling relative pendek
pada unggas menggambarkan proses pencernaan yang relative cepat yaitu lebih
kurang empat jam (Anggorodi, 1985).
Lesson dan Zubair (2007) menyatakan pH optimum yang dibutuhkan
untuk pencernaan protein di usus halus unggas adalah 5,8-6,8. Caspary (1992)
berpendapat bahwa asimilasi protein dalam usus berlangsung dalam tiga fase,
SKRIPSI
16
yaitu fase luminal, fase brush border dan fase cytoplasmic. Fase luminal diawali
dengan denaturasi protein didalam lambung akibat produksi HCL yang
menyebabkan suasana asam. Pada fase luminal terjadi pemecahan polipeptida
oleh
pancreatic
protease
like
trypsin,
chymortrypsin,
elastase
dan
2.5
akan dipecah menjadi partikel-partikel kecil kemudian diserap oleh tubuh. Jumlah
SKRIPSI
17
zat makanan yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh dapat diketahui dengan
menghitung daya cerna (digestibility) (Rochmat, 1999).
Daya cerna adalah jumlah zat makanan dari suatu bahan pakan yang
diserap dalam traktus grastrointestinal. Hal ini menyangkut proses pencernaan
yaitu hidrolisis untuk membebaskan zat makanan dalam suatu bentuk tertentu
sehingga dapat diserap oleh usus (Anggorodi, 1985).
Daya cerna dapat ditentukan dengan mengukur secara teliti bahan pakan
yang dikonsumsi dan feses yang dikeluarkan dari pengukuran tersebut didukung
dengan analisis kimiawi zat makanan, maka dapat dihitung daya cernanya
(Anggorodi,1985).
Tilman et al., (1991) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi daya cerna makanan adalah (1) komposisi makanan, daya cerna
makanan berhubungan erat dengan komposisi kimiawi dan serat kasar mempunyai
pengaruh besar; (2) Keseimbangan protein, jika protein dalam pakan menurun
akan menyebabkan bahan makanan cepat melewati saluran pencernaan, sehingga,
menyebabkan turunnya daya cerna dari bahan pakan tersebut; (3) Perlakuan
terhadap pakan, beberapa perlakuan bahan pakan, misalnya pemotongan,
penggilingan dan pemanasan mempengaruhi daya cerna; (4) Jenis hewan, bahan
pakan yang rendah serat kasarnya dapat dicerna dengan baik oleh hewan. Tetapi
bahan pakan yang tinggi serat kasarnya dicerna dengan baik oleh hewan
ruminansia dibandingkan hewan non ruminansia; (5) Jumlah makanan,
penambahan jumlah makanan yang dimakan mempercepat arus makanan dalam
usus, sehingga mempengaruhi daya cerna.
SKRIPSI
2.6
18
SKRIPSI
19
2.7
SKRIPSI
20
SKRIPSI
21
Pakan
Air
Bahan Kering
Lemak Kasar
Triglyceride
Phospholipid
Steroid
Lemak
esesensial
Karote
Protein Kasar
Protein murni
Amida
Asam amino
Pentida
Purin
Asam aspartat
Bahan Organik
Serat Kasar
Selulosa
Hemiselulosa
Lignin
Bahan estrak
tanpa nitrogen
Monosakarida
Disakarida
Polisakarida
(pati)
SKRIPSI